Anda di halaman 1dari 39

Laporan Pendahuluan

Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Masalah


Diagnosa Medik Acute Kidney Injury

Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :
Cindy Silvia Maya
P2002010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2021
Identitas Mahasiswa

Nama : Cindy Silvia Maya

NIM : P2002010

Jalur : -

Kelompok : II

Periode Praktik : 11-16 Jan 2021

Alamat : Jl. Rajawali Dalam 1

HP : 085348881754
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah dengan mencegah
menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuh, menjaga level
elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi hormon dan enzim
yang membantu dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga tulang
tetap kuat (Infodatin, 2017).
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal akut (GGA) atau
acute renal failure (ARF) merupakan salah satu sindrom dalam bidang nefrologi yang dalam 15
tahun terakhir menunjukkan peningkatan insidens. Insidens di negara berkembang, khususnya di
komunitas, sulit didapatkan karena tidak semua pasien AKI datang ke rumah sakit. Diperkirakan
bahwa insidens nyata pada komunitas jauh melebihi angka yang tercatat. Peningkatan insidens AKI
antara lain dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus
yang lebih ringan dapat terdiagnosis. Acute Kidney Injury merupakan sebuah gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible, dimana fungsi ginjal mengalami penurunan dalam mempertahankan
metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga terjadi uremia (Ariani, 2016).
Penelitian epidemiologi di China tentang Acute Kidney Injury (gagal ginjal akut) telah menjadi
perhatian dunia. Penelitian dari 44 rumah sakit di 22 provinsi yang berhubungan dengan insiden
Acute Kidney Injury yang memiliki presentase 0.9% di antaranya adalah 2.223.230 pasien rawat inap
menurut klasifikasi KDIGO (Kidney Disease: Improving Global Outcome) pada tahun 2015. Standar
RRT (Renal Replacement Theraphy) ialah 14,4% dan mortalitas di rumah sakit sebesar 12.4%.
Penelitian baru membuktikan bahwa faktor komplikasi dari Acute Kidney Injury (AKI) memiliki
presentase sebesar 2.4% sampai 8.1% di rumah sakit khusus orang dewasa dan pasien ICU memiliki
presentase 30 sampai 50% dengan mempengaruhi standar mortalitas sebesar 18.6 sampai 28.5%
(Wang, 2016).
AKI telah menarik perhatian dengan adanya pengakuan bahwa perubahan kecil dalam fungsi
ginjal mungkin memiliki efek yang serius dalam diagnosa akhir. Meskipun kemajuan dalam
diagnosis dan staging AKI dengan emergensi biomarker menginformasikan tentang mekanisme dan
jalur dari AKI, tetapi mekanisme AKI berkontribusi terhadap peningkatan mortalitas dan morbidilitas
pada pasien rawat inap masih belum jelas. Perkembangan deteksi dini dan manajemen AKI telah
ditingkatkan melalui pengembangan definisi universal dan spektrum staging. Cedera AKI berubah
dari bentuk kurang parah menjadi staging severe injury [ CITATION USR15 \l 14345 ].
Menurut Kidney Disease Improving Global Outcome (KIDGO) 2012 diagnosis dini,
modifikasi pola hidup dan pengobatan penyakit yang mendasari sangatlah penting pada pasien
dengan AKI. AKI merupakan penyakit life threatening disease, sehingga diperlukan kerjasama tim
medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap
pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan sangat
membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas
hidup penderita.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang penyakit Acute Kidney Injury
2. Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi penyakit Acute Kidney Injury
2) Melakukan diagnosis penyakit Acute Kidney Injury beserta diagnosis banding
3) Memberikan tata laksana pasien dan merujuk bila terjadi komplikasi
4) Memberikan edukasi terkait penyakit kepada pasien dan keluarga

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Acute Kidney Injury adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya
kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostatis tubuh. Acute Kidney Injury juga merupakan
suatu sindrom yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat terjadinya
penimbunan hasil metabolik persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin. Diagnosa Acute
Kidney Injury (Gagal Ginjal Akut) yaitu terjadinya peningkatan kadar kreatinin darah secara
progresif 0.5 mg/dl per hari. Peningkatan kadar ureum darah adalah sekitar 10 sampai 20 mg/dl per
hari kecuali bila terjadi hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dl per hari [ CITATION Nua17 \l
14345 ].
Acute Kidney Injury atau Acute Renal Failure (ARF) adalah fungsi ginjal yang menurun
secara tiba-tiba (penurunan GFR [Glomerular Filtration Rate]) dan terjadi hampir dalam hitungan
jam atau hari. Acute Kidney Injury biasanya secara mendadak tanpa didahului dengan gejala
penurunan fungsi ginjal. Kasus yang banyak terjadi adalah ketika pasien bekerja berat, berolah raga,
stress, dan sebagainya, tiba-tiba muncul gejala Acute Kidney Injury ini. Gejala biasanya baru
teridentifikasi di rumah sakit yang berupa oliguria (output urin dalam 24 jam kurang dari 400 cc
[Cubic centimeter]), azotemia progresif dan disertai kenaikan ureum dan kreatinin [ CITATION
Diy191 \l 14345 ].
Evaluasi dan manajemen awal pasien dengan cedera ginjal akut (AKI) harus mencakup: 1)
sebuah assessment penyebab yang berkontribusi dalam cedera ginjal, 2) penilaian terhadap
perjalanan klinis termasuk komorbiditas, 3) penilaian yang cermat pada status volume, dan 4)
langkah-langkah terapi yang tepat yang dirancang untuk mengatasi atau mencegah memburuknya
fungsional atau struktural abnormali ginjal. Penilaian awal pasien dengan AKI klasik termasuk
perbedaan antara prerenal, renal, dan penyebab pasca-renal [ CITATION USR15 \l 14345 ].
Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak fungsi ginjal yang terjadi
dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini dibuat atas dasar adanya kreatinin serum
yang meningkat dan blood urea nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun, meskipun
terdapat keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum kreatinin dapat mewakili
tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari ginjal ke deplesi volume ekstraseluler atau
penurunan aliran darah ginjal.
Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut terpenuhi :
 Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3 mg/dL atau ≥ 26μmol /L dalam waktu 48 jam atau
 Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai referensi, yang diketahui atau
dianggap telah terjadi dalam waktu satu minggu atau
 Output urine <0.5ml/kg/hr untuk> 6 jam berturut-turut

ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kategori
(berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang
menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis
gangguan ginjal seperti terlihat dalam tabel 1 [ CITATION USR15 \l 14345 ].
Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI

PeningkatanPenurunan
Kategori Kriteria UO
SCrLFG
Risk
>1,5 kali nilai dasar> 25% nilai dasar<0,5 mL/kg/jam,
>6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar> 50% nilai dasar<0,5 mL/kg/jam,
>12 jam

Failure > 75% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,


>3,0 kali nilai dasar
>24 jam atau
atau >4 mg/dL
dengan kenaikan Anuria ≥12 jam
akut > 0,5 mg/dL
LossPenurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu

End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3


bulan

Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi nefrolog dan intensivis internasional,
mengajukan modifikasi atas kriteria RIFLE. AKIN mengupayakan peningkatan sensitivitas
klasifikasi dengan merekomendasikan. Dengan beberapa modifikasi, kategori R, I, dan F pada kriteria
RIFLE secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2, dan 3. Kategori L dan E pada
kriteria RIFLE menggambarkan hasil klinis (outcome) sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan.
Klasifikasi AKI menurut AKIN dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN

Tahap Peningkatan SCr Kriteria UO

1 >1,5 kali nilai dasar atau <0,5 mL/kg/jam, ≥6 jam

peningkatan >0,3 mg/dL

2 >2,0 kali nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, ≥12jam

3 >3,0 kali nilai dasar atau


<0,5 mL/kg/jam, ≥24
>4 mg/dL dengankenaikanakut> 0,5 jam atau
mg/dL atau Anuria ≥12 jam

inisiasi terapi pengganti ginjal


Dalam identifikasi pasien digunakan kedua kriteria ini, sehingga memberikan evaluasi yang
lebih akurat. Kemudian untuk penentuan derajat AKI juga harus akurat karena dengan peningkatan
derajat, maka risiko meninggal dan TPG akan meningkat. Selain itu, diketahui risiko jangka panjang
setelah terjadinya resolusi AKI timbulnya penyakit kardiovaskuler atau CKD dan kematian.
Sehingga dalam penentuan derajat pasien harus diklasifikasikan berdasarkan derajat tertingginya.
Jadi jika SCr dan UO memberikan hasil derajat yang berbeda, pasien diklasifikasikan dalam derjat
yang lebih tinggi.

B. Etiologi
Gambar 2.1. Kriteria RIFLE yang dimodifikasi
Menurut Sinto. R, Nainggolan. G (2010) etiologi acute kidney injury dibagi menjadi 3 kelompok
utama berdasarkan patogenesisnya, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa
menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal, 55%); (2) penyakit yang secara langsung
menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik, 40%); (3) penyakit yang terkait
dengan obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal, 5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat
tergantung dari tempat terjadinya AKI. Salah satu cara klasifikasi etiologi AKI dapat dibagi sebagai
berikut :
AKI Prarenal
1. Hipovolemia
 Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular Kerusakan jaringan (pankreatitis),
hipoalbuminemia, obstruksi usus
 Kehilangan darah
 Kehilangan cairan ke luar tubuh Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui
saluran kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit (luka bakar)
2. Penurunan curah jantung
 Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
 Penyebab perikard: tamponade
 Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
 Aritmia
 Penyebab katup jantung
3. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
 Penurunan resistensi vaskular perifer Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan
(contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi) - Vasokonstriksi ginjal Hiperkalsemia,
norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus, amphotericin B
 Hipoperfusi ginjal lokal Stenosis a.renalis, hipertensi maligna
4. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
 Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis,
hipertensi kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna), penurunan prostaglandin
(penggunaan OAINS, COX-2 inhibi tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia,
sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)
 Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen - Penggunaan penyekat ACE, ARB
 Stenosis a. Renalis
5. Sindrom hiperviskositas
- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia.
AKI Renal/intrinsik
1. Obstruksi renovaskular
 Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli, diseksi aneurisma, vaskulitis),
obstruksi v.renalis (trombosis, kompresi)
2. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
 Glomerulonefritis, vaskulitis
3. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)
 Iskemia (serupa AKI prarenal)
 Toksin
 Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi, pelarut organik, asetaminofen),
endogen (rabdomiolisis, hemolisis, asam urat, oksalat, mieloma)
4. Nefritis interstitial
 Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi (bakteri, viral, jamur), infiltasi
(limfoma, leukemia, sarkoidosis), idiopatik
5. Obstruksi dan deposisi intratubular
 Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat, sulfonamida
6. Rejeksi alograf ginjal

AKI Pascarenal
1. Obstruksi ureter - Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi eksternal
2. Obstruksi leher kandung kemih - Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, keganasan,
darah
3. Obstruksi uretra - Striktur, katup kongenital, fimosis

C. Manifestasi Klinis
Menurut Cleveland Clinic (2019) manifestasi klinis acute kidney injury bisa muncul dalam
hitungan hari atau bahkan jam setelah gangguan pada ginjal terjadi, berikut :
1. Jumlah dan frekuensi urine berkurang
2. Pembengkakan pada tungkai akibat penumpukan cairan
3. Tubuh mudah lelah
4. Sesak nafas
5. Gangguan irama jantung
6. Nyeri atau sensasi tertekan di dada
7. Nafas berbau tidak sedap
8. Muncul ruam atau rasa gatal di kulit
9. Nafsu makan menurun
10. Mual dan muntah
11. Demam
12. Sakit di perut dan punggung
13. Nyeri atau pembengkakakan pada sendi
14. Tremor di tangan
15. Kejang
16. Koma.

D. Komplikasi
Odema paru terjadi karena gagal jantung kongestif. Keadaan ini terjadi akibat ginjal tidak dapat
mensekresi urin, garam dalam jumlah yang cukup. Posisi pasien setengah duduk agar cairan dalam
paru dapat di distribusi ke vaskular sistemik, di pasang oksigen, dan di berikan diuretik kuat
(furosemide injeksi). Aritmia terjadi karena efek dari hiperkalemia yang mempengaruhi kelistrikan
jantung. Gangguan elektrolit (hiperkalemia, hiponatremia dan asidosis). Penurunan kesadaran terjadi
karena perubahan perfusi dan penurunan aliran darah ke otak. Infeksi terjadi karena retensi sisa
metabolisme tubuh dalam peredaran darah (BUN, 20 kreatinin). Anemia, terjadi akibat penurunan
produksi eritropoietin sehingga eritrosit yang dihasilkan juga akan berkurang [ CITATION Nua17 \l
14345 ].
Komplikasi terkait AKI tergantung dari keberatan AKI dan kondisi terkait AKI yang ringan dan
sedang mungkin secara keseluruhan asimtomatik khususnya saat awal. Pada tabel berikut dijelaskan
komplikasi yang sering terjadi dan penangannya untuk AKI.
Tabel .3 Komplikasi dan Penanganan pada AKI
Komplikasi Pengobatan
Kelebihan volume intravaskuler Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<
1L/hari)
Hiponatremia Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari
infuse larutan hipotonik.
Hiperkalemia Batasi asupan diet K (<40 mmol/hari),
hindari diuretic hemat kalium
Asidosis metabolic Natrium bikarbonat (diupayakan
bikarbonat serum > 15 mmol/L, pH >
7,2
Hiperfosfotemia Batasi asupan diet fosfat (<800
mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat,
kalsium karbonat)
Hipokalsemia Kalsium karbonat; kalsium glukonat
( 10-20 ml larutan 10% )
Nutrisi Batasi asupan protein (0,8-1
g/kgBB/hari) jika tidak dalam kondisi
katabolic
Karbohidrat 100 g/hari
Nutrisi enteral atau parenteral, jika
perjalanan klinik lama atau katabolik

E. Patofisiologi
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan yang diatur
oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini
adalah:
 Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
 Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi autoregulasi.
Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi
akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang
selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan
vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan
tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal
akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi
arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1.
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)
- Bladder outlet obstruction (post renal)
- Batu, trombus atau tumor di uretra
Diuraikan sebagai berikut :
1. Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung
dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol
afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium
dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi
kerusakan struktural dari ginjal.

Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal menjadi normal
kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID
terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL
sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi,
hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia
lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan
pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis
intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24
jam setelah ditutupnya arteri renalis.

2. Gagal Ginjal Akut Intra Renal (Interinsik Renal)


Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit parenkim ginjal.
Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal ginjal akut inta renal, yaitu :
1. Pembuluh darah besar ginjal
2. Glomerulus ginjal
3. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
4. Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut disebabkan oleh
keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering
menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada
kelainan vaskuler terjadi:
 Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan sensitifitas
terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi.
 Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular ginjal,
yang mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan
ketersediaan nitric oxide yang berasal dari endotelial NO-sintase.
 Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang
selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin
dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini
akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara
bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan
GFR.
Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis, iskemik dan nefrotoksik
baik endogenous dan eksogenous dengan dasar patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan
perubahan perfusi regional yang dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab lain
yang lebih jarang ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian major dari
kerusakan parenkim renal : glomerulus, tubulointerstitium, dan pembuluh darah.10
Sepsis-associated AKI merupakan penyebab AKI yang penting terutama di Negara
berkembang. Penurunan LFG pada sepsis dapat terjadi pada keadaan tidak terjadi hipotensi,
walaupun kebanyakan kasus sepsis yang berat terjadi kolaps hemodinamik yang memerlukan
vasopressor. Sementara itu, diketahui tubular injury berhubungan secara jelas dengan AKI pada
sepsis dengan manifestasi adanya debris tubular dan cest pada urin.

Efek hemodinamik pada sepsis dapat menurunkan LFG karena terjadi vasodilatasi arterial
yang tergeneralisir akibat peningkatan regulasi sitokin yang memicu sintesis NO pada pembuluh
darah. Jadi terjadi vasodilatasi arteriol eferen yang banyak pada sepsis awal atau vasokontriksi
renal pada sepsis yang berlanjut akibat aktivasi sistem nervus simpatis, sistem renin-angiotensus-
aldosteron, vasopressin dan endothelin. Sepsis bisa memicu kerusakan endothelial yang
menghasilkan thrombosis microvascular, aktivasi reaktif oksigen spesies serta adesi dan migrasi
leukosit yang dapat merusak sel tubular renal.

3. Gagal Ginjal Akut Post Renal


Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post-
renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena
deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi
ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla)
dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih
(batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post- renal terjadi bila
obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter
unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan
peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-
2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh
tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai
menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan
penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24
jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai
terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor - faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis
interstisial ginjal [ CITATION Sin15 \l 14345 ].

F. Penatalaksanaan Medik
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi yang meliputi
hal-hal sebagai berikut dialisis, koreksi hiperkalemi, terapi cairan dan diet rendah protein tinggi
karbohidrat serta koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis. Dialisis dapat dilakukan
untuk mencegah komplikasi Acute Kidney Injury yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan
kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan
luka. Koreksi hiperkalemi ialah peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian enema.
Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran
interstinal[ CITATION Mut17 \l 14345 ].
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Tanda-tanda untuk penyebab AKI, indikasi beratnya gangguan metabolic, perkiraan status volume
(hidrasi).
2. Mikroskopik urin
Petanda inflamasi glomerulus atau tubulus, infeksi saluran kemih atau uropati, Kristal.
3. Pemeriksaan biokima darah
Mengukur pengurangan LFG dan gangguan metabolic yang diakibatkannya.
4. Pemeriksaan biokimia urin
Membedakan gagal ginjal pre-renal dan renal
5. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Menentukan ada tidaknya anemia, leukositosis dan kekurangan trombosit.
6. USG Ginjal
Menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya obstruksi, tekstur parenkim ginjal yang abnormal.
7. CT Scan abdomen
Mengetahui struktur abnormal dari ginjal dan traktus urinarius
8. Pemindaian Radionuklir
Mengetahui perfusi ginjal yang abnormal
9. Pielogram
Evaluasi perbaikan dari obstruksi traktus urinarius
10. Biopsi Ginjal
Menentukan berdasarkan pemeriksaan patologi penyakit ginjal
11. Terapi Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari penyakit dasarnya dan kondisi komorbid
yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi pemberian nutrisi berdasarkan status katabolisme diajukan
oleh Druml pada tahun 2005 dapat dilihat pada table 4, berikut :
Tabel 4. Klasifikasi Kebutuhan Nutrisi Pasien AKI
Variabel Katabolisme
Ringan Sedang Berat
Contoh Toksik karena Pembedahan +/- Sepsis, ARDS,
keadaan klinis Obat Infeksi MODS
Dialisis Jarang Sesuai Sering
Kebutuhan
Rute Oral Enteral +/- Enteral +/-
pemberian Parenteral Parenteral
Nutrisi
Rekomendasi 20-25 25-30 25-30
Energy kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari kkal/kg/BBari
Sumber energi Glukosa 3-5 Glukosa 3-5 Glukosa 3-5
g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Lemak 0,5-1 Lemak 0,8-1,2
g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Kebutuhan 0,6-1 0,8-1,2 1,0-1,5
Protein g/kgBB/hari g/kgBB/hari g/kgBB/hari
Pemberian Makanan Formula enteral Formula enteral
Nutrisi Glukosa 50- Glukosa 50-
70% 70%
Lemak 10-20% Lemak 10-20%
AA 6,5-10 % AA 6,5-10 %
Mikronutrien Mikronutrien

G. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap
yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan
yang terjadi pada tahap ini akan menetukan diagnosis keperawatan [ CITATION Roh16 \l 14345 ].
a) Identitas Pasien
Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, pekerjaan, lama bekerja
b) Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan utama
Klien dengan penyakit acute kidney injury biasanya mengeluhkan gangguan pada eliminasi
urin, lemas, mual dan muntah.
2) Riwayat sekarang
Kaji seberapa lamanya gejala berlangsung
3) Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit pasien dahulu
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji riwayat penyakit keluarga pasien
d) Pola Kesehatan Fungsional
Doenges (2014), mengatakan bahwa pola kesehatan fungsional pada Acute
Kidney Injury ialah sebagai berikut :
1) Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus.
2) Sirkulasi
Tanda : Hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi malignan, eklampsia/hipertensi akibat
kehamilan), disritmia jantung, nadi lemah, hipotomi ortostatik (hypovolemia), distensi vena
jugularis, nadi kuat, oedema jaringan umum (termasuk area periorbital, mata kaki, sacrum),
pucat/kecenderungan perdarahan.
3) Pola Eliminasi
Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan, oliguria
(biasanya 12-21 hari), polyuria (2-6 L/hari).
Gejala : Perubahan pola berkemih biasanya peningkatan frekuensi/polyuria (kegagalan dini),
atau penurunan berkemih/oliguria (fase akhir), dysuria, ragu-ragu, dorongan dan retensi
(inflamasi/obstruksi, infeksi), abdomen kembung, diare atau konstipasi, riwayat BPH
(Benigna Prostat Hiperplasia), batu/kalkuli.
4) Makanan dan Cairan
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembapan, oedema (umum, bagian bawah).
Gejala : Peningkatan berat badan (oedema), penurunan berat badan (dehidrasi), mual,
muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, penggunaan diuretik.
5) Neurosensori
Tanda : Gangguan status mental contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidak
seimbangan elektrolit/asam/basa).
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom “kaki gelisah”.
6) Nyeri dan Kenyamanan
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala.
7) Pernapasan
Tanda : Nafas pendek.
Gejala : Takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan Kussmaul); nafas
ammonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (oedema paru).
8) Keamanan
Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area kulit ekimosis, pruritus, kulit kering.
Gejala : Adanya reaksi transfusi.

e) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien
2) Tanda-tanda Vital
f) Pemeriksaan Sistemik (Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
1) Kepala
2) Mata
3) Hidung
4) Mulut dan Tenggorokan
5) Telinga
6) Leher
7) Payudara
8) Thorax
9) Jantung
10) Abdomen
11) Genetalia
12) Anus
13) Lengan dan Tungkai

2. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
1) Hematologi Lengkap
Pemeriksaan Nilai Normal
Hemoglobin L 12.0-16.0 g/dL
Leukosit 5.00-10.00 x103/𝜇𝐿
Eritrosit L 4.0-5,5 x106/𝜇𝐿
Hematokrit L 40.0-55.0 %
Trombosit H 150-450 /mm3
Indeks Eritrosit
MCV 82.0-96.0 fL
MCH 27.0-31.0 pg
MCHC 32.0-37.0 g/L
Hitung Jenis
Neutrofil 50-70 %
Limfosit 20.0-40.0 %
MXD H 2.0-8.0

2) Kimia Darah
Pemeriksaan Nilai Rujukan
Ureum 10-40 mg/dL
Kreatinin 0,67-150 mg/dL

3. Diagnosa Keperawatan
Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

4. Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Hipervolemia Keseimbangan Cairan Manajemen Hipervolemia
berhubungan dengan Definisi : Ekuilibrium antara Definisi : Mengidentifikasi dan
gangguan mekanisme volume cairan di ruang mengelola kelebihan volume cairan
regulasi intraselluler dan ekstraseluler intraseluler dan ekstraseluler serat
Definisi : Peningkatan tubuh. mencegah terjadinya komplikasi.
volume cairan Setelah dilakukan tindakan Aktivitas :
intravaskuler, intertistial, keperawatan diharapkan: Obsevasi
dan/atau intraseluler. 1. Asupan cairan (2) – (5) 1. Periksa tanda dan gejala
2. Keluaran urin (2) – (5) hipervolemia (kumaul)
Gejala Tanda Mayor : 3. Kelembaban membrane 2. Identifikasi penyebab
Subjektif : - mukosa (2) – (5) 3. Monitor hemodinamik
Objektif : edema perifer 4. Edema (2) – (5) (Tekanan darah, frekuensi
jantung)
Kondisi Klinis terkait : Keseimbangan Asam-Basa 4. Monitor intake dan output
- Penyakit ginjal: gagal Definisi : : Ekuilibrium antara cairan
ginjal akut. ion hidrogen di ruang 5. Monitor tanda hemokonsentrasi
intraseluler dan ekstraseluler Terapeutik
tubuh. 1. Batasi asupan cairan dan garam
Setelah dilakukan tindakan 2. Timbang berat badan setiap hari
keperawatan diharapkan: pada waktu yang sama
1. Frekuensi nafas (2) – Edukasi
(5) 1. Anjurkan melapor jika keluaran
2. Irama nafas (2) – (5) urin ,0,5 mL/kg/jam dalam 6
3. pH (2) – (5) jam
4. Kadar CO2 (2) – (5) 2. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan keluaran
Status Cairan cairan
Definisi : Kondisi volume 3. Ajarkan cara membatasi cairan
cairan intravaskuler,
interstisel, dan/atau Manajemen Asam – Basa Asidosis
intraseluler Metabolik
Setelah dilakukan tindakan Definisi : Mengidentifikasi dan
keperawatan diharapkan: mengelola kondisi darah asam akibat
1. Edema perifer (2) – rendahnya bikarbonat.
(5) Aktivitas :
2. Output urine (2) – Observasi
(5) 1. Identifikasi penyebab terjadinya
3. Intake cairan (2) – asis=dosis metabolik (GGA)
(5) 2. Monitor pola napas (frekuensi
dan kedalaman)
Skala: 3. Monitor dampak sirkulasi
1: menurun pernapasan (kusmaul)
2: cukup menurun 4. Monitor intake-output cairan
3: sedang 5. Monitor hasil analisa gas darah
4: cukup meningkat Terapeutik
5: meningkat 1. Pertahanan kepatenan jalan
napas
1: meningkat 2. Berikan posisi semi fowler
2: cukup meningkat 3. Pertahankan hidrasi
3: sedang 4. Berikan oksigen sesuai indikasi.
4: cukup menurun Edukasi
5: menurun 1. Jelaskan penyebab dan
mekanisme terjadinya asidosis
1: memburuk metabolik
2: cukup memburuk
3: sedang Pemantauan Cairan
4: cukup membaik Definisi : Mengumpulkan dan
5: membaik menganalisis data terkait pengaturan
keseimbangan cairan.
Aktivitas :
Obsevasi
1. Monitor berat badan
2. Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
3. Monitor jumlah, warna dan
berat jenis urin
4. Monitor turgor kulit
5. Monitor hipervolemia (misalnya
: edema perifer, berat badan
menurun dalamwaktu singkat)
Terapeutik
1. Atur interval waktu sesuai
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan.
Pola Napas Tidak Pola Napas Manajemen Jalan Napas
Efektif berhubungan Definisi : Inspirasi dan/atau Definisi : Mengidentifikasi dan
dengan hambatan ekspirasi yang memberikan mengelola kepatenan jalan nafas.
upaya nafas ventilasi adekuat. Aktivitas :
Definisi : Inspirasi Setelah dilakukan asuhan Observasi
dan/atau ekspirasi yang keperawatan di harapkan : 1. Monitor pola nafas
tidak memberikan 1. Frekuensi napas (2) 2. Monitor bunyi nafas
ventilasi adekuat. – (5) 3. Monitor sputum
2. Kedalaman napas (2) Terapeutik
Gejala dan Tanda – (5) 1. Pertahankan kepatenan jalan
Mayor : 3. Tekanan ekspirasi nafas
Subjektif : (2) – (5) 2. Posisikan semi fowler atau
- Dispnea 4. Tekanan inspirasi (2) fowler
Objektif : – (5) 3. Berikan minum hangat
- Pola napas abnormal 5. Pernapasan cuping 4. Berikan oksigen, jika perlu
(kussmaul) hidung (2) – (5) Pemantauan Respirasi
Definisi : Mengumpulkan dan
Kondisi Klinis Tingkat Nyeri menganalisis data untuk memastikan
Terkait : Definisi : Pengalaman sensorik kepatenan jalan napas dan keefektifan
- Asidosis metabolik sensorik atau emosional yang pertukaran gas.
berkaitan dengan kerusakan Aktivitas :
jaringan aktual atau fungsional Observasi
dengan onset mendadak atau 1. Monitor frekuensi, irama dan
lambat dan berintensitas ringan kedalaman nafas
hingga berat dan konstan. 2. Monitor pola nafas
Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor saturasi oksigen
keperawatan diharapkan : 4. Auskultasi bunyi napas
1. Pola napas (2) – (5) Terapeutik
2. Keluhan nyeri (2) – 1. Atur interval pemantauan
(5) respirasi sesuai kondisi pasien
3. Berfokus pada diri 2. Dokumentasikan
sendiri (2) – (5)

Skala:
1: menurun
2: cukup menurun
3: sedang
4: cukup meningkat
5: meningkat

1: meningkat
2: cukup meningkat
3: sedang
4: cukup menurun
5: menurun

1: memburuk
2: cukup memburuk
3: sedang
4: cukup membaik
5: membaik
Resiko Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan Definisi : Definisi : Mengidentifikasi dan
ketidakmampuan Keadekuatan asupan nutrisi mengelola asupan nutrisi yang
mencerna makanan untuk memenuhi kebutuhan seimbang.
Definisi : Berisiko metabolisme. Aktivitas :
mengalami asupan Setelah dilakukan tindakan Observasi
nutrisi tidak cukup untuk keperawatan di harapkan : 1. Identifikasi status nutrisi
memenuhi kebutuhan 1. Porsi makan yang 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
metabolisme. dihabiskan (2) – (5) makanan
2. Nafsu makan (2) – (5) 3. Indentifikasi makanan yang
Kondisi Klinis 3. Berat badan (2) – (5) disukai
Terkait : 4. Diare (2) – (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
1. Acute Kidney 5. IMT (2) – (5) nutrient
Injury Terapeutik
Fungsi Gastrointestinal 1. Lakukan oral hygine, jika perlu
Definisi : Kemampuan 2. Sajikan makanan secara menarik
saluran cerna untuk dan suhu yang sesuai
memasukan dan mencerna 3. Berikan suplemen makanan, jika
makanan serta menyerap perlu
nutrisi dan membuang zat
sisa. Pemantauan Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan Definisi : Mengumpulkan
keperawatan di harapkan : danmenganalisa data yang berkaitan
1. Mual (2) – (5) dengan asupan dan status gizi.
2. Muntah (2) – (5) Aktivitas :
3. Nafsu Makan (2) – (5) Observasi
4. Toleransi terhadap 1. Identifikasi faktor yang
makanan (2) – (5) mempengaruhi asupan gizi
2. Identifikasi perubahan berat badan
Skala: 3. Identifikasi kelainan pada kulit
1: menurun 4. Identifikasi pola makan
2: cukup menurun Terapeutik
3: sedang 1. Timbang berat badan
4: cukup meningkat 2. Hitung perubahan berat badan
5: meningkat

1: meningkat
2: cukup meningkat
3: sedang
4: cukup menurun
5: menurun

1: memburuk
2: cukup memburuk
3: sedang
4: cukup membaik
5: membaik

BAB III
ANALISA KASUS

Tn. KM (25 tahun) alamat jalan Sidodadi masuk ke IGD RS Karyadi dengan keluhan badan lemas, tidak ada
kencing dan dirumah diare sudah 2 hari, makan minum sedikit disertai mual muntah, saat diukur tekanan
darah 100/60 MmHg, Suhu tubuh 37,8 C, RR 22 x/mnt, nadi 102x/mnt, SPO2 95% tanpa oksigen bantuan,
kesadaran GCS E4 V5 M5 dan pasien compos mentis . Hasil pemeriksaan darah lengkap HB: 12,1 g/dL,
Hematokrit 42 %, lekosit 6.200 10³/µL, LED 10 mm/jam,, ureum 200 mg/dL, creatinin : 3 mg/dL. Hasil
elektrolit Natrium : 110 mmol/L, kalium : 5,4 100 mmol/L, Chloride : 105 100 mmol/L. Dokter IGD
mendiagnosa Tn. KM dengan Acute Kidney Injury dan memberi terapi pasang infus Nacl 20 tetes/ menit,
Injeksi ranitidin 2x50 mg (IV), Injeksi metclopermide 3x10 mg (IV) serta segera menjalani hemodialisa juga
pasang kateter. Saat dipasang kateter oleh petugas IGD urine keluar sekitar 150 cc berwarna kuning pekat.

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PSIK STIKES


WIYATA HUSADA SAMARINDA

Nama mahasiswa : Cindy Silvia Maya


Tempat praktek : Daring
Tanggal : 14 Januari 2021

I. Identitas diri klien


Nama : Tn. KM Suku : Jawa
Umur : 25 tahun Pendidikan : SMA
Jemis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Sidodadi Lama bekerja : 3 tahun
Tanggal masuk RS : 14 Januari 2021
Status perkawinan : Belum kawin Tanggal Pengkajian : 14 Januari 2021
Agama : Islam Sumber Informasi : Pasien

II. Riwayat penyakit


1. Keluhan utama saat masuk RS:
Badan lemas, tidak ada kencing dan dirumah diare sudah 2 hari, makan minum sedikit disertai mual muntah
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang pada 14 januari 2021 pukul 08.30 di lakukan pengkajian pada tanggal 14 januari 2021 pukul
11.20. Pasien masuk ke IGD RS Karyadi dengan keluhan badan lemas, tidak ada kencing dan
dirumah diare sudah 2 hari, makan minum sedikit disertai mual muntah, saat diukur tekanan darah
100/60 MmHg, Suhu tubuh 37,8 C, RR 22 x/mnt, nadi 102x/mnt, SPO2 95% tanpa oksigen bantuan,
kesadaran GCS E4 V5 M5 dan pasien compos mentis. Hasil pemeriksaan darah lengkap HB: 12,1 g/dL,
Hematokrit 42 %, lekosit 6.200 10³/µL, LED 10 mm/jam,, ureum 200 mg/dL, creatinin : 3 mg/dL. Hasil
elektrolit Natrium : 110 mmol/L, kalium : 5,4 100 mmol/L, Chloride : 105 100 mmol/L. Dokter IGD
mendiagnosa Tn. KM dengan Acute Kidney Injury dan memberi terapi pasang infus Nacl 20 tetes/ menit,
Injeksi ranitidin 2x50 mg (IV), Injeksi metclopermide 3x 10 mg (IV) serta segera menjalani hemodialisa juga
pasang kateter. Saat dipasang kateter oleh petugas IGD urine keluar sekitar 150 cc berwarna kuning pekat.
3. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat penyakit dahulu

4. Genogram
Keterangan :

: Perempuan

: Laki-laki
: Serumah
: Pasien

: Meninggal

5. Diagnosa medik pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yang telah dilakukan
Diagnosa medik Tn. KM Acute Kidney Injury dan
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan darah lengkap HB: 12,1 g/dL, Hematokrit 42 %, lekosit 6.200 10³/µL, LED 10 mm/jam,, ureum
200 mg/dL, creatinin : 3 mg/dL.
Pemeriksaan elektrolit Natrium : 110 mmol/L, kalium : 5,4 100 mmol/L, Chloride : 105 100 mmol/L.
Tindakan terapi pasang infus Nacl 20 tetes/ menit, Injeksi ranitidin 2x 50 mg (IV), Injeksi metclopermide
3x10 mg (IV) serta segera menjalani hemodialisa juga pasang kateter urine keluar sekitar 150 cc berwarna
kuning pekat.

III. Pengkajian saat ini (mulai hari pertama saudara merawat klien)

1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Pengetahuan pasien tentang penyakit belum terlalu memahami, pasien mengatakan tidak memahami penyakit
yang dialaminya serta ingin mengetahui perawatan yang akan di berikan.

2. Pola Nutrisi/metabolic

Program Diit RS : Mendapatkan diet bubur dan telur rebus.

Intake makanan :
Sebelum sakit frekuensi makan 3x sehari dengan selera makan baik. Menghabiskan porsi makan.

Setelah sakit frekuensi makan 3x sehari dengan selera makan kurang. Jenis makan bubur putih, dan telur
rebus dengan 1 porsi makan penuh. Namun pasien hanya mampu menghabiskan 4 sendok saja. Makanan
yang disukai ialah pisang. Makanan pantangan yakni makanan pedas, tinggi gula, tinggi garam dan bersantan.
Pembatasan pola makan dengan makanan yang lunak dan tidak memiliki rasa. Cara makan dengan sendok.
Keluhan hanya tidak selera makan karena makanan yang masuk ke mulut diarasa pahit oleh klien.

Intake cairan : Frekuensi minum dalam sehari 2 gelas ukuran ± 300 ml yakni air putih

hangat. Cairan infus Nacl 20 tetes/ menit.

3. Pola Eliminasi

Eliminasi urin :

Sebelum sakit BAK 7-10 kali/hari.

Setelah sakit tidak ada BAK, terpasang kateter urine keluar sekitar 150 cc berwarna kuning pekat.

Eliminasi fekal :

Sebelum sakit BAB 1-2 kali/hari pagi dan malam hari.

Setelah sakit BAB >7 x/hari pasien mengalami diare sudah 2 hari.

4. Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Mobilitas di tempat tidur 

Berpindah 

Ambulasi/ROM 

0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung Total : 8
Oksigenasi: Saturasi Oksigen 95%, tanpa oksigen bantuan
5. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit pola istiraht pasien teratur. Jam tidur siang pukul 14.00 – 16.00, kualitas tidur
nyenyak. Jam tidur malam 24.00 – 05.00 kualitas tidur nyenyak.
Setelah sakit pola istirahat pasien teratur. Jam tidur siang pukul 14.00 sampai 16.00 dengan waktu
tidur 2 jam dengan kualitas tidur nyenyak tanpa terbangun.
Tidur malam pukul 23.00 sampai 05.00 dengan waktu tidur 6 jam dengan
kualitas nyenyak tanpa terbangun.
6. Pola persepsual
Pengelihatan kabur
Pendengaran tidak ada gangguan
Pengecap : lidah terasa pahit tidak ada nafsu makan
7. Pola persepsi diri
Pasien mengatakan cemas dengan penyakit yang dialaminya, dan merasa tidak berdaya.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien berjenis kelamin laki-laki, belum menikah, sudah sirkumsisi
9. Pola peran hubungan
Hubungan pasien dan keluarga terjalin baik, pasien mendapatkan dukungan keluarga.
10. Pola managemen koping dan stress
Pasien mengatakan stress dengan penyakit yang dialami nya, namun merasa lebih kuat dengan dukukungan
dari keluarga.
11. Nilai dan Keyakinan
Klien percaya dengan berdoa akan lebih kuat dalam menghadapi penyakitnya.

IV. Pemeriksaan Fisik


TD : 100/60 mmHg Suhu tubuh 37,8 C RR 22 x/mnt Nadi 102x/mnt, SPO2 : 95%
BB : 50 kg, TB : 165 cm, IMT : 18,1 (<18,5-24,9)
Sebelum sakit BB : 59 kg, TB : 165 cm, IMT : 21,7 (normal)
Keluhan saat ini : badan lemas, tidak ada kencing dan dirumah diare sudah 2 hari, makan minum sedikit
disertai mual muntah.

Kepala:
Inspeksi : Bentuk mesochepal, simetris bagian kiri dan kanan tidak ditemukan adanya benjolan. Tidak ditemukan
adanya lesi.
Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata, tidak ditemukan adanya ketombe.
Palpasi : Deformitas tidak teraba di kepala klien, tidak teraba adanya benjolan. Tidak ditemukan adanya nodul.
Hidrasi kulit cepat dan lembab.
Keluhan : Tidak ditemukan pada pasien.

Mata dan Telinga (Penglihatan dan pendengaran)


a. Penglihatan
 Berkurang  Ganda  Kabur  Buta/ gelap
......  Sklera ikterik : ya
......
 Konjungtiva : anemis
 Nyeri : tidak
 Kornea : jernih
 Alat bantu : tidak ada

b. Pendengaran
 Normal  Berdengung  Berkurang  Alat bantu  Tuli
Keluhan lain:
Tidak ada keluhan
Hidung:
Inspeksi : Nervus I : Reaksi alergi tidak ditemukan adanya pada klien. Tidak ditemukan adanya sekret saat
pengkajian, terlihat silia lebat. Tidak ada ditemukan pendarahan, maupun polip. Fungsi penciuman mampu
membedakan aroma kopi, teh dan minyak kayu putih. Tidak ada trauma maupun epitaksis pada pasien.
Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan
Mulut/Gigi/Lidah:
Inspeksi : Warna mukosa bibir merah muda. gigi tampak kotor, bibir kering, lidah tampak kotor, tidak ada
stomatis, maupun sariawan saat mengkaji di daerah mulut klien. Ukuran tonsil T1 dengan tidak pembesaran tonsil.
Mampu berbicara secara jelas dan tepat tanpa adanya gangguan saat berbicara. Klien mengatakan tidak pernah
melakukan pemeriksaan gigi.
Palpasi : Bibir kering
Leher :
Inspeksi : Tidak ada pembengkakan, vena jugularis tidak mengalami pembesaran, tidak ditemukan lesi.
Palpasi : Posisi trakea tepat berada di tengah, distensi vena jugularis, tidak teraba pembesaran kelenjar getah
bening.
Respiratori
a. Dada :
Inspeksi : Tidak ada pembengkakan, tidak terlihat pergerakan otot bantu napas
Palpasi : tidak ada benjolan abnormal
Perkusi : suara sonor pada paru
Auskultasi : bunyi napas normal, bunyi jantung irama teratur
b. Batuk : tidak
c. Bunyi napas : vesikuler
Tipe pernapasan : dada
Frekuensi napas : 22 x/menit
Penggunaan otot napas : tidak
Cuping hidung : tidak
Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis di ICS 3 dan 4.
Palpasi : Nadi 102x/menit, ictus cordis di ICS 3 dan 4.
Perkusi : Posisi jantung di ICS 3 dan 4, terdengar redup.
Auskultasi : Terdengar S1 lup dan S2 dup, regular.
a. Riwayat Hipertensi : tidak ada riwayat hipertensi
b. Masalah jantung : tidak ada
c. Demam Rematik: tidak ada
d. Bunyi Jantung: Bunyi jantung pertema (lup) suara lebih rendah, bunyi jantung kedua (dup) suara lebih tinggi.
e. Irama : reguler
f. Murmur: tidak ada
 Nyeri dada: klien mengatakan tidak merasakan nyeri pada dada
 Pusing: klien mengatakan merasa pusing
 Sianosis: klien tidak mengalami sianosis
 Capillary refill: 2 detik
 Edema, lokasi: tidak ada edema
 Hematoma, lokasi: tidak ada hematoma

Neurologis
a. Rasa ingin pingsan/ pusing : pasien mengatakan merasa pusing
b. Sakit Kepla : sakit kepala bagian atas
Lokasi nyeri : bagian atas

 GCS : Eye = 4 Verbal = 5 Motorik = 5


 Pupil : isokor
 Reflek cahaya : ya
 Sinistra :+ cepat
 Dextra :+ cepat
 Bicara :
 Komunikatif  Aphasia  Pelo
 Keluhan lain :
 Gelisah  Bingung  Tremor  Kesemutan
 Kejang
 Koordinasi ekastemitas
 Normal  Paralisis, Lokasi :  Plegia, Lokasi :
Keluhan lain :
Pasien mengatakan badan terasa lemas sehingga tidak mampu melakukan aktivitas dengan baik.
Integumen
a. Warna kulit
 Kemerahan  Pucat  Sianosis  Jaundice  Normal
b. Kelembaban : Kering
Turgor : elastis 2 detik
c. Keluhan lain : Pasien mengatakan kulit terasa kering, teraba hangat, belum mandi dan terasa tidak
nyaman.
Abdomen
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak pembesaran pada perut
Auskultasi : Bising usus 40 x/menit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. Turgor kulit elastis dan lembab. Teraba keras.
Perkusi : Terdengar pekak.
Keluhan lain: tidak ada keluhan lain
Muskuloskeletal
a. Nyeri otot/tulang, lokasi : tidak ada nyeri intensitas : -
b. Kaku sendi, lokasi : tidak ada kaku sendi
c. Bengkak sendi, lokasi : tidak ada bengkak
d. Fraktur (terbuka/tertutup), lokasi : tidak ada fraktur
e. Alat bantu, jelaskan : tidak menggunakan alat bantu
f. Pergerakan terbatas, jelaskan : pergerakan terbatas, pasien lemas
g. Keluhan lain, jelaskan : pasien lemas, tidak dapat beraktivitas secara normal
Seksualitas
a. Aktif melakukan hubungan seksual: tidak (pasien belum menikah)
b. Penggunaan alat kontrasepsi: tidak (pasien belum menikah)
c. Masalah/kesulitan seksual: tidak (pasien belum menikah)
d. Perubahan terakhir dalam frkuensi : tidak (pasien belum menikah)

V. Program Terapi ( Tanggal, 14 Januari 2021)


Terapi pasang infus Nacl 20 tetes/ menit, Injeksi ranitidin 2 x 50 mg (IV), Injeksi metclopermide 3 x 10 mg (IV),
Terpasang kateter, urine keluar sekitar 150 cc berwarna kuning pekat. serta segera menjalani hemodialisa.

Hasil pemeriksaan darah lengkap


HB: 12,1 g/dL (Hb normal 14-18 g/dL)
Hematokrit 42 % (Hematokrit normal 40-54 %)
Lekosit 6.200 x10³/µL (Leukosit normal 5.000-10.000 103/ µL)
LED 10 mm/jam (laju endap darah normal 0-15 mm/jam)
ureum 200 mg/dL ( ureum tinggi, normal nya 8-24 mg/dL)
creatinin : 3 mg/dL (kreatinin tinggi, normalnya 0,5 – 1,2 mg/dL)
albumin : 3.0 mg/dL(albumin rendah, normalnya 3,5-5,9 g/dL)
Hasil elektrolit
Natrium : 110 mmol/L ( rendah, normalnya 135 – 145 mmol/L)
Kalium : 5,4 mmol/L (tinggi, normalnya 3,7 – 5,2 mmol/L)
Klorida : 105 mmol/L (klorida normal, 98 – 108 mmol/L)

Samarinda, 14 Januari 2021


Perawat

(Cindy Silvia Maya)


VI. Analisa Data
No. Data Penunjang Etiologi Masalah
1. DS : Mual & muntah Resiko Defisit Nutrisi
- Pasien mengatakan badan
lemas Tubuh kehilangan natrium
- Pasien mengatakan makan
minum sedikit 4 sendok saja Timbul gejala lemas
disertai mual muntah
DO : Tidak nafsu makan
- Pasien lemas
- Makanan tidak dihabiskan Resiko Defisit Nutrisi
- Pasien mual & muntah
- Natrium : 110 mmol/L
( rendah, normalnya 135 – 145
mmol/L)
- Pasien kurus
- Mata pasien terlihat cekung
- Berat badan berkurang >10%
dari sebelum sakit
2. DS : Penurunan perfusi ginjal Hipovolemia
- Pasien mengatakan tidak ada
kencing Kehilangan cairan karena
- Intake cairan minum dalam muntah & diare
sehari 2 gelas ukuran ± 300 ml
DO : Pasien dehidrasi
- Terpasang kateter urin keluar
sekitar 150 cc(<900-2100 cc) Defisit volume cairan
berwarna kuning pekat.
- Membran mukosa kering Hipovolemia
- TD : 100/60 mmHg
- Terpasang infus 20 tpm

3. DS : Bakteri E.Coli Diare


- Pasien mengatakan pusing
- Pasien mengatakan dirumah Suhu tubuh naik > 36,1 -
diare sudah 2 hari BAB > 37,2
7x/hari
Diare
DO :
Suhu : 37,8 C
Kulit teraba hangat
BAB > 7x/hari
Bising usus 40 x/menit (N : 5-34
x/m)

VII. Diagnosa Keperawatan


1. Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
2. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan dan kehilangan cairan aktif
3. Diare berhubungan dengan proses infeksi bakteri e.coli diare

VIII. Rencana Keperawatan


SDKI SLKI SIKI
1. Resiko Defisit Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Nutrisi
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Aktivitas :
dengan keperawatan di harapkan : 1.1 Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan 1. Porsi makan yang 1.2 Identifikasi alergi dan
mencerna makanan dihabiskan (2) – (5) intoleransi makanan
2. Nafsu makan (2) – (5) 1.3 Indentifikasi makanan
yang disukai
1.4 Lakukan oral hygine, jika
perlu
1.5 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai.
1.6 Anjurkan pasien posisi
duduk
1.7 Ajarkan diet yang
diprogramkan
2. Hipovolemia Status Cairan Manajemen Hipovolemia
berhubungan dengan
kekurangan intake Setelah dilakukan tindakan Aktivitas :
cairan dan keperawatan diharapkan: 2.1 Identifikasi tanda dan
kehilangan cairan 1. Intake cairan (2) – (5) gejala hypovolemia
aktif 2. Membrane mukosa (2) (membrane mukosa
– (5) kering, lemah)
2.2 Monitor intake dan
output cairan
2.3 Hitung kebutuhan cairan
2.4 Berikan asupan cairan
oral
3. Diare berhubungan Eliminasi Fekal Manajemen Diare
dengan proses infeksi
bakteri e.coli diare Setelah dilakukan asuhan Tindakan :
keperawatan diharapkan 3.1 Monitor jumlah dan
kriteria hasil : pengeluaran diare
3.1 Konsistensi feses (2) – 3.2 Monitor keamanan
(5) penyiapan makanan
3.2 Frekuensi defekasi (2) – 3.3 Anjurkan makan porsi
(5) kecil dan sering
3.3 Bising usus (2) – (5) 3.1 Anjurkan menghindari
makanan berbentuk gas,
pedas dan mengandung
laktosa.
Catatan Perkembangan

Nama klien : Tn, KM Umur : 25 tahun


No. RM : 01-01 Ruang : IGD

Hari/tgl No.Dx Implementasi Evaluasi Paraf


Kamis, 1. 1.1 Mengidentifikasi status nutrisi S : Pasien mengatakan nafsu TTD
14/01/2 1.2 Mengidentifikasi alergi dan makan mulai membaik Perawat
1 intoleransi makanan O: Cindy
09.00 – 1.3 Mengindentifikasi makanan yang - Pasien menghabiskan
10.00 disukai makanan
1.4 Melakukan oral hygine - Pasien lebih berenergi
A:
- Porsi makan yang
dihabiskan (2) – (5)
- Nafsu makan (2) – (5)
P:
- Intervensi dihentikan
Kamis, 2. 2.1 Mengidentifikasi tanda dan gejala S : Pasien mengatakan masih
14/01/2 hypovolemia membrane mukosa merasa lemas
1 kering & lemas O:
11.00 – 2.2 Memonitor intake dan output cairan - Pasien lemas
12.00 2.3 Memberikan asupan cairan oral - Membran mukosa kering
A:
- Intake cairan (2) – (3)
- Membrane mukosa (2) – (2)
P:
Intervensi di lanjutkan
2.2 Memonitor intake dan output
cairan
Kamis, 3. 3.1 Memonitor jumlah dan S :
14/01/2 pengeluaran diare - Pasien mengatakan masih
1 3.2 Memonitor keamanan penyiapan BAB sering > 7x sehari
12.30 – makanan - Pasien mengatakan BAB
13.00 3.3 Menganjurkan makan porsi kecil encer
dan sering O:
3.4 Menganjurkan menghindari - Pasien terlihat bolak balik ke
makanan berbentuk gas, pedas toilet
dan mengandung laktosa. - Pasien mulas
A:
- Konsistensi feses (2) – (2)
- Frekuensi defekasi (2) – (2)
- Bising usus (2) – (3)
P:
- Intervensi dilanjutkan
3.2 Memonitor jumlah dan
pengeluaran diare
3.3 Memonitor keamanan
penyiapan makanan
FORMAT ANALISA KETERAMPILAN

PSIK STIKES WHS

ANALISIS KETERAMPILAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
CINDY SILVIA MAYA
P2002010
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
ITKES WHS
DI RSU Dr. Abdul Wahad Sjahranie Samarinda

Laporan Analisis Tindakan Keperawatan


(Keperawatan Medikal Bedah)

Nama : Cindy Silvia Maya Tanggal : 14 Januari 2021


NIM : P2002010 Tempat : Daring
1. Tindakan keperawatan yang
dilakukan Tn. KM
Nama Pasien :
Acute Kidney Injury
Diagnosa Medis :
14 jan 2021
Tanggal Tindakan :
2. Diagnosa Keperawatan Resiko Defisit Nutrisi (Manajemen Nutrisi)
3. Tujuan tindakan Memberikan makanan yang tepat kepada pasien
sesuai dengan penyakit dan kondisi umum
maupun kondisi saluran cerna pasien
4. Prinsip tindakan dan rasional Prinsip bersih
Pemberian makan secara oral untuk pemenuhan
intake makanan dan nutrisi pasien
5. Bahaya-bahaya yang mungkin terjadi Aspirasi (tersedak)
akibat tindakan tersebut dan cara Pencegahan :
Pemberian makan tidak lebih dari 45 menit - 1
pencegahan
jam untuk mempertahankan posisi duduk atau
kepala agak naik
Menganjurkan pasien untuk makan secara
perlahan dan mengunyah makanan dengan benar.
6. Hasil yang didapat dan makna Pasien menghabiskan makanan yang disediakan
7. Identifikasi tindakan keperawatan a. Lakukan observasi selama dan setelah
lainnya yang dapat dilakukan pemberian makanan
untuk mengatasi masalah/diagnosa b. Hentikan pemberian makanan dan
tersebut.
minuman jika pasien batuk-batuk,
tersedak atau sesak
c. Manuver Hemlich
d. Manajemen saluran nafas
8. Referensi Poltekes Kemenkes Malang, No. Dokumen
SOP.KDM026. Pemberian Nutrisi Melalui Oral
Tahun 2017.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Acute kidney injury merupakan kelainan yang kompleks dimana saat ini mengalami kesulitan
dalam menyeragamkan definisi dalam mendiagnosa dan mengklasifikasi AKI. Namun, dengan
adanya pembentukan kelompok multidisiplin yang fokus dalam penanganan AKI telah
menyeragamkan definisi untuk mempermudah diagnosis dan klasifikasi. Namun, penelitian tentang
penanganan acute kidney injury masih akan diteliti. Pada acute kidney injury, angka kematian
tergantung kepada penyebabnya, usia penderita dan luas kerusakan ginjal yang terjadi.
Kebutuhan nutrisi berkaitan erat dengan aspek-aspek yang lain dan dapat dicapai jika terjadi
keseimbangan dengan aspek-aspek yang lainnya. Nutrisi berpengaruh juga dalam fungsi-fungsi organ
tubuh, pergerakan tubuh, mempertahankan suhu, fungsi enzim bagi tubuh manusia, maka akan
terhindar dari ancaman-ancaman penyakit. Pada pasien acute kidney injury pemenuhan nutrisi dapat
di penuhi dengan memberikan asuhan keperawatan manajemen nutrisi pada pasien. Pemenuhan
nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan pasien, nutrisi terpenuhi metabolisme sel menjadi
lebih baik sehingga proses penyembuhan terjadi.

B. Saran
Saran bagi perawat adalah dengan memperhatikan status hemodinamik seorang pasien,
mempertahankan keseimbangan cairan mencegah penggunaan zat nefrotoksik maupun obat yang
dapat mengganggu kompensasi ginjal pada seseorang dengan gangguan fungsi ginjal acute kidney
injury. Selain itu nutrisi juga harus terpenuhi dalam proses perawatan acute kidney injury, kebutuhan
nutrisi setiap individu berbeda-beda maka dari itu peran perawat sangat penting dalam rangka
pemenuhan nutrisi untuk pasien, dan dianjurkan perawat memberikan asuhan keperawatan yang baik
dan membantu pasien dalam pemenuhan nutrisinya.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani. (2016). Stop Gagal Ginjal dan Gangguan Ginjal Lainnya. Yogyakarta : Istana Media.

Infodatin. (2017). Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Wang. (2016). Acute Kidney Injury Epidemiology: From Recognition to Intervention. Acute Kidney
Injury-From Diagnosis to Care. 2016. 187:1-8 : 1-7.

Verdiansah. Pemeriksaan Fungsi.Ginjal. Rumah Sakit Hasan Sadikin : Bandung, Indonesia. CDK-237/
vol. 43 no. 2. 2016

M. Wilson Lorraine, Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. 6 th edition. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012.p867-889.

Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical Practice Guideline for Acute
Kidney Injury. Kidney International Supplements 2012. Vol.2. 19-36.

United State Renal Data System.USRDS Annual Data Report Chapter 5 : Acute Kidney Injury. 2015.
Vol. 1. 57-66.

Markum, H. M. S. Gangguan Ginjal Akut. In : Sudoyo AW et al (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
5th edition. Jakarta: InternaPublishing; 2011.p1041.

Sinto, R. dan Nainngolan, G. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan Tata Laksana. 2010. Maj
Kedokt Indon. Vol 60 (2).

Cleveland Clinic (2019). Health Essentials. 5 Kidney Failure Symptoms to See Your Doctor About.

Nuari & Widayati. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta : Deepublish.

Diyono & Mulyanti. 2019. Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Urologi. Yogyakarta : Andi.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1 Cetakan
2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatab Edisi 1
Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai