Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK FKU UMS

MAKALAH

VAKSIN COVID 19

PENYUSUN
Asri Wahyu Azzahro, S.Ked J510195022
Gandhes Sahida basserawy, S.Ked J510195044
Yulaikha Puspaningrum, S.Ked J510195064
Fathan Mustafid, S.Ked J510195118

PEMBIMBING
dr. Isna Nurhayati, Sp. A., M. Kes.

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Judul : Vaksin Covid 19

Penyusun : Asri Wahyu Azzahro, S.Ked J510195022


Gandhes Sahida basserawy, S.Ked J510195044
Yulaikha Puspaningrum, S.Ked J510195064
Fathan Mustafid, S.Ked J510195118

Pembimbing : dr. Isna Nurhayati, Sp. A., M. Kes.

Sukoharjo, 16 Januari 2021


Penyusun

Asri Wahyu A, S. Ked Gandhes Sahida B, S.Ked

Yulaikha Puspaningrum, S.Ked Fathan MustafidS.Ked


Menyetujui,
Pembimbing

dr. Isna Nurhayati, Sp. A., M. Kes.


Mengetahui
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

Dr. Iin Novita N.M., M.Sc., S


A. PENDAHULUAN
Vaksin merupakan salah satu upaya dalam menangani COVID-19,
termasuk di Indonesia. Saat ini sedang berlangsung uji klinis vaksin COVID-19
dan pengembangan vaksin merah putih, yaitu dengan isolat virus yang
bertransmisi di Indonesia juga sudah dilaksanakan. Persiapan Indonesia mulai dari
logistik penyimpanan vaksin hingga proses distribusi vaksin ke seluruh provinsi di
Indonesia juga sudah dilakukan. Keberadaan vaksin diharapkan menjadi kabar
baik dalam pencegahan penyebaran virus COVID-19.1
Vaksinasi merupakan salah satu cara paling efektif dalam mencegah
penyakit akibat infeksi. Akibat pandemi COVID-19, terdapat risiko berkurangnya
pelaksanaan vaksinasi yang diwajibkan, baik akibat meningkatnya beban sistem
kesehatan terhadap COVID-19 ataupun berkurangnya minat dari masyarakat
akibat pelaksanaan social distancing. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan
timbulnya outbreak baru dari vaccine preventable diseases, seperti hepatitis A.
Oleh sebab itu, pelaksanaan vaksinasi diatur sedemikian rupa sehingga dijalankan
dalam kondisi yang aman, tanpa menyebabkan risiko penyebaran COVID-19
terhadap petugas kesehatan dan masyarakat.1
B. LATAR BELAKANG
Vaksinasi untuk COVID-19 saat ini masih dalam pengembangan.
Beberapa calon vaksin telah masuk uji klinis fase 3 dan diperkirakan akan
diedarkan 3-4 bulan yang akan datang. World Health Organization (WHO)
merekomendasikan vaksinasi influenza rutin setiap tahun khususnya untuk
individu risiko tinggi seperti lanjut usia, wanita hamil, anak-anak, orang-orang
dengan penyakit kronis tertentu dan petugas kesehatan. Vaksinasi influenza
memang tidak secara spesifik dapat melindungi dari infeksi COVID-19. Namun,
ada beberapa alasan WHO merekomendasikan vaksinasi influenza di masa
pandemi COVID-19. Pertama, untuk mengontrol infeksi influenza pada individu
risiko tinggi yang rentan mengalami infeksi COVID-19 berat sehingga dapat
mengurangi angka rawat inap dan paparan dari virus SARS CoV-2 selama
perawatan.2
Kedua, mengurangi beban sistem pelayanan kesehatan dari pasien-pasien
yang mengalami infeksi influenza. Ketiga, mengurangi angka ketidakhadiran dari
petugas medis yang penting dalam penanganan COVID-19. American College of
Cardiology (ACC) merekomendasikan vaksinasi influenza dan pneumonia
diberikan kepada individu dengan komorbid penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler. Tujuan vaksinasi influenza dari rekomendasi ACC sama seperti
penjelasan WHO yaitu untuk mengurangi komplikasi dan beban pelayanan
kesehatan akibat influenza. Vaksinasi pneumonia bermanfaat untuk mencegah
infeksi sekunder akibat bakteri dari penderita COVID-19.1,2

1
Berdasarkan uraian diatas maka dapat menjadi dasar dalam penulisan
artikel ini, dalam rangka membahas mengenai perkembangan vaksin Covid-19
baik dalam negeri maupun luar negeri beserta faktor yang perlu diperhatikan
dalam rencana vaksinasi massal.1,2
C. Uji Klinis Vaksin COVID-19
Saat ini terdapat 38 kandidat vaksin COVID-19 sedang dalam uji klinis
fase 1, 17 dalam uji klinis fase 2, 13 dalam uji klinis fase 3, dan 6 telah
mendapatkan early/limited use. Salah satu dari 6 vaksin tersebut adalah Sinovac,
yang sedang dalam tahap finalisasi uji klinis fase 3 di Indonesia. Target awal
tahun 2021 sudah bisa mendapatkan persetujuan emergency use authorization dari
BPOM. Sampai saat ini tidak ada vaksin yang tersedia, tetapi penelitian
pengembangan vaksin telah dilakukan oleh berbagai lembaga. Penelitian
sebelumnya tentang SARS-CoV sedang digunakan karena SARS-CoV-2 dan
SARS-CoV keduanya menggunakan reseptor ACE2 untuk memasuki sel
manusia.3
Ada tiga strategi vaksinasi yang diselidiki: strategi pertama, para peneliti
bertujuan untuk membangun vaksin virus secara keseluruhan. Penggunaan virus
semacam itu, baik itu tidak aktif atau mati, bertujuan untuk memperoleh respons
kekebalan tubuh manusia yang cepat terhadap infeksi baru dengan COVID-19.
Strategi kedua, vaksin sub-unit, bertujuan untuk membuat vaksin yang membuat
sistem kekebalan tubuh sensitif terhadap sub-unit virus tertentu. Dalam kasus
SARS-CoV-2, penelitian tersebut berfokus pada protein S-spike yang membantu
virus mengganggu reseptor enzim ACE2. Strategi ketiga ada ah vaksin asam
nukleat (vaksin DNA atau RNA, teknik baru untuk membuat vaksinasi). Vaksin
eksperimental dari salah satu strategi ini harus diuji untuk keamanan dan
kemanjurannya.3
Pada 16 Maret 2020, uji klinis pertama vaksin dimulai dengan empat
sukarelawan di Seattle. Vaksin ini mengandung kode genetik yang tidak
berbahaya yang disalin dari virus yang menyebabkan penyakit. Beberapa obat
antivirus yang ada sedang dipertimbangkan untuk mengobati COVID-19 dan
beberapa sedang dalam uji klinis. Ada bukti sementara untuk remdesivir pada
Maret 2020. Remdesivir menghambat SARS-CoV-2secara invitro. Uji klinis fase
3 sedang dilakukan di AS, di China, dan di Italia. Chloroquine, yang sebelumnya
digunakan untuk mengobati malaria, sedang dipelajari di China pada Februari
2020, dengan hasil awal yang positif. Chloroquine dan hydroxychloroquine secara
efektif menghambat SARS-CoV-2 secara in vitro, dengan hydroxychloroquine
terbukti lebih kuat daripada chloroquine dan dengan profl keamanan yang lebih
dapat ditoleransi.4
Hasil awal dari percobaan menunjukkan bahwa klorokuin efektif dan
aman dalam mengobati pneumonia terkait COVID-19. Namun, ada permintaan

2
untuk melakukan tinjauan penelitian lebih lanjut hingga saat ini. Departemen
Sains dan Teknologi Provinsi Guangdong dan Komisi Kesehatan dan Kesehatan
Provinsi Guangdong mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa klorokuin
fosfat dapat meningkatkan tingkat keberhasilan pengobatan dan mempersingkat
lamanya pasien tinggal di rumah sakit, dan merekomendasikannya untuk orang
yang didiagnosis dengan ringan, sedang dan kasus parah pneumonia coronavirus
baru. Pada 17 Maret, Badan Farmasi Italia memasukkan klorokuin dan hidroksi
klorokuin dalam daftar obat-obatan dengan hasil awal yang positif untuk
pengobatan COVID-19.3,4
D. Perkembangan Produksi Vaksin COVID-19
PT Bio Farma (Persero), BUMN menyatakan telah bekerja sama dengan
produsen vaksin asal China yang telah menemukan vaksin untuk corona. Namun,
produksi vaksin ini tak bisa serta merta dilakukan sesegera mungkin. Direktur
Utama Bio Farma, Homesti Basyir mengatakan saat ini perusahaan masih
menunggu waktu untuk bisa melakukan produksi massal vaksin yang disebut-
sebut dapat segera mengakhiri virus corona ini. Sebelumnya, Honesti menjelaskan
proses pembuatan vaksin ini cukup kompleks jika seluruh proses dilakukan
sendiri. Untuk itu perusahaan akan melakukan koordinasi dengan lembaga
penelitian di dalam dan luar negeri untuk mengevaluasi sejauh mana proses
penelitian vaksin ini dilakukan. Jika proses di lembaga riset lain telah dilakukan,
maka perusahaan tinggal melanjutkan proses lainnya yang dipastikan akan sangat
mempersingkat proses produksi vaksin. Belum lagi Bio Farma juga membutuhkan
adanya emergency policy dari Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM). Sebab dari adanya kebijakan ini diperkirakan akan memangkas waktu
produksi hingga bisa dikonsumsi masyarakat selama 3-5 tahun.5
Peningkatan Kerjasama Internasional Kepala Ilmuwan World Health
Organizations (WHO), Soumya Swaminathan, menargetkan ratusan juta dosis
vaksin Covid-19 dapat diproduksi pada akhir tahun 2020. Jika vaksin sudah
ditemukan, WHO akan memprioritaskannya untuk tiga kelompok, yaitu: pertama,
pekerja terdepan dengan risiko paparan tertinggi; kedua, orang yang paling rentan
dengan Covid-19; dan ketiga, orang yang bertempat tinggal di wilayah paparan
tinggi Covid-19. WHO juga berharap pada tahun 2021, dapat memiliki 20 juta
dosis vaksin dari satu, dua, atau tiga vaksin yang efektif untuk didistribusikan ke
seluruh dunia. Menurut data WHO per 22 Juni 2020, terdapat 13 kandidat vaksin
yang telah melalui uji praklinis (uji pada hewan) dan sedang memasuki uji klinis
(uji pada manusia). Di urutan pertama, kandidat vaksin dikembangkan oleh
University of Oxford bersama dengan perusahaan farmasi Astrazeneca. Selain itu,
ada kandidat vaksin yang sedang memasuki uji praklinis (uji pada hewan), yaitu
sebanyak 129 kandidat vaksin.5
Meski belum ada satu pun calon vaksin yang berhasil dikembangkan dan
tersedia, namun sejumlah negara sudah mengamankan kebutuhan vaksinnya

3
dengan berinvestasi pada perusahaan farmasi. Komisi Eropa, yang kini sedang
dalam tahap pembicaraan dengan perusahaan farmasi Johnson & Johnson,
membeli di muka calon vaksin Covid-19 yang masih dalam pengembangan.
Langkah itu diambil setelah Komisi mendapat mandat dari 27 negara Uni Eropa
untuk menggunakan dana darurat sebanyak lebih dari dua miliar Euro, atau sekitar
2,3 miliar dollar AS, untuk mengamankan kesepakatan pembelian di muka dengan
enam perusahaan vaksin.5,6
Selain itu, pada 13 Juni 2020, raksasa Farmasi Astrazeneca telah membuat
kesepakatan dengan Aliansi Vaksin Inklusif (Inclusive Vaccines Alliances) Eropa
untuk memasok hingga 400 juta dosis vaksin Covid-19 eksperimental. Aliansi ini
dipimpin oleh Jerman, Perancis, Italia, dan Belanda. Perjanjian ini bertujuan untuk
membuat vaksin tersedia bagi negara-negara Eropa lainnya yang ikut serta. Isi
dari perjanjian tersebut adalah, Aliansi akan mendapatkan vaksin yang terbaru
dalam serangkaian pembuatan vaksin. Selain Eropa, Astrazeneca juga
mengadakan perjanjian serupa dengan Inggris, United States the Coalition for
Epidemic Preparedness Inovations, dan Gavi, Vaccine Alliance untuk 700 juta
dosis. Lisensi juga disetujui dengan Serum Institute of India untuk satu miliar
dosis. Perjanjian serupa akan diperluas lagi oleh Astrazeneca bersama dengan
China, Brasil, Jepang, dan Rusia yang telah menyatakan minatnya terhadap vaksin
tersebut.6
Kerja sama internasional dalam pengembangan vaksin juga telah
dilakukan oleh perusahaan biofarmasi yang berbasis di China, Sinovac Biotech,
dengan pusat penelitian terkemuka di Brasil, Butantan Institute. Kerja sama ini
menyepakati adanya transfer teknologi dari Sinovac ke Butantan sehingga vaksin
virusnya bisa diproduksi di negara bagian Sao Paulo, Brasil. Pada Bulan Mei
2020, Sinovac Biotech, satu dari empat laboratorium di China yang berwenang
untuk melakukan uji coba vaksin klinis mengatakan bahwa pihaknya siap untuk
memproduksi 100 juta dosis vaksin dengan nama Coronavac. Diperkirakan pada
pertengahan Juli 2020, vaksin akan berada pada tahap ketiga dan terakhir
pengujian, Di Sao Paulo sebanyak 9.000 sukarelawan akan disuntik dengan dosis
vaksin tersebut.6
Perusahaan Bioteknologi yang berbasis di Cambridge, Amerika Serikat
(AS), Moderna juga sedang bersiap menuju tahap ketiga dalam pengembangan
bakal vaksin Covid-19. Pada Mei 2020, Moderna melaporkan hasil di antara
sekelompok kecil relawan yang diberikan vaksin mRNA- 1273. Sebanyak delapan
relawan memproduksi antibodi pada atau di atas tingkat yang terlihat pada pasien
positif Covid-19 yang telah pulih. Moderna akan mulai melakukan uji coba
kepada 30.000 relawan mulai Juli 2020 setelah mendapatkan respons dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan AS. Jika pada tahap ini berhasil, maka Moderna
akan memproduksi sebanyak 500 juta - 1 miliar dosis pada awal 2021.5.6

