Anda di halaman 1dari 13

NAMA: YULIANA INDAH

LAPORAN PENDAHULUAN HEMIPARASE

A. LATAR BELAKANG
Paresis (kelemahan) adalah hilangnya tenaga otot sehingga gerak
voluntar sukar tapi masih bisa dilakukan walaupun dengan gerakan yang
terbatas. Paresis disebabkan oleh kerusakan yang menyeluruh, tetapi
belum menruntuhkan semua neuron korteks piramidalis sesisi,
menimbulkan kelumpuhan pada belahan tubuh kontralateral yang ringan
sampai berat (Harsono, 2011). Hemiparase merupakan kelemahan separuh
badan yang disebabkan oleh stroke ischemic yang menimbulkan deficit
neurologis mendadak pada otak, karena adanya kerusakan pada sistem
saraf pusat yang menyebabkan gangguan motorik pada anggota bagian
bawah (Batticaca, 2008).
Hemiparase yang terjadi memberikan gambaran bahwa adanya
kelainan  atau lesi sepanjang traktus piramidalis. Lesi ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya suplai darah, kerusakan jaringan oleh trauma atau
infeksi, ataupun penekanan  langsung dan tidak langsung oleh massa
hematoma, abses, dan tumor. Hal tersebut selanjutnya akan mengakibatkan
adanya gangguan pada tractus kortikospinalis yang bertanggung jawab
pada otot-otot anggota gerak atas dan bawah (Swart, 2002).

B. PENGERTIAN HEMIPARASE
Paresis atau kelemahan adalah hilangnya tenaga otot sehingga
gerak voluntar suar tapi masih bisa dilakukan walapun dengan gerakan
terbatas. Salah satu jenis paresis yaitu hemiparase (Harsono, 2011).
Hemiparase berasal dari kata (hemiparesis: hemi+paresis) yang artinya
Kelemahan otot atau paralisis parsial mengenai satu sisi tubuh. Seseorang
mengalami penyakit ini disebut ‘hemiparetic’ (W.A Newman, 2002).

1
Hemiparase merupakan kelemahan separuh badan yang disebabkan
oleh stroke ischemic yang menimbulkan deficit neurologis mendadak pada
otak, karena adanya kerusakan pada sistem saraf pusat yang menyebabkan
gangguan motorik pada anggota bagian bawah (Batticaca, 2008).
Hemiparase yang terjadi memberikan gambaran bahwa adanya
kelainan  atau lesi sepanjang traktus piramidalis. Lesi ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya suplai darah, kerusakan jaringan oleh trauma atau
infeksi, ataupun penekanan  langsung dan tidak langsung oleh massa
hematoma, abses, dan tumor. Hal tersebut selanjutnya akan mengakibatkan
adanya gangguan pada tractus kortikospinalis yang bertanggung jawab
pada otot-otot anggota gerak atas dan bawah (Swart, 2002).

C. KLASIFIKASI HEMIPARASE
1. Kanan (dextra)
Terjadi akibat kerusakan otak sisi kiri yaitu bagian yang mengontrol
perihal berbicara dan bahasa.
2. Kiri (sinistra)
Terjadi akibat kerusakan otak sisi kanan yaitu bagian yang mengontrol
proses belajar, beberapa jenis perilaku juga komunikasi non verbal.
3. Ataxia
Hemiparesis yang disebabkan oleh cidera otak belakang. Cedera ini
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengkoordinir
gerakan, hal ini dapat menyebabkan kesulitan berjalan dan mengalami
gangguan keseimbangan tubuh.
4. Hemiparesis murni
Orang yang mengalami hemiparesis ini akan mengalami kelemahan
pada kaki, lengan juga otot wajah
5. Hemiparesis bersifat menetap
Artinya tidak bisa disembuhkan secara total. Adapun upaya-upaya
untuk membantu si penderita adalah dengan cara fisioterapi. Dengan
demikian si penderita dapat dilatih untuk memaksimalkan kemampuan
otot anggota geraknya yang terkena hemiparesis (Harsono, 2011).

2
D. ETIOLOGI
Hemiparase disebabkan oleh cerebral palsy atau kerusakan otak.
Cerebral Palsy disebabkan oleh:
1. Stroke non hemoragik
2. Infark otak
3. Pendarahan Intraserebral
4. Pendarahan Subaraknoid
5. Kecelakaan
6. Kelahiran bayi prematur (Swart, 2002)

E. MANIFESTASI KLINIS
Pada hemiparesis, gejala utamanya adalah timbulnya defisit
neurologis secara mendadak/subakut, di dahului gejala prodromal,
terjadinya pada waktu istirahat/bangun pagi dan biasanya kesadaran tidak
menurun, kecuali bila embolus cukup besar, biasanya terjadi pada usia >50
tahun. Menurut WHO dalam international Statistical Dessification Of
Disease And Related Health Problem 10th revitoan, stroke hemoragik di
bagi atas:
1. Pendarahan Intraserebral (PIS)
2. Pendarahan Subaraknoid (PSA)
Hemiparesis akibat PIS mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali
nyeri kepala karena hipertensi, serangan sering kali siang hari, saat
aktivitas atau emosi/ marah, sifat nyeri kepalanya hebat sekali, mual dan
muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis biasa
terjadi pada permulaan serangan, kesadaran biasanya menurun dan cepat
masuk koma (60% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara setengah
jam sampai 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari).

Pada pasien PSA gejala prodomal berupa nyeri kepala hebat dari
akut, kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi, ada gejala/tanda
rangsangan maningeal, oedema pupil dapat terjadi bila ada subhialoid

3
karena pecahnya aneurisma pada arteri komuinikans anterior atau arteri
karotis interna. Gejala neurologis tergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya (Swart, 2002).

F. PATOFISIOLOGI
Paresis (kelemahan otot pada lengan dan tungkai) adalah kerusakan
yang menyeluruh, tetapi belum meruntuhkan semua neuron korteks
piramidalis. Hemiparase yang terjadi memberikan gambaran bahwa
adanya kelainan  atau lesi sepanjang traktus piramidalis. Lesi ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya suplai darah, kerusakan jaringan oleh
trauma atau infeksi, ataupun penekanan  langsung dan tidak langsung oleh
massa hematoma, abses, dan tumor. Hal tersebut selanjutnya akan
mengakibatkan adanya gangguan pada tractus kortikospinalis yang
bertanggung jawab pada otot-otot anggota gerak atas dan bawah (Swart,
2002)
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau makin cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Apabila otak
mengalami iskemik atau terjadi perdarahan dan terjadi peningkatan TIK,
maka fungsi otak akan terganggu dan salah satunya adalah hemiparese
(W.A Newman, 2002).

G. PATHWAYS
Strees

4
Adrenalin meningkat

Takikardi

Curah jantung naik Hipertensi

Suplay O2 ke otak naik

Stroke iskemik

Hemiparese

Kelemahan tendon vasodilatasi pembuluh mual , muntah

perifer anoreksia
Gangguan
immobilitas fisik

kerusakan jaringan penurunan berat


parifer badan

nekrosis
Nutrisi < kebutuhan

Gangguan citra tubuh


H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi sistem saraf
a. Miografi

5
b. CT scan
c. Angiografi
d. MRT
e. EEG
f. EMG
2. Laboratorium
a. Darah
b. Urine
c. Cairan serebrospinal

I. PENATALAKSANAAN
1. Demam
Dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus diobati secara
agresif dengan antipiretik (asetaminofen) atau kompres dingin, jika
diperlukan. Penyebab demam sering adalah pneumonia aspirasi,
lakukan kultur darah dan urine kemudian berikan antibiotik intravena
secara empiris (sulbenisilin, sepalosporin) dan terapi akhir sesuai hasil
kultur.
2. Nutrisi
Bila pasien sadar penuh tes kemampuan menelan dapat dilakukan
dengan memberikan satu sendok air putih kepada pasien dengan posisi
setengah dudukdan kepala fleksi ke depan sampai dagu menyentuh
dada, perhatikan pasien tersedak atau batuk dan apakah suaranya
berubah. Bila tes menelan negative dan pasien dengan kesadaran
menurun, berikan makanan enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran
kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.

3. Hidrasi intravena

6
Hipovolemik sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan kristaloid
isotonik. Cairan hipotonis (misalnya dektrosa 5% dalam air, larutan
NaCl 0,45%) dapat memperhebat edema serebri dan harus dihindari.
4. Glukosa
Hiperglikemia dan hipoglikemia dapat menimbulkan eksaserbasi
iskemia. Walaupun relevansi klinis dari efek ini pada manusia belum
jelas, tetapi para ahli sepakat bahwa hiperglikemia (kadar glukosa
darah sewaktu >200 mg/dl) harus dicegah. Skala luncur (Sliding scale)
setiap 5 jam selama 3-5 hari sejak onset stroke.
5. Perawatan paru
Fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah
atelaksis paru pada pasien yang tidak bergerak.
6. Aktivitas
Pasien harus dimobilisasi dan harus dilakukan fisioterapi sedini
mungkin bial kondisi klinis neurlogis dan hemodinamik stabil. Untuk
fisoterapi pasif pada pasien yang belum bergerak, perubahan posisi
badan dan ekstremitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus, latihan
gerak sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah
kontraktur. Splin tumit untuk mempertahankan kaki dalam posisi
dorsofleksi dan dapat juga mencegah pemendekan tendon achilles.
Posisi kepala 300 dari bidang horisontal untuk menjamin aliran darah
yang dekuat ke otak dan aliran balik vena ke jantung, kecuali pada
pasien hipotensi, pasien dengan muntah-muntah, pasien dengan
gangguan jalan nafas. Bila kondisi memungkinkan, maka pasien harus
diimobilisasi aktif ke posisi tegak, duduk dan pindah ke kursi sesuai
toleransi hemodinamik dan neurologis.
7. Neurorestorasi dini
Stimulasi sensorik, kognitifm memori, bahasa, emosi serta otak yang
terganggu. Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan diobati sedini
mungkin.

J. ASUHAN KEPERAWATAN

7
1. Pengkajian
a. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, alamat, status perkawinan, suku bangsa.
b. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat kesehatan sekarang meliputi apa yang dirasakan klien
saat pengkajian.
2) Riwayat kesehatan masa lalu meliputi penyakit yang diderita,
apakah sebelumnya pernah sakit sama.
3) Riwayat kesehatan keluarga meliputi apakah dari keluarga ada
yang menderita penyakit yang sama.
4) Riwayat psikososial dan spiritual meliputi pola interaksi, pola
pertahanan diri, pola kognitif, pola emosi dan nilai kepercayaan
klien.
5) Kondisi lingkungan meliputi bagaimana kondisi lingkungan
yang mendukung kesehatan klien.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan klain yang mengalami gangguan persarafan biasanya
lemah
2) Kesadaran
3) Kesadaran klien biasanya Apatis sampai Somnolen
4) Tanda – tanda vital
a) Suhu meningkat (>37 derajat)
b) Nadi meningkat (N:70-82X/Menit)
c) Tekanan darah meningkat
d) Pernafasan biasanya mengalami normal atau meningkat
5) Pemeriksaan Review Of System (ROS)
a) Sistem pernafasan (B1 : Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas, kadang
disertai penumpukan sekret,suara nafas stridor
b) Sistem sirkulasi (B2: Bleeding)

8
Didapatkan adanya peningkatan pada nadi ,sirkulasi perifer
menurun,kaji adanya riwayat tekanan darah ,riwayat
penyakit jantung
c) Sistem persarafan (B3: Brain)
Adanya penurunan kesadaran,gangguan persepsi sensori
penglihatan, kehilangan sensori, gangguan kognitif,
disartia.
d) Sistem perkemihan (B4: Bleder)
Kaji adanya perubahan pola perkemihan, seperti
inkontenensia urin, disuria, sistem kandung kemih, warna
dan bau urin dan kebersihannya
e) Sistem pencernaan (B5: Bowel)
Kaji adanya konstipasi, konsisten fases, frekuensi eliminasi,
auskultasi bising usus, anoreksia, adanya disertai distensi
abdomen, nyeri tekan abdomen.
f) Sistem muskuloskeletal (B6: Bone)
Didapat adanya hemiflegia, hemiparase atau kelemahan
pada salah satu sisi ,kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/
mungkin terlokalisasi pada area jaringan, dapat berkurang
pada imobilisasi, kontraktur atrofi otot, laserasi kulit dan
perubahan warna (Aspiani, 2014
Diagnosa.
1.penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung
2.risiko perfusi perifer tidak efektif b.d hipertensi
3.gangguan mobilisasi fisik b.d perubahan neuromuskuler.
4.gnagguan komunikasi verbal b.d gangguan
neuromuskuler

1.INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Observasi

9
1. Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah jantung (meliputi
dispenea, kelelahan, adema ortopnea paroxysmal nocturnal dyspenea,
peningkatan CPV)
2. Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
peningkatan berat badan, hepatomegali ditensi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapoan
9. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi)
10. Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim jantung, BNP,
Ntpro-BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum dan sesudah aktifitas
13. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi sebelum pemberian obat (mis.
Betablocker, ACEinhibitor, calcium channel blocker, digoksin)
2 . Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki kebawah atau posisi
nyaman
2. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein, natrium,
kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi
4. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
6. Berikan dukungan emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi oksigen >94%
3.Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

10
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
4.Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

2.INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Observasi
1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kalpiler,
warna, suhu, angkle brachial index)
2. Identifikasi faktor gangguan gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
2. Terapeutik
1. Kesalahan pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
2. Pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada keterbatasan perfusi
3. Penanganan dan pemasangan torniquet area yang cidera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
3. Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol darah secara teratur
6. Anjurkan penggunaan penggunaan obat penyekat beta

11
7. Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat (mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
8. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
9. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (Mis. Rendah lemak
jenuh, minyak ikan, omega3)
10. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (rasa sakit
yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, nyeri rasa)

3.INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
2.Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. Tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
3.Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi.
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai toleransi).

4. INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Observasi
1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dasn diksi
bicara

12
2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
berkaitan dengan bicara
3. Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang menganggu
bicara
4. Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
komunikasi
2. Terapeutik

1. Gunakan metode Komunikasi alternative (mis: menulis,


berkedip, papan Komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat
tangan, dan computer)
2. Sesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis: berdiri di
depan pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu
gagasan atau pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan
sambil menghindari teriakan, gunakan Komunikasi tertulis,
atau meminta bantuan keluarga untuk memahami ucapan
pasien.
3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika perlu
3 .Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan
fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan berbicara
4.Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

13

Anda mungkin juga menyukai