Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

GAGAL GINJAL AKUT

OLEH :
dr. SUSILASTRI
NIP : 196910102002122001

RUMAH SAKIT OTAK DR. Drs. M. HATTA


BUKITTINGGI
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases)
sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem
vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum
pasienmengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung
koroner,gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Gagal ginjal atau acute kidney injury (AKI) yang dulu disebut injury acute
renal failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba atau parah pada
fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan
konsentrasikreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN (blood Urea
Nitrogen).Setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal,
sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi
urin.
Angka kematian di AS akibat gagal ginjal akut berkisar antara 20-
90%.Kematian di dalam RS 40-50% dan di ICU sebesar 70-89%. Kenaikan 0,3
mg/dL kreatinin serum merupakan prognostik penting yang signifikan. Peningkatan
kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya cimetidin dan
trimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal. Peningkatan nilai BUN juga
dapat terjadi tanpa disertai kerusakan ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau
saluran pencernaan, penggunaan steroid, pemasukan protein. Oleh karena itu di
perlukan pengkajian yang hati-hati dalam menentukan apakah seseorang terkena
kerusakan ginjal atau tidak.
1.2 Tujuan Makalah
Makalah ini bertijuan untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi,
manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, pemeriksaan, komplikasi, dan
penatalaksanaan dari Gagal Ginjal Akut.
1.3 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan kepustakaan yang merujuk
kepada berbagai literatur.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini agar dapat dijadikan acuan dan menambah wawasan
bagi praktisi kesehatan dalam memahami Gagal Ginjal Akut.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Secara fisiologis ginjal memiliki multifungsi untuk mengatur keseimbangan


