Home
A.
Latar Belakang
Gagal ginjal atau Acute renal failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tibatiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan
konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN [Blood Urea Nitrogen]
. Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali
normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi
urin.
Gagal ginjal Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat
sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan
ureum dan kreatinin darah (Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 )
B.
Rumusan masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah Bagaimana gambaran klinis
dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang menderita penyakit Gagal Ginjal
Akut
C. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah agar mahasiswa khususnya saya sendiri dapat
mempelajari dan mengetahui definisi, manifestasi klinis, etiologi, patofisiologi, komplikasi,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pengobatan, dan diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul. Selain itu penulisan laporan kasus ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas
praktek keperawatan dewasa I.
D. Manfaat penulisan
1. Meningkatkan pemahaman kepada mahasiswa dan saya sendiri mengenai definisi, etiologi,
patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penyakit Gagal Ginjal Akut
2. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa khususnya saya sendiri tentang penyakit Gagal
Ginjal Akut dan gejala-gejalanya di sertai tindakan yang harus diambil untuk pencegahannya
sebagai langkah awal dalam mengantisipasi penyakit Gagal Ginjal Akut
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat
hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan
fungsi ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin,
serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal.
Kriteria diagnosis GGA yaitu terjadinya peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dL per hari. Peningkatan kadar ureum darah adalah sekitar 10-20 mg/dL per hari, kecuali
bila terjadi keadaan hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dL per hari.
Manifestasi klinik GGA dapat bersifat: oligurik dan non oligurik. Definisi oliguria adalah <
240 ml/m /hari. Pada neonatus dipakai kriteria < 1,0 ml/kgBB/jam. Pada GGA non oligurik
ditemukan diuresis 1-2 ml/kgBB/jam disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah.
Keadaan ini sering dijumpai pada GGA akibat pemakaian obat nefrotoksik, antara lain
aminoglikosida.
B.
Manifestasi klinik
Gejala klinis yang berhubungan dengan GGA adalah: pucat (anemia), oliguria, edema,
hipertensi, muntah, letargi, dan pernapasan Kussmaul karena terjadi asidosis metabolik. Pada
kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala
kelebihan (overload) cairan berupa sesak napas akibat gagal jantung kongestif dan edema
paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis
dengan atau tanpa melena akibat gastritis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai
koma. GGA dapat bersifat non-oligurik, yang sukar dideteksi pada saat awal kalau tidak
dilakukan pemeriksaan ureum dan kreatinin darah pada pasien yang dicurigai misalnya pada
pasien yang mendapat obat nefrotoksik
C. Etiologi
1. GGA prarenal
a.
Hipovolemia
a) Pendarahan
b) Kehilangan cairan melalui GIT seperti muntah dan diare
b. Penurunan volume vaskular efektif
a) Sepsis akibat vasodilatasi
b) Luka bakar, trauma akibat pengumpulan cairan di ruang ketiga
c) Sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia dan edema yang hebat.
c.
a) Gagal jantung
b) Kardiomiopati
c) Pasca bedah jantung
2. GGA renal / intrinsik
a.
a) Sindrom hemolitik uremik (trias anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopenia, gagal ginjal
akut)
b) Trombosis arteri/vena renalis
c) Vaskulitis misalnya pada poliarteritis nodosa, purpura Schonlein Henoch Pupura Henoch
Schonlein adalah vaskulitis sistemik pembuluh darah kecil akibat reaksi imunologis, yang
secara primer menyerang kulit, saluran cerna, sendi, & ginjal. b.
b. Glomerulonefritis
a) Pasca streptokokus
b) GN kresentik: idiopatik dan sindrom Goodpasture.
c.
Nefritis interstisial
a) Obat
b) Infeksi
c) Pielonefritis
d. Kerusakan tubulus
e.
a) Agenesis ginjal
b) Ginjal polikistik
c) Ginjal hipoplastik - displastik
Kelainan kongenital
Tumor
D. Patofisiologi
1. GGA prarenal
Oleh karena berbagai sebab prarenal, volume sirkulasi darah total atau efektif menurun,
curah jantung menurun, dengan akibat aliran darah ke korteks ginjal menurun dan laju filtrasi
glomerulus (LFG) menurun. Tetapi fungsi reabsorbsi tubulus terhadap air dan garam terus
berlangsung. Oleh karena itu pada GGA prarenal ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas urin
yang tinggi >300 mOsm/kg dan konsentrasi natrium urin yang rendah <20 mmol/L serta fraksi
ekskresi natrium (FENa) yang rendah (<1%). Sebaliknya bila telah terjadi nekrosis tubulus
(GGA renal) maka daya reabsorbsi tubulus tidak berfungsi lagi. Ditemukan kadar osmolalitas
urin yang rendah <300 mOsm/kg sedangkan kadar natrium urin tinggi >20 mmol/L dan FENa
urin juga tinggi (>1%). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan apakah pasien
GGA prarenal yang terjadi sudah menjadi GGA renal. GGA renal terjadi apabila hipoperfusi
prarenal tidak cepat ditanggulangi sehingga terjadi kerusakan parenkim ginjal. Pembedaan ini
penting karena GGA prarenal memberi respons diuresis pada pemberian cairan adekuat
dengan atau tanpa diuretika, sedangkan pada GGA renal tidak.
tipe
nefrotoksik
ditemukan
akibat
karbon
tetraklorida,
hemoglobin,
atau
Kelainan Vaskular
Kelainan vaskular sebagai penyebab GGA dapat berupa trombosis atau vaskulitis.
Trombosis arteri atau vena renalis dapat terjadi: pada neonatus yang mengalami kateterisasi
arteri umbilikalis, diabetes melitus maternal, asfiksia dan kelainan jantung bawaan sianotik.
Pada anak besar kelainan vaskular yang menyebabkan GGA ditemukan pada pasien Sindrom
Hemolitik Uremik (SHU). SHU adalah penyebab GGA intrinsik tersering yang dikarenakan
kerusakan kapiler glomerulus; paling sering menyertai suatu episode gastroenteritis yang
disebabkan oleh strain enteropatogen
Escherichia coli
(0157:H7). Organisme ini menyebarkan toksin yang disebut verotoksin yang tampaknya
diabsorbsi dari usus dan memulai kerusakan sel endotel. Pada SHU terjadi kerusakan sel
endotel glomerulus yang mengakibatkan terjadinya deposisi trombus trombosit-fibrin.
Selanjutnya terjadi konsumsi trombosit, kerusakan sel darah merah eritrosit yang melalui jaringjaring fibrin dan obliterasi kapiler glomerulus, kelainan ini disebut mikroangiopati. Kelainan
vaskular yang lain yang dapat terjadi adalah vaskulitis. Penurunan LFG disebabkan oleh
penurunan aliran darah ginjal karena terjadi peningkatan resistensi akibat kerusakan pembuluh
darah dan penurunan permukaan filtrasi.
Kelainan Glomerulus
GGA karena kelainan glomerulus dapat ditemukan pada:
a.
d. Sindrom Goodpasture
Pada GNAPS terjadi pada <1% pasien dan disebabkan karena menyempitnya kapilerkapiler glomerulus, terhimpit oleh proliferasi sel mesangial dan sel endotel kapiler sendiri.
Kelainan interstisial
Ditemukan pada:
a.
Nefritis interstisial akut misalnya pada pasien artritis rheumatoid juvenil atau pemakaian obatobatan
b. Pielonefritis akut. Lebih sering ditemukan pada neonatus dan sering disertai sepsis.
Anomali kongenital
Anomali kongenital yang dapat menyebabkan GGA ialah:
a.
b. Ginjal hipoplastik
c.
Ginjal polikistik infantil Terjadinya GGA karena jumlah populasi nefron sedikit atau tidak ada
sama sekali.
3. GGA pascarenal
Obstruksi aliran urin dapat bersifat kongenital atau didapat. Istilah obstruksi pascarenal
adalah obstruksi yang terjadi distal dari nefron. GGA pascarenal terjadi ketika obstruksi
melibatkan kedua ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu ginjal. Kelainan kongenital
yang paling sering menyebabkan GGA pascarenal adalah katup uretra posterior. Di Indonesia
GGA pascarenal didapat biasanya adalah akibat dari kristal-kristal jengkol (intoksikasi jengkol).
Mirip dengan GGA prarenal, kerusakan parenkim ginjal dapat minimal, dan tergantung dari
lamanya obstruksi berlangsung serta sifat kepenuhan obstruksi. GGA pascarenal biasanya
reversibel apabila dikenali dan dikoreksi secara dini.
Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu. Pada stadium
awal, aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun LFG dan volume urin menurun.
Osmolalitas urin dapat tinggi dengan konsentrasi natrium urin yang rendah seperti yang terlihat
pada GGA prarenal. Stadium ini berlangsung cepat dan sering tidak dikenali. Stadium akhir
ditandai dengan penurunan aliran darah ke ginjal dan disfungsi tubular sehingga menghasilkan
urin yang encer dengan peningkatan konsentrasi natrium. Hilangnya obstruksi pada fase awal
GGA dapat mengakibatkan diuresis yang berlebihan, di sini berperan faktor intrinsik dalam
ginjal dan juga akibat penumpukan cairan pada saat oligo/anuria. Makin lama obstruksi, makin
sedikit kemungkinan LFG untuk pulih kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari sangat mungkin
dapat mengalami perbaikan LFG secara penuh, tetapi lebih lama kemungkinan ini bertambah
sedikit. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa obstruksi jangka pendek (72 jam) ternyata
sudah menimbulkan kerusakan permanen pada nefron, dan pulihnya LFG kembali normal
adalah akibat dari hiperfiltrasi nefron yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan durasi
obstruksi, pengeluaran urin dapat bervariasi dari tidak sama sekali sampai beberapa liter per
hari. Tetapi pengeluaran urin saja tidak dapat dipakai untuk membedakan GGA pascarenal dari
GGA prarenal dan GGA renal/intrinsik.
4. GGA pada Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Salah satu yang harus dicari dan disingkirkan dalam menghadapi pasien GGA adalah
apakah pasien tidak menderita GGA pada GGK atau bahkan suatu gagal ginjal terminal. GGA
pada GGK terjadi apabila pasien GGK mengalami diare akut dengan dehidrasi, infeksi saluran
kemih, obstruksi saluran kemih. Untuk mencari kedua kemungkinan tersebut maka perlu
ditanyakan riwayat dan gejala penyakit gagal ginjal kronik sebelumnya, antara lain:
a.
Apakah ada riwayat atau gejala penyakit ginjal sebelumnya seperti hematuria, bengkak, sering
sakit kencing, dll.
b. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ginjal yang membuat kita berpikir ke arah
nefropati herediter misalnya; Sindrom Alport, ginjal polikistik, dll.
c.
Adanya anemia berat juga merupakan tanda dari GGK, akan tetapi penilaian harus hati-hati,
karena prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi, dan adanya hemodilusi pada pasien GGA
yang mendapat pemberian cairan berlebih sebelumnya.
f.
Bila perlu dilakukan bone survey untuk menemukan tanda osteodistrofi ginjal.
g. Pemeriksaan radiologi ginjal (USG, foto polos abdomen) untuk melihat pengerutan kedua ginjal
dan hidronefrosis bilateral lanjut.
E.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari gagal ginjal akut di antaranya gagal ginjal kronik, infeksi,
dan sindrom uremia. Untuk gagal ginjal kronik, terapi sesuai tatalaksana GGK pada umumnya,
bila sudah parah dilakukan dialisis dan transplantasi ginjal. Komplikasi infeksi sering merupakan
penyabab kematian pada GGA, dan harus segera diberantas dengan antibiotika yang adekuat.
Bila LFG menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan
menderita sindrom uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang terjadi akibat atau berkaitan
dengan retensi metabolit nitrogen karena gagal ginjal. Sindrom uremia ditangani secara
simtomatik.
F.
Pemeriksaan penunjang
keseimbangan
elektrolit
hiperkalemia,
hipernatremia
atau
hiponatremia,
6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal
rusak.
7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin.
8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh : glomerulonefritis,
piolonefritis
dengan
kehilangankemampuan
untuk
memekatkan;
menetap
pada
Darah :
1. Hb. : menurun pada adanya anemia.
2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup.
