Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FARMAKOTERAPI TERAPAN

GAGAL GINJAL AKUT


KELOMPOK 3

Disusun Oleh :
Rany Haryani
Meisty Aulia K
Linda Nur Jamilah
Dita Khoirunnisa
Dessy Nur W
Dewi Indah M W
Novi Riyani
Dwi Nur Wijayanti

1408020086
1408020088
1408020090
1408020092
1408020094
1408020096
1408020098
1408020100

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Epidemiologi
Gangguan ginjal akut/ GnGA (Acute kidney injury/AKI) merupakan istilah pengganti dari
gagal ginjal akut, didefinisikan sebagai penurunan mendadak dari fungsi ginjal (laju filtrasi
glomerulus/ LFG) yang bersifat sementara, ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin
serum dan hasil metabolisme nitrogen serum lainnya, serta adanya ketidakmampuan ginjal
untuk mengatur homeostasis cairan dan elektrolit (Rachmadi D, 2011). Gagal ginjal akut
dapat disebabkan oleh perfusi ginjal yang tidak adekuat, penyakit ginjal intrinsik (renal), dan
obstruksi saluran kemih (paskarenal). Keadaan prarenal mencakup 50-56% kasus, paskarenal
15%, dan renal sekitar 20-35% sisanya (Ocallaghan, 2009).
Beberapa laporan dunia menunjukkan insidens GGA yang bervariasi antara 0,5-0,9%
pada komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 20% pada pasien
yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan angka kematian yang dilaporkan dari
seluruh dunia berkisar 25% hingga 80% (Sinto.R dan Ginova, 2010).
Pada Negara berkembang, komplikasi obstetric dan infeksi seperti malaria merupakan
penyebab yang penting. Angka mortalitas keseluruhan sekitar 30-70%, tergantung usia dan
adanya gagal organ atau penyakit lain. Dari pasien yang bertahan, 60% memiliki fungsi ginjal
normal, namun 15-30% memiliki gangguan ginjal dan sekitar 5-10% mengalami penyakit
ginjal stadium akhir (Ocallaghan, 2009).
Di Indonesia sendiri , penyakit ginjal yang cukup sering dijumpai antara lain adalah
penyakit gagal ginjal

dan batu ginjal. Akan tetapi, dari data Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS), tahun 2013 penyakit ginjal yang dilihat prevalensinya hanya penyakit gagal
ginjal kronik, dan batu ginjal. Dimana gagal ginjal kronik memiliki prevalensi sebesar 0,2%
(KEMENKES, 2013).
Menuru Sinto dan Ginova (2010), peningkatan insidens GGA antara lain dikaitkan
dengan peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang lebih ringan
dapat terdiagnosis. Selain itu, juga disebabkan oleh peningkatan nyata kasus GGA akibat
meningkatnya populasi usia lanjut dengan penyakit komorbid yang beragam, meningkatnya
jumlah prosedur transplantasi organ selain ginjal, intervensi diagnostik dan terapeutik yang
lebih agresif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gagal ginjal akut ( ARF ) dapat didefinisikan sebagai hilangnya kemampuan ginjal secara
tiba-tiba untuk mengeluarkan sisa pembuangan, urin, dan mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit, yang merupakan sebuah kondisi klinis yang sering terjadi, terutama di
ICU (intensive care unit), di mana ini berhubungan dengan tingkat kematian antara 50 % dan
80 %. (schrier, et al , 2004).
Menurut Dipiro dkk (2008) gagal ginjal akut secara umum didefinisikan sebagai
penurunan laju filtrasi glomerulus yang muncul dalam hitungan jam sampai beberapa minggu
yang berhubungan dengan adanya akumulasi produk limbah termasuk urea dan kreatinin.
B. Klasifikasi
1. Berdasarkan Penetapan Klinis
Dalam

penetapan

klinis,

ARF

diklasifikasikan

dalam

berbagai

cara.

Pengklasifikasian ARF dengan melihat output urin setiap hari bisa digunakan.
Anuria didefinisikan sebagai output urin dari <50 ml/d,
Oliguria ketika output urin setiap harinya yaitu 50 sampai 450 ml/d dan
Nonoliguria terjadi ketika pasien mengeluarkan>450 ml urin per hari.
Pendekatan sederhana ini sebenarnya sangat berguna dalam menentukan
prognosis. Pasien anuria atau oliguria yang sedang menjalani perawatan memiliki
angka kematian yang jauh lebih tinggi dari pasien serupadengan ARF nonoliguria.
Fungsi ginjal pasien yang masih bertahan hidup dengan ARF oliguria cenderung tidak
pernah benar-benar sembuh bila dibandingkan dengan pasien nonoliguria.
2.

Berdasarkan Etiologi
Prarenal
Disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat, deplesi volume sirkulasi, dan

obstruksi suplai arteri pada ginjal yang dapat mengganggu perfusi ginjal.
Pascarenal
Disebabkan karena adanya obstruksi saluran urin. Obstruksi dapat terjadi di dalam
saluran kemih(seperti batu), di dalam dinding saluran kemih(tumor), atau di luar
dinding (penekanan oleh masa).

Renal
Penyebabnya dapat berupa penyakit glomerulus, penyakit tubulointerstisial, dan obat
atau toksin.

C. Etiologi

Gagal ginjal akut cukup sering terjadi dan dapat disebabkan oleh berbagai penyakit,
obat-obatan, komplikasi kehamilan, tindakan pembedahan, dan trauma. Sebab-sebab
gagal ginjal akut dapat dibagi dalam 3 kateogri utama yaitu :
1. Praginjal atau sirkulasi.
Terjadi akibat kurangnya perfusi ginjal dan dan perbaikan dapat terjadi dengan cepat
setelah kelainan tersebut diperbaiki, misalnya hipovolemia atau hipotensi, penurunan
curah jantung, dan peningkatan viskositas darah.
a. Hipovolemia
- Kehilangan cairan pada ruang ekstravaskular
- Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi usus
- Kehilangan darah
-Kehilangan cairan ke luar tubuh melalui saluran cerna (muntah, diare,
drainase),melalui saluran kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui
kulit(luka)
b Penurunan curah jantung
- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
- Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
- Aritmia
c. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
- Penurunan resistensi vaskular perifer
Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan
(contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)
- Vasokonstriksi ginjal
Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus, amphotericin B
- Hipoperfusi ginjal lokal
Stenosis a.renalis, hipertensi maligna
d. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
- Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen
Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi kronik, PGK
(penyakit

ginjal

kronik),

hipertensi

maligna),

penurunan

prostaglandin

(penggunaan OAINS, COX-2 inhibitor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis,


hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)
- Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
- Penggunaan penyekat ACE, ARB
- Stenosis a. renalis
e. Sindrom hiperviskositas
- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia
2. Pascaginjal atau obstruksi.
Terjadi akibat obstruksi aliran urin, misalnya obstruksi pada kandung kemih, uretra,
kedua ureter, dan sebagainya.
a. Obstruksi renovaskular
- Obstruksi arteri.renalis
b. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal

c. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)


- Iskemia (serupa AKI prarenal)
- Toksin
-Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi,pelarut organik,
asetaminofen), endogen (rabdomiolisis, hemolisis, asam urat, oksalat, mieloma)
d. Nefritis interstitial
- Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi (bakteri, viral, jamur),
infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis), idiopatik
e. Obstruksi dan deposisi intratubular
- Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat, sulfonamida
3. Ginjal atau intrinsik atau parenkimal.
Terjadi akibat penyakit pada ginjal atau pembuluhnya. Terdapat kelainan histologi dan
kesembuhan tidak terjadi dengan segera pada perbaikan factor praginjal atau obtruksi,
misalnya nekrosis tubular akut, nekrosis kortikal akut, penyakit glomerulus akut,
obtruksi vaskular akut, dan nefrektomi.
a. obstruksi ureter
- Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi eksternal
b. obstruksi leher kandung kemih
- Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, keganasan, darah
c. obstruksi uretra
- Striktur, katup kongenital, fimosis
D. Patogenesis

Pre-renal
Penyebab gagal ginjal akut pada pre-renal adalah Hipoperfusi ginjal. Terjadinya
Hipoperfusi disebabkan oleh hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif.
Pada tingkat ini ginjal masih dalam kondisi baik sehingga prognosis dapat lebih baik
apabila penyebabnya diobati. Namun apabila pengobatan hipoperfusi ginjal tidak berhasil
maka akan timbul gagal ginjal akut renal karena iskemia berupa nekrosis tubular akut
(NTA).
Pada ginjal normal, aliran darah ginjal dan LFG relative konstan yang diatur oleh
mekanisme otoregulasi. Pada hipovolemia akan terjadi penurunan tekanan darah yang
akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskuler lalu akan mengaktivasi system saraf
simpatis, system renin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan
endothelin-1 (ET-1) yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan
darah, curah jantung, dan perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal
akan mempertahankan aliran darah ginjal dan LFG dengan vasodilatasi arteriol afferent

yang dipengaruhi oleh reflex miogenik serta prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol efferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin II (A-II) dan
ET-1. Mekanisme ini bertujuan untuk mempertahankan homeostasis intrarenal. Bila
hipoperfusi yang terjadi pada ginjal berat serta berlangsung dalam jangka waktu lama,
maka mekanisme otoregulasi akan terganggu, dimana arteri arteriol afferent mengalami
vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan peningkatan reabsorbsi Na dan air.
Keadaan ini disebut gangguan fungsional pre-ginjal akut namun belum terjadi kerusakan
structural pada ginjal.
GGA renal
Penyebab Gagal ginjal akut renal oleh kalainan vascular seperti vaskulitis, hipertensi
maligna, glomerulus nefritis akut, nefritis interstitial akut, zat-zat nefrotoksik, lingkungan
toksin. Kelaian vascular pada NTA terjadi melalui peningkatan CA sistolik pada
afferent glomerulus yang menyebabkan peningkatan sensitivitas terhadap susbtansisubstansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi. Terjadi peningkatan stress oksidatif
yang menyebabkan kerusakan sel endotel vascular ginjal, yang mengakibatkan
peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan NO yang
berasal dari endothelial NO synthase (eNOS). Peningkatan mediator inflamasi seperti
TNF- dan interleukin-18 yang akan meningkatan ekspresi dari intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) dan P-selectin dari sel endothel, sehingga terjadi peningkatan
penempelan dari sel-sel radang terutama neutrophil. Keseluruhan proses-proses secara
bersama-sama akan menyebabkan vasokonstriksi intra-renal yang akan menyebabkan
penurunan LFG dan terjadi peningkatan radikal bebas oksigen.
Penyebab Gagal ginjal akut renal oleh kalainan tubuler akan terjadi peningkatan Ca
intrasel sehingga menyebabkan peningkatan calpain, cytosolic phospholipase A, serta
kerusakan actin yang akan menyebabkan kerusakan cytoskeleton. Keadaan ini akan
mengakibatkan penurunan basolateral Na/K -ATPase yang selanjutnya menyebabkan
penurunan reabsorbsi Na di tubulus proksimalis, sehingga terjadi peningkatan pelepasan
NaCl ke macula densa, hal ini mengakibatkan peningkatan umpan balik tuboglomeruler.
Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO synthase (iNOS), caspases dan
metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein, akan menyebabkan nekrosis dan
apoptosis sel.
Obstruksi tubulus. Microvilli tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler
akan membentuk substrat yang akan menyumbat tubulus. Di tubulus pada thick

ascending limb yang diproduksi tamm-horsfall protein (THP) yang disekresikan kedalam
tubulus dalam bentuk monomer lalu berubah menjadi bentuk polimer yang akan
membentuk materi berupa gel dengan adanya Na yang konsentrasinya meningkat pada
tubulus distalis. Gel polimerik THP bersama sel ephitel tubuli yang terlepas baik dari sel
sehat, nekrotik maupun yang apoptotic, microvilli dan matrix ekstraseluler seperti
fibronektin akan membentuk silinder-silinder (cast) yang menyebabkan obstruksi tubulus
ginjal.
Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairanintratubuler masuk
kedalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut akan menyebabkan penurunan
glomerulus LFG, dan proses iskemia serta paparan bahan/obat nefrotoksik dapat merusak
glomerulus secara langsung.
Post-renal
GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi
intrarenal terjadi karena deposisi Kristal (urat,oxalate,sulfonamide) dan protein
(myoglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal terjadi pada pelvis-ureter oleh obstruksi
intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik (keganasan pada pelvis dan
retropertitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/keganasan
prostat) dan uretra (striktura).
GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli-buli dan ureter
bilateral atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi. Pada
fase awal dari obstruksi total ureter yang akut, terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan
peningkatan tekanan pelvis ginjal, yang disebabkan oleh prostaglandin-E. Pada fase
kedua, setelah 1,2-2 jam terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal, akibat
pengaruh thromboxane-A (TxA) dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat, tetapi
setelah 5 jam mulai menetap. Pada fase ketiga atau fase kronik ditandai dengan aliran
darah ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam
beberapa minggu.
E. Gejala
Tidak ada gejala,
Jika ADA :
Bengkak pada kaki
Uremia
Anoreksia
Meningkatnya BUN, serum kreatinin n serum pottasium
Nyeri pinggang/ kolik

F. Diagnosa
- Biokimia darah. Hiperkalemia dan asidosis berat dapat menyebabkan henti jantung.
Pada rabdomiolisis, keratin, kinase dilepaskan dari otot dan kadar kreatinin kinase
-

dalam plasma tinggi.


Hematologi. Anemia dapat terjadi akibat kehilangan darah,supresi eritropoiesis, kadar
eritropoetin rendah, atau hemolisis. Jumlah eosinofil tinggi mengarah pada nefritis
interstisial akut. Sindrom hemolitik uremik menyebabkan hemolisis dengan anemia,

kerusakan sel darah merah, dan jumlah trombosit rendah


Urin. Pemeriksaan mikroskopik dan kultur urin seharusnya dilakukan. Proteinuria
berat mengarah pada glomerulonefritis atau myeloma. Hematuria mengindikasikan
penyakit renal atau pascarenal, namun dapat disebabkan oleh kateterisasi urin.
Mioglobin dalam urin mengarah pada rabdomiolisis, dan hemoglobin dalam urin
mengarah pada hemolisis. Silinder tubular granular dapat terbentuk pada nekrosis
tubular akut. Silinder sel darah merah bersifat diagnostic pada penyakit glomerulus.

Eosinofil dalam urin mengarah pada nefritis interstisial.


Radiologi. Ultrasonografi wajib dilakukan untuk meyingkirkan obstruksi dan
menentukan ukuran ginjal. Ginjal yang kecil mengindikasikan pada gagal ginjal
kronik. Pemeriksaan angiografi atau ultrasonografi Doppler atau metode radioisotpr

dapat mengevaluasi perfusi ginjal.


Imunologi. Kadar komplemen rendah pada lupus eritematosus siskemik dan
glomerulonefritis pascainfeksi. Antibody antimembran basal glomerulus mengarah
pada sindrom Goodpasture dan antibody. Sitoplasmik antineutrofil ( antineutrophil
cytoplasmic antibodies, ANCA) mengarah pada vaskulitis. Antibody antinuclear atau

antibody DNA untai ganda mengarah pada lupus eritematosus sistemik.


Mikrobiologi dan histology. Kultur seharusnya dilakukan untuk menyingkirkan sepsis

dan, jika etiologi penyakit ginjal tidak jelas, maka seharusnya dilakukan biopsy ginjal.
G. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal akut kemungkinan besar menimbulkan gagal ginjal kronik
kedepannya. Mereka juga memiliki resiko tinggi penyakit renal end-stage dan kematian.
Pasien yang menderita gagal ginjal akut seharusnya dimonitoring perkembangan dan
perburukan untuk mencegah gagal ginjal kronik.
H. Komplikasi
Komplikasi

GGA yang

(hiperkalemia) dan

sering

terjadi

adalah

peningkatan

kalium

darah

peningkatan keasaman darah (asidemia). Hiperkalemia dapat

menimbulkan gejala denyut jantung yang tidak beraturan dan kematian. Selain itu,
terdapat beberapa komplikasi lain yang dapat terjadi:

1. Infeksi. Infeksi merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi dan bersifat
serius. Infeksi umumnya muncul di saluran respirasi atas, bronchial, paru, sistem
urinary dan pada kondisi serius dapat menyebabkan sepsis. Oleh karena itu pasien
harus memperhatikan kebersihan pribadi. Pemasangan kateter vesika urinaria, bila
tidak perlu lagi, sebaiknya segera dilepas karena merupakan penyebab infeksi
nosokomial.
2. Komplikasi Kardiovaskuler. Aritmia, gagal jantung, pericarditis dan tekanan darah
tinggi merupkan komplikasi yang biasa terjadi pada sistem kardiovaskuler. Aritmia
sering disebabkan karena gangguan elektrolit, asidosis, dan retensi toksin dan produkproduk sampah. Gagal jantung disebabkan karena retensi air dan natrium serta
peningkatan cardiac-load.
3. Komplikasi Saraf. Pasien akan merasakan sakit kepala, mengantuk, kram otot, dll.
Komplikasi ini dikarenakan retensi toksin, keracunan air, gangguan elektrolit dan
gangguan asam-basa. Dialysis dapat membantu mengurangi gejalanya.
4. Komplikasi Sistem Pencernaan. Komplikasi dapat berupa mual, muntah, perut
kembung, dan perdarahan. Perdarahan dapat terjadi terutama disebabkan oleh erosi
mukosa lambung. Dalam kasus perdarahan, beberapa obat seperti ranitidine,
famotidin, dapat diresepkan. Dan pencegahan awal dengan dialysis membantu
mengurangi insiden mortalitas dari perdarahan lambung.
5. Komplikasi Sistem Darah. Beberapa pasien dapat mengalami anemia, gangguan
koagulasi

dan

perdarahan

karena

gangguan

fungsi

ginjal.

Blood

system

complications. Sharp decline of renal functions can cause reduction of erythropoietin


and
6. Gangguan metabolic dan asidosis metabolic merupakan komplikasi yang dapat
membahayakan yang disebabkan karena gagal ginjal akut.

I. Sasaran dan Strategi Terapi


Sasaran terapi :
1. Menghilangkan penyebab utama
2. Mencegah ARF berkembang
3. Menghindari atau meminimalkan kerusakan ginjal lebih lanjut yang akan
menghambat kesembuhan
4. Memberikan tindakan pendukung sampai ginjal berfungsi kembali
Strategi terapi :
1. Meningkatkan output urine & RBF

2. Menjaga keseimbangan cairan & elektrolit


3. Menghilangkan sampah metabolit
4. Meminimalkan kerusakan ginjal lebih lanjut
J. Tata Laksana
Pencegahan
Pencegahan GGA dapat dilakukan untuk memaksimalkan perfusi ginjal diberikan
hidrasi yang adekuat dan pemberian natrium. Infus NaCl 0,9% atau dextrosa 5% dengan
NaCl 0,45% diberikan dengan kecepatan 1 ml/kg/jam di mulai pada pagi hari. Regimen
ini hendaknya diberikan pada pasien yang bisa mentoleransi natrium. Selain itu ada
beberapa obat yang dapat diberikan sebagai terapi farmakologi untuk mencegah
terjadinya GGA apabila penggunaan agen nefrotoksik tidak dapat dihindarkan, seperti :
a). Fenoldopam
Merupakan agonis selektif reseptor dopamin-1 yang memiliki kemampuan
mencegah nefropati akibat penggunaan agen radiokontras. Sebenarnya obat ini
digunakan sebagai agen hipertensi. Fenoldopam mengurangi tekanan darah sistemik
dan memelihara Renal Blood Flow (RBF).
b). Asetilsistein
Pemberian asetilsistein oral 600mg 2x sehari sebelum pemberian radiokontras
telah banyak dibuktikan dalam beberapa penelitian mampu menurunkan angka
munculnya GGA. Mekanismenya masih belum jelas, tetapi kemungkinan karena efek
antioksidannya.

Tatalaksana terapi
Tujuan umum pada penegakan pengobatan Gagal Ginjal Akut yaitu tergantung pada
setting yang berkembang.
a) Komunitas setting, tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan agen kausatif (obat
nefrotoksik) jika memungkinkan.
b) Hospital setting, menghentikan agen nefrotksik dan penyebab kerusakan renal.
Obat dalam praktek klinis yang paling sering menimbulkan nefrotoksisitas antara lain
agen radiokontras, aminoglikosida, non steroid antiinflamasi drug (NSAID), dan
angiotensin converting enzym (ACE) inhibitor, yang di kenal sebagai internists
nephrotoxic quartener. Perfusi ginjal sebaiknya dioptimasi untuk menghentikan ekstensi
pada proses iskemik.

Terapi farmakologi
Obat-obatan yang digunakan untuk terapi gagal ginjal akut antara lain :
diuretik, manitol, dan dopamin.
a) Diuretik
Diuretik yang bekerja menghambat Na+/K+-ATPase pada sisi luminal sel,
menurunkan kebutuhan energi sel thick limb Ansa Henle. Penggunaan diuretik
dapat menjadi pilihan pada pasien gagal ginjal akut dengan kelebihan cairan
tubuh. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan diuretik sebagai
bagian dari tata laksana GGA adalah:
1.) Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam
keadaan dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan
tes cairan dengan pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15-30 menit.
Bila jumlah urin bertambah, lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
2.) Tentukan etiologi dan tahap GGA. Pemberian diuretik tidak berguna pada
GGA pascarenal. Pemberian diuretik masih dapat berguna pada GGA tahap
awal (keadaan oligouria kurang dari 12 jam).
Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40 mg. Jika manfaat
tidak terlihat, dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250
mg/kali dalam 1-6 jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis
maksimum 1 gram/hari. Usaha tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian cairan koloid untuk meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler.
Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya pada 8-22% kasus), harus
dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan
dapat menyebabkan toksisitas.
Furosemid, bumetamid, torsemid dan asam etakrinat merupakan jenis
diuretik kuat yang digunakan pada pasien GGA. Furosemid merupakan diuretik
kuat yang paling sering digunakan karena harganya murah, aman dan juga bisa
digunakan secara oral atau parenteral. Asam etakrinat digunakan pada pasien
yang alergi terhadap komponen sulfa. Torsemid dam bumetamid memiliki
bioavailabilitas oral yang lebih baik dibandingkan furosemid
b) Manitol
Manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler sehingga dapat
digunakan untuk tata laksana GGA khususnya pada tahap oligouria. Namun
kegunaan manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal
lebih jauh karena bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan

menurunkan kecepatan aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada


pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam.
c) Dopamin
Dopamin dosis rendah (0,5-3 g/kgBB/menit) secara historis digunakan
dalam tata laksana GGA, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2
di ginjal. Dopamin dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
ginjal, menghambat Na+/K+-ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah
ginjal, LFG dan natriuresis. Sebaliknya, pada dosis tinggi dopamin dapat
menimbulkan vasokonstriksi. Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan
penyakit dasar seperti syok, sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki
hemodinamik dan fungsi ginjal. Obat-obatan lain seperti agonis selektif DA1
(fenoldopam) dalam proses pembuktian lanjut dengan uji klinis multisenter untuk
penggunaannya dalam tata laksana GGA. ANP, antagonis adenosin tidak terbukti
efektif pada tata laksana GGA.
Terapi Nonfarmakologi
Indikasi untuk melakukan renal replacement therapy pada pasien GGA

K. Monitoring dan Evaluasi Hasil Terapi


Pengukuran harian yang harus dilakukan adalah

Output urin adalah untuk mengukur fungsi ginjal, bisa menggunakan uretral cateter
untuk mengetahui kecepatan aliran urin, monitoring output urin <30 ml/jam. Normal

volume urine selama 24 jam 800-2000 ml


asupan cairan normal 2 L / hari menghindari dehidrasi dimana dehidrasi ini dapat

memperburuk kerja ginjal


tes darah untuk mengetahui elektrolit
BUN (blood urea nitrogen) untuk mengetahui fungsi ginjal, BUN ini merupakan
hasil metabolisme dari suatu protein dimana hasil metabolisme ini harus dieksresikan

melalui ginjal ketika kadar BUN meningkat menunjukkan bahwa BUN tidak
terekresikan dengan baik oleh ginjal sehingga BUN menjadi parameter dalam

monitoring gagal ginjal. Normal BUN 8-25 mg/dl.


serum kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal sama seperti BUN, tetapi kreatin ini
merupakan hasil metabolisme kreatin.

BAB III
PENGEMBANGAN KASUS
Bu Intan (42 tahun) datang ke rumah sakit dengan keluhan pusing, letih dan lemas. Pasien
mengatakan bahwa dalam 3-4 hari terakhir, konsumsi airnya kurang. Pasien ini memiliki
tekanan darah 150/100 mmHg dan mengkonsumsi captopril secara rutin. Kemudian pasien
melakukan pemeriksaan laboratorium, hasil laboratorium dapat dilihat dibawah ini:

BUN 41 mg/dl
Cr 1,5 mg/dl
Sodium 142 mmol/L
Potassium 4,2 mmol/L
Chloride 110 mmol/L

Subyektif
Nama
Umur
Keluhan
Penyakit sekarang
Pengobatan sekarang

Obyektif

: Bu Intan
: 42 tahun
: Letih dan lemas. Dalam 3-4 hari terakhir, konsumsi airnya kurang.
: Hipertensi
: Captopril

Hasil Laboratorium :

BUN
Cr
Sodium
Potassium
Chloride

Assesment
Gagal ginjal akut yang disebabkan karena penyakit hipertensi dan penggunaan

= 41 mg/dl normal : 8,0-20 mg/dl


= 1,5 mg/dl normal: 0,5-1,9 mg/dl
= 142 mmol/L normal: 137- 145 mmol/l
= 4,2 mmol/L normal: 2,7-3,9 mmol/l
= 110 mmol/L normal: 116-122 mmol/l

captopril.
4

Plan

Tujuan terapi
1 Menurunkan tekanan darah
2 Menghilangkan penyebab gagal ginjal akut

Terapi farmakologi:
a

Furosemid

: Untuk pengobatan gagal ginjal akut sekaligus terapi hipertensi

Dosis

40 mg/hari i.v bolus

Terapi non farmakologi


a

Batasi asupan garam 4-6 gram/hari, untuk mencegah timbunan cairan dalam tubuh

dan membantu mengontrol tekanan darah.


Batasi asupan kalium karena ginjal yang sudah rusak tidak dapat membuangnya dari
dalam tubuh, kalium yang tinggi akan menyebabkan irama jantung yang tidak normal.
Contoh makanan dengan kandungan kalium yang tinggi adalah pisang, jeruk, alpukat,
kiwi, kismis, kacang2an, kentang, asparagus, tomat, dan labu.
Monitoring
Menjaga tekanan darah sampai 130/90 mmHg
Memonitor kadar BUN
Monitoring efek samping

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Pasien


1

Pasien disarankan untuk menghindari faktor-faktor pemicu yang dapat menyebabkan


meningkatkan resiko terjadinya GGA, seperti stres, asupan natrium dan kalium.
Batasi asupan garam 4-6 gram/hari, untuk mencegah timbunan cairan dalam tubuh
dan membantu mengontrol tekanan darah. Batasi asupan kalium karena ginjal yang
sudah rusak tidak dapat membuangnya dari dalam tubuh, kalium yang tinggi akan
menyebabkan irama jantung yang tidak normal. Contoh makanan dengan kandungan
kalium yang tinggi adalah pisang, jeruk, alpukat, kiwi, kismis, kacang2an, kentang,
asparagus, tomat, dan labu.

DAFTAR PUSTAKA
Basile. C., 2013, The long-term prognosis of acute kidney injury: acute renal failure as a
cause of chronic kidney disease, Journal of nephrology. Vol. 26 issue Suppl. 22.
Ocallaghan, 2009, At Glance: Sistem Ginjal Ed.2, Jakarta: Erlangga.
Nainggolan S., Robert S., 2010, Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata Laksana,
Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 60, Nomor: 2:81-88.
KEMENKES, 2013, Riset Kesehatan Dasar, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Dipiro, J.T., et al., 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition,
New York: MCGRAW-HILL Medical Publishing Division.
Dipiro, J.T., et al., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition,
New York: MCGRAW-HILL Medical Publishing Division.
Anonim, 2013, Blood Test in Kidney, http://www.edren.org/pages/edreninfo/diet-in-renaldisease/diet-for-the-failing-kidney-and-ckd.php diakses 30 oktober 2014.
Jacob, R., 2003, Acute Renal Failure. Indian J. Anaesth 43 (5) : 367-372.
Surachtono, 2010, Gagal Ginjal Akut pada Sepsis, Anestesia & Critical Care : 28(3)

Anda mungkin juga menyukai