dalam tubuh. Sebagai organ utama filtrasi, ginja memiliki efek yang luar biasa,
sehingga akan memperthahankan sirkulasi tubuh dan engeluarkan segala bentuk
toksin. Oleh aakrena itu, gangguan dalam proses filtrasi ini akan memicu gangguan
yang sitemik maupun local. Gagal ginjal akut merupakan gangguan fungsi ginjal yang
terjadi secara mendadak dengan tanda gejaala khas berupa oliguria / anuria dengan
peningkatan BUN (Blood Ureum Nitrogen) atau kreatinin serum. Secara pergantian
umum gagal ginjal akut juga disebut sebagai Acute Renal Faiure (ARF) atau Acute
Kidney Injury (AKI) (Graber, 2006 ; Wilcox, 2009).
Secara epidemologi, gagal ginjal akut (Acute Renal Faiure) merupakan
gangguan ginjal yang sering dikarenakan adanya perubahan usia. Peningkayan angka
traumatik pada ginjal juga memprngaruhi insidensi gagal ginjal akut. Jika ditelaah
lebih dalam tentang gagl ginjal, sebenarnya merupakan penyakit yang terjadi
dikarenakan oleh penyakit penyerta primer. Perilaku hidup sehat dalam menjaga
keseimbangan cairan dn elektrolit akan meningkatkan fungsi ginjal. Kegagalan fungsi
ginjal akan mengakibatkan gangguan yang bersifat sitemik, sehingga hemodinamika
tubuh akan menurun dan mengancam nyawa. Secara laboratories, perubahan yang
mencolok pada klien gagl ginjal adalah kadar serum kreatinin (Hoste, 2007)
Cedera ginjal akut (sebelumnya dikenal sebagai gagal ginjal akut) adalah
sindrom yang ditandai dengan hilangnya cepat fungsi ekskresi ginjal dan biasanya
didiagnosis oleh akumulasi produk akhir metabolisme nitrogen (urea dan kreatinin)
atau penurunan output urin, atau keduanya. Ini adalah manifestasi klinis dari beberapa
gangguan yang mempengaruhi ginjal akut. Cedera ginjal akut umum terjadi pada
pasien rumah sakit dan sangat umum pada pasien sakit kritis. Di pasien-pasien ini,
paling sering terjadi sekunder pada kejadian-kejadian ekstrarenal. Bagaimana
kejadian seperti itu menyebabkan cedera ginjal akut kontroversial. Tidak ada terapi
khusus yang muncul yang dapat mengurangi cedera ginjal akut atau mempercepat
pemulihan; demikian, pengobatannya suportif. Teknik diagnostik baru (misalnya,
biomarker ginjal) mungkin membantu diagnosis dini. Pasien diberikan terapi
penggantian ginjal jika cedera ginjal akut berat dan biokimia atau terkait volume, atau
jika komplikasi terkait uraemictoxaemia menjadi perhatian. Jika pasien bertahan
penyakit mereka dan tidak memiliki kronis premorbid penyakit ginjal, mereka
biasanya pulih ke kemandirian dialisis. Namun, bukti menunjukkan bahwa pasien
yang memilikinya mengalami cedera ginjal akut pada peningkatan risiko penyakit
ginjal kronis berikutnya. (Lancet 2012; 380: 756–66)
Cedera ginjal akut (AKI) adalah masalah kesehatan masyarakat global yang
terkait dengan morbiditas, mortalitas, dan biaya kesehatan yang tinggi. Selain dialisis,
tidak ada intervensi terapeutik yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup,
membatasi cedera, atau mempercepat pemulihan. Meskipun diakui kekurangan dalam
model hewan in vivo, patofisiologi yang mendasari AKI dan konsekuensinya,
penyakit ginjal kronis (CKD), kaya dengan target biologis. Kami meninjau temuan
terbaru yang berkaitan dengan vaskularisasi ginjal dan respon stres seluler, terutama
perpotongan respon protein yang tidak dilipat, disfungsi mitokondria, autophagy, dan
respon imun bawaan. Mekanisme perbaikan maladaptif yang bertahan setelah fase
akut meningkatkan peradangan dan fibrosis pada fase kronis. Di sini makrofag, sel
epitel tubular yang ditangkap pertumbuhan, endotelium, dan sekitarnya pericytes
adalah pemain kunci dalam perkembangan penyakit kronis. Pemahaman yang lebih
baik tentang mekanisme patofisiologi yang kompleks ini berinteraksi, kepentingan
relatif mereka pada manusia, dan kegunaan biomarker akan mengarah pada strategi
terapeutik untuk mencegah dan mengobati AKI atau menghambat perkembangan ke
CKD atau penyakit ginjal stadium akhir (ESRD). (Annu. Rev. Med. 2016. 67:293–
307)
2.2 Epidemiologi
Gagasan yang dijelaskan telah mengarah pada definisi konsensus cedera ginjal