3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal
untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolism.
4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5.
Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis)
atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi
8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
Tirah baring
b. Tinggi karbohidrat
c.
Makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jus jeruk, kopi) dibatasi, maksimal 2
gram/hari
6. Koreksi asidosis
a.
Sodium bicarbonat, sodium laktat dan sodium asetat dapat diberikan untuk mengurangi
keasaman
7. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan membantu penyembuhan luka.
Hal-hal berikut ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk segera dilakukan dialisis :
a.
Volume overload
H. Diagnosa keperawatan
1. kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air.
2. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme
protein
3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet,
anemia.
4. Resiko infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
mengingat.
I.
Noc
Nic
Setelah
dilakukan
tindakan
skala :
Noc
Nic
Noc
Nic
Activity Tollerance
Energy Conservation
Nutritional Status: Energy
Energy Management :
Monitor
respon
kardiorespirasi
terhadap
aktivitas
(takikardi,
Setelah
dilakukan
tindakan disritmia, dispneu, diaphoresis,
keperawatan
selama 3x24 jam pucat, tekanan hemodinamik dan
dengan
penyakit jumlah respirasi)
pasien kelelahandapat teratasi
Monitor dan catat pola dan jumlah
dengan kriteria hasil:
tidur pasien
Monitor lokasi ketidaknyamanan
Kemampuan aktivitas adekuat
atau nyeri selama bergerak dan
Mempertahankan nutrisi adekuat
aktivitas
Keseimbangan aktivitas dan
Monitor intake nutrisi
istirahat
Monitor pemberian dan efek samping
Menggunakan tehnik energi
obat depresi
konservasi
Instruksikan pada pasien untuk
Mempertahankan interaksi sosial
mencatat tanda-tanda dan gejala
Mengidentifikasi faktor-faktor fisik kelelahan
dan psikologis yang menyebabkan Ajarkan tehnik dan manajemen
kelelahan
aktivitas untuk mencegah kelelahan
Mempertahankan kemampuan
Jelaskan pada pasien hubungan
untuk konsentrasi
kelelahan dengan proses penyakit
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
skala :
cara meningkatkan intake makanan
1: tidak pernah menunjukan
tinggi energi
2: jarang menunjukan
Dorong
pasien
dan
keluarga
3: kadang-kadang menunjukan
mengekspresikan perasaannya
4: sering menunjukan
Catat
aktivitas
yang
dapat
5: menunjukan secara konsisten
meningkatkan kelelahan
Anjurkan pasien melakukan yang
meningkatkan relaksasi (membaca,
mendengarkan musik)
Tingkatkan pembatasan bedrest dan
aktivitas
Batasi stimulasi lingkungan untuk
memfasilitasi relaksasi
Noc
Nic
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jampasien dengan
penyakit
kurangpengetahuan diharapkan
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
lainnya
skala :
1: tidak pernah menunjukan
2: jarang menunjukan
3: kadang-kadang menunjukan
4: sering menunjukan
5: menunjukan secara konsisten
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan
pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional
ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau
sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan
penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia.
Peningkatan kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya cimetidin dan
trimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal. Peningkatan tingkat BUN juga dapat
terjadi tanpa disertai kerusakan ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau saluran
pencernaan, penggunaan steroid, pemasukan protein. Oleh karena itu diperlukan pengkajian
yang hati-hati dalam menentukan apakah seseorang terkena kerusakan ginjal atau tidak
B.
Saran
Berikan penjelasan yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan untuk mencegah
terjangkitnya penyakit gagal ginjal dan mempercepat penyembuhan. Penatalaksanaan yang
efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan mencegah
terjadinya komplikasi.
