Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN

JOURNAL READING
“Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis Saat Ini”

OLEH:

I Dewa Ayu Krisna Junita

017.06.0041

PEMBIMBING

dr. I Gusti Ketut Darmita, Sp. PD

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK /INTERNA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

MATARAM

2021
Current Management of Chronic Kidney Disease

“Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis Saat Ini”

Abstrak

Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, dimana kemampuan
tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit
gagal sehingga mengakibatkan uremia atau azotemia. Penyakit ginjal kronis bukan
penyakit tunggal dan terkait dengan kondisi medis yang lain seperti diabetes, hipertensi
dan anemia, meskipun disebabkan oleh kelainan ginjal (misalnya kelainan pada
glomerulus, penyakit tubulointerstisial, obstruksi, dan penyakit ginjal polikistik).
Deteksi dini, pencegahan, evaluasi, dan pengelolaan penyakit ginjal kronis dan kondisi
sebelumnya dapat mencegah komplikasi penurunan fungsi ginjal, memperlambat
perkembangan penyakit ginjal menjadi gagal ginjal, dan mengurangi risiko penyakit
kardiovaskular.

Sebagian besar pasien dengan penyakit ginjal kronis meninggal karena kejadian
yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular, sebelum penyakit ginjal stadium
akhir berkembang. Studi yang berbeda digunakan sebagai bukti bahwa derajat ringan
sampai sedang pada kerusakan ginjal berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular. Oleh karena itu, fokus penting perawatan untuk pasien dengan penyakit
ginjal kronis yaitu pengelolaan faktor risiko kardiovaskular dan komplikasi lain dan
modifikasi gaya hidup. Tidak ada obat untuk penyakit ginjal, tetapi ada kemungkinan
untuk menghentikan perkembangannya atau setidaknya memperlambat
perkembangannya. Terakhir, dialisis dan transplantasi adalah metode pengobatan yang
paling sering untuk gagal ginjal tahap akhir. Tetapi metode pengobatan ini tidak
terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini menjadikan pengembangan pilihan
terapi baru untuk mengobati penyakit ginjal kronis semakin penting.

Kata kunci: Gagal ginjal kronis,Komplikasi Penyakit Gnjal Kronis, Manajemen Gagal
Ginjal, Hemodialisis, Transplantasi.

Singkatan: ACE: Angiotensin-Converting Enzyme; ARB: Angiotensin-Receptor


Blocker; CVD: Penyakit kardiovaskular; PGK: Penyakit Ginjal Kronis; CRF: Gagal
Ginjal Kronis; eGFR: Perkiraan laju filtrasi glomerulus; ESRD: Penyakit ginjal stadium
akhir; GFR: Laju Filtrasi Glomerulus; K/DOQI: Hasil Dialisis Ginjal dan Inisiatif
Kualitas; LDL: Lipoprotein Kepadatan Rendah; LVH: Hipertrofi ventrikel kiri; RAS:
Sistem Renin-Angiotensin.

Pendahuluan

Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal kronis (PGK) menjadi krisis
kesehatan masyarakat global yang cenderung berdimensi epidemik dan berdampak parah
pada kualitas hidup pasien, merupakan suatu keadaan klinis dengan penurunan fungsi ginjal
yang progresif dan ireversibel, dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit gagal sehingga mengakibatkan uremia
atau azotemia (retensi urea dan limbah nitrogen lainnya dalam darah). Ginjal mengatur
komposisi dan volume darah, membuang sisa metabolisme dalam urin, dan membantu
mengontrol keseimbangan asam/basa dalam tubuh. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan
penyakit progresif dan didefinisikan sebagai penurunan fungsi ginjal yang didefinisikan
sebagai perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) < 60 mL/menit/1,73 m 2 dan/atau bukti
kerusakan ginjal, termasuk albuminuria persisten (> 30mg albumin urin per gram kreatinin
urin). Hal ini hampir tanpa gejala pada tahap awal. GGK bukan penyakit tunggal dan
ditentukan berdasarkan ada atau tidaknya kerusakan ginjal serta tingkat fungsi ginjal dan
terlepas dari jenis penyakit ginjal. GGK dikategorikan berdasarkan tingkat fungsi ginjal
(laju GFR) menjadi stadium 1 sampai 5, dengan setiap peningkatan jumlah menunjukkan
stadium penyakit yang lebih lanjut (Tabel 1). Sistem klasifikasi menunut National Kidney
Foundation's Kidney Dialysis Outcomes and Quality Initiative (K/DOQI) menjelaskan
bukti kerusakan struktural ginjal. Terdapat beberapa penyebab perburukan kesehatan pada
ginjal. Faktor risiko utama yang menyebabkan gagal ginjal kronis (GGK) adalah diabetes,
hipertensi, anemia, osteodistrofi, glomerulonefritis, malnutrisi dan penyakit ginjal
polikistik. Pencegahan faktor risiko harus diperhatikan oleh setiap individu. Dalam
beberapa kasus, dialisis atau transplantasi diperlukan.

Tabel 1: Tahapan penyakit ginjal kronis berdasarkan fungsi ginjal diperkirakan dengan laju
filtrasi glomerulus.

Derajat Deskripsi GFR Istilah terkait

ml/menit/1,73m2

1 Kerusakan ginjal dengan 90 albuminuria, proteinuria, hematuria


normal atau GFR

2 Kerusakan ginjal dengan 60 - 89 albuminuria, proteinuria, hematuria


ringan GFR

3 Sedang GFR 30 - 59 kronis insufisiensi ginjal, insufisiensi


ginjal dini

4 Parah GFR 15 - 29 insufisiensi ginjal kronis, insufisiensi


ginjal lanjut, pra-ESRD

5 Gagal ginjal <15 (atau gagal ginjal, uremia, stadium akhir


dialisis) penyakit ginjal
Seiring perkembangan terbaru dalam manajemen kardiovaskular pada Penyakit
Ginjal Kronis (PGK) mengakibatkan menurunnya angka kejadian komplikasi akibat PGK.
Gagal ginjal tidak lagi mengancam jiwa karena tersedia hemodialisis. Hemodialisis dan
transplantasi adalah metode pengobatan yang paling sering dilakukan pada pasien
Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Namun, telah dikemukakan bahwa beberapa pembatasan
dan modifikasi menyertai pengobatan ini, yang memiliki dampak merugikan pada kualitas
hidup pasien dan mempengaruhi fisik dan psikologis pasien. Dengan demikian, biaya
pengobatan PGK yang sangat besar bagi masyarakat luas membuat pengelolaan PGK
menjadi salah satu prioritas kesehatan dewasa ini.

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) memiliki keterkaitan yang rumit dengan penyakit
lain. Hal ini merupakan faktor risiko utama peningkatan penyakit kardiovaskular dan
kematian. Studi terbaru melaporkan bahwa PGK merupakan faktor risiko utama untuk
penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, disfungsi ginjal harus menjadi target tambahan
untuk intervensi dan pencegahan penyakit kardiovaskular atau cardiovascular disease
(CVD). Penyakit Ginjal Kronis (PGK) bersifat asimptomatik dan sering tidak terdeteksi
sampai perkembangan selanjutnya, sehingga kehilangan kesempatan untuk pencegahan.
Perkembangan PGK atau komplikasi yang disebabkan oleh PGK dapat dicegah melalui
deteksi serta pengobatan. Konsentrasi kreatinin serum adalah biomarker yang paling
umum digunakan untuk memprediksi tingkat fungsi ginjal, tetapi dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, etnis, massa otot, kebiasaan diet, dan
penggunaan obat tertentu.

Komplikasi Terkait Penyakit Ginjal Kronis (PGK)

Sebagian besar pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK) akan meninggal
karena kejadian yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular sebelum penyakit
ginjal stadium akhir (ESRD) berkembang. Oleh karena itu, fokus perawatan yang penting
untuk pasien dengan PGK mencakup pengelolaan faktor risiko kardiovaskular.
Perkembangan PGK dikaitkan dengan sejumlah komplikasi serius dan potensi komplikasi
gagal ginjal kronis yang menjadi perhatian profesional kesehatan serta memerlukan
pendekatan kolaboratif untuk kondisi yang meliputi yaitu; hiperkalemia (karena
penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme), asupan berlebihan (diet, obat-
obatan, cairan), perikarditis, efusi perikardial, tamponade perikardial akibat retensi
uremik, dialisis yang tidak adekuat, hipertensi karena retensi natrium dan air serta
malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.

Anemia terjadi karena penurunan produksi eritropoietin, penurunan sel darah


merah, perdarahan pada saluran cerna akibat toksin yang mengiritasi dan pembentukan
ulkus, serta kehilangan darah selama hemodialisis. Anemia pada PGK meningkatkan
morbiditas dan mortalitas dari komplikasi kardiovaskular (angina, hipertrofi ventrikel kiri
(LVH) dan gagal jantung yang memburuk), dan dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut
dari fungsi ginjal serta pembentukan lingkaran setan yang disebut "sindroma anemia
kardiorenal". Transfusi dianggap sebagai pengobatan utama dan meningkatkan
kelangsungan hidup pasien anemia. Penyakit tulang dan kalsifikasi metastatik dan vaskular
disebabkan oleh retensi fosfor, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D
yang abnormal, dan peningkatan kadar aluminium. Diabetes dikaitkan dengan hasil yang
merugikan pada semua tahap PGK. Dislipidemia merupakan faktor risiko utama untuk
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan sering terjadi pada pasien dengan PGK.
Prevalensi hiperlipidemia meningkat seiring dengan penurunan fungsi ginjal, dengan
derajat hipertrigliseridemia dan peningkatan kolesterol LDL sebanding dengan tingkat
keparahan gangguan ginjal. Studi terbaru menunjukkan bahwa hiperparatiroidisme dan
akumulasi kalsium dalam sel langerhans pankreas berkontribusi terhadap dislipidemia pada
pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK)

Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis dan Komplikasinya

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan


homeostasis dengan mengobati kondisi yang mendasarinya, memperlambat
perkembangan, mengurangi risiko berkembangnya penyakit kardiovaskular atau
cardiovascular disease (CVD) selama mungkin. Pada tahap awal penyakit ginjal kronis
(PGK) biasanya tidak menunjukkan gejala spesifik bahwa terjadi kerusakan pada ginjal
karena ginjal bekerja dengan baik meskipun tidak berfungsi 100 persen. Tidak ada obat
untuk menyembuhkan penyakit ginjal kronis, tetapi ada kemungkinan untuk
menghentikan perkembangannya atau setidaknya memperlambat kerusakan. Dalam
banyak kasus, pengobatan yang dapat diterima dan perubahan gaya hidup dapat membantu
menjaga ginjal pasien lebih sehat dalam kurun waktu lama. Selain mengkonsumsi
makanan yang sehat dan mengkonsumsi obat yang diresepkan oleh okter, berolahraga
secara teratur dan tidak merokok sangat membantu untuk memperpanjang kesehatan
ginjal. Penatalaksanaan PGK difokuskan pada diagnosis dan pengobatan penyakit ginjal,
serta dialisis atau transplantasi gagal ginjal. Terdapat penelitian yang menunjukan strategi
pencegahan secara substansial dapat mengurangi progresifitas PGK, namun belum dapat
terbukti. Skrining untuk mendeteksi penyakit ginjal pada tahap awal serta pada tahap yang
memungkinkan untuk diobati, tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Dengan demikian,
pendekatan kesehatan masyarakat untuk mengatasi pencegahan PGK diperlukan secara
efektif.

Perhatian terhadap faktor risiko kardiovaskular tetap menjadi landasan perawatan


pencegahan perkembangan PGK dan kejadian penyakit kardiovaskular. Manajemen
langsung PGK berfokus pada renin angiotensin aldosterone blockade (RAAS) dan kontrol
tekanan darah. Penatalaksanaan mencakup manajemen optimal dari kondisi komorbiditas
umum seperti diabetes dan mengatasi faktor risiko kardiovaskular untuk mengurangi
risiko cardiovaskular diseases (CVD).

Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis (PGK) dengan Hipertensi

Hipertensi umumnya dikaitkan dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Hal ini
berkembang lebih dari 75% pada pasien PGK. Hipertensi merupakan penyebab serta
konsekuensi dari PGK, mengingat efek perlindungan ginjal dari penghambat enzim
pengubah angiotensin (ACE) atau penghambat reseptor angiotensin. Agen tersebut
merupakan agen lini pertama yang optimal pada pasien dengan proteinuria (>1 gm/24
jam), penyakit ginjal dengan diabetes dan nondiabetes progresif. Angiotensin
menyebabkan vasokonstriksi arteriol eferen yang lebih besar daripada arteriol aferen, yang
menyebabkan hipertensi glomerulus. Hal ini menyebabkan hiperfiltrasi berkepanjangan,
yang menyebabkan kerusakan struktural dan fungsional glomerulus. Pengobatan dengan
ACEI dan ARB dapat membalikkan proses ini dan menunda perkembangan penyakit
ginjal. Sementara pengurangan tekanan intraglomerular memiliki manfaat jangka panjang,
hal itu dapat menyebabkan sedikit peningkatan kreatinin serum dalam jangka pendek,
karena GFR berkorelasi langsung dengan tekanan intraglomerulus. Kenaikan hingga 20-
30% di atas nilai dasar dapat diterima dan bukan alasan untuk menahan pengobatan
kecuali hiperkalemia berkepanjangan.

Dianjurkan untuk memeriksa kreatinin dan kalium serum sekitar 1-2 minggu
setelah memulai atau mengubah dosis ACEI atau ARB. ACEI dan ARB tidak berbeda
secara signifikan dalam hal mortalitas secara keseluruhan pada perkembangan penyakit
ginjal menjadi ESRD, atau anti efek proteinuria. Pemilihan awal obat tertentu harus
didasarkan pada biaya, potensi efek samping, dan preferensi pasien. Penelitian mengenai
efektivitas ACEI lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan ARB. Namun, ACEI
menyebabkan efek batuk yang lebih tinggi dan dapat menyebabkan peningkatan kadar
kalium dan kreatinin serum yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan ARB. Dengan
penurunan fungsi ginjal, dosis awal untuk ACEI dan ARB lebih rendah. Titrasi dosis
harus dilakukan secara perlahan sesuai kebutuhan untuk mengontrol tekanan darah atau
albuminuria. Saat memulai pengobatan dengan ACEI atau ARB, pemantauan tekanan
darah, kalium, dan kadar kreatinin serum sangat penting. Kalium dan kreatinin serum
diharapkan meningkat saat memulai pemberian dosis ACEI atau ARB. Pengobatan
mungkin perlu dikurangi atau dihentikan jika kadar kalium tetap tinggi pada > 5,5mEq/L
atau jika kreatinin serum terus meningkat (30% dari baseline) atau tidak membaik.

Beberapa penelitian dengan randomized controlled trial (RCT) dilakukan untuk


menilai peran terapi ganda pasien PGK secara khusus. Bukti dari studi yang berbeda, terapi
ganda dengan ACEI dan ARB tidak direkomendasikan dan tidak ada manfaat yang
signifikan dibandingkan terapi tunggal. Terapi ganda ACEI dan ARB dapat meningkatkan
risiko perburukan fungsi ginjal dan hiperkalemia (Tabel 2).

Tabel 2: Target tekanan darah pada Penyakit Ginjal Kronis

Ekskresi Albumin Urin Tujuan Tekanan Darah

< 30mg/24 jam < 140/90 (disarankan)

> 30mg/24 jam < 130/80 (disarankan)

Kombinasi ACEI dan spironolakton umumnya terlihat pada pasien dengan gagal
jantung tetapi juga dapat dipertimbangkan bagi pasien dengan albuminuria berat dengan
masukan nefrologi. Pasien dengan kombinasi spironolakton dan terapi ACEI atau ARB
harus dipantau secara hati-hati pada keadaan hiperkalemia. Jika ACEI atau ARB sendiri
tidak efektif untuk mengontrol tekanan darah, maka thiazide atau calcium channel blocker
(CCBs) dapat ditambahkan. Perlu dicatat bahwa (CCBs) tidak boleh diresepkan tanpa
penggunaan ACEI atau ARB secara bersamaan, karena penggunaan tunggalnya dapat
menyebabkan hiperfiltrasi dan albuminuria yang lebih besar. Setelah GFR menurun pada
tahap G4 atau tahap PGK yang lebih buruk, thiazides umumnya tidak efektif, dan diuretik
loop (misalnya furosemide) diperlukan untuk mengontrol hipertensi. Harus dicatat bahwa
pasien PGK yang lebih lanjut sering dengan hipertensi yang membutuhkan beberapa obat.

Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis dengan Diabetes Miletus (DM)

Diabetes dikaitkan dengan hasil perburukan pada semua tahap PGK. Pasien
dengan diabetes berada pada peningkatan risiko PGK dan kejadian kardiovaskular. Dengan
demikian, penting bagi dokter untuk mengontrol kadar glikemik pada pasien PGK dengan
DM. Kontrol glukosa darah yang relatif ketat (hemoglobin A1C 7%) pada diabetes tipe 1
dan tipe 2 mengurangi perkembangan nefropati diabetik dan progresinya. Kontrol tekanan
darah yang rutin mengurangi perkembangan penyakit ginjal serta morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular di antara pasien dengan diabetes. Penyesuaian dosis berdasarkan
fungsi ginjal perlu dicatat. Kerusakan ginjal menyebabkan penurunan metabolisme obat
hipoglikemik dan insulin. Akibatnya, penyesuaian dosis obat mungkin diperlukan pada
perkembangan penyakit ginjal Kronis (PGK) untuk mencegah hipoglikemia. Metformin
merupakan agen hipoglikemik oral efektif yang direkomendasikan sebagai terapi lini
pertama untuk pasien obesitas dan tidak obesitas dengan diabetes mellitus tipe 2. Terdapat
banyak kekhawatiran mengenai keamanan metformin pada PGK (stadium 3-5), terutama
risiko asidosis laktat (Tabel 3). Insulin dan thiazolidinediones dapat dipertimbangkan untuk
pasien dengan gangguan ginjal. Studi menunjukkan seiring perkembangan PGK,
penggunaan insulin juga meningkat, tetapi penggunaan thiazolidinediones tetap konstan.

Tabel 3: Saran Penatalaksanaan Faktor Risiko Kardiovaskular pada Pasien Penyakit Ginjal
Kronis (PGK).

Faktor Risiko Penatalaksanaan yang Disarankan

Merokok Merekomendasikan berhenti merokok

Diet Anjurkan asupan natrium <2,4 g per hari.

Berat Badan Merekomendasikan untuk mempertahankan indeks massa tubuh <25 dan lingkar
pinggang <102 cm untuk pria dan <88 cm untuk wanita.

Latihan Untuk pasien yang memungkinkan, merekomendasikan 30-60 menit latihan


dinamis intensitas sedang (misalnya berjalan, joging, bersepeda, atau berenang)
4-7 hari per minggu.

Hipertensi Target tekanan darah harus <130/80 mm Hg, pasien dengan penyakit ginjal
kronis tetapi tanpa proteinuria (rasio albumin diukur dalam miligram per
desiliter, terhadap kreatinin diukur dalam miligram dari <0,3) harus diobati
dengan ACE inhibitor, ARB, loop diuretik, beta blocker (dalam pasien yang
lebih muda dari 60 tahun), CCBs, atau beberapa kombinasi obat ini.

Proteinuria Pasien dengan penyakit ginjal kronis dan proteinuria (rasio albumin diukur
dalam miligram per desiliter, terhadap kreatinin diukur dalam miligram >0,3)
harus diobati dengan ACE inhibitor atau ARB.