akut oleh Kualitas Dialisis Akut Prakarsa. RIFLE ini (risiko, cedera, kegagalan,
kerugian, akhir tahap) kriteria telah didukung secara luas dengan modifikasi kecil oleh
Cedera Ginjal Akut Jaringan, dan kedua definisi sekarang telah divalidasi dalam
ribuan pasien3 dan tampaknya bekerja sama dengan satu sama lain. Definisi
konsensus baru yang menggabungkan Kriteria RIFLE dan Jaringan Cedera Ginjal
Akut definisi telah muncul dari Penyakit Ginjal: Meningkatkan Global Outcomes (K-
DIGO) group.
Cedera ginjal akut adalah hal yang umum dan penting tantangan diagnostik
dan terapeutik untuk dokter. Insiden bervariasi antara definisi dan populasi, dari lebih
dari 5000 kasus per juta orang per tahun untuk cedera ginjal akut tanpa dialisis, untuk
295 kasus per juta orang per tahun untuk penyakit dialisis yang memerlukan.
Gangguan ini memiliki frekuensi 1 · 9% di rumah sakit pasien rawat inap4 dan sangat
umum di pasien sakit kritis, di antaranya prevalensi akut cedera ginjal lebih besar dari
40% saat masuk ke unit perawatan intensif jika ada sepsis. Terjadi lebih dari 36%
pada hari setelah masuk ke unit perawatan intensif, dan prevalensi lebih besar dari
60% selama perawatan unit perawatan intensif.
Beberapa penyebab cedera ginjal akut sangat lazim di beberapa pengaturan
geografis. Sebagai contoh, kasus yang terkait dengan hipovolemia sekunder Diare
sering terjadi di negara berkembang, sedangkan operasi jantung terbuka adalah
penyebab umum di negara maju negara-negara. Selanjutnya, di negara tertentu,
gangguan tertentu adalah umum di masyarakat, sedangkan yang lain hanya muncul di
rumah sakit. Jadi, apapun pendekatan diagnostik untuk penyebab atau pemicu akut
cedera ginjal harus mempertimbangkan konteks lokal dan epidemiologi.
(Lancet 2012; 380: 756–66).
2.3 Etiologi
1. Penyebab prerenal (terjadi hipoperfungsi ginjal) akibat kondisi yang
menyebabkan berkurangnya aliran darah ginjal dan menurunnya filtrasi
glomerulus. Keadaan penipisan volume (hipovolemia seperti luka bakar dan
perdarahan atau kehilangan cairan melalui saluran pencernaan), vasodilatasi
(sepsis dan anafilaksis), gangguan fungsi jantung (infark miokardium, CHF,
atau syok kardiogenik), dan terapi diuretik. Hal ini biasanya ditandai dengan
penurunan turgor kulit, mukosa membran kering, penurunan berat badan,
hiptensi, oliguri, atau anuria.
2. Penyebab intrarenal kerusakan aktual jaringan ginjal akibat trauma jaringan
glomerulus atau tubulus ginjal. Keadaan yang berhubungan dengan iskemia
intrarenal, toksin, proses imunologi, sistematik, dan veskuler. Pemaikan obat
anti inflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia karena
mengganggu prostglandin yang melindungi aliran daerah renal. NSAID
menyebabkan iskemik ginjal. Cidera akibat terbakar dan benturan
menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepasan
dari otot ketika cidera, sehingga terjadi toksik renal, iskemik, atau keduanya).
Cidera akibat benturan dan infeksi serta agen nefrotogsik menyebabkan
nekrosis tubulus akut (ATN). Selain itu, reaksi tranfusi menyebabkan gagal
intrarenal dimana hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis
melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal. Hal ini
biasanya ditandai dengan demam, kemerahan pada kulit, dan edema.
3. Penyebab post renal terjadi akibat sumbatan atau gangguan aliran urine
melalui saluran kemih (sumbatan bagian distal ginjal). Tekanan di tubulus
meningkat sehingga laju filtrasi glomerulus meningkat. Hal ini biasanya
ditandai dengan adanya kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih dan
perubahan aliran kemih.
2.4 Manifestasi Klinis
1. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah,
dan diare.
2. Mulut dan membran mukosa keringa akibat dehidrasi, dan nafas mungkin
berbau urine (fetouremik).
3. Manifestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
4. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, BJ
sedikit rendah, yaitu 1.010) (Brunner dan Suddarth, 2001).