Daftar pustaka
Ganong. W.F., editor Widjajakusumah D.H.M., 2001., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran., edisi Bahasa
Indonesia., Jakarta., EGC
Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta
Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
Rusdidjas, Ramayati R, 2002. Infeksi saluran kemih. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO. Buku ajar Nefrologi Anak. 2 nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
142-163
Lambert H, Coulthard M, 2003. The child with urinary tract infection. In : Webb NJ.A, Postlethwaite
RJ ed. Clinical Paediatric Nephrology.3 rd ED. Great Britain: Oxford Universsity Press., 197-22
POSTED BY EKO PUTERA SAMPOERNA AT 5:38 AM
LABELS: MAKALAH
0 comments:
Post a Comment
Newer PostHome
Categories
Info (3)
Makalah (2)
Materi (3)
Blog Archive
2012 (8)
o September (8)
KESEHATAN JIWA DALAM PANDANGAN ISLAM
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Aktifitas Farmakologi dan Efikasi Klinis Sirsak ( ...
Batuk dan pengobatannya
Golongan Antibiotik
Alergi dan Penyebab Alergi
Makalah Jantung Koroner
Makalah Penyakit Ginjal Akut
Followers
PEMBAHASAN
keseimbangan dan itergritas tubuh yang mncul secara bertahap sebelum terjun ke fase
Gagal ginjal kronik : penurunan semua faal ginjal secara bertahap, diikuti penimbunan sisa
metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal atau penurunan faal ginjal lebih
atau sama dengan 3 bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Sesuai rekomendasi dari
NKF-DOQI (2202).
Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronik yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu :
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahanlahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa
metabolit (toksin uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan
menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996).
Long (1996 : 368) mengemukakan bahwa gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak mampu lagi
mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi sudah
tidak ada.
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,
Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsic difus dan menahun. Tetapi hampir
semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Umumnya penyakit
diluar ginjal, missal nefropati obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsic dan berakhir
dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis hipertensi essensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal
ginjal kronik kira-kira 60%. Gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik
dan nefropati obstruktif hanya 15 20 %. Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim
ginjal progresif dan difus, seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Laki-laki lebih sering dari
wanita, umur 20 40 tahun. Sebagian besar pasien relatif muda dan merupakan calon utama untuk
transplantasi ginjal. Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit system
(Glomerulonefritis sekunder) seperti Lupus Eritomatosus Sitemik, Poliarthritis Nodosa,
Granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (Glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes
melitus (Glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis sering dijumpai pada pasien-pasien
dengan penyakit menahun sperti tuberkolosis, lepra, osteomielitis, dan arthritis rheumatoid, dan
myeloma.
Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nefrosklerosis) merupakan salah satu penyebab gagal ginjal
kronik. Insiden hipertensi essensial berat yang berekhir dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10 %.
Kira-kira 10 -15% pasien-pasien dengan gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal
Pada orang dewasa, gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan ginjal
(Pielonefritis) tipe uncomplicated jarang dijumpai, kecuali tuberculosis, abses multiple, nekrosis
papilla renalis yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat.
Seperti diketahui,nefritis interstisial menunjukkan kelainan histopatologi berupa fibrosis dan reaksi
inflamasi atau radang dari jaringan interstisial dengan etiologi yang banyak. Kadang dijumpai juga
kelainan-kelainan mengenai glomerulus dan pembuluh darah, vaskuler. Nefropati asam urat
menempati urutan pertama dari etiolgi nefrotis interstisial.
C. Perjalanan klinis
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana
faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan
pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini
kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban
kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang
teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas
tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan
harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini
dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat.
Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai
meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari
kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus,
meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia
pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan
timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai
terganggu.
Stadium III
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai
penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah
karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan
sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal
atau dialisis.
Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak ada
gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium.Pada gagal ginjal kronis ringan sampai sedang, gejalanya ringan meskipun
terdapat peningkatan urea dalam darah. Pada stadium ini terdapat nokturia dan hipertensi. Sejalan
dengan perkembangan penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah
semakin tinggi.Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala-gejala: letih, mudahlelah,
sulitkonsentrasi,nafsumakanturun, mual muntah, cegukan, tungkai lemah, parastesi, keramotot-otot,
insomia, nokturai, oliguria,sesaknafas, sembab, batuk, nyeri perikardial,malnutrisi, penurunan berat
badan letih.
Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita ulkus dan perdarahan saluran
pencernaan. Kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan kadang konsentrasi urea sangat tinggi
sehingga terkristalisasi dari keringat dan membentuk serbuk putih di kulit (bekuan uremik).
Beberapa penderita merasakan gatal di seluruh tubuh.
Menurut Suhardjono (2001), manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal
kronik yaitu:
b. Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.
c. Cegukan (hiccup)
a. Sistem Integumen
-Kulit berwarna pucat akibat anemia. Gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik.
-Ekimosis akibat gangguan hematologis
-Urea frost akibat kristalisasi urea
-Bekas-bekas garukan karena gatal
-Anemia
-Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
-Gangguan fungsi leukosit.
d. Sistem Kardiovaskuler
-Hipertensi
-Akibat penimbunan cairan dan garam.
-Nyeri dada dan sesak nafas
-Gangguan irama jantung
-Edema akibat penimbunan cairan.
e. Sistem Endokrin
Sasarannya yaitu :
Gambaran klinik mempunyai spectrum klinik luas dan melibatkan banyak dan tergantung dari derajat
penurunan faal ginjal dan lebih makin nyata bila pasien sudah terjun ke fase terminal dari gagal
ginjal terminal (GGT) dengan melibatkan banyak organ seperti system hemopoiesis, saluran cerna
yang lebih berat, saluran nafas, mata, kulit, selaput serosa (pluritis dan perikarditis), system
kardiovaskuler, dan neuropsikatri.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dapat mengungkapkan etiologi GGK yang dapat
dikoreksi maupun yang tidak dapat dikoreksi. Semua factor etiologi yang mungkin dapat dikoreksi
biasanya sulit terungkap pada anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis tetapi informasi ini sangat
penting sebagai panduan pengejaran diagnosis dengan memakai sarana penunjang laboratorium
dan pemeriksaan yang lebih spesifik.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menentukan gangguan
sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat,
kalium meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun, protein menurun. Tujuan pemeriksaan
laboratorium yaitu (1) memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal LFG, (2)
identifikasi etiologi, (3) menentukan perjalanan penyakit termasuk semua factor pemburuk faal ginjal
yang sifatnya terbalikan (reversible).
b. USG
c. Nefrotomogram
d. Pielografi retrograde
e. Pielografi antegrade
Sebagian besar pasien GGK harus menjalani program terapi simtomatik untuk mencegah atau
mengurangi populasi gagal ginjal terminal (GGT).Banyak faktor perlu dikendalikan untuk
mencegah/memperlambat progresivitas penurunan faal ginjal (LFG).
Perubahan faal ginjal (LFG) bersifat individual untuk setiap pasien GGK, lama terapi konservatif
bervariasi dari bulan sampai tahun.
F. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP). Terapi diet rendah protein menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksik azotemia tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen
Pasien kelompok GGK dengan LFG 5 ml per hari dan sindrom nefrotik dapat diberikan diuretika
untuk memperlancar diuresis, misal furosemide. Takaran furosemide 40-80 mg per hari, dapat
dinaikkan 40 mg per hari (interval 2 hari) sampai jumlah takaran maksimal 3 gram per hari.
Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) adalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi
ginjal yang menahun disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan
umumnya tidak dapat pulih kembali (irreversible). Gejalanya biasanya ditandai dengan menurunnya
nafsu makan, mual, pusing, muntah, rasa lelah, sesak nafas, edema pada tangan dan kaki serta
uremia. Apabila Tes Kliren Kreatinin (TKK) <> 5,5 mEq), oliguria atau anuria. Cairan dibatasi, yaitu
sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran melalui keringat dan pernafasan ( 500 ml)
Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folat, vitamin C dan vitamin D.
Kebutuhan nutrisi tubuh sangat dipengaruhi dengan berat badan, karenanya diet diberikan
disesuaikan dengan berat badan pasien. Berdasarkan Penuntun Diet yang disarankan oleh Instalasi
Gizi Perjan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), jenis diet digolongkan menjadi tiga, yaitu
diet rendah protein I: Asupan protein 30 g dan diberikan kepada pasien dengan berat badan 50 kg.
Diet protein rendah II, asupan protein 35 g diberikan pasien dengan berat badan 60 kg. Diet protein
rendah III, diberikan kepada pasien dengan berat badan 65 kg. Makanan diberikan dalam bentuk
makanan cair atau lunak untuk meringankan organ pencernaan.
BAB III
1. KESIMPULAN
Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2
kelompok:
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis
sistemik progresif, Gout, Dm.
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan Infeksi yang berulang dan nefron
yang memburuk Obstruksi saluran kemih, Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi
yang lama
2. SARAN
Jadi diet untuk penyakit Gagal Ginjal Kronis sebaiknya:
1. Makanan yang Dianjurkan: Nasi, bihun, jagung, kentang, makaroni, mi, tepung-tepungan, singkong,
ubi, selai, madu, telur, daging ayam, daging, ikan, susu, minyak jagung, minyak sawit, semua sayuran
dan buah kecuali yan mengandung kalium tinggi bagi penderita hiperkalemia tidak disarankan
2. Makanan yang Tidak Dianjurkan: Kacang-kacangan dan hasil olahannya (tahu tempe), kelapa, santan,
minyak kelapa, margarin, lemak hewan dan sayuran dan buah yang tinggi kalium.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi
Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI. Jakarta
3. http://hanif.web.ugm.ac.id/gagal-ginjal-kronik.html
4. http://jiptunair/gdlsuharto-cox.html
5. Guyton and Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta
6. Kapantow, Nova. 2008. Bahan Ajar Ilmu Gizi Klinik. Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedok-
7. Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi
2. EGC. Jakarta.
8. Lintong, Poppy M. 2005. Ginjal Dan Saluran Kencing Bagian Bawah. Bagian Patologi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
d.
e.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
C. PERALATAN
1.
mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa
(klirens).
2.
Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau bath adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum
normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring.
Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan
potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat
menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk
dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik
komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya
untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
3.
Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian
multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat
pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol
rasio konsentrat-air.
4.
Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah,
pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi
ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
5.
Komponen manusia
6.
Pengkajian dan penatalaksanaan
D. PROSEDUR HEMODIALISA
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan
peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai
melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter
hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk
mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena
subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan
kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian
dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran arterial, keduanya untuk
membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan
dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum arterial diletakkan paling dekat dengan
anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan
normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah.
Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal
salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki
tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada
keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat
diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam
kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang
meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan
pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan
diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun
bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau selang postdialiser.
Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien,
membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien.
Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering
membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena
pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan
oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
E. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1.
Perawatan sebelum hemodialisa
Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
Kran air dibuka
Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran
pembuangan
Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
Hidupkan mesin
Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
Matikan mesin hemodialisis
Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis
Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
2. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi inset (tanda merah) diatas dan posisi outset
(tanda biru) di bawah.
3. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung insetdari dializer.
4. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung out set dari dializer dan tempatkan buble tap di
holder dengan posisi tengah..
5. Set infus ke botol NaCl 0,9% 500 cc
6. Hubungkan set infus ke slang arteri
7. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.
8. Memutarkan letak dializer dengan posisi inset di bawah dan out set di atas, tujuannya agar
dializer bebas dari udara.
9. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
10. Buka klem dari infus set ABL, VBL
11. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara
bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
12. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai cairan
13. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer,
dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg).
14. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada
botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
15. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
16. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
17. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse
dengan aliran 200-250 ml/menit.
18. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana inlet di atas dan outlet di bawah.
19. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan
dengan pasien )soaking.
a)
b)
c)
d)
e)
B.Persiapan pasien
Menimbang berat badan
Mengatur posisi pasien
Observasi keadaan umum
Observasi tanda-tanda vital
Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah
satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
i. Dengan interval A-V shunt / fistula simino
ii. Dengan external A-V shunt / schungula
iii. Tanpa 1 2 (vena pulmonalis)
F. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang
dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat
menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan
berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
G. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Hipervolemia
Ultrafiltrasi
Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
Hipovolemia
Hipotensi
Hipertensi
Sindrom disequilibrium dialysis
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Ketidakseimbangan Elektrolit
Natrium serum
Kalium
Bikarbonat
Kalsium
Fosfor
Magnesium
3.
4.
5.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Infeksi
Perdarahan dan Heparinisasi
Troubleshooting
Masalah-masalah peralatan
Aliran dialisat
Konsentrat Dialisat
Suhu
Aliran Darah
Kebocoran Darah
Emboli Udara
6.
a.
b.
c.
d.
Akses ke sirkulasi
Fistula Arteriovenosa
Ototandur
Tandur Sintetik
Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Persiapan mesin
Listrik
Air (sudah melalui pengolahan)
Saluran pembuangan
Dialisat (proportioning sistim, batch sistim)
Persiapan peralatan + obat-obatan
Dialyzer/ Ginjal buatan (GB)
AV Blood line
AV fistula/abocath
Infuse set\
Spuit : 50 cc, 5 cc, dll ; insulin
Heparin inj
Xylocain (anestesi local)
NaCl 0,90 %
Kain kasa/ Gaas steril
Duk steril
Sarung tangan steril
Bak kecil steril
Mangkuk kecil steril
Klem
Plester
Desinfektan (alcohol + bethadine)
Gelas ukur (mat kan)
Timbangan BB
Formulir hemodialisis
Sirkulasi darah
Cuci tangan
Letakkan GB pada holder, dengan posisi merah diatas
Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah
Hubungkan ujung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL dihubungkan
dengan alat penampung/ mat-kan
Letakkan posisi GB terbalik, yaitu yang tanda merah dibawah, biru diatas
Gantungkan NaCl 0,9 % (2-3 kolf)
Pasang infus set pada kolf NaCl
Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat khusus
Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, (untuk hubungan tekanan
arteri, tekanan vena, pemberian obat-obatan)
Memulai hemodialisis:
a. Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet
b. Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet
c. Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, sampai sirkulasi darah
terisi darah semua.4.Jalankan pompa darah (blood pump) dengan Qb
d. Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan punksi
outlet
e. Fiksasi ABL & VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
f. cairan priming diampung di gelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan dikeluarkan
sesuai kebutuhan) .
g. Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikkan
sampai 300 ml/m (dilihat dari keadaan pasien)
h. Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure,
hidupkan air/ blood leak detector
i. Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin dilarutkan
dengan NaCl
j. Ukur TD, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah lakukan
mengukur TD, N, lebih sering.
k. Isi formulir HD antara lain : Nama, Umur, BB, TD, S, N, P, Tipe GB, Cairan
priming yang masuk, makan/minum, keluhan selama HD, masalah selama HD.
CATATAN !!!!
1. Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara posisi
kembalikan ke posisi sebenarnya.
2. Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara harus
diamankan lebih dulu
3. Semua sambungan dikencangkan
4. Tempat-tempat punksi harus harus sering dikontrol, untuk menghindari terjadi
perdarahan dari tempat punksi.
Mesin
Memprogram mesin hemodialisis :
1.Qb : 200 300 ml/m
2.Qd : 300 500 ml/m
3.Temperatur : 36-400C
4.TMP. UFR
5.Heparinisasi
Tekanan (+) /venous pressure
Trans Membran Pressure / TMP Tekanan (-) / dialysate pressure
Cara memberikan
Kontinus
Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir sebelum HD selesai)
Heparinisasi umum
Kontinus :
Dosis awal : . U
Dosis selanjutnya : U
Intermitten :
Dosis awal : U
Dosis selanjutnya : . U
Heparinisasi regional
Dosis awal : U
Dosis selanjutnya : .. U
Protamin : . U
Heparin : protamin = 100 U : 1 mg
Heparin & protamin dilarutkan dengan NaCl.
Heparin diberikan/ dipasang pada selang sebelum dializer.
Protamin diberikan/ dipasang pada selang sebelum masuk ke tubuh/ VBL.
Heparinisasi minimal
Syarat-syarat :
Dialyzer khusus (kalau ada).
Qb tinggi (250 300 ml/m)
Dosis heparin : 500 U (pada sirkulasi darah).
Bilas dengan NaCl setiap : 1 jam
Banyaknya NaCl yang masuk harus dihitung
Jumlahnya NaCl yang masuk harus dikeluarkan dari tubuh, bisa dimasukkan ke
dalam program ultrafiltrasi
CATATAN
Dosis awal : diberikan pada waktu punksi : sirkulasi sistem
Dosis selanjutnya: diberikan dengan sirkulasi (maintenance) ekstra korporeal.