Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

W DENGAN AKI
(ACUTE KIDNEY INJURY)
DI RUANG ICU EKA HOSPITAL BSD

OLEH
NOVITA SARI
NIK: 1832

EKA HOSPITAL BSD


TANGERANG SELATAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan
sebagai penurunan cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal.
Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau
azotemia (peningkatan konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera setelah
cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang
menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal
akut (GGA) atau acute renal failure (ARF) merupakan salah satu sindrom dalam
bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan
insidens. Insidens di negara berkembang, khususnya di komunitas, sulit
didapatkan karena tidak semua pasien AKI datang ke rumah sakit. Diperkirakan
bahwa insidens nyata pada komunitas jauh melebihi angka yang tercatat.
Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan peningkatan
sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat
terdiagnosis .Beberapa laporan di dunia menunjukkan insidens yang bervariasi
antara 0,5-0,9% pada komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah
sakit, hingga 20% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU),
dengan angka kematian yang dilaporkan dari seluruh dunia berkisar 25% hingga
80%.4,5 AKI telah menarik perhatian dengan adanya pengakuan bahwa
perubahan kecil dalam fungsi ginjal mungkin memiliki efek yang serius dalam
diagnosa akhir. Meskipun kemajuan dalam diagnosis dan staging AKI dengan
emergensi biomarker menginformasikan tentang mekanisme dan jalur dari AKI,
tetapi mekanisme AKI berkontribusi terhadap peningkatan mortalitas dan
morbiditas pada pasien rawat inap masih belum jelas. Perkembangan deteksi
dini dan manajemen AKI telah ditingkatkan melalui pengembangan definisi
universal dan spektrum staging. Cedera AKI berubah dari bentuk kurang parah
menjadi staging severe injury.
Diagnosis dini, modifikasi pola hidup dan pengobatan penyakit yang
mendasari sangatlah penting pada pasien dengan AKI. AKI merupakan penyakit
life threatening disease, sehingga diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta
keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap
pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan
akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat
membantu memperbaiki kualitas hidup penderita. (Sujana,2017)

1.2 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan dengan Acute Kidney Injury
(AKI)
2. Tujuan khusus
a) Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan AKI
b) Mampu melakukan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
AKI
c) Mampu melakukan rencana keperawatan pada pasien dengan AKI
d) Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan AKI
e) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pada pasien dengan AKI
f) Mampu melakukan pendokumentasian pada pasien dengan AKI
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN

Acute Kidney Injury (AKI) atau Gagal Ginjal Akut (GGA) ialah keadaan klinis
dimana tejadi penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerulus filtration rate) secara
mendadak dengan atau tanpa disertai oliguria (Suwitra Ketut, 2014).
Acute kidney injury didefiniskan sebagai penurunan mendadak dari fungsi ginjal
yaitu GFR (Glomerulus Filtrate Rate) yang bersifat sementara, ditandai dengan
peningkatan kadar kreatinin serum dan hasil metabolisme nitrogen serum lainnya,
serta adanya ketidakmampuan ginjal untuk mengatur homeostasis cairan dan
elektrolit (Sudung & Niken, 20212).

2.2 ETIOLOGI

Penyebab gagal ginjal akut yaitu gangguan aliran darah ke ginjal (prerenal),
kerusakan pada ginjal itu sendiri, atau sumbatan pada aliran urine (postrenal).

a. Gangguan Aliran Darah ke Ginjal (Prerenal)


Gagal ginjal akut prerenal terjadi akibat hipoperfusi ke ginjal yang menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Etiologi gagal ginjal akut prerenal
dibedakan menjadi hipovolemia, gangguan fungsi jantung, vasodilatasi sistemik,
peningkatan resistensi vaskular renal, dan kegagalan peningkatan resistensi
arteriol aferen ginjal.
1. Hipovolemia
Gagal ginjal akut prerenal dapat terjadi karena hipovolemia akibat kondisi-
kondisi seperti perdarahan, muntah, diare, luka bakar dan pankreatitis.
2. Gangguan Fungsi Jantung
Gangguan fungsi jantung berikut juga dapat menyebabkan gagal ginjal akut:
Gagal jantung kongestif, Infark miokard akut dan Emboli paru
3. Vasodilatasi Sistemik
Vasodilatasi sistemik akibat penggunaan obat antihipertensi, reaksi
anafilaksis, atau sepsis, merupakan salah satu penyebab terjadinya gagal
ginjal akut prerenal.
4. Peningkatan Resistensi Vaskular Renal
Peningkatan resistensi vaskular renal dapat terjadi akibat penggunaan obat
yang menyebabkan vasokonstriksi ginjal, misalnya siklosporin. Peningkatan
resistensi vaskular renal juga dapat diakibatkan oleh penggunaan obat
anestesi, prosedur pembedahan, sindrom hepatorenal, dan hiperkalsemia.
5. Kegagalan Peningkatan Resistensi Arteriol Eferen Ginjal
Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen ginjal yang menyebabkan
gagal ginjal akut prerenal terjadi akibat penggunaan obat antihipertensi
golongan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) dan angiotensin
receptor blockers (ARB) misalnya candesartan.

b. Kerusakan Pada Ginjal


Faktor renal berarti gagal ginjal terjadi akibat kerusakan yang terjadi pada ginjal
dan tiap bagian ginjal memiliki kemungkinan etiologinya masing-masing.
Beberapa gangguan yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal secara langsung
adalah toksin, metanol dan infeksi.
1. Tubulus
Penyebab pada tubulus dibagi menjadi 2, penyebab iskemik dan nefrotoksik.
Iskemik: Kondisi iskemik pada tubulus dapat terjadi pada kondisi Syok,
Pembedahan, Trauma dan Bakteremia.
2. Nefrotoksik
Penyebab nefrotoksik pada tubulus adalah:
 Obat-obatan: aminoglikosida, lithium, amfoterisin dan agen kontras untuk
radiografi
 Toksin endogen: asam urat, rhabdomyolisis, dan hemolisis intravascular
 Kristal: sindrom lisis tumor, kejang, asiklovir, metotreksat, vitamin C dalam
dosis sangat tinggi.
3. Glomerulus
Penyebab dari glomerulus, seperti Glomerulonefritis dan Endokarditis.
4. Pembuluh Darah/Vaskularisasi
Gagal ginjal akut renal juga dapat diakibatkan oleh gangguan pembuluh
darah. Seperti, pada gangguan arteri dan vena ginjal akibat trombosis,
emboli, diseksi dan peradangan (vaskulitis), Hipertensi maligna, Sindrom
hemolitik uremik dan Thrombotic thrombocytopenic purpura.

c. Sumbatan pada Aliran Urine (Postrenal)


Gagal ginjal akut pasca renal terjadi akibat obstruksi pada traktus urinarius,
dimulai dari tubulus distal ginjal hingga uretra sehingga terjadi peningkatan
tekanan intratubular. Beberapa penyebab pada kondisi ini adalah:
 Pembesaran prostat, baik pembesaran prostat jinak maupun kanker prostat
 Keganasan pada vesica urinaria dan serviks (uterus)
 Obstruksi pada vesica urinaria akibat antidepresan trisiklik dan neurogenic
bladder
 Posisi kateter urin yang tidak tepat
 Bekuan darah
 Batu saluran kemih
 Tekanan tinggi intraabdomen pada ascites besar
 Obstruksi di uretra akibat striktur, tumor dan fimosis

2.3 ANATOMI GINJAL

Ginjal merupakan suatu organ yang berwarna kemerahan, berbentuk seperti


kacang dan terletak dibawah pinggang diantara peritoneum dan dinding abdomen
posterior. Kedua ginjal ini berada di kanan dan kiri columnavertebralis setinggi
vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena
besarnya lobus hepar yang berada diatas ginjal kanan. Ginjal dibungkus oleh tiga
lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan pada lapisan
kedua adalah adiposa dan jaringan terluar adalah fascia renal. Ketiga jaringan ini
berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal

Bagian fungsional dari ginjal adalah nefron. Nefron merupakan struktur yang
terdiri dari untaian kapiler yang disebut glomerulus, tempat di mana darah disaring,
dan tubulus ginjal yang mengolah air dan elektrolit apakah akan diserap atau
dilepaskan dan ditambahkan senyawa-senyawa tertentu. Setiap satu ginjal manusia
memiliki sekitar satu juta nefron (Perlman et al, 2014).

Glomerulus terdiri dari selaput dara dan arteriole eferen dan sekumpulan
kapiler yang dilapisi oleh sel endotel dan ditutupi oleh sel epitel yang membentuk
lapisan yang selanjutnya disebut dengan kapsul bowman dan tubulus ginjal.
Tubulus ginjal itu sendiri memiliki beberapa bagian yang berbeda, tubulus proksimal
yang berbelit-belit dan sebagian besar elektrolit dan airnya akan di reabsorbsi,
lengkung henle, dan tubulus distal dan saluran pengumpul distal, dimana urine
dipekatkan dan ditambah elektrolit tertentu yang perubahannya mengikuti respon
dari kontrol hormonal (Perlman et al, 2014).

2.4 FISIOLOGI GINJAL


Menurut Sherwood (2013), ginjal memiliki fungsi yaitu:

1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh


2. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam
peraturan jangka panjang tekanan darah arteri
3. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh
4. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh
5. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan

Ginjal menjalankan banyak fungsi homeostatik penting, antara lain ekskresi


produk sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan
elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan
tekanan arteri, pengaturan keseimbangan asam basa, sekresi, metabolisme, dan
ekskresi hormon (Guyton & Hall, 2008)

Menurut Sherwood pada tahun 2013, dalam pembentukan urin terdapat tiga
proses dasar yang terlibat yakni filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi
tubulus.

a. Filtrasi Glomerulus
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein tersaring
melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Dalam keadaan normal,
20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini, dikenal sebagai 10
filtrasi glomerulus, adalah langkah pertama dalam pembentukan urin. Secara
rerata, 125 ml filtrat glomerulus terbentuk secara kolektif dari seluruh glomerulus
setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter setiap harinya. Dengan
memepertimbangkan bahwa volume rerata plasma pada orang dewasa adalah
2,75 liter, maka hal ini berarti bahwa ginjal menyaring keseluruhan volume
plasma sekitar 65 kali sehari. Jika semua yang difiltrasi keluar sebagai urin,
semua plasma akan menjadi urin dalam waktu kurang dari setengah jam.
Namun, hal ini tidak terjadi karena tubulus ginjal dan kapiler peritubulus
berhubungan erat di seluruh panjangnya, sehigga bahan-bahan dapat diperlukan
antara cairan di dalam tubulus dan darah dalam kapiler peritubulus.
b. Reabsorbsi Tubulus
Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi
tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-
bahan dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut
reabsorbsi tubulus. Bahan-bahan yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh
melalui urin tetapi dibawa oleh kapiler peritubular ke sistem vena dan kemudian
ke jantung untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari,
sekitar 178,5 liter direabsorbsi. Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam pelvis
ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang perlu
dihemat oleh tubuh secara selektif direabsorbsi, sementara bahan – bahan yang
perlu dihemat oleh tubuh secara selektf direabsorbsi, seentara bahan – bahan
yang tidak dibutuhkan dan harus dikeluarkan tetap berada di urin.
c. Sekresi Tubulus
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif
bahanbahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini
merupakan rute kedua bagi masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah
sedangkan yang pertama adalah melalui filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20%
dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul
bowman, 80% sisanya mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler
peritubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan
dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah tertentu bahan dari
80% plasma yang tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus dan memindahkannya ke
bahan yang suda ada di tubulus sebagai hasil filtrasi.
d. Ekskresi urin
Ekskresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam urin. Ini
bukan merupakan proses terpisah tetapi merupakan hasil dari tiga proses
pertama di atas. Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan
tetapi tidak direabsorbsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk
dieksresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari tubuh. Perhatikan bahwa semua
yang difiltrasi dan kemudian direabsorbsi, atau tidak difiltrasi sama sekali, masuk
ke darah vena dari kapiler peritubulus dan karenanya dipertahankan di dalam
tubuh dan tidak dieksresikan di urin, meskipun mengalir melewati ginjal.
2.4 PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua
mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah:
• Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
• Timbal balik tubuloglomerular
Norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi
ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan
mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim
saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin
dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk
mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada
keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang
dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan
ET-1.
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI):
1. Penurunan Perfusi Ginjal (Prarenal)
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut
akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi
kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini
disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi
kerusakan struktural dari ginjal. Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan
memperbaiki homeostasis intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal
bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada
pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL
sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada
kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal
jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan –
keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh
darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis
intrarenal.
2. Intrarenal
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit
parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal
ginjal akut inta renal, yaitu :
1. Pembuluh darah besar ginjal
2. Glomerulus ginjal
3. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
4. Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut
disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi
kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada
NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan vaskuler terjadi:
1) Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang
menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan
gangguan otoregulasi.
2) Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel
endotel vaskular ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta
penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang berasal dari
endotelial NO-sintase.
3) Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-
18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion
molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan
sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan
radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama
menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan
GFR. Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis,
iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous dengan dasar
patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan perubahan perfusi regional
yang dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab lain yang
lebih jarang ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian
major dari kerusakan parenkim renal: glomerulus, tubulointerstitium, dan
pembuluh darah.
3. Postrenal
GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal.
Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide)
dan protein (mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada
pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik
(keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih
(batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA
postrenal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli-buli dan ureter
bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak
berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan
aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini
disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi
penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2
dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai
menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin
menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa
minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2
minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran
mediator inflamasi dan faktor-faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis
interstisial ginjal

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Beberapa gejala yang timbul oleh adanya penyakit gagal ginjal, diantaranya yaitu
(Haryono, 2013) dan (Nursalam & B, 2009):
1) Kardiovaskular: Darah tinggi, perubahan elektro kardiografi (EKG), perikarditis,
efusi pericardium dan tamponade perikardium
2) Gastrointestinal: Biasanya terdapat ulserasi pada saluran pencernaan dan
pendarahan.
3) Respirasi: Edema paru, efusi pleura, dan pleuritis
4) Neuromuskular: Kelemahan, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan
muskular, neuropati perifer, bingung hingga koma
5) Metabolik/Endokrin: Gula darah meningkat, hiperlipidemia, gangguan hormon
seks menyebabkan penurunan libido, impoten.
6) Muskuloskeletal: Kram otot dan kehilangan kekuatan otot
7) Integumen: Pruritis, kulit kering bersisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan fisik
Gagal ginjal akut menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh. Kondisi ini
kemudian memicu pembengkakan, terutama pada kaki maupun pergelangan
kaki.Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mencari tanda-tanda
penumpukan cairan tersebut di tubuh pasien.
2. Pemeriksaan Penunjang
Jenis pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan diagnosis. Jenis tes
yang akan dijalani oleh pasien umumnya tergantung pada kecurigaan penyebab
gagal ginjal akut. Beberapa jenis pemeriksaan yang mungkin disarankan
meliputi:
3. Mengukur jumlah pengeluaran urine
Volume air seni yang Anda keluarkan dalam waktu 24 jam akan diukur untuk
mengetahui apakah ada penurunan volume atau tidak.
4. Urinalisis
Tes urine atau urinalisis dilakukan untuk mencari adanya tanda-tanda gagal
ginjal.
5. Tes darah
Bertujuan memantau kadar kreatinin, urea, dan elektrolit dalam darah. Hasilnya
akan menggambarkan fungsi ginjal Anda.
6. Pengukuran laju filtrasi darah (glomerular filtration rate/GFR)
Laju filtrasi darah menggambarkan kapasitas fungsi penyaringan ginjal yang
tersisa.
7. Diagnostik
Pencitraan yang paling umum dilakukan adalah USG ginjal. Melalui pemeriksaan
ini, struktur ginjal dapat dilihat oleh dokter.Bila USG saja tidak cukup, dokter juga
bisa menganjurkan metode pencitraan lain. Misalnya, X-ray, CT scan, atau MRI.
8. Biopsi ginjal
Biopsi adalah prosedur pengambilan jaringan. Dalam kasus tertentu, langkah ini
dapat membantu dokter dalam memastikan diagnosis.Biposi ginjal akan
dilakukan dengan menggunakan jarum khusus. Sampel jaringan kemudian
diperiksa di bawah mikroskop.

2.7 PENATALAKSANAAN

1) Menjaga Tekanan Darah


Dengan menjaga tekanan darah maka dapat mengontrol kerusakan ginjal,
karena tekanan darah sendiri dapat mempercepat kerusakan tersebut. Obat
penghambat ACE merupakan obat yang mampu memberi perlindungan
tambahan pada ginjal dan mengurangi tekanan darah dalam tubuh dan aliran
pembuluh darah.
2) Perubahan Gaya Hidup
Hal yang bisa dilakukan ialah dengan merubah gaya hidup seperti mengurangi
konsumsi garam, menurunkan berat badan diutamakan bagi penderita obesitas
3) Obat-obatan
Obat-obatan seperti anthipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih), transfusi darah.
4) Intake cairan dan makanan
Yaitu dengan cara minum air yang cukup dan pengaturan diit rendah protein
memperlambat perkembangan gagal ginjal.
5) Koreksi terkait Anemia, kondisi asidosis, Hiperkalemia dan Hiponatremi yang
dapat terjadi pada pasien AKI.
6) Hemodialisis
Yaitu terapi pengganti ginjal yang berfungsi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
atau racun dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen,
urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permiable
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal (Rudy Hartyono, 2013).
Indikasi dialisis ginjal adalah pada gagal ginjal akut dan gagal ginjal
kronis. Indikasi dialisis ginjal pada pasien penyakit gagal ginjal kronis adalah
perikarditis, uremia, ensefalopati, kram otot yang parah, anoreksia hingga
malnutrisi, gangguan elektrolit yang berat dan kelebihan cairan. Indikasi dialisis
ginjal pada pasien penyakit gagal ginjal akut adalah untuk mempertahankan
homeostasis, mempertahankan euvolemia, keseimbangan cairan dan elektrolit,
serta mencegah komplikasi metabolik. Dialisis ginjal pada gagal ginjal akut
terutama dalam lingkup perawatan intensif, pasien dengan penyakit berat seperti
sepsis, gagal jantung, dan usia lanjut.

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi terkait AKI
yang ringan dan sedang mungkin secara keseluruhan asimtomati k khususnya saat
awal. Beberapa komplikasi akibat AKI yaitu, Kelebihan volume intravaskuler,
Hiponatremi, Hiperkalemi, Hipocalsemia dan bahkan hingga gagal ginjal permanen
atau gagal ginjal kronik

2.9 PENCEGAHAN
Cara untuk mencegah gagal ginjal akut adalah dengan menjaga kesehatan ginjal
dengan melakukan beberapa langkah di bawah ini:
1. Mengonsumsi makanan sehat
2. Membatasi asupan garam
3. Menjaga berat badan ideal
4. Mengontrol kadar gula darah
5. Mengontrol tekanan darah
6. Minum air putih dalam kadar yang cukup
7. Membatasi konsumsi obat pereda nyeri
8. Tidak konsumsi alcohol dan merokok
9. Mengelola stres dengan baik dan berolahraga secara teratur
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu
dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose
keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011: Kinta, 2012).
1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,
nama orang tua, pekerjaan orang tua.
2) Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
3) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya 33 Berapa lama
pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana
cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan
pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
4) Aktifitas/istirahat: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak
5) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina),
hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang
jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning,
kecenderungan perdarahan.
6) Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

7) Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh
kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
8) Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi
abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor
kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
9) Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”,
rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya
ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
10) Nyeri/kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan
perilaku berhatihati/distraksi, gelisah.
11) Pernapasan Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental
dan banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk
dengan sputum encer (edema paru)
12) Keamanan Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien
yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
13) Seksualitas Penurunan libido, amenorea, infertilitas
14) Interaksi social Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
15) Penyuluhan/Pembelajaran Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk
gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria,
maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan,
penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

3.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Hipervolume
2. Defisit Nutrisi
3. Nausea
4. Kerusakan Integritas Kulit
5. Gangguan Pertukaran Gas
6. Introleransi Aktivitas
7. Resiko penurunan curah jantung
8. Perfusi perifer tidak efekti
9. Nyeri Akut

3.3 Intervensi Keperawatan


Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien,
keluarga, dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap perencanaan
ini memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai alat komunikasi antar
sesame perawat dan tim kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan
asuhan keperawatan bagi pasien, serta mendokumentasikan proses dan kriteria
hasil asuhan keperawatan yang ingin dicapai. Unsur terpenting dalam tahap
perencanaan ini adalah membuat orioritas urutan diagnoa keperawatan,
merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi, dan merumuskan intervensi
keperawatan (Asmadi, 2008).

3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan
yang di prioritaskan. Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada
kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi
(Kozier et al., 2010)

3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus
terhadap respon pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Evaluasi proses atau promotif dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat
dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.W
A. PENGKAJIAN
1. Nama Pasien : Ny. W
2. Tgl Lahir : 17/06/1986 (69 Tahun)
3. Agama : Islam
4. Diagnosis Medis : Acute Kidney Injury
5. Tanggal Pengkajian : 20/06/2021
6. Keluhan Utama: Pasien cenderung tidur, saat dibangunkan pasien menjawab
namun bicara tidak jelas
7. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD pada tanggal 12 Juni 2021 dengan keluhan mual muntah dan
BAB cair sejak hari rabu SMRS.Dikatakan setiap makan dan minum mual dan muntah. Demam
ada sejak hari rabu, badan terasa lemas dan nafsu makan menurun. BAK tidak ada keluhan.
BAB terasa cair awalnya frekuensi 2-3x/hari, lalu saat ini 5-6x/hari, air dan berampas

8. Riwayat Penyakit Dahulu :


Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan DM.
Riwayat penyakit paru, dengan obat inhaler namun pasien dan keluarga tidak tahu namanya, ada
nafas mengi, kontrol ke RS Sari Asih. Riwayat penyakit jantung --> obat ada di keluarga, tidak
tahu namanya
9. Kesadaran Umum : GCS =E3M6V4: Apatis
10. TTV :
TD 117/60 mmHg
HR 98 x/m
RR 20 x/m
Spo2 100%
S 37 º C
11. Pemeriksaan Fisik:
Kepala: Simetris, kepala bersih, penyebaran rambut merata, warna rambut
hitam mulai beruban dan tidak ada kelainan.
Mata: Sclera tidak ikterik dan conjungtiva anemis, siimetris, reaksi pupil (+)
dan ukural pupil +4/+4 (kanan/kiri)
Hidung: Pernafasan cuping hidung tidak ada, pernapasan dibantu HFNC
dengan mode oksigen tembok 30 Lpm, dan mesin 25 Lpm, posisi septum
nasal simetris, lubang hidung bersih dan terpasang NGT di lubang hidung
kanan diit tolerate.
Mulut: Mukosa bibir lembab, tidak sianosis
Telinga: Simetris dan bersih
CVC di jugularis kanan, NE 0,01 mcg/kgbb/min, jalan lasix 5 mg/jam saat tidak
hd, asering 3 cc/jam, Diabetasol 6x250 ml(300 kal)
12. Thorax: Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 18 kali/menit, irama nafas
teratur, pernafasan cuping hidung tidak ada, penggunaan otot bantu nafas
tidak ada, pasien menggunakan alat bantu nafas oksigen ventilator dengan
mode of enti PCV PEEP 7, Pins 12, RR 18, I:E 1:2, Fio2 60%, Tidak ada suara
napas tambahan, tidak ada jejas
Akral dingin dan CRT >3 dtk
13. Gastrointestinal
Adanya colostomy di perut kanan dan drain di perut kiri, bising usus (+), tidak
distensi, tidak ada jejas
14. Genitouria
Terpasang folley catheter no 16: produksi urine ada, kuning jernih, area
kelamin bersih
15. Ekstremitas
Tampak edema di kedua tungkai kaki kanan dan kiri
16. Integumen
Kulit kering dan turgor kulit menurun
17. Psikososial
Pasien tinggal bersama anaknya.
Pasien mendapat dukungan social dan ekonomi dari anaknya.
Pasien melakukan ibadah dihari tertentu selama seminggu
18. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Laboratorium
Ureum 115 mg/dl <71
Creatinin 4,44 mg/dl 0,51 - 0,95
eGFR 9,6 mil/min >60
Albumin 3,0 g/dl 3,5 -5,2
Natrium 134 mmol/L 135-145
Kalium 4,7 mmol/L 3,5 -4,5
Clorida 102 mmol/L 98-107
Calsium 10,2 mmol/L 8,6 - 10,2
Magnesium 3,53 mmol/L 1,7-2,55
Gula Darah 200 mg/dl <180
Sewaktu

Radiologi:
Sludge dan multiple cholelithiasis.
Gambaran USG kedua ginjal dalam batas normal. Tidak tampak batu/
hydronephrosis.
Buli-buli kosong.
Tidak jelas tampak massa di rongga pelvis.
Tidak tampak pembesaran kelenjar limfe dan ascites.
Organ abdomen lainnya dalam batas normal.

Therapy yang digunakan :


NE 0,01 mcg/kg/menit
Lasix 5 mg/jam JIKA TIDAK HD
Arcolase drip 8mg/jam
Natrium bicarbonat 3x2 cap
Novorapid 3x4 unit jika GD >200 mg/L
Merofen loading 2 gram, lanjut 3x1 (14/9)
Moxifloxacin 1x400 mg (17/9)
Flukonazole 1x400 mg(18/9)

B. ANALISA DATA
No. Data Etiologi Problem
1. DS: Tidak dapat dikaji Gangguan
DO: Pertukaran Gas
- Terpasang ETT batas
21, dengan MOV PCV
Pins 12, PEEP 7, RR 18,
Fio260% dan I:E 1:2
- TTV :
TD 131/100 mmHg
HR 107 x/m
RR 18 x/m
Spo2 100%
S 36 º C
- Hasil lab :
2. DS: Tidak dapat dikaji Penurunan Curah
DO: Jantung

3. DS: Tidak dapat dikaji Hipervolume


DO:

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Pertukaran Gas
2. Penurunan Curah Jantung
3. Hipervolume

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Diagnosa
DX 1 Setelah dilakuakkn 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
intervensi keperawatan upaya napas
selama 1 x 8 jam, 2. Monitor pola napas
gangguan pertukaran gas 3. Monitor saturasi oksigen
tidak terganggu dengan 4. Auskultasi bunyi napas
kriteria hasil : 5. Bersihkan sekret pada mulut dan hidung,
1. Tanda-tanda vital jika perlu 6. Berikan oksigen tambahan, jika
dalam rentang perlu
normal 7. Kolaborasi dengan medis dalam
2. Tidak terdapat otot pengaturan oksigenasi
bantu napas
3. Memlihara
kebersihan paru
dan bebas dari
tanda-tanda distress
pernapasan
DX 2 Setelah dilakuakkn 1. Identifikasi tanda dan gejala primer
intervensi keperawatan penurunan curah jantung (mis. Dispnea,
selama 1 x 8 jam, curah kelelahan)
jantung meningkat dengan 2. Monitor TTV
kriteria hasil : 3. Posisikan semi-fowler atau fowler
1. Kekuatan nadi 4. Berikan terapi oksigen Edukasi 6
perifer meningkat 5. kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
2. Tekanan darah perlu
membaik 100-
130/60-90 mmHg
3. Tidak ada Fatigue
4. Tidak ada Dispnue

DX 3 Setelah dilakuakkn 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia


intervensi keperawatan (edema, dispnea, suara napas
selama 1 x 8 jam, tambahan)
hipervolume berkurang 2. Monitor intake dan output cairan
dengan kriteria hasil: 3. Monitor jumlah dan warna urin
1. Asupan cairan Terapeutik.
meningkat 4. Batasi asupan cairan dan garam
2. Haluaran urin 5. Tinggikan kepala tempat tidur Edukasi
meningkat 6. Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Edema menurun pemantauan cairan
4. TTV dalam batas 7. Kolaborasi pemberian diuretic
normal 8. Kolaborasi penggantian kehilangan
5. Turgor kulit kalium akibat deuretik
membaik 9. Kolaborasi pemberian continuous renal
replecement therapy (CRRT), jika perlu

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


No. Implementasi Evaluasi
DX
DX 1 S:
O:
A:
P:

DX 2 S:
O:
A:
P:

DX 3 S:
O:
A:
P:

F. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Dge, Sujana. (2017). Acute Kidney Injury. Bali: FK Universitas Udayana

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC
Kozier. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC

Perlman, Rachel L., Michael Heung, Gary D. Hammer, Stephen J. McPhee. 2014.
Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine. McGraw-Hill
Education. ISBN: 978-007-180600-8. p. 793-804.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Sudung & Niken. (20212). Kriteria RIFLE Pada Pasien AKI di RSCM. Jakarta: FKUI

Suwitra, Ketut. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6. Jakarta: EGC

Tortora, G, J., Derrickson, B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology Maintenance


and Continuity of The Human Body 13 th Edition. USA : John Willey dan Sans Inc.

Anda mungkin juga menyukai