5. Peningkatan, BUN (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)
tergantung katabolisme (pemecahan protein), pervusi renal, serta asupan
protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
6. Hiperkalemia akibat penurunan laju filtrasi glomerulus serta katabolisme
protein menghasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh.
Hiperkalemia menyebabkan disritmia jantung. Sumber kalium mencakup
katabolisme jaringan normal, seperti asupan diet, darah di saluran pencernaan,
atau transfusi darah dan sumber lain (infus intra vena, penisilin kalium, dan
pertukaran ekstra seluler sebagai respon terhadap asidosis metabolik).
7. Asidosis metabolik, akibat oliguri akut pasien tidak dapat mengeleminasi
muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses
metabolik normal. Penurunan mekanisme buffor ginjal yang ditandai dengan
penurunan karbondioksida dan Ph darah. Asidosis metabolik menyertai gagal
ginjal.
8. Abnormalitas Ca++ dan PO4- peningkatan konsentrasi serum posfat mungkin
terjadi. Serum Calsium mungkin menurun sebagai respon terhadap penurunan
absorbsi kalium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap
peningkatan kadar serum posfat.
9. Anemia terjadi akibat penurunan prduksi eritropoietin, lesi saluran pencernaan,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah (biasanya dari saluran
pencernaan).
2.5 Patofisiologi
Kondisi gagal ginjal akut disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu pre renal,
renal dan post renal. Ketiga factor ini memiliki kaitan yang berbeda-beda. Pre renal
berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah (blood flow) ke ginjal mengalami
penurunan (hipoperfusi). Kondisi ini dipicu oleh kondisi hipovolemi, hipotensi,
vasokontriksi dan penurunan cardiac output. Dengan adanya kondisi ini, maka GFR
(Glomeruler Filtration Rate) akan mengalami penurunan dan meningkatkan
reabsorbsi tubular. Untuk factor renal berkaitan dengan adanya kerusakan pada
jaringan parenkim ginjal. Kerusakan ini dipicu oleh trauma maupun penyakit-penyakit
pada ginjal itu sendiri jaringan yang menjadi tempat utama fisiologis ginjal, jika rusak
akan mempengaruhi berbagi fungsi ginjal. Sedangkan factor post renal berkaitan
dengan adanya obstruksi pada saluran kemih, sehingga akan timbul stagnansi bahkan
adanya refluks urine flow pada ginjal. Dengan demikian beban tahanan / resistensi
ginjal akan meningkatkan dan akhirnya mengalami kegagalan (Judith, 2005).
Patogenesis penyakit inflmatory ginjal parenkim (misalnya glomerulonefritis
dan vaskulitis) bersifat kompleks dan melibatkan hampir semua aspek Sistem inflasi
bawaan dan antibodi-mediasi dan ammatory mekanisme sel termediasi-imun.11-11
Dalam Seminar ini, kami fokus pada cedera ginjal akut sekunder akibat prerenal
faktor karena formulir ini adalah yang paling umum di negara maju, pasien rawat inap
yang dirawat inap, dan terutama pada pasien sakit kritis. Sebagian besar pemahaman
kita tentang patofisiologi cedera ginjal akut prerenal akut berasal dari pekerjaan pada
hewan. 18,19 Studi model iskemik akut diinduksi oleh oklusi akut arteri ginjal banyak
jalur mungkin dilibatkan dan mekanisme cedera organ.20,21 Sistem koaginasi adalah
diaktifkan secara lokal, 22 leukosit infiltrasi ginjal, 23 endotelium adalah wound24
dan molekul adhesi menyatakan, 25 sitokin dilepaskan, 26 reseptor tol diinduksi, 27
jalur vasokonstriktor intrarenal diaktifkan, 28 dan diinduksi apoptosis. 29 Perubahan
terkait juga terjadi pada sel tubular dengan kehilangan atau kebalikan dari polaritas30
dan hilangnya adhesi ke membran basement.20 Renal cedera tampaknya memicu
cedera organ di tempat lain (yang disebut pembicaraan lintas organ) 31 melalui jalur
yang tidak jelas, lebih jauh menekankan kompleksitas respons biologis terhadap
cedera ginjal akut. Sayangnya, model iskemik ini memiliki signifikansi klinis yang
kecil relevansi dengan penyakit seperti sepsis. 32.33 Sepsis adalah pemicu cedera
ginjal akut yang paling umum di rumah sakit
2.6 Pathway GGA

Pre Renal Renal Post Renal

GAGAL GINJAL AKUT

Gangguan Filtrasi Gangguan rearbsorbsi Disfungsi ekskresi amonia


Penurunan
sekresi
Hipofiltrasi Hipernatremia bikarbonat Retensi amonia

Penurunan ekskresi urine Kadar H2O meningkat pH turun


Pemeabilitas kapiler
terganggu
Oliguria, Anuria Oedema Asidosi metabolik

Penurunan
MK : MK : KELEBIHAN Mekanisme
oksigenasi sirkuasi
GANGGUAN VOLUME CAIRAN kompensasi
ELIMINASI
hipoksemia
hiperventalisasi
Akumulasi residual urine

Hipoksia sel
MK :
Timbunan zat sisa metabolisme KETIDAKEFEK

MK : KETIDAKEFEKTIVAN TIFAN POLA


NAFAS
Intoksikasi PERFUSI JARINGAN PERIFER

Kerja otot meningkat Keseimbang O2


Sirkulasi dan CO2
Timbunan asam laktat
meningkat
Kulit kering, gatal , pucat , purpura MK : GG.
PERTUKARAN
keletihan
GAS
MK : KERUSAKAN
2.7 PemeriksaanINTEGRITAS KULIT
Keseimbangan MK :
energi INTOLERANSI
AKTIVITAS
Pemeriksaan klinis yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnose gagal ginjal akut
adalah (Anymous, 2008; Judith, 2002) :
1. Kadar kimia darah
Meliputi natrium, kalium, uerum, kretinin dan bikarbonat. Biasanya natrium
mengalami penurunan (< 20 mmol / I). sedangkan urea akan mengalami
peningkatan (> 8) yang akan mempengaruhi system RAA (Renin Angiotension
Aldosteron).
2. Urinalis
Pemeriksaan analisaa kimia pada urine untuk melihat fungsi ginjal
3. Ultarsonografi (USG)
Hal ini untuk mendapatkan data pendukung tentng ukuran ginjal, adanya
obstruksi pada tract urinary, hidronephoris, dan penyakit pada saluran kemih
bagian bawah. USG juga diperuntukkn adanya kmplikasi darain gagal ginjal,
misalnya adanya kardiomengali dan edema pulmonal
4. Darah lengkap
Adapun hasil yang spesifik drai hasil pemeriksaan darah lengkap pada klien
gagal ginjal akut adalah :
a. Peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen)
b. Peningkatan kadar serum kreatinin
c. Peningkatan kadar kalium
d. Penurunan PH darah
e. Penurunan kadar bikarbonat
f. Penurunan kadar hematokrit dan kadar hemoglobin
Pada gagal ginjal akut ajarang terjadi enemia normokrom. Namun, pada
gagal ginjal kronik sering terjadi. Biasanya sering didapatkan trombositopenia,
fragmentasi sel adarh merah dan hemolitik uremic syndrome.
5. ECG (electrocardiography)
Biasanya menunjukkan adanya ischemia jantung dengan gejala bradikardia
dan peebaran kompek QRS.
2.8 Komplikasi
Sebagai organ vital yang menjaga homeostatis tubuh, ginjal akan mengatur
beberapa proses reguasi. Oleh karena itu, gangguan fungsi / kegagalan fungsi
fisiologis pada ginja akan berdampak pada ketidakseimbangan dalam sirkulasi dan
metabolism tubuh. Berikut ini adalah beberapa ptensial komplikasi yang bisa terjadi
pada pasien dengan gagal ginjal akut (Leppert, 2004) :
1. Keseimbangan elektrolit tubuh
a. Hiperkalemia
b. Hiponatremia
c. Asidosis metabolic
d. Hipokalsemia
e. Hiperphospatemia
f. Hieprmagnesia
2. Fungsi jantung dan paru
a. Edema pulmonal
b. Perikarditis
c. Hipertensi
3. Gastrointestinal
a. Nausea
b. Vomiting
c. Anoreksia
d. Perdarahan
4. Hematologi
a. Anemia
b. Disfungsi platelet
5. Neurologis
a. Pusing
b. Obtundation
c. Asterixis
d. Myoclonus
e. Seizures
f. Dialytc
6. Infeksi pada traktus urinarius, paru-paru, luka operasi, dan sepsis
7. Intoksikasi obat
2.9 Penatalaksanaan
Penatalakasanaan pada klien gagal ginjal akut dilakukan secara komprehensif baik
dari disiplin medis, nurse practitionist, nutritionist dan lan sebagainya. Berikut ini
adalh menejemn penatalaksanaan pada klien gagal ginjal akut (Judith, 2002) :
1. Tata laksana umum
Secara umum yang harus dilakukan pada klien gagal ginjal akut adalah
memberlakukan dan mengawasi secara ketat diet tinggi kalori dan rendah protein,
natrium, kalium , dengan pemberian suplemen vitamin tambahan. Dan yang
paling penting adalah membatasi asupan cairan. Untuk mengontrol kadar
elektrolit yang tidak seimbangan dalam tubuh, maka diperlukan tindakan dialisi
(hemodilysis / peritoneal dialysis)
2. Tata laksana medis
Penggunaan terapi medis padaa gagal ginjal akut utamanya diperuntukan
untuk menjaga volume cairan dalam tubuh sesuai dengan kopensasi ginjal dan
menjaga kondisi asam basa darah.
a. Furosemid, Pemberian 20 sampai 100 mg per IV setiap 6 (enam) jam akan
menjaga stabilitas volume cairan dalam tubuh
b. Kalsium gukonat, Pemberian 10 ml / 10 % dalam cairan solute infuse (IV)
akan membantu kadar kalium
c. Natrium polystyrene, 15 gr dalam dosis 4 kali sehari dicampur dalam 100
ml dari 20 % sorbitol, 30 sampai 50 gr dalam 50 ml 70 % sorbitol dan 150
ml dalam air akan menjaga kadar kalium.
d. Natrium bikarbonat, Pemberian ini akan mengatasi kondisi asidosis
metabolic
3. Observasi ketat
Hasil pemeriksaan laboratorium (BUN, kreatinin dn kadar kalium) harus
dimonitoring secara ketat. Hal ini sangat bermakna dalam mempertahankan hidup
klien.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gagal ginjal akut merupakan gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara
mendadak dengan tanda gejaala khas berupa oliguria / anuria dengan peningkatan
BUN (Blood Ureum Nitrogen) atau kreatinin serum. Secara pergantian umum gagal
ginjal akut juga disebut sebagai Acute Renal Faiure (ARF) atau Acute Kidney Injury
(AKI) (Graber, 2006 ; Wilcox, 2009). Penyebab gagal ginjal akut yang dibagi menjadi
3 besar yaitu: Pre-renal, Renal, Post-renal.
Gejala klinis dari gagal ginjal akut yang tampak adalah adanya oligouri,
anuria, high output renal failure BUN, dan kreatinin serum yang meningkat. Tujuan
utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik
dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh
secara spontan.
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman J, Bulechek GM.2004.Nursing Interventions Classification (NIC): Fourth


Edition.Missouri:Mosby.
Dochterman J, Bulechek GM.2013.Nursing Interventions Classification (NIC): Fifth
Edition.Missouri:Mosby.
Graber MA.2006.Buku Saku Dokter Keluarga University Of OIWA.Jakarta:EGC
Hoste EAJ, Kellu JA.2007.Incidence, Classification, and Outcomes of Acute Kidney
Injury:The Clinical Research, Investigation, and System Modeling of Acute Illness
(CRISMA)Laboratory.Belgium:University of Pittsburgh, School of Medicine USA.
Jorres A.2010.Management of Acute Kidney problems.New York:Springer Heidelberg
Dordrecht London.
Judith.2005.Pathophysiology A 2-in-1 Reference for Nurses.Philadelphia;Lippincott Williams
& Wilkins.
Moorhead et all.2008.Nursing Outcomes Classification (NOC):Fourt
Edition.Missouri:Mosby.
Moorhead et all.2012.Nursing Outcomes Classification (NOC):fifth Edition.Missouri:Mosby.
NANDA International.2013.Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014.Jakarta:EGC
Prabowo, Eko dkk.2014.Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.Yogyakarta:Nuha Medika.
Wilcox CS, Thiser CC.2009.Handbook of Nephrology & Hypertension Sixth
Edition.Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins.
Nursalam.2006.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan.Edisi Pertama-Jakarta.
Prof Bellomo Rinaldo.2012.Acute Kidney Injury.Australian and New Zealand Intensive Care
Research Centre; School of Public Health and Preventive Medicine; Monash University;
Melbourne.Lancet
Zuk Anna, dkk.2016.Acute Kidney Injury.Annual Reviews Futher

Anda mungkin juga menyukai