Anda di halaman 1dari 23

Kelompok 1

Ade Riani
Alfit Amirah Ulfah
Ana Apriliana
Arief Hadianto
Asep Purnama
Asep Shihabul Millah
Bambang Sudarmaji
Ester Monika

Eti Chairunnisa
Feby Aria Putri
Fevy Wahyu Fitriana
Fhebby Maesafitri
Ika Dian Paramitha
Ika Pramita Arfiati
Jefri Kusuma

Pengertian Kekerasan
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.
Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah
penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan
terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau
masyarakat

yang

mengakibatkan

mengakibatkan

memar/trauma,

atau

kematian,

kelainan perkembangan atau perampasan hak.

kemungkinan
kerugian

besar

psikologis,

Bentuk-Bentuk Kekerasan
Terhadap Anak
1. Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung
anak

memukul

anak

(ketika

anak

sebenarnya

memerlukan

perhatian). Pukulan akan diingat anak itu jika kekerasan fisik itu
berlangsung dalam periode tertentu. Kekerasan yang dilakukan
seseorang berupa melukai bagian tubuh anak.

2. Kekerasan Emosional (emotional abuse)


Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung
anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan
anak itu. Ia membiarkan anak lapar karena ibu terlalu sibuk atau
tidak ingin diganggu pada waktu itu. Anak akan mengingat semua
kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung
konsisten.

3. Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)


Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola
komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang
melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental
abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan.

4. Kekerasan Seksual (sexual abuse)


Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut
(seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga).

Kekerasan

seksual

(sexual

abuse)

merupakan

jenis

penganiayaan yang biasanya dibagi dalam kategori berdasar identitas


pelaku (Tower, 2002), terdiri dari:
a.

Familial Abuse
Incest merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan

darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang


menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih,
termasuk dalam pengertian incest.

b. Extrafamilial Abuse
Extrafamilial Abuse, dilakukan oleh orang lain di luar keluarga
korban, dan hanya 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan.
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa disebut
pedophile, yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak.
Pedophilia diartikan menyukai anak-anak. Pedetrasy merupakan
hubungan seksual antara pria dewasa dengan anak laki-laki.

Faktor-Faktor Penyebab
Kekerasan Terhadap Anak
1. Pewarisan

Kekerasan

Antar

Generasi

(intergenerational

transmission of violance).
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan
ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakuakan tindakan
kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan
diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi.

2. Stres Sosial (social stress).


Kondisi-kondisi

sosial

ini

mencakup:

pengangguran

(unemployment), penyakit (illness),kondisi perumahan buruk (poor


housing conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger
than average family size), kelahiran bayi baru (the presence of a new
baby), orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the
death) seorang anggota keluarga.

3. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah.


Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan
kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit
sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu
organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang
sedikit dengan teman atau kerabat.

4. Struktur Keluarga.
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk
melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak.

Efek Kekerasan Seksual


1. Betrayal (penghianatan)
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan
seksual. Sebagai anak individu percaya kepada orangtua dan
kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan
anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang mengancam anak.

2. Traumatic sexualization (trauma secara seksual)


Russel (dalam Tower, 2002) menemukan bahwa perempuan yang
mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan
seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan
seksual dalam rumah tangga.

3. Powerlessness (merasa tidak berdaya)


Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan
kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit.
Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah.
Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam
bekerja.

4. Stigmatization
Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki
gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat
ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki
kekuatan untuk mengontrol dirinya.

Ciri-Ciri Kekerasan Terhadap Anak

Upaya Penanggulangan Kekerasan


Terhadap Anak
1. Promotif dan Preventif
Ditujukan bagi anak yang belum menjadi korban (non-victim) melalui
kegiatan pendidikan masyarakat dengan tujuan utama menyadarkan
masyarakat (public awarness) bahwa kekerasan pada anak
merupakan penyakit masyarakat yang akan menghambat tumbuh
kembang anak yang optimal, oleh karenanya harus dihapuskan.

2. Diagnosis, Kuratif, dan Rehabilitatif.


Ditujukan bagi anak yang telah menjadi korban (victim) dengan
tujuan utama memberikan tata laksana korban secara menyeluruh
(holistic) meliputi aspek media, psikologis, sosial, termasuk di
dalamnya upaya reintegrasi korban ke dalam lingkungannya semula.

Upaya untuk mereduksi meningkatnya jumlah kekerasan terhadap


anak di Indonesia dapat dilakukan oleh orang tua, guru sebagai
pendidik, masyarakat dan pemerintah.
Pertama,

Orang

memperhatikan

Tua.

Para

kehidupan

orang

anaknya.

tua

seharusnya

Orang

tua

lebih

dituntut

kecakapannya dalam mendidik dan menyayangi anak-anaknya.


Jangan membiarkan anak hidup dalam kekangan, mental maupun
fisik.

Kedua, Guru. Peran seorang guru dituntut untuk menyadari bahwa


pendidikan di negara kita bukan saja untuk membuat anak pandai
dan pintar, tetapi harus juga dapat melatih mental anak didiknya.
Ketiga, Masyarakat. Anak-anak tidak bisa lepas dari berbagai
persinggungan dengan lingkungan masyarakat dimana dia berada.
Untuk itu diperlukan kesadaran dan kerjasama dari berbagai elemen
di masyarakat untuk turut memberikan nuansa pendidikan positif
bagi anak-anak kita ini.

Keempat, Pemerintah. Pemerintah adalah pihak yang bertanggung


jawab penuh terhadap kemashlahatan rakyatnya, termasuk dalam
hal ini adalah menjamin masa depan bagi anak-anak kita sebagai
generasi penerus.

Thank You

Anda mungkin juga menyukai