4
E. Vaksin COVID-19 di Indonesia
Munculnya gelombang kedua Covid-19 di China, Korea Selatan, Jerman,
Spanyol, Selandia Baru, dan Australia perlu dijadikan pembelajaran oleh negara-
negara lainnya, termasuk Indonesia. Negara-negara korban pandemi tidak
mungkin bisa mengatasi penyebaran pandemi Covid-19 secara sendiri-sendiri
karena dibutuhkan data-data lalu lintas manusia lintas negara, dan biaya besar
serta kemampuan tinggi, untuk menemukan vaksin dan obat anti-virus Covid-19.
Oleh karena itu, kerja sama internasional sangat diperlukan untuk merespons
pandemi Covid-19. Sementara itu, jika terjadi kemungkinan munculnya
gelombang kedua Covid-19 di Indonesia, maka Pemerintah perlu kembali
memberlakukan pembatasan sosial berskala besar secara ketat, setidaknya untuk
wilayah tertentu yang sulit dikendalikan.7
Pandemi Covid-19 masih melanda berbagai wilayah di Indonesia. Hingga
25 Agustus 2020, terdata sebanyak 2.447 kasus baru sehingga secara akumulatif
terdapat 157.859 kasus Covid-19. Kasus sembuh bertambah 1.807 pasien
sehingga total pasien sembuh sebanyak 112.867 orang. Namun kasus meninggal
bertambah 99 orang menjadi 6.858 orang. Covid-19 telah melanda 34 provinsi
dan 485 kabupaten/kota. Untuk menangani pandemi Covid-19, pemerintah
membuat berbagai kebijakan guna melindungi masyarakat dari penularan dan
dampak Covid-19 mulai dari pembatasan sosial berskala besar termasuk
pembatasan sekolah, tempat kerja, tempat peribadatan, tempat umum dan
transportasi; pemberian bantuan sosial; pemberian insentif bagi tenaga kesehatan;
kebijakan masker untuk semua; dan kebijakan penerapan protokol kesehatan di
berbagai tempat yang terus digaungkan selagi menanti vaksin.7
Terkait vaksin Covid-19, Presiden Jokowi meninjau pelaksanaan
penyuntikan calon vaksin Covid-19 perdana terhadap 20 relawan dari target 1.620
relawan yang bertempat di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung,
Jawa Barat pada 11 Agustus 2020. Penyuntikan merupakan rangkaian uji klinik
fase III calon vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech, China. Calon
vaksin diberi nama CoronaVac. PT Bio Farma (Persero) selaku BUMN
Kefarmasian bekerja sama dengan Sinovac Biotech dalam uji klinik fase III
CoronaVac di Indonesia melalui alih teknologi dan alih pengetahuan. Presiden
Jokowi berharap uji klinik ini dapat selesai dalam waktu enam bulan. Pada uji
klinik tersebut sebanyak 100 juta CoronaVac akan diproduksi oleh PT Bio Farma
(Persero) pada bulan Agustus 2020 dan jumlah tersebut akan meningkat hingga
250 juta vaksin pada Desember 2020 mendatang. Presiden Jokowi juga
menyebutkan jika riset dan uji klinik berhasil serta produksi calon vaksin sudah
memenuhi target, maka akan diberikan vaksinasi terhadap minimal 70% populasi
di Indonesia.7,8
Perkembangan Calon Vaksin Covid-19 Negara-negara saat ini sedang
berlomba mendapatkan vaksin yang efektif dalam mencegah Covid-19 melalui

5
serangkaian tahapan ilmiah berbasis bukti yang kuat. Hingga 25 Agustus 2020,
terdapat 31 calon vaksin yang sedang tahap klinik, fase 3 sebanyak 6 calon vaksin
yaitu yang dikembangkan oleh University of Oxford/AstraZeneca, Sinovac
Biotech, Wuhan Institute of Biological Products/Sinopharm, Beijing Institute of
Biological Products/Sinopharm, Moderna/NIAID dan BioNTech/ Fosun
Pharma/Pfizer. Sedangkan 142 calon vaksin pada tahap praklinik. WHO bukan
lembaga yang menyetujui lolos/tidaknya setiap tahapan perkembangan vaksin
Covid-19, WHO hanya menghimpun data perkembangan vaksin dari berbagai
negara.8
F. Vaksin Merah Putih (Calon Vaksin Dalam Negeri)
Indonesia selain turut mengembangkan calon vaksin yang dibuat negara
lain, juga mengembangkan calon vaksin dalam negeri yang diberi nama vaksin
merah putih. Vaksin ini dikembangkan oleh LBM Eijkman, BPPT, LIPI, Badan
POM, Kemenristek/BRIN serta sejumlah universitas. Penelitian, pengembangan
dan produksi vaksin dalam negeri tersebut telah mendapat dukungan dari Komisi
IX DPR RI melalui Rapat Kerja Bersama Kemenristek/BRIN, Kementerian
Kesehatan, Badan POM serta PT Bio Farma (Persero) pada 14 Juli 2020. Dalam
Peraturan Kepala Badan POM Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Laksana dan
Penilaian Obat Pengembangan Baru, vaksin yang merupakan produk biologi harus
melalui proses pengembangan sebelum dipasarkan. Proses tersebut antara lain
adanya konsep pengembangan vaksin, pengembangan zat aktif, proses pembuatan
calon vaksin, metode analisis dan pengujian non-klinik, sampai dengan uji klinik.9
Pada tahapan non-klinik, dilakukan pengujian in vitro dan in vivo pada
hewan. Sedangkan uji klinik dilakukan pada manusia yang secara umum meliputi
empat fase uji klinik. Hasil uji klinik berupa data pembuktian keamanan, khasiat
dan mutu calon vaksin pada manusia yang nantinya akan digunakan untuk
registrasi vaksin tersebut sehingga vaksin memperoleh nomor izin edar. Pada
keadaan normal, pengembangan vaksin, registrasi vaksin hingga produksi vaksin
secara massal membutuhkan waktu lima hingga sepuluh tahun. Pengembangan
calon vaksin dalam negeri lebih sesuai dengan karakteristik virus yang beredar di
Indonesia. LBM Eijkman telah membangun pondasi pembuatan vaksin dan
selanjutnya akan diuji pada tahap praklinik terhadap hewan yang akan dilakukan
di Laboratorium Biosafety Level-3 (BSL-3) LIPI. Vaksin merah putih ini
ditargetkan akan rampung pada 2021.9
G. Uji Klinik Vaksin COVID-19 di Indonesia
Pengembangan calon vaksin baik yang berasal dari negara lain maupun
dalam negeri keduanya berupaya mencari perlindungan kesehatan masyarakat
yang efektif dari penularan Covid-19. Melalui penyuntikan vaksin, maka tubuh
akan membentuk antibodi untuk melawan virus dan efektif melindungi untuk
jangka waktu beberapa tahun ke depan. Vaksinasi dapat menurunkan angka

6
morbiditas dan angka mortalitas serta meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Dalam jangka panjang dapat mengurangi dampak sosial dan ekonomi
yang ditimbulkan akibat pandemi Covid-19. Uji Klinik Fase 3 Calon Vaksin
Covid-19 di Indonesia Setelah melakukan evaluasi terhadap hasil uji klinik
CoronaVac fase I dan II, Badan POM merekomendasikan dilakukannya uji klinik
fase III di Indonesia untuk mengetahui sejauh mana efektivitas vaksin
memunculkan antibodi spesifik terhadap Covid-19 di Indonesia sekaligus
mengetahui potensi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Pelaksanaan uji
klinik fase III CoronaVac di Indonesia melibatkan PT Bio Farma (Persero).10
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran; Badan POM; serta Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Uji klinik
CoronaVac dilakukan kepada sukarelawan dengan terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan kesehatan dan tes usap. Relawan yang tercatat hingga 15 Agustus
2020 sebanyak 1.451 dari target 1.620 relawan dengan rentang usia 18 hingga 59
tahun. Sedangkan yang sudah menjalani suntikan pertama uji klinik III sebanyak
lebih dari 100 relawan. Relawan akan disuntikan dua kali dengan jarak waktu 14
hari. Pemantauan terhadap efek dan keamanan vaksin dilakukan hingga enam
bulan ke depan (Media Indonesia, 16 Agustus 2020). Ketika uji klinik fase III
berhasil dilakukan, vaksinasi akan dilakukan secara massal untuk masyarakat
Indonesia. Minimal 70% masyarakat Indonesia dilakukan vaksin agar terbentuk
herd imunity (Media Indonesia, 12 Agustus 2020). Pada Juni 2020, telah
dilakukan uji klinik fase I dan II pada 743 sukarelawan di China. Hasilnya, tidak
ada efek buruk yang ditimbulkan dan CoronaVac dapat memproduksi respons
kekebalan tubuh pada sukarelawan. Uji klinik CoronaVac tidak hanya
dilaksanakan di Indonesia tetapi juga di negara lain seperti Bangladesh, Turki,
Cile dan Brasil. Di Brasil, uji klinis fase III melibatkan 9.000 sukarelawan.10
Uji klinik fase III merupakan pengujian tahap akhir sebelumnya akhirnya
calon vaksin diregistrasi di negara asal dan memperoleh izin untuk diedarkan di
pasaran. Terkait hal ini, Badan POM telah memiliki peraturan tentang persetujuan
vaksin impor untuk diedarkan di Indonesia seperti Peraturan Badan POM No. 30
Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam
Wilayah Indonesia. Persetujuan ini sebagai salah satu bentuk pengawasan
premarket yang dilakukan oleh Badan POM. Ketika sudah diedarkan, Badan POM
berwenang melakukan pengawasan postmarket agar produk yang dipasarkan
terjamin keamanan, khasiat dan mutunya sebagaimana yang diajukan pada saat
registrasi di Badan POM. Dengan pengawasan premarket dan postmarket tersebut,
masyarakat Indonesia akan terlindungi dari vaksin ilegal, vaksin palsu, serta
vaksin rusak. Namun pada saat pandemi ini, Badan POM memberikan percepatan
melalui izin penggunaan dalam masa darurat.10
Badan POM akan menganalisa data dari hasil uji klinik tersebut. Jika
memenuhi persyaratan, calon vaksin akan mendapatkan izin edar. Sejalan dengan

7
dilakukannya uji klinik fase III, PT Bio Farma (Persero) pada bulan Oktober 2020
akan mulai memproduksi 10 juta dosis per bulan. Pemerintah sudah
menganggarkan untuk penyediaan vaksin sebanyak 30-40 juta dosis di PT Bio
Farma (Persero) sebesar Rp5 triliun tahun ini dan Rp40- 50 triliun untuk tahun
depan. Tidak hanya CoronaVac saja yang melakukan uji klinik fase III di
Indonesia, pada September 2020 hingga Maret 2021 akan dilakukan uji klinik fase
III terhadap calon vaksin yang dikembangkan oleh Genexine Consortium (Korea
Selatan) dan bekerja sama dengan PT Kalbe Farma. Upaya lain dalam
mendapatkan vaksin Covid-19 juga dilakukan melalui PT BHCT Bioteknologi
Indonesia yang bekerja sama dengan China Sinopharm International
Corporation.10
H. Pro Kontra Vaksinasi di Indonesia
Faktor Penting dalam Vaksinasi Massal Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam rencana dilakukannya vaksinasi massal pada tahun 2021
mendatang. Pertama, perlu dilakukannya sosialisasi yang masif tentang
pentingnya vaksinasi sebagai upaya yang paling efektif dalam mencegah penyakit
dan bahayanya pandemi Covid-19 dalam berbagai perspektif kehidupan. Upaya
sosialiasi melibatkan semua stakeholder termasuk Majelis Ulama Indonesia terkait
isu kehalalan vaksin dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa manusia.
Dengan demikian, MUI dapat mengerahkan tokoh agama di daerah-daerah untuk
berpartisipasi melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat. Sosialisasi juga
melibatkan semua elemen masyarakat, melibatkan pengelola wilayah setempat,
melibatkan pihak sekolah dan lainnya. Sosialisasi juga melibatkan semua media
massa dan media sosial karena banyak media yang keliru memberitakan vaksin
dan obat Covid-19 adalah sama padahal keduanya berbeda. Vaksin bertujuan
mencegah penyakit sedangkan obat bertujuan menyembuhkan ketika terjangkit
penyakit. Keterlibatan media sosial menjadi penting mengingat masyarakat lebih
terpapar media sosial dibanding berita di televisi maupun koran. Terlebih belum
lama ini terdapat kasus youtuber yang membuat konten keliru dan hoax bahwa
obat herbal dapat menyembuhkan pasien Covid-19 dalam hitungan hari dan
mampu mencegah penyakit tersebut. Untuk mencegah hoax, pemerintah berperan
melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.11
Kedua, pendekatan terhadap kelompok antivaksin. Seperti halnya pada
kegiatan imunisasi beberapa penyakit menular sebelumnya yang banyak
mendatangkan pro kontra kehalalan dan banyak menimbulkan kelompok-
kelompok antivaksin, vaksinasi Covid-19 perlu melibatkan stakeholder untuk
melakukan pendekatan kepada kelompok antivaksin melalui strategi promosi
kesehatan seperti upaya advokasi, dukungan sosial dan pemberdayaan
masyarakat. Ketiga, vaksinasi massal didukung oleh sumber daya yang kuat
seperti adanya kepastian peraturan; koordinasi antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah; sumber pembiayaan termasuk kebijakan menggratiskan

8
vaksinasi massal atau mengharuskan masyarakat membayar vaksin; pelatihan
tenaga medis/tenaga kesehatan; sarana dan prasarana yang mendukung supply
chain management vaksin yang optimal mulai dari proses produksi, distribusi
hingga vaksin disuntikan ke masyarakat. Keempat, adanya pengawasan
pelaksanaan vaksinasi massal di seluruh daerah seperti pengawasan terhadap
penyediaan vaksin, kualitas vaksin, penggunaan anggaran, serta pengawasan
terhadap risiko kesehatan yang ditimbulkan akibat pemberian vaksin. Hal ini
dikarenakan efek vaksin yang ditimbulkan berbeda-beda bagi setiap orang.
Pengawasan juga dilakukan terhadap adanya kemungkinan kasus vaksin palsu dan
vaksin rusak karena proses penyimpanan dan distribusi.11
I. PENUTUP
Vaksinasi merupakan upaya pencegahan yang efektif dari penularan
penyakit dan menjadi kewajiban pemerintah menjamin ketersediaan vaksin.
Pemerintah memutuskan alih teknologi dan alih pengetahuan CoronaVac
sekaligus melakukan uji klinik fase III di Indonesia dengan berbagai
pertimbangan mengingat tidak banyak calon vaksin yang sedang uji klinik fase
III. Di samping itu, pemerintah tetap mengembangkan calon vaksin dalam negeri
yang akan memasuki uji praklinik pada hewan percobaan. Pengembangan calon
vaksin Covid-19 baik dalam negeri maupun luar negeri bertujuan melindungi
kesehatan masyarakat dari Covid-19, menurunkan angka morbiditas, angka
mortalitas dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam jangka panjang akan
berdampak mengurangi dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan akibat
pandemi Covid-19.11
DPR RI khususnya Komisi IX perlu melakukan pembahasan dengan mitra
kerja maupun stakeholder lainnya mengenai pelaksanaan uji klinik CoronaVac.
Perlu diperhatikan tindak lanjut terhadap adanya KIPI dan permasalahan pasca
vaksinasi. Selain itu, DPR RI perlu melakukan pengawasan dan pembahasan
anggaran terhadap rencana dan pelaksanaan vaksinasi massal di tahun depan.
Terkait RUU Pengawasan Obat dan Makanan yang saat ini sedang dibahas di
Komisi IX, perlu adanya penyesuaian substansi RUU dengan kondisi
pandemi/darurat bencana seperti mempersingkat waktu/tahapan pengujian obat
pengembangan baru (vaksin).11

9
Daftar pustaka
1. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory
infection (SARI) when COVID-19 disease is suspected.Interim Guidance, 13
March 2020.
2. World Health Organization (WHO) Indonesia. COVID-19 Situation Report. Vol
2019.; 2020
3. The Ministry of Health I. Immunization Perception Survey April 18-19.; 2020.
www.COVID19.go.id.
4. Abbas KM, Procter SR, Zandvoort K Van, Clark A, Funk S, Foundation MG.
Benefit-risk analysis of health benefits of routine childhood immunisation against
the excess risk of SARS-CoV-2 infections during the Covid-
19 pandemic in Africa. 2020. https://cmmid.github.io/topics/covid19/EPI-
suspension.html
5. WHO. Vaccines and Immunization. Available online:
https://www.who.int/health-topics/vaccines-andimmunization#tab=tab_1
(accessed on 30 March 2020).
6. Suwantika, A.A.; Kautsar, A.P.; Supadmi,W.; Zakiyah, N.; Abdulah, R.; Ali, M.;
Postma, M.J. Cost-e_ectiveness of dengue vaccination in Indonesia: Considering
integrated programs with wolbachia-infected mosquitos and health education. Int.
J. Environ. Res. Public Health 2020, 17, 4217.
7. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi ke-4. 4 ed:
Kementerian Kesehatan RI; 2020.
8. Gavi. Indonesia. Available online: https://www.gavi.org/programmes-
impact/country-hub/south-east-asia/indonesia (accessed on 1 October 2020).
9. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2020. Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease (COVID-19).
10. Moderna Uji Coba Vaksin Pada 30.000 Relawan”, Suara Pembaruan,13 Juni
2020, hal. 10.
11. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman
Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease (COVID-19). 2 ed:
Kementerian Kesehatan RI; 2020.

10

Anda mungkin juga menyukai