Diabetes Target kadar hemoglobin terglikasi (hbA1C) harus <7,0% dan target kadar
mellitus glukosa plasma puasa, 90-160 mg/dl (5,0-8,9 mmol/liter). Pengobatan dengan
metformin dapat diterima pada pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium I,
II, atau III yang stabil. Sulfonilurea kerja singkat (gliklazid) dapat
dipertimbangkan daripada agen-agen kerja-panjang, sulfonilurea dan insulin
memerlukan penyesuaian dosis, repaglinide dapat digunakan pada pasien dengan
penyakit ginjal kronis stadium IV dan tidak memerlukan penyesuaian dosis.

Dislipidemia Target kadar kolesterol LDL mengikuti pedoman secara umum. Terapi statin
dianjurkan, tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk sekuestran asam empedu,
statin, niasin, atau ezetimibe, tetapi fibrat memerlukan penyesuaian dosis sesuai
dengan efeknya pada fungsi ginjal.

Anemiazat Suplementasi besi dianjurkan, agen perangsang eritropoiesis disarankan tetapi


dengan pemantuan karena risiko kardiovaskular yang terkait dengan penggunaan
agen tersebut. Target kadar hemoglobin tidak boleh lebih tinggi dari 10 sampai
12 mg/dl jika agen perangsang eritropoiesis sedang digunakan.

lain Aspirin, dengan dosis 81 mg setiap hari, direkomendasikan jika risiko


kardiovaskular tinggi atau ada penyakit kardiovaskular dan jika tidak ada
kontraindikasi terhadap aspirin.
Tahap penyakit ginjal kronis dan intervensi terapeutiknya

Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis (PGK) dengan Penyakit Kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas di antara


pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Pasien PGK memiliki risiko cardiovascular
diseases (CVD) yaitu 10 sampai 30 kali lipat dari orang tanpa penyakit ginjal. Studi
terbaru menunjukkan bahwa PGK tahap awal merupakan faktor risiko yang signifikan
untuk kejadian kardiovaskular dan kematian. Demikian pula, CVD merupakan faktor
risiko untuk perkembangan PGK. Frekuensi komplikasi kardiovaskular pada pasien
dengan PGK dapat diminimalisir dengan pengobatan yang tepat dari faktor risiko CVD
lainnya. Terdapat prevalensi tinggi dislipidemia di antara pasien pada setiap tahap
penyakit ginjal kronis. Dengan demikian, skrining, evaluasi dan intervensi terapeutik
untuk mengontrol dislipidemia sangat penting, statin digunakan untuk mengurangi risiko
relatif kejadian kardiovaskular pada tingkat yang sama di antara pasien dengan atau tanpa
penyakit ginjal. Namun teradapat manfaat serta risiko awal yang lebih besar untuk pasien
dengan PGK. Selain mengurangi risiko kardiovaskular, statin juga memiliki peran dalam
mencegah perkembangan penyakit ginjal dan mengurangi albuminuria, meskipun bukti
untuk hasil ini kurang kuat.

Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis (PGK) dengan komplikasi lain

Anemia pada PGK diobati melalui eritropoietin rekombinan. Intervensi ini telah
menggantikan transfusi sebagai pengobatan andalan dan meningkatkan kelangsungan
hidup pasien PGK dengan anemia. Dalam pengobatan kelainan metabolisme mineral pada
pasien PGK dengan pembatasan diet fosfat harus dilakukan terus menerus untuk
mengobati hiperfosfatemia. Terapi dengan pengikat fosfat yang mengandung kalsium
(kalsium karbonat atau kalsium asetat) dapat dilkukan jika pembatasan diet gagal untuk
mengontrol hiperfosfatemia dan jika hiperkalsemia tidak ada (jika hiperkalsemia
berkembang, dosis pengikat fosfat yang mengandung kalsium atau analog vitamin-D
harus dikurangi). Pertimbangkan untuk meresepkan analog vitamin D jika kadar serum
hormon paratiroid utuh >53 pmol/L. Terapi harus dihentikan jika hiperkalsemia atau
hiperfosfatemia berkembang atau jika kadar hormon paratiroid <10,6 pmol/L. Analog
vitamin-D diresepkan oleh spesialis yang berpengalaman. Tidak ada bukti yang cukup
untuk merekomendasikan penggunaan pengikat fosfat yang tidak mengandung kalsium,
analog vitamin D baru atau kalsimimetik.

Dalam keseimbangan air dan elektrolit, pembatasan asupan cairan yang tepat
hanya diperlukan untuk pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir pada oliguria. Pasien
harus menghindari minuman keras dan waspada dalam mengganti kehilangan cairan pada
saat cuaca panas dan selama episode diare atau muntah. Kelebihan volume akut yang
parah memerlukan diuretik loop dosis tinggi atau dialisis

Jika kadar kalium naik di atas 7 mmol/L terapi dengan dialisis. Jika tidak,
pengobatan diarahkan pada penyebabnya misalnya kelebihan asupan buah, coklat atau
kopi, perdarahan gastrointestinal, asidosis atau nekrosis jaringan. Asidosis kronis
memperburuk hiperkalemia, menghambat sintesis protein dan mempercepat kehilangan
kalsium dari tulang. Mengenai suplemen bikarbonat oral dalam pengelolaan asidosis
metabolik, mempertimbangkan suplementasi natrium bikarbonat oral untuk pasien dengan
GFR kurang dari 30 ml / menit / 1,73m2, dan konsentrasi bikarbonat serum kurang dari 20
mmol / L.

Terapi Penggantian Ginjal dan Dialisis

Pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 5 dengan GFR 15 ml/menit atau
kurang, hampir kehilangan semua kemampuannya untuk melakukan tugasnya secara
efektif, dan akhirnya dialisis atau transplantasi ginjal diperlukan untuk menunjang
kehidupan pasien. Karena ginjal tidak lagi mampu membuang sisa metabolisme dan cairan
dari tubuh, racun menumpuk di dalam darah dan menimbulkan rasa sakit secara
keseluruhan. Ginjal tidak bisa berfungsi normal seperti mengatur tekanan darah,
memproduksi hormon yang membantu membuat sel darah merah dan mengaktifkan
vitamin D untuk kesehatan tulang. Dalam perawatan dialisis pasien PGK stadium 5, racun
dikeluarkan dari darah, obat-obatan menggantikan fungsi ginjal. Transplantasi ginjal
adalah pilihan pengobatan lain yang diperlukan untuk melanjutkan hidup.

Perspektif masa depan manajemen Penyakit Ginjal Kronis (PGK)

Pendekatan konvensional manajemen PGK termasuk dialisis dan transplantasi


ginjal, yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat karena alasan ekonomi.
Dengan demikian, eksplorasi terapi yang aman dan alternatif diperlukan, yang terbukti
membantu dalam mengurangi kebutuhan dialisis dan menunda transplantasi ginjal. Selama
diagnosis modalitas pencitraan saat ini terutama ultrasound (US), computed tomography,
dan magnetic resonance imaging (MRI) memberikan informasi yang memadai mengenai
perubahan struktural tetapi sedikit pada gangguan fungsional pada pasien PGK. Meskipun
belum dianggap sebagai prosedur lini pertama untuk mengevaluasi pasien dengan
penyakit ginjal, teknik pencitraan US dan MRI yang baru dapat memungkinkan penilaian
fungsi ginjal dalam waktu singkat. Perkembangan terbaru dalam pencitraan molekuler
menunjukkan bahwa jalur patofisiologi penyakit ginjal seperti apoptosis, koagulasi,
fibrosis, dan iskemia akan divisualisasikan pada tingkat jaringan dan pencitraan yang
meningkat dalam pengelolaan PGK

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) selalu ditandai dengan fibrosis ginjal progresif,
pengobatan yang bertujuan untuk memperlambat perkembangan PGK terbatas pada
tekanan darah, diabetes dan kontrol faktor risiko lainnya, dengan beberapa terapi yang
menargetkan proses fibrotik sendiri. Namun, penyakit ginjal dapat menyebabkan gagal
ginjal (fungsi ginjal kurang dari 10%). Pada hal ini, pasien memerlukan dialisis atau
transplantasi ginjal untuk tetap hidup. Tetapi tidak ada cukup donor organ untuk
menyediakan transplantasi bagi pasien PGK. Sehingga pengembangan pilihan terapi baru
untuk mengobati PGK semakin penting.

Sel punca ginjal

Bukti paling meyakinkan mengenai keberadaan sel punca menjadi pertimbangan


dan para peneliti telah menunjukkan produksi sel podocytes khusus yang terlibat dalam
proses filtrasi nefron dan kebutuhan yang harus diganti terus-menerus sepanjang hidup.
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa sel punca yang diusulkan ini dapat
menghasilkan jenis sel khusus kedua yang ditemukan di lapisan nefron, yang disebut sel
epitel tubulus proksimal. Berbagai penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan
peran sel punca dalam perbaikan dan regenerasi ginjal.

Penyakit Ginjal dan Sel Induk Mesenkim

Sejumlah jenis sel yang berbeda dari sumsum tulang telah diuji pada hewan dan
dalam studi klinis untuk potensi penggunaan pada penyakit ginjal. Di antara semua sel
yang sedang diteliti, sel punca mesenchymal (MSC) telah menunjukkan hasil yang paling
menjanjikan. Studi menunjukkan MSC dapat meningkatkan kemampuan intrinsik ginjal
untuk memperbaiki dirinya sendiri. Para peneliti yang menyelidiki efek terapeutik MSC di
dalam ginjal telah melaporkan bahwa sel-sel tersebut dapat melepaskan protein yang dapat
membantu sel-sel ginjal untuk tumbuh dan menghambat kematian sel serta dapat
mendorong sel-sel induk ginjal sendiri untuk memperbaiki kerusakan ginjal. Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah hasil penelitian tersebut benar dan jika
demikian, bagaimana hal ini dapat mengarah pada pengobatan untuk pasien. Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi peran tepat MSC dalam pemeliharaan ginjal
normal dan meneliti peningkatan kemampuan ginjal untuk beregenerasi atau memperbaiki
dirinya sendiri setelah kerusakan.

Jenis sel punca lain yang digunakan oleh para ilmuwan dalam penelitian terkait ginjal
adalah sel punca pluripoten terinduksi (iPSC). iPSC dibuat dengan memprogram ulang
sel-sel dewasa khusus tubuh untuk bertindak seperti sel induk embrionik. Sel ini memiliki
kemampuan untuk berkembang menjadi sel atau jaringan apa pun di dalam tubuh.
Teknologi sel punca pluripoten terinduksi (iPSC) yang memungkinkan derivasi sel punca
pluripoten spesifik yang dapat memberikan modalitas alternatif yang mungkin untuk
terapi penggantian ginjal bagi pasien dengan ESRD. Perkembangan terbaru oleh para
peneliti menunjukkan iPSC memproduksi sel-sel ginjal pada tahap perkembangan yang
sangat awal. Sel-sel ginjal yang sangat awal ini menyerupai sel-sel yang ditemukan pada
embrio yang akan berubah menjadi sel-sel yang pada akhirnya membentuk ginjal dalam
perkembangan janin. Sel-sel ini berpotensi untuk membentuk glomerulus, tubulus, dan
struktur nefron. Namun, banyak penelitian perlu dilakukan sebelum sel tersebut dapat
digunakan pada pasien untuk mengobati pasien dengan gagal ginjal.

Penggantian organ dalam tahap penelitian sebagai salah satu alternatif pengobatan
pasien penyakit ginjal di masa depan. Penggunaan perancah organ (renal scaffold) sebagai
pengganti organ. Perancah organ (renal scaffold) merupakan suatu matriks organ dimana
semua sel telah dihilangkan yang tersisa adalah matriks ekstraseluler dan bagian organ
yang mendukung bentuk ginjal. Matriks ini dapat disatukan dengan sel pasien dan dirawat
dengan hati-hati agar tumbuh dan berkembang untuk menutupi kembali perancah (renal
scaffold). Dengan menggunakan sel pasien sendiri, kemungkinan terjadinya komplikasi
yaitu berupa penolakan tubuh pada (renal scaffold) yang dapat terjadi pada transplantasi
organ berkurang secara drastis. Tantangan dalam pendekatan ini adalah mengidentifikasi
dan memperoleh jenis sel yang tepat untuk menutupi perancah (renal scaffold), terutama
pada organ dengan struktur kompleks yang terdiri dari banyak sel berbeda. IPSC atau MSC
ginjal yang baru-baru ini diidentifikasi dapat menjadi sel yang berguna untuk menutupi
perancah organ ginjal. Baru-baru ini, percobaan pada tikus telah menunjukkan kelayakan
pendekatan ini. Perawatan sel induk untuk penyakit ginjal belum dikembangkan. Para
peneliti terus mengeksplorasi ide-ide baru menggunakan teknologi yang muncul dalam
penelitian dengan sel punca seperti meneliti ulang sel agar layak untuk pengobatan gagal
ginjal.

Pengakuan

Penulis berterima kasih kepada semua profesional perawatan kesehatan, peneliti


dan pemerintah yang bekerja untuk mencegah masalah terkait pengobatan yang berbeda
pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Kami juga berterima kasih kepada semua
sumber informasi yang disertakan dalam artikel ulasan ini.
CRITICAL APPRAISAL
NO. Kriteria

1. Judul : Judul jurnal pada telaah ini adalah “Current


Management of Chronic Kidney Disease” yang
telah dimuat secara singkat dan jelas.

2. Pengarang : Belayneh Kefale

3. Waktu publikasi : 4 Desember 2018

4. Dipublikasi oleh : JOJ Urologhy dan Nephrology

5. Abstrak : Abstrak pada jurnal ini telah memuat isi jurnal


yang ditulis secara singkat dan jelas, jumlah kata
tidak lebih dari 250 kata (209 kata) dan disertai
kata kunci.

6. Desain penelitian : Jurnal ini merupakan jurnal review, sehingga tidak


terdapat desain penelitian.

7. Tempat penelitian : Jurnal bukan merupakan jurnal penelitian sehingga


tidak tercantum tempat penelitian.

8. Sampel penelitian : Jurnal tidak memerlukan sampel penelitian, karena


bukan merupakan jurnal penelitian

9. Hasil penelitian : Tidak ada hasil penelitian, jurnal berisi review


mengenai saran penatalaksanaan faktor risiko
penyakit kardiovaskular pada pasien PGK beserta
penatalaksanaan komplikasi PGK, terapi dialisis,
tranplantasi organ, serta penatalaksanaan pasien
PGK dengan sel punca.

10. Ucapan terima kasih : Pada jurnal ini disebutkan ucapan terima kasih
penulis pada profesional perawat, peneliti serta
pemerintah dalam upaya pengobatan penyakit
ginjal krosnis (PGK) pada masyarakat.

TELAAH JURNAL METODE PICO-VIA

PICO

1. Population
Jurnal ini merupakan jurnal review mengenai penatalaksanaan pada pasien
peyakit ginjal kronis (PGK). Terdapat ulasan mengenai saran penatalaksanaan faktor
risiko penyakit kardiovaskular pada pasien PGK beserta penatalaksanaan komplikasi
PGK, terapi dialisis, tranplantasi organ, serta alternatif penatalaksaan pasien PGK
dengan sel punca, bukan merupakan penelitan. Jurnal ini tidak melalui proses pemilihan
literatur dengan seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi karena jurnal ini tidak
melakukan analisis pada literatur yang digunakan.

2. Intervention
Tidak terdapat intervensi yang dilakukan pada jurnal, karena jurnal bukan
merupakan jurnal penelitian.
3. Comparison
Penulis melakukan perbandingan pada penatalaksanaan faktor risiko
penyakit kardiovaskular pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK) serta
menjelaskan alternatif penatalaksanaan yang dapat digunakan pada pasien PGK
dengan risiko penyakit kardiovaskular.
4. Outcome
Derajat ringan sampai sedang pada kerusakan ginjal berhubungan dengan
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Fokus penting perawatan untuk pasien
dengan penyakit ginjal kronis yaitu pengelolaan faktor risiko kardiovaskular dan
komplikasi lain serta modifikasi gaya hidup. Tidak terdapat obat spesifk untuk
penyakit ginjal sehingga penatalaksanaan faktor risiko menjadi hal utama,
hemodialisis dan transplantasi adalah metode pengobatan yang paling sering untuk
gagal ginjal tahap akhir. Alternatif terapi penyakit ginjal kronis (PGK) dengan sel
punca masih dalam penelitian lebih lanjut.
VIA

VALIDITAS

Penelitian ini merupakan ulasan singkat tentang perkembangan dari terapi penyakit
ginjal kronis (PGK) terutama saran terapi faktor risiko kardiovaskular pada pasien PGK dan
komplikasi lainnya beserta alternatif penatalaksanaan pasien penyakit ginjal kronis (PGK)
saat ini. Penelitian ini hanya memaparkan sumber dari daftar pustaka, akan tetapi tidak
menjelaskan tentang cara pengambilan sumber yang digunakan. Pada penelitian ini juga
tidak membandingkan terapi terbaik yang digunakan untuk pasien PGK akan tetapi
menjelaskan tentang penanganan yang sesuai target terapi sehingga dapat mengurangi
komplikasi penyakit kardiovaskular dan komplikasi lainnya yang dapat terjadi .

IMPORTANCE

Penelitian ini merupakan penelitian yang menjelaskan tentang terapi dari penyakit
ginjal kronis (PGK), sehingga penelitian ini penting untuk diterapkan pada penanganan
pasien karena menjelaskan mengenai terapi pada faktor risiko dan komplikasi PGK saat ini
yang sesuai dengan kondisi pasien serta penemuan terbaru mengenai terapi pasien PGK.

APLIKABILITAS

Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, dimana kemampuan tubuh untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit gagal sehingga
mengakibatkan uremia atau azotemia. Deteksi dini, pencegahan, evaluasi, dan pengelolaan
penyakit ginjal kronis dan kondisi sebelumnya dapat mencegah komplikasi penurunan
fungsi ginjal, memperlambat perkembangan penyakit ginjal menjadi gagal ginjal, dan
mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.

MENGKAJI ISI JURNAL

Kesesuaian isi dengan judul jurnal


Sesuai
Kelebihan Penelitian

1. Jurnal ini merupakan jurnal review terbaru mengenai terapi penyakit ginjal kronis
(PGK) yang dijelaskan secara rinci mengenai saran penatalaksanaan faktor risiko
serta komplikasi PGK dan alternatif penatalaksaan pada pasien PGK.
2. Jurnal menjelaskan secara rinci mengenai perspektif masa depan manajemen
penyakit ginjal kronis (PGK) sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam
praktek sehari-hari.
3. Jurnal disajikan dalam bahasa yang mudah untuk dipahami.

Kekurangan Jurnal

1. Penelitian ini bersifat ulasan singkat tentang penatalaksaan penyakit ginjal kronis
(PGK) yang tidak menjelaskan tentang cara pemilihan sumber bacaan yang
digunakan.
2. Pada penelitian ini tidak mencantumkan tabel perbandingan antara saran
penatalaksanaan faktor risiko kardiovaskular pasien PGK beserta terapi dialisis
yang diberikan dari segi dosis, efikasi sampai efek samping sehingga sulit untuk
dimengerti.
3. Pada penelitian ini tidak menjelaskan secara rinci mekanisme pengambilan hingga
perkembangan sel punca dalam pengobatan penyakit ginjal kronis (PGK).

Anda mungkin juga menyukai