Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUTORIAL LBM 1

KULIT MELEPUH
BLOK EMERGENCY

Disusun oleh :
Kelompok 2
Anggota
1. Irham Hari Purnama 015.06.0007
2. Dimas Agung Okaputra 015.06.0015
3. Lilik Indrawati 015.06.0016
4. Muhammad Inas Galda Intisar 016.06.0006
5. Panji Wage Kosasih 016.06.0050
6. I Putu Gunung 017.06.0001

Tutor : dr. Rizky Mulianti, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
TAHUN 2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Skenario LBM 1


Tiga orang laki-laki dibawa ke UGD RS FK UNIZAR setelah tersengat
listrik saat memperbaiki kabel listrik. Pasien A usia 40 tahun tidak sadarkan diri,
TD : 90/60 mmHg, terdapat luka melepuh di seluruh dada, perut, punggung,
kemaluan dan anus. Pasien B usia 37 tahun tampak mengantuk, TD : 100/70
mmHg, terdapat luka melepuh di kedua lengan, tangan dan kedua tungkai. Pasien
C usia 39 tahun tidak sadarkan diri, TD: 90/60, terdapat luka berwarna putih
dengan kulit mengelupas di seluruh punggung hinga kedua paha belakang.
bagaimana penanganan ketiga pasien tersebut.
1.2 Rangkuman Permasalahan

Pada kasus skenario diatas pasien mengalami luka bakar yang di akibatkan
oleh sengatan listrik. Luka bakar yang di alami oleh pasien memiliki tingkat
keparahan yang berbeda-beda. hal ini di lihat dari adanya pasien yang tidak
sadarkan diri dan perbedaan luas luka bakar. Dalam kasus seperti ini sebelum
dialkuakan penanganan lebih lanjut, dapat di lakukannya triage.
Triage adalah proses khusus memilah dan memilih pasien berdasarkan
beratnya penyakit menentukan prioritas perawatan gawat medik serta prioritas
transportasi, artinya memilih berdasarkan prioritas dan penyebab ancaman hidup.
Ada 5 kategori warna. Lima kategori warna tersebut memiliki arti masing-masing
yang disesuaikan dengan kondisi pasien, yaitu (Daniels, 2007):
1. Triage merah yaitu pasien dengan kategori merah adalah pasien prioritas
pertama (area resusitasi) yang butuh pertolongan segera. Kriteria pasien
yang masuk dalam kategori ini adalah mengalami kondisi kritis yang
membutuhkan pertolongan medis segera (Daniels, 2007).
2. Triage kuning yaitu pasien dalam kategori kuning merupakan prioritas
kedua (area tindakan) yang juga membutuhkan pertolongan segera. Hanya
saja, pasien yang termasuk kategori ini tidak dalam kondisi kritis (Daniels,
2007) .
3. Triage hijau yaitu pasien termasuk dalam prioritas ketiga (area observasi).
Pasien dalam kategori ini umumnya mengalami cedera ringan dan
biasanya masih mampu berjalan atau mencari pertolongan sendiri
(Daniels, 2007).
4. Triage putih yaitu terdapat multiple injury pada area kepala, dada dan
cervical, trauma kepala dgn.otak keluar, spinal injury dgn.tidak ada lagi
respon atau reflek (Datusanantyo, 2013).
5. Triage hitam yaitu hanya diperuntukkan bagi pasien yang sudah tidak
mungkin ditolong lagi atau sudah meninggal. Pemeriksaan singkat dan
cepat ini meliputi pemeriksaan kondisi umum, tanda-tanda vital (tekanan
darah, denyut nadi, pernapasan), kebutuhan medis, dan kemungkinan
bertahan hidup. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter akan menentukan
kategori warna triase yang sesuai untuk kondisi pasien. Jika berada di
kategori merah, pasien akan langsung diberikan tindakan medis di ruang
resusitasi, dan bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, pasien akan
dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain
(Datusanantyo, 2013).
Sesuai kasus di scenario triage yang di berikan kepada pasien adalah :
1. Pada pasien A usia 40 tahun masuk treage merah karena tidak sadarkan
diri, terdapat luka melepuh di seluruh dada, perut, kemaluan dan anus.
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan TD 90/60.
2. Pada pasien B usia 37 tahun masuk treage kuning karena kondisinya
tampak mengantuk selain itu terdapat luka melepuh dikedua lengan,
tangan, dan kedua tungkai. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan TD
100/70.
3. Pada pasien C usia 39 tahun masuk treage merah karena tidak sadarkan
diri, terdapat luka berwarna putih dengan kulit mengelupas di seluruh
punggung, hingga kedua paha belakang. Berdasarkan hasil pemeriksaan
didapatkan TD 90/60.
Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan kerusakan
pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya. Peningkatan
permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan pengurangan cairan
intravaskular. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
terjadi akibat penguapan yang berlebihan di derajat 1, penumpukan cairan pada
bula di luka bakar derajat 2, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar
derajat 3. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi
oleh keseimbangan cairan tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok
hipovolemik akan muncul dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi
lemah dan cepat, serta penurunan tekanan darah dan produksi urin.4 kulit manusia
dapat mentoleransi suhu 44oC (111oF) relatif selama 6 jam sebelum mengalami
cedera termal (Anggorowarsito, 2014).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Luka Bakar
2.1.1 Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem kardiovaskuler
(Rahayuningsih, 2012). Luka bakar bisa merusak kulit yang berfungsi melindungi
kita dari kotoran dan infeksi. Jika banyak permukaan tubuh terbakar, hal ini bisa
mengancam jiwa karena terjadi kerusakan pembuluh darah ketidak-seimbangan
elektrolit dan suhu tubuh, gangguan pernafasan serta fungsi saraf (Adibah dan
Winasis, 2014)

2.1.2 Etiologi
a. Luka Bakar Termal : Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena
terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas
lainnya. Penyebab paling sering yaitu luka bakar yang disebabkan karena
terpajan dengan suhu panas seperti terbakar api secara langsung atau terkena
permukaan logam yang panas (Fitriana, 2014).
b. Luka Bakar Kimia : Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh
kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia,
lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya
injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena
kontak dengan zat– zat pembersih yang sering dipergunakan untuk
keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam
bidang industri, pertanian dan militer (Rahayuningsih, 2012).
c. Luka Bakar Elektrik : Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas
yang digerakkan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat
ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara
gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh (Rahayuningsih, 2012).
Luka bakar listrik ini biasanya lukanya lebih serius dari apa yang terlihat di
permukaan tubuh (Fitriana, 2014).
d. Luka Bakar Radiasi : Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan
sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar
radiasi (Rahayuningsih, 2012)
2.1.3 Klasifikasi Luka Bakar
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga
kategori, yaitu:

a. Luka bakar mayor


 Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih
dari 20% pada anak-anak. Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
 Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
 Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka.
 Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
 Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada
anak-anak.
 Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
 Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
c. Luka bakar minor
 Luka bakar minor adalah luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada
orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-anak.
 Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
 Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki
 Luka tidak sirkumfer.
 Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.

2.1.4 Derajat Luka Bakar


a. Derajat I (superficial) : Luka yang hanya terjadi di permukaan kulit
(epidermis). Manifestasinya berupa kulit tampak kemerahan, nyeri, dan
mungkin dapat ditemukan bulla. Luka bakar derajat I biasanya sembuh
dalam 3 hingga 6 hari dan tidak menimbulkan jaringan parut saat
remodeling (Edlich,2015).
b. Derajat II (partial thickness) : dapat dibagi menjadi dua yaitu luka bakar
derajat IIA yaitu luka bakar yang melukai lapisan epidermis dan
permukaan dermis biasanya disertai dengan bula dan nyeri. Derajat IIB
yaitu luka bakar yang melukai epidermis dan bagian dalam dermis. Kulit
akan ditemukan bulla, warna kemerahan, sedikit edema dan nyeri berat.
Bila ditangani dengan baik, luka bakar derajat II dapat sembuh dalam 7
hingga 20 hari dan akan meninggalkan jaringan parut (Edlich,2015).
c. Derajat III (full thickness) : Melibatkan kerusakan semua lapisan kulit,
termasuk tulang, tendon, saraf dan jaringan otot. Kulit akan tampak kering
dan mungkin ditemukan bulla berdinding tipis, dengan tampilan luka yang
beragam dari warna putih, merah terang hingga tampak seperti arang.
Nyeri yang dirasakan biasanya terbatas akibat hancurnya ujung saraf pada
dermis. Penyembuhan luka yang terjadi sangat lambat dan biasanya
membutuhkan donor kulit (Edlich,2015).
d. Derajat IV : Luka barak yang telah melaukai bagian terdalam sampai ke
bagian tendon, tulang dan oto. Biasanya luka bakar ini tidak menimbulkan
rasa nyaeri (Edlich,2015).
2.1.5 Pemeriksaan Fisik dan Rule of Nine
Pada kasus luka bakar, pemeriksaan fisik berupa inspeksi dan palapasi tetap
di lakukan untuk menemukan kemungkinan cedera lain yang di alami pasien.
Pada saat inspeksi segaligu menilai Rule of Nine untuk menilai luas luka bakar
yang di alami. berikut adalah pemeriksaan fisik yang di lakukan (Amirsyah,
2017):

a. Kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan


 Nilai adakah tanda-tanda fraktur basis kranii dengan mengidentifikasi
adanya battle’s sign (adanya ekimosis di daerah mastoid), raccoon’s
eyes (ekimosis di daerah mata), atau hemotimpanum (kumpulan darah
di belakang gendang telinga). Lihat apakah adanya kebocoran cairan
serebrospinal yang ditandai dengan adanya rhinorrhea atau otorrhea.
 Nilai apakah adanya depresi fraktur tengkorak dengan palpasi secara
hati-hati. Adanya benda asing atau bagian tulang yang menusuk tidak
boleh dimanipulasi.
 Nilai perlukaan pada wajah dan kestabilannya dengan mempalpasi
tulang wajah. Fraktur fasialis berat dapat berakibat pada gangguan
jalan napas.
 Nilai laserasi yang perlu ditangani.
 Nilai ukuran pupil dan fungsinya.
 Periksa septum hidung untuk memastikan ada atau tidaknya hematoma
(Amirsyah, 2017)
b. Leher
 Palpasi servikal dan tentukan apakah ada nyeri tekan, pembengkakan,
atau deformitas.
 Lihat apakah ada emfisema subkutan yang mungkin berkaitan dengan
pneumotoraks atau trauma laringotrakeal (Amirsyah, 2017).
c. Toraks
 Palpasi daerah sternum, klavikula, dan iga untuk menentukan adanya
nyeri tekan atau krepitasi.
 Lihat apakah ada memar atau deformitas yang mungkin berkaitan
dengan adanya trauma pada paru (Amirsyah, 2017).
d. Abdomen
 Nilai apakah ada distensi, dan nyeri tekan. Dua sumber perdarahan
yang paling sering menyebabkan pasien kehilangan banyak darah ialah
hepar dan limpa.
 Ekimosis pada daerah punggung mungkin berkaitan dengan adanya
perdarahan retroperitoneal (Amirsyah, 2017).
e. Punggung
 Pemeriksaan ini dilakukan dengan log-roll pasien dengan dibantu oleh
asisten sambil tetap menjaga servikal tetap stabil. Palpasi daerah
servikal untuk menentukan apakah ada nyeri tekan atau tidak.
 Nilai luka tersembunyi pada bagian ketiak, dibawah kolar servikal, dan
daerah bokong (Amirsyah, 2017).
f. Perineum,rektum, dan uretra
 Pada perineum, lihat apakah ada ekimosis ,yang mengarahkan pada
adanya fraktur pelvis. Pada uretra, lihat apakah ada akumulasi darah
yang menjadi tanda adanya disrupsi uretra sebelum dilakukan
pemasangan kateter uretra. Pada daerah rektum, periksa apakah adanya
letak prostat tinggi yang mengindikasikan adanya disrupsi pada
membran uretra dan menjadi kontraindikasi pemasangan kateter urin
(Amirsyah, 2017).
g. Ekstremitas
 Evaluasi kembali status vaskular pasien di setiap ekstremitas, yaitu
pulsasi nadi, warna kulit, capillary refill time, dan suhunya.
 Inspeksi dan palpasi secara keseluruhan, evaluasi range of motion dari
setiap persendian. Nilai apakah ada deformitas, krepitasi, nyeri tekan,
pembengkakan, dan laserasi. Fraktur femur dapat menjadi sumber
perdarahan tersembunyi (Amirsyah, 2017).

Untuk melakukan penilaian area luas luka bakar secara baik dan benar
dibutuhkan penggunaan metode kalkulasi seperti “Rule of Nines” untuk dapat
menghasilkan pesentasi total luas luka bakar .“Rule of Nine” membagi luas
permukaan tubuh menjadi multiple 9% area, kecuali perineum yang diestimasi
menjadi 1%. Formula ini sangat berguna karena dapat menghasilkan kalkulasi
yang dapat diulang semua orang (MENKES, 2019).
Luas luka bakar pada pasien yang di alami yaitu papa pasien A mengalami
luas luka bakar sekitar 38 % tetapi pada psien A mengalami luka bakar di
perineum, hal ini mengindikasikan luka bakar pada pasien A berada di derajat
berat. Pada pasien B mengalami luas luka bakar sekitar 54% dan pada psien C
mengalami luas luka bakar sebanyak 36%.

2.1.6 Manajemen Awal Luka Bakar

Manajemen awal luka bakar bertujuan untuk mengurangi penguapan cairan


tubuh dan mendinginkan suhu pasin. Terdapat beberapa tindakan awal yang dapat
di lakukan sebelum di evakuasi menuju ke fasilitas kesehatan (PTBMMKI,2019) .

a. Hentikan proses trauma bakar (lihat penjelasan sebelumnya) dan sebelum


memberi pertolongan pastikan tempat korban berada telah aman
(PTBMMKI,2019).
b. Amankan ABC korban :
 Airway dan Breathing : Managemen airway pada luka bakar penting
dilakukan karena jika tidak dilakukan dengan baik akan
mengakibatkan komplikasi serius. Kondisi serius yang perlu dicermati
adalah adanya cedera inhalasi, terutama jika luka bakar terjadi pada
ruang tertutup. Cedera inhalasi lebih jarang terjadi pada ruang terbuka
atau pada ruang dengan ventilasi baik. Hilangnya rambut-rambut
wajah dan sputum hitam memberikan tanda adanya cedera inhalasi.
Pemberian oksigen dengan saturasi yang diharapkan setinggi >90%
harus segera diberikan. Pasien dengan luka bakar luas sering
membutuhkan intubasi. Stidor dapat dijumpai dalam beberapa jam
pada pasien dengan airway stabil seiring dengan terjadinya edema pada
saluran nafas. Hati-hati dalam penggunaan obat-obat penenang, karena
dapat menekan fungsi pernafasan (Anggorowarsito, 2014).
 Circulation : Akses intravena dan pemberian resusitasi cairan sangat
penting untuk segera dilakukan. Lokasi ideal akses pemberian cairan
pada kulit yang tidak mengalami luka bakar, namun jika tidak
memungkinkan maka dapat dilakukan pada luka bakar. Akses
intravena sebaiknya dilakukan sebelum terjadi edema jaringan yang
akan menyulitkan pemasangan infus. Pemasangan infus di vena sentral
perlu dipertimbangkan jika tidak ada akses pada vena perifer. Cairan
Ringer laktat dan NaCl 0,9% tanpa glukosa dapat diberikan pada 1-2
akses intravena. Kateter Foley digunakan untuk memonitor produksi
urin dan keseimbangan cairan (Anggorowarsito, 2014).
c. Dinginkan bagian yang terbakar selama 10 – 20menit. Terapi ini efektif
untuk 20 menit pertama pasca trauma. Tujuannya untuk mengurangi
proses edema dan mengurangi nyeri. Jangan menggunakan air es
(PTBMMKI,2019)!
d. Pada luka bakar derajat 1, penolong dapat menggunakan kasa basah untuk
mengkompres luka bakar (PTBMMKI,2019).
e. Tangani nyeri dengan digunakan bebat atau berikan analgesic (opioid) atau
NSAID (ibuprofen) (PTBMMKI,2019).
f. Tangani luka bakar, segera tutup luka bakar dan jaga agar pasien tetap
merasa hangat. Syarat dressing : steril, lay on wound rather than wrap it,
tidak lengket, transparan (mempermudah evaluasi). Contoh : Hypafix
(PTBMMKI,2019)

Ketika sudah berada di rumah sakit, hal yang di lakukan adalah tetap
mempertahankan ABC pasien. Selang nasogastic digunakan untuk dekompresi
lambung dan jalur masuk makanan. Evaluasi semua denyut nadi perifer dan
dinding thoraks untuk kemungkinan timbulnya sindroma kompatermen terutama
pada luka bakar sirkumferensial. Observasi menyeluruh terhadap edema jaringan
terutama pada ektremitas dan kemungkinan terjadinya gagal ginjal. Elevasi
tungkai dapat dilakukan untuk mengurangi edema pada tungkai. Selanjutnya
lakukan resusitasi cairan (Anggorowarsito, 2014).

Sedangkan menurut WHO Perawatan awal luka bakar adalah sebagai


berikut

 Fokuskan pengobatan pada penyembuhan cepat dan pencegahan infeksi.


 Pada semua kasus, berikan profilaksis tetanus.
 Kecuali pada luka bakar yang sangat kecil, hilankan semua bula.
 Debride semua jaringan nekrotik selama beberapa hari pertama.
 Setelah debridemen, bersihkan luka bakar dengan lembut dengan 0,25%
(2,5 g / liter) larutan klorheksidin, larutan setrimida 0,1% (1 g / liter), atau
antiseptik ringan berbahan dasar air lainnya.
 Jangan gunakan larutan berbahan dasar alkohol.
 Menggosok dengan lembut akan menghilangkan jaringan nekrotik yang
lepas. Oleskan selapis tipis krim antibiotik (silver sulfadiazine).
 Balut luka bakar dengan kain kasa minyak bumi dan kain kasa kering yang
cukup tebal untuk mencegahnya rembesan ke lapisan luar.
Perawatan harian
 Ganti balutan setiap hari (dua kali sehari jika mungkin) atau sesering yang
diperlukan untuk mencegah rembesan melalui balutan.
 Periksa luka apakah ada perubahan warna atau perdarahan, yang
mengindikasikan mengembangkan infeksi.
 Berikan antibiotik sistemik pada kasus infeksi luka streptokokus hemolitik
atau septikemia.
 Infeksi pseudomonas aeruginosa sering menyebabkan septikemia dan
kematian.
 Obati dengan aminoglikosida sistemik.
 Berikan kemoterapi antibiotik topikal setiap hari. Silver nitrat (0,5% air)
 paling murah, diaplikasikan dengan dressing oklusif
 Gunakan Silver sulfadiazin (salep yang dapat larut 1%) dengan balutan
satu lapis.
 Mafenide acetate (11% dalam salep yang mudah larut) digunakan tanpa
dressing.

2.1.7 Resusitasi Cairan Pada Luka Bakar

Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan


mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan
terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum
edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian
cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang
pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh (Haberal,2010).
Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam
setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai
1.5mL/kgBB/jam (Haberal,2010).

a. Cara Evans :
 Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24
jam
 Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma / 24
jam

Keterangan : N omor 1 dan 2 merupakan pengganti cairan yang hilang


akibat edem. Plasma untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh
dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan keluar
dan menarik kembali cairan yang telah keluar.

 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang


akibat penguapan)

Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua. Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus (Haberal,2010) :

b. Baxter (parkland formula) yaitu :


 % luas luka bakar x BB (kg) x 4 cc

24 jam awal: luka bakar Ringer laktat (RL) 4 ml / kg /% luka bakar untuk
dewasa dan 3 ml / kg /% luka bakar untuk anak-anak.
RL ditambahkan untuk Terapi pada anak-anak:
4 ml / kg / jam untuk anak-anak dengan berat 0–10 kg
40 ml / jam +2 ml / jam untuk anak-anak dengan berat badan 10-20 kg
60 ml / jam + 1 ml / kg / jam untuk anak dengan berat badan 20 kg atau lebih
Formula ini merekomendasikan tidak ada koloid dalam 24 jam pertama.
24 jam berikutnya: Koloid diberikan sebanyak 20-60% dari volume
plasma yang dihitung. Tidak ada kristaloid. Glukosa dalam air ditambahkan dalam
jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan keluaran urin 0,5–1 ml / jam pada
orang dewasa dan 1 ml / jam pada anak-anak.

c. Formula Parkland yang dimodifikasi

24 jam awal: RL 4 ml / kg /% luka bakar (dewasa) 24 jam berikutnya: Mulai


infus koloid 5% albumin 0,3–1 ml / kg /% luka bakar/16 per jam

d. Formula Brooke

24 jam awal: larutan RL 1,5 ml / kg /% luka bakar ditambah koloid 0,5 ml /


kg /% luka bakar ditambah 2000 ml glukosa, 24 jam berikutnya: RL 0,5 ml / kg /
% luka bakar, koloid 0,25 ml / kg /% luka bakar dan jumlah glukosa yang sama
seperti dalam 24 jam pertama.

e. Brooke yang dimodifikasi

24 jam pertama: Tidak ada koloid. Larutan RL luka bakar 2 ml / kg /% pada


dewasa dan luka bakar 3 ml / kg /% pada anak-anak 24 jam berikutnya. Koloid
pada luka bakar 0,3-0,5 ml / kg /% dan tidak diberikan kristaloid. Glukosa
ditambahkan dalam jumlah yang dibutuhkan untuk menjaga keluaran urin yang
baik.

f. Formula monafo

Monafo merekomendasikan penggunaan larutan yang mengandung 250 mEq


Na, 150 mEq lactate dan 100 mEq Cl. Jumlahnya disesuaikan dengan keluaran
urin. Dalam 24 jam berikutnya, larutan dititrasi dengan 1/3 saline normal sesuai
dengan pengeluaran urin.

Resusitasi luka bakar yang ideal adalah yang secara efektif memulihkan
volume plasma, tanpa efek samping. Kristaloid isotonik, larutan hipertonik dan
koloid telah digunakan untuk tujuan ini, tetapi setiap larutan memiliki kelebihan
dan kekurangan.
2.1.8 Komplikasi
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang
dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi
dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang buruk
sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan kepercayaan
diri. Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar (Yovita, 2010):

a. Infeksi dan sepsis


b. Oliguria dan anuria
c. Oedem paru
d. ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
e. Anemia
f. Kontraktur
g. Kematian
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bawah pasien pada sekenario
mengalami luka bakar. Sesai dari hasil triage pasien A mendpat triage merah,
pasien B mendapat triage kuning dan pasien C mendapat triage merah. Traige
merah dikarenakan pada pasien A dan pasien C tidak sadarkan diri sehingga perlu
mendapatkan perhatian lebih untuk di lakukan pembukaan jalan napas. Sesuai
dengan klasifikasi Pasien A mengalami luka bakar mayor, pasien B mengalami
luka bakar minor dan pasien C mengalami luka bakar mayor. Klasifikasi ini sesuai
dengan yang telah di jelaskan sebelumnya. Tindakan pertama yang di lakukan
kepada pasien luka bakar adalah dengan tetap memonitor Airwa, breathing dan
Circulation untuk tetap mempertahankan jalan nafas dan mengevaluasi cidera
inhalasi serta mengevaluasi perpusi ke perifer. Penanganan lanjutan luka bakar
dapat dilakukan dengan pemberian resusitasi cairan.
DAFTAR PUSTAKA
Adibah dan Rena Winasis, (2014).Pertolongan Pertama Luka Bakar. Group 10,
issue 0005. Diakses dari http://udoctor.co.id.

Anggorowartsito, Jose. 2014. Luka Bakar Sudut Pandang Dermatology. Surabaya:


Jurnal Widya Medika

Amirsyah, Mirnasari. 2017. Tatalaksana Awal Pasien Luka. Diakses tanggal 7


oktober 2020. http://conference.unsyiah.ac.id

Edlich, R.F. 2015. Thermal Burns. Medscape updated Sep 01, 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/1278244-overview

Daniels, J.H. 2007. Outcomes of Emergency Severity Index Five Level Triage
Implementation. Advanced Emergency Noursing Journal 29(1): 58-67.

Datusanantyo, R.A. 2013. Emergency Severity Index (ESI): Salah Satu Sistem
Triase Berbasis Bukti. RAD Journal 10(7):1-3.

Fitriana, R.N. (2014). Hubungan Self Efficacy Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu
Dalam Penanganan Pertama Luka Bakar Pada Anak Usia Pra-Sekolah Di
Desa Jombor Bendosari Sukoharjo. Artikel.Stikes Kusuma Husada Surakarta

Haberal M, Abali AES, Karakayali H. 2010. Fluid Management in mayor burn


injuries. India Journal of Plastic Surgei. 43 (suppl):s29-s36

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Pedoman Nasional Pelayanan


Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar. http://hukor.kemkes.go.id

PTBMMKI.2019. Buku Kurikulum Perhimpunan Tim Bantuan Medis Mahasiswa


Kedoktran Indