Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II

GAGAL GINJAL AKUT

DISUSUN OLEH
KELOMPOK : III (TIGA)
NAMA : DEBY MARISKA SUNE
NIM : 2022142015

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI, DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
2023
A. JUDUL PRAKTIKUM
Gagal Ginjal Akut (GGA)
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum bertujuan agar mahasiswa mampu :
1. Mengidentifikasi masalah terkait obat (Drug Related Problem) pada kasus
penyakit gagal ginjal akut
2. Memberikan rekomendasi terapi, pemantauan terapi serta informasi dan
edukasi yang tepat pada kasus penyakit gagal ginjal akut
C. KASUS
1. Deskripsi pasien
Pasien Nyonya I, berusia 45 tahun, berat badan 55 kg
2. Keluhan utama
Badan lemah dan urinnya sedikit. Riwayat nyeri hebat sejak beberapa tahun
terakhir
3. Riwayat penyakit dahulu
-
4. Riwayat penggunaan obat
Mengkonsumsi Jamu X tidak ber BPOM
5. Riwayat penyakit keluarga
-
6. Riwayat social
-
7. Riwayat alergi
-
8. Pemeriksaan fisik
 TD : 170/80 mmHg
 RR : 24 kali/menit
 Suhu : 38,5 ⁰C
9. Pemeriksaan penunjang medik
 Na : 158 mEq/L
 K : 6,9 mEq/L
 Cl : 105 mEq/L
 WBC : 9,9 x 103 mm3
 BUN : 25 mg/dl
 SrCr : 2,4 mg/dl
 GDS : 120 mg/dl
 Hb : 9 g/dl
 Urinalisis: Protein + 3 (300 mg/100 ml)
D. TINJAUAN PUSTAKA
Gagal ginjal akut (GGA) atau Acute Kidney Injury (AKI) merupakan
penurunan fungsi ginjal secara cepat dan mendadak sehingga ginjal tidak mampu
menjalani fungsinya untuk mengsekresikan hasil metabolisme tubuh (kelebihan
nitrogen dan air) dan mempertahankan keseimbangan asam dan basa. Kondisi ini
biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia
(peningkatan konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal
terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan
adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin (KDIGO, 2012).
AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care admission
patient dan mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit perawatan intensif
(ICU). AKI juga menjadi komplikasi medis di Negara berkembang, terutama
pasien dengan latar belakang adanya penyakit diare, penyakit infeksi seperti
malaria, leptospirosis, dan bencana alam seperti gempa bumi. Insidennya
meningkat hingga 4 kali lipat di United State sejak 1988 dan diperkirakan terdapat
500 per 100.000 populasi pertahun. Insiden ini bahkan lebih tinggi dari insiden
stroke (Nash K, 2002).
Beberapa laporan dunia menunjukkan insiden yang bervariasi antara 0,5-
0,9% pada komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, 36-67%
pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan 5-6% Pasien ICU
dengan AKI memerlukan Terapi Penggantian Ginjal (TPG atau Replacement
Renal Therapy (RRT)), dengan angka kematian yang dilaporkan dari seluruh
dunia sekitar 25-80% (Lameire N, 2006).
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis
AKI, yakni : (Sinto. R, 2010 ; Osterman M, 2009)
1. Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)
Merupakan respon adaptasi ginjal terhadap penurunan volume dan
hipotensi. Penyebab ini biasanya berkaitan dengan struktur nefron ginjal.
Penurunan volume biasanya disebabkan oleh perdarahan dari internal (misalnya
perdarahan saluran pencernaan) atau eksternal tubuh. GGA Pre-renal juga dapat
diakibatkan oleh penurunan perfusi ginjal pada pasien gagal jantung atau shock.
GGA Pre-renal merupakan tipe paling umum dari GGA dan dapat bertransformasi
menjadi GGA Intrinsik.
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg)
serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi
tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi
kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini
disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan
struktural dari ginjal.
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis
intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh
berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia
di atas 60 tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi
GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi,
hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung.
2. Gagal Ginjal Akut Renal (Azotemia Intrinsik Renal)
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit
parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal
ginjal akut intra renal, yaitu :
a. Pembuluh darah besar ginjal
b. Glomerulus ginjal
c. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
d. Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut
disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi
kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada
NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan vaskuler terjadi :
a. Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang
menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan
gangguan otoregulasi.
b. Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel
endotel vaskular ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-1
serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang berasal
dari endotelial NO-sintase.
c. Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan
interleukin-18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari
intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga
peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan
menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di
atas secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan
menyebabkan penurunan GFR.
Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis, iskemik
dan nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous dengan dasar patofisiologinya
yaitu peradangan, apoptosis dan perubahan perfusi regional yang dapat
menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab lain yang lebih jarang
ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian major dari kerusakan
parenkim renal : glomerulus, tubulointerstitium, dan pembuluh darah.
3. Gagal Ginjal Akut Post Renal
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal terjadi 10% dari keseluruhan GGA.
GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi
intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein
(mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter
oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik (keganasan
pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor,
hipertrofi / keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA postrenal terjadi bila
obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi
pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan
aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini
disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi
penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2
dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai
menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin
menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu.
Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu
tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator
inflamasi dan faktor - faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial
ginjal.
Acute Kidney Injury adalah suatu sindrom dengan spektrum etiologi yang
luas. Berdasarkan mekanisme penyebabnya, AKI dapat dibagi menjadi AKI pre-
renal, renal, dan post renal. Penyebab AKI pre-renal adalah hipoperfusi ginjal,
akibat hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif misalnya pada
sepsis dan gagal jantung, serta disebabkan oleh gangguan hemodinamik intrarenal
seperti pada pemakaian antiinflamasi non-steroid. AKI renal disebabkan oleh
kelainan pada komponen vaskular ataupun tubuler ginjal secara langsung
misalnya akibat vaskulitis, hipertensi maligna, glomerulus nefritis akut, nefritis
interstitial, zat-zat nefrotoksik, dan sebagainya yang menimbulkan vasokonstriksi
intrarenal, iskemia dan penurunan laju filtrasi ginjal. Sedangkan AKI post renal
biasanya disebabkan oleh masalah obstruksi intrarenal dan ekstra renal yang
mengganggu aliran darah ginjal (Melyda, 2017).
Gejala yang terjadi pada Gagal ginjal Akut diantaranya : (Mehta R.L, 2007).
a. Berkurangnya produksi urine.
b. Mual dan muntah.
c. Nafsu makan berkurang.
d. Bau napas menjadi tidak sedap.
e. Sesak napas.
f. Tingginya tekanan darah.
g. Mudah lelah.
h. Pembengkakan pada tungkai atau kaki akibat penumpukan cairan dalam
tubuh.
i. Penurunan kesadaran.
j. Nyeri pada punggung, di bawah tulang rusuk.
Gagal Ginjal Akut dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Gagal
Ginjal Akut biasanya disebabkan oleh sebuah kejadian yang mengarah kepada
kerusakan ginjal, seperti : (Markum, 2009).
a. Dehidrasi
b. Kehilangan banyak darah ketika operasi besar atau cedera
c. Penggunaan obat-obatan, misalnya trimethoprim, cimetidine. Konsumsi
obat-obatan tersebut dapat menyebabkan gangguan sekresi tubulus ginjal
sehingga menyebabkan peningkatan kadar creatinine.
d. Perdarahan saluran pencernaan yang dapat menyebabkan peningkatan kadar
BUN.
Dalam penatalaksanaan Gagal ginjal Akut pertama harus disingkirkan
kemungkinan prerenal dan pasca renal. Pada pre-renal, dicari dengan anamnesis
yang sistematik mengenai kemungkinan etiologi (gastroenteritis, dehidrasi, syok,
luka bakar, kelainan jantung) dan pemeriksaan fisik terhadap adanya dehidrasi dan
syok. Bila ditemukan pre-renal terapi disesuaikan dengan etiologinya. Pada
gastroenteritis dehidrasi diberikan cairan ringer laktat. Pada syok hemoragik
diberikan transfusi darah. Syok yang terjadi pada sindrom nefrotik akibat
hipovolemia diberi infus albumin atau plasma (Goldstein, 2006).
Tujuan pengobatan pada Gagal Ginjal Akut tipe renal adalah
mempertahankan homeostasis tubuh sambil menunggu ginjal berfungsi kembali
Pemantauan yang perlu dilakukan adalah :
a. Tanda-tanda vital: tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung
b. Pemeriksaan darah; Hb, Ht, trombosit
c. Darah ureum dan kreatinin
d. Elektrolit : K, Na, Cl, Ca, P dan asam urat
e. Analisis gas darah
f. Pengukuran diuresis
Terapi Gagal Ginjal Akut dapat dibagi dua yaitu : (Goldstein, 2006).
1. Terapi konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mencegah progresivitas overload cairan,
kelainan elektrolit dan asam basa, uremia, hipertensi, dan sepsis. Pemberian cairan
diperhitungkan berdasarkan insensible water loss (IWL)+ jumlah urin 1 hari
sebelumnya ditambah dengan cairan yang keluar bersama muntah, feses, selang
nasogastrik, dll dan dikoreksi dengan kenaikan suhu tubuh setiap 10°C sebanyak
12% berat badan. Perhitungan IWL didasarkan pada caloric expenditure yaitu
sebagai berikut;
a. Berat badan 0-10 kg: 100 kal/kgBB/hari
b. Berat badan 12-20kg: 1000 kal + 50 kal/kgBB/hari diatas 10 kgBB
c. Berat badan 20 kg : 1500 kal + 20 kal/kgBB/hari
d. Berat badan diatas 20 kgBB
e. Jumlah IWL = 25 ml per 100 kal
Secara praktis dapat dipakai perkiraan perhitungan sebagai berikut:
a. Neonatus : 50 ml/kgBB/hari
b. Bayi <1 tahun : 40 ml/kgBB/hari
c. Anak <5 tahun : 30 ml/kgBB/hari
d. Anak >5 tahun : 20 ml/kgBB/hari
Cairan sebaiknya diberikan per oral kecuali bila penderita sering muntah
diberikan infus.
1. Asidosis
Bila hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis
metabolik, dikoreksi dengan cairan natrium bikarbonat sesuai dengan hasil
analisis gas darah yaitu BE x BB x 0,3 (mEq) atau kalau hal ini tidak
memungkinkan maka dapat diberikan koreksi 2-3 mEq/kgBB/hari. Bila terapi
konservatif tetap berlangsung lebih dari 3 hari harus dipertimbangkan pemberian
emulsi lemak dan protein 0,5-1 g/kgBB/hari. Pemberian protein kemudian
dinaikkan sesuai dengan jumlah dieresis.
2. Hiperkalemia
Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa membahayakan jiwa
penderita. Bila kadar K serum 5,5-7,0 mEq/L perlu diberi kayexalat yaitu suatu
kation exchange resin (Resonium A) 1 g/kgBB per oral atau per rektal 4x sehari.
Bila kadar K >7 mEq/L atau ada kelainan EKG (berupa gelombang T yang
meruncing, pemanjangan interval PR dan pelebaran kompleks QRS),atau aritmia
jantung perlu diberikan:
- Glukonas kalsikus 10% 0,5 ml/kgBB i.v. dalam 5-10 menit
- Natrium bikarbonat 7,5% 2,5 mEq/kgBB i.v. dalam 10-15 menit Bila
hiperkalemia tetap ada diberi glukosa 20% per infus ditambah insulin 0,5
unit/gram glukosa sambil menyiapkan dialisis.
3. Hiponatremia
Hiponatremia <130mEq/L sering ditemukan karena pemberian cairan yang
berlebihan sebelumnya dan cukup dikoreksi dengan restriksi cairan. Bila disertai
dengan gejala serebral maka perlu dikoreksi dengan cairan NaCl hipertonik 3%
(0,5 mmol/ml). Pemberian Natrium dihitung dengan rumus :
Na (mmol) = (140 – Na) x 0,6 x BB
Diberikan hanya separuhnya untuk mencegah terjadinya hipertensi dan
overload cairan. Pendapat lain menganjurkan koreksi natrium cukup sampai
serum 125 mEq/L sehingga pemberian Na = (125 – Na serum) x 0,6 x BB.
4. Hipertensi
Hipertensi ditanggulangi dengan diuretika, bila perlu dikombinasi dengan
kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali. Pada hipertensi krisis dapat diberikan klonidin drip
atau nifedipin sublingual (0,3 mg/kgBB/kali) atau nitroprusid natrium 0,5
mg/kgBB/menit.
5. Infeksi
Komplikasi infeksi sering merupakan penyebab kematian pada AKI.
Pemasangan kateter vesika urinaria, bila tidak perlu lagi, sebaiknya segera dilepas
karena merupakan penyebab infeksi nosokomial. Antibiotika profilaksis tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan timbulnya strain kuman yang resisten dan
kandidiasis. Tetapi bila timbul infeksi harus segera diberantas dengan antibiotika
yang adekuat. Pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik sedapat mungkin
dihindarkan. Dosis antibiotika harus disesuaikan dengan sifat ekskresinya. Bila
terutama diekskresi melalui ginjal perlu penyesuaian dosis obat sesuai dengan
derajat penurunan fungsi ginjal.
Terapi dialisis
Indikasi dialisis pada anak dengan Gagal Ginjal Akut : (Mak R.H, 2008).
a. Kadar ureum darah > 200 mg%
b. Hiperkalemia > 7.4 mEq/l
c. Bikarbonas serum < 12 mEq/l
d. Adanya gejala-gejala overhidrasi : edema paru, dekompensasi jantung dan
hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
e. Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat: perdarahan,
kesadaran menurun sampai koma.
Tatalaksana farmakologi pada penderita gagal ginjal akut diantaranya
penggunaan diuretik untuk menginduksi atau meningkatkan produksi urin tanpa
adanya hipervolemia dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. KDIGO tidak
merekomendasikan penggunaan diuretik dalam pencegahan maupun penanganan
AKI. Sebaliknya, diuretik dapat digunakan untuk memperbaiki outcome ketika
keseimbangan cairan tetap positif atau dalam kasus kelebihan cairan (volume
overload).
Terapi dengan loop diuretik (furosemid), fenoldopam dan dopamin.
Dopamin dosis rendah dalam dosis mulai 0,5-3 mcg/kg/menit, terutama
merangsang reseptor dopamin-1, menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
ginjal dan meningkatkan aliran darah ginjal (Stamatakis, 2008).
Tatalaksana non farmakologi pada penderita gagal ginjal akut diantaranya :
(Stamatakis, 2008).
1. Berhenti merokok. Seharusnya didukung berhenti merokok untuk
mengurangi risiko terjadinya gagal ginjal kronik dan stadium akhir penyakit
ginjal, dan untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.
2. Mengurangi berat badan. Orang obesitas (IMT >30kg/m2 ) dan berat badan
berlebihan (IMT 25.0- 29.9 kg/m2 ) seharusnya didukung untuk mengurangi
IMT mereka untuk mengurangi risiko terjadinya gagal ginjal kronik dan
stadium akhir penyakit ginjal. Mempertahankan berat badan sehat (IMT
18.5- 24.9 kg/m2 , lingkar pinggang <102 cm untuk laki-laki, <88 untuk
wanita. Direkomendasikan untuk mencegah hipertensi.
3. Kontrol protein diet. Diet terkontrol protein (0.8- 1.0 g/kg/ hari)
direkomendasi untuk orang dewasa dengan gagal ginjal kronik. Restriksi
protein diet <0,7 g/kg/hari seharusnya termasuk pemantauan penanda klinis
dan biokimia dari defisiensi nutrisi.
4. Asupan alkohol. Untuk mengurangi tekanan darah, konsumsi alkohol pada
orang normotensi dan hipertensi seharusnya sejalan dengan pedoman
Canadian untuk risiko rendah. Orang dewasa sehat seharusnya membatasi
konsumsi alkohol untuk 2 minimuan atau kurang per hari, dan konsumsi
seharusnya tidak melebihi 14 minuman standar per minggu untuk laki-laki
dan 9 minuman standar per minggu untuk wanita.
5. Olahraga. Orang tanpa hipertensi (untuk mengurangi kesempatan menjadi
hipertensi) atau tanpa dengan hipertensi (untuk menurunkan tekanan darah
mereka) seharusnya didukung untuk mengakumulasi 30-60 menit olahraga
dinamik intensitas sedang (berjalan, berlari, bersepeda, atau berenang) 4-7
hari per minggu. Intensitas olahraga lebih tinggi tidak lebih efektif.
6. Asupan garam. Selain diet yang seimbang direkomendasikan untuk
mencegah hipertensi, asupan sodium <100 mmol/hari. Pasien dengan
hipertensi seharusnya membatasi asupam sodium mereka sampai 65-100
mmol/hari
E. PENATALAKSANAAN KASUS DAN PEMBAHASAN
Penyelesaian metode SOAP
No Problem Medik Terapi Subyektif & Obyektif Assesment Plan
Saat Ini
 Gagal ginjal Terapi Subyektif Drug Related Problem (DRP) : Farmakologi
akut (Acute Jamu X  Nyeri hebat beberapa  Reaksi obat yang tidak  Cairan saline natrium
Renal Failure) (tidak tahun terakhir dikehendaki klorida 0,9 % IV
 Hipertensi berijin  Badan lemah  Pasien diduga mendapatkan  Furosemid 1 x 40 mg/hari
BPOM)  Urin sedikit reaksi yang tidak dikehendaki PO
Obyektif sebagai akibat dari konsumsi  Tablet Fe 1 x 100 mg/hari
 TD : 170/80 mmHg jamu X PO
 RR : 24 kali/menit Diagnosis : Non Farmakologi

 Suhu : 38,5 ⁰C  Gangguan ginjal akut/ GnGA  Mengonsumsi makanan

Data laboraturium (Acute kidney injury/AKI) sehat

 Na : 158 mEq/L merupakan istilah pengganti  Membatasi asupan garam


dari gagal ginjal akut,  Menjaga berat badan ideal
 K : 6,9 mEq/L
didefinisikan sebagai penurunan  Minum air putih dalam
 Cl : 105 mEq/L
mendadak dari fungsi ginjal kadar yang cukup
 WBC : 9,9 x 103 mm3
(laju filtrasi glomerulus/ LFG)  Membatasi konsumsi obat
 BUN : 25 mg/dl
yang bersifat sementara, pereda nyeri
 SrCr : 2,4 mg/dl ditandai dengan eningkatan  Membatasi konsumsi
 GDS : 120 mg/dl kadar kreatinin serum dan hasil minuman beralkohol
 Hb : 9 g/dl metabolisme nitrogen serum  Berhenti merokok
 Urinalisis: Protein + 3 lainnya, serta adanya  Mengelola stres dengan
(300 mg/100 ml) ketidakmampuan ginjal untuk baik
mengatur homeostasis cairan  Berolahraga secara teratur
dan elektrolit (Andreoli, 2009).
 Dari hasil pemeriksaan
laboratorium kadar natium
pasien adalah 158 mEq/L.
Hipernatremia adalah
konsentrasi natrium
serum > 145 mEq/L (> 145
mmol/L). Hal ini menunjukkan
adanya defisit total air tubuh
relatif terhadap total natrium
tubuh, yang disebabkan oleh
asupan air lebih sedikit
dibandingkan kehilangan air.
 Dari hasil pemeriksaan
laboratorium kadar kalium
pasien adalah 6,9 mEq/L.
Hiperkalemia ialah kadar
kalium plasma/serum melebihi
batas atas rentang normal, yaitu
mencapai ≥ 5,5 mEq/L (Kasper,
et al., 2015). Hiperkalemia
dapat disebabkan oleh
perpindahan K+ intraseluler
menuju ekstraselular, ekskresi
inadekuat, dan intake K+
berlebih pada pasien gangguan
ginjal.
 Ginjal memiliki fungsi sebagai
pengatur volume dan komposisi
kimia darah dengan
mengekskresikan zat terlarut
dan air secara selektif. Ginjal
juga bertugas memproduksi
hormon yang dapat
mempengaruhi organ lainnya,
seperti pengontrol tekanan
darah. Organ ginjal bekerja di
dukung oleh aliran darah ke
ginjal, jaringan ginjal dan
saluran pembungan ginjal, bila
salah satu faktor pendukung
terganggu maka fungsi ginjal
akan terganggu bahkan dapat
berhenti.
 Penyakit ginjal yang
menyebabkan hipertensi
umumnya terjadi karena ,
peningkatan resistensi
peredaran darah ke ginjal dan
penurunan fungsi kapiler
glomerulus. Hal ini
menyebabkan terjadinya
iskemia pada ginjal yang
merangsang peningkatan
pengeluaran renin (pro renin
menjadi renin) pada glomerular
sel. Iskemia merangsang
pengeluaran renin yang
berikatan dengan
angiotensinogen akan
menyebabkan terbentuknya
angiotensin I yang dapat
dirubah menjadi angiotensin II
oleh ACE (angiotensin
converting enzim) sehingga
menyebabkan efek vasokontrisi
dan pengeluaran aldosteron.
Mengakibatkan efek intrarenal
hemodynamics dan sodium
retention.
Pembahasan
Pada kasus yang dialami Ny. I, ia di diagnosa gagal ginjal akut
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan. Gagal ginjal akut
(GGA) atau Acute Kidney Injury (AKI) merupakan penurunan fungsi ginjal
secara cepat dan mendadak sehingga ginjal tidak mampu menjalani fungsinya
untuk mengsekresikan hasil metabolisme tubuh (kelebihan nitrogen dan air)
dan mempertahankan keseimbangan asam dan basa. Kondisi ini biasanya
ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia
(peningkatan konsentrasi BUN) (KDIGO, 2012).
Dari hasil pemeriksaan laboratorium kadar natium dan kalium pasien
tidak dalam batas normal, hal ini diakibatkan oleh penurunan fungsi ginjal
yang dialami pasien. Dalam hal ini pasien diberikan terapi cairan tambahan
seperti cairan saline natrium clorida 0,9% untuk mengembalikan keseimbangan
elektrolit. Menurut Zamri (2019), terapi awal yang harus digunakan adalah
larutan natrium klorida 0,9% untuk rehidrasi intravena secara agresif sehingga
dapat mengembalikan perfusi perifer, karena terjadi kehilangan elektrolit
seperti natrium, klorida, dan kalium pada tubuh.
Selanjutnya sesuai hasil pemeriksaan tekanan darah pasien mengalami
hipertensi, pasien disarankan untuk menggunakan terapi Furosemid yakni obat
golongan diuretic loop. Selain untuk terapi hipertensi furosemide juga sebagai
terapi pada gagal ginjal akut yang dialami pasien. Furosemid juga telah terbukti
mengurangi kerusakan medula ginjal selama kondisi hipoksia pada ginjal
perfusi terisolasi. Menurut Guyon (2008), furosemid bekerja dengan cara
menghambat reabsorbsi NaCl dalam ansa henle asendens segmen tebal.
Furosemide bekerja dengan menghambat kontranspor Na +/K+/Cl-. Na+ secara
aktif ditranspor keluar sel ke dalam interstisium oleh pompa yang tergantung
pada Na+/K+-ATPase di membrane basolateral. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya diuresis dan berakhir dengan penurunan tekanan darah.
Selanjutnya pada hasil pemeriksaan ditemukan bahwa pasien mengalami
penurunan hemoglobin (Hb) sehingga pasien diberikan terapi tambahan tablet
Fe. Menurut Akuba dkk (2023), terapi yang paling banyak diberikan yaitu
pemberian zat besi oral. Anemia pada pasien dengan gagal ginjal dapat diobati
dengan zat besi, eritropoietin dan transfusi darah. Tetapi kadar hemoglobin
harus dipantau sebelum melakukan terapi anemia.
Berdasarkan hal tersebut pasien disarankan untuk melakukan terapi
dengan zat besi terlebih dahulu, yakni tablet Fe. Selanjutnya dilakukan
pemantauan lebih lanjut untuk keberhasilan terapinya.
Selain terapi secara farmakologi, Ny.I juga disarankan wajib melakukan
terapi non farmakologi dalam kehidupan sehari-hari seperti mengonsumsi
makanan sehat, membatasi asupan garam, menjaga berat badan ideal, minum
air putih dalam kadar yang cukup, membatasi konsumsi obat pereda nyeri,
membatasi konsumsi minuman beralkohol, berhenti merokok, mengelola stres
dengan baik, serta berolahraga secara teratur.
Pemantauan
Nama Obat Kondisi Klinik Tanda Vital Parameter Laboratorium
I : Mengganti cairan tubuh, membersihkan luka,
membersihkan hidung, mengencerkan dahak, dan
melarutkan obat suntik
ESO : Efek samping cairan salin normal atau NaCl Pemeriksaan urine
Cairan saline natrium Nadi, frekuensi
0,9% umumnya terjadi jika volume cairan yang (urinalisis), darah, fungsi
clorida 0,9% pernapasan, tekanan darah
diberikan kurang tepat untuk kondisi pasien. Edema ginjal, EKG
paru dapat terjadi akibat pemberian cairan salin normal
yang tidak bijaksana pada pasien dengan gagal
jantung kongestif dan dapat berakhir pada kematian.
I : Mengatasi penumpukan cairan di dalam tubuh
Furosemid 1 x Pemeriksaan urine
ESO : Sakit kepala, pusing, mual muntah, diare, Nadi, frekuensi
40 mg/hari PO (urinalisis), darah, dungsi
penglihatan buram, dan sembelit tenggorokan, dan sesak pernapasan, tekanan darah
ginjal, EKG
napas atau mengi, kelelahan
I : pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi besi
Tablet Fe 1 x
ESO : intoleransi terhadap sediaan oral. Gejala yang
100 mg/hari PO Tekanan darah Pemeriksaan Hb
timbul antara lain mula, nyeri epigastrum, konstipasi,
perubahan warna tinja
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
1. Penggunaan jamu X dihentikan karena diduga menjadi penyebab GGA
yang dialami pasien
2. Penggunaan cairan isotonik (NaCl 0,9%) untuk mengembalikan cairan
hingga volume cairan tercukupi, kemudian diganti menjadi cairan
hipotonik juga setelah pemeriksaan masih ditemukan hipernatremia.
3. Penggunaan furosemide untuk mengatasi masalah hipertensi pasien.
4. Melakukan pemeriksaan secara berkala
5. Melakukan pemantauan terapi pada pasien untuk meningkatkan terapi
setelah diberikan obat.
F. KESIMPULAN
1. Masalah terkait obat yang ditemukan antara lain : reaksi obat yang tidak
dikehendaki sebagai akibat dari konsumsi jamu X
2. Rencana rekomendasi terapi yang diusulkan antara lain :
Farmakologi
 Cairan saline natrium klorida 0,9 % IV
 Furosemid 1 x 40 mg/hari PO
 Tablet Fe 1 x 100 mg/hari PI
Non Farmakologi
 Mengonsumsi makanan sehat
 Membatasi asupan garam
 Menjaga berat badan ideal
 Minum air putih dalam kadar yang cukup
 Membatasi konsumsi obat pereda nyeri
 Membatasi konsumsi minuman beralkohol
 Berhenti merokok
 Mengelola stres dengan baik
 Berolahraga secara teratur
G. DAFTAR PUSTAKA
Adrogue HJ, Madias NE. Hypernatremia. Vol. 342, New England Journal of
Medicine. Massachusetts Medical Society; 2000. p. 1493–9.

Akuba, Julianti., dkk. 2023. Gambaran Tatalaksana Terapi Anemia Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Di Rumah Sakit Toto Kabila. Jurnal Kesehatan
Pharmasi Vol.V No.1, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri
Gorontalo.

Andreoli SP. Acute Kidney Injury in Children. Pediatr Nephrol. 2009;24:253-63.

Goldstein S.L. 2006. Pediatric acute kidney injury: it’s time for real progress.
Pediatr Nephrol. 21: 891-895.

Guyton and Hall. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran ed. 11. Jakarta: EGC

Johan, Michael. 2021. Evaluasi dan Tatalaksana Hipernatremia. CDK-295. 48


(6) : 359-362

Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). 2012. KDIGO Clinical


Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International
Supplements. Vol.2. 19-36

Lameire N, Biesen WV, Vanholder R. 2006. The rise of prevalence and the fall of
mortality of patients with acute renal failure: what the analysis of two
databases does and does not tell us. J Am Soc Nephrol. 17:923-5.

Liamis G, Filippatos TD, Elisaf MS. Evaluation and treatment of hypernatremia:


A practical guide for physicians. Postgrad Med. 2016;128(3):299–306.

Markum, H. M. S. 2009. Gangguan Ginjal Akut. In : Sudoyo AW et al (ed). Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th edition. Jakarta: InternaPublishing .p1041.

Mehta R.L, Kellum J.A, Shah S.V, Molitoris B.A, Ronco C, Warnock D.G. 2007.
Acute kidney injury network: report of an initiative to improve outcomes in
acute kidney injury. Critical Care. 11:R31.

Melyda. 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Acute Kidney Injury (AKI) pada Syok
Septik.CKD259. 44(17): 907-11.

Nash K, Hafeez A, Hou S. 2002. Hospital-acquired renal insufficiency. American


Journal of Kidney Diseases. 39:930-936.

Sinto, R. dan Nainngolan, G. 2010. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan
Tata Laksana. Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2).

Stamatakis, M.K., 2008. Acute Renal Failure. In M. A. C. Burns., Wells, B. G.,


Schwinghammer, T. L., Malone, P.M., Kolesar, J.M. & J. T. Dipiro., eds.
Pharmacotherapy Principles and Practice. New York: The McGraw-Hill
Companies, p. 361-370.

Zamri, A. 2019. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Hyperosmolar Hyperglycemic


State (Hhs). JMJ, Volume 7, Nomor 2, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi.

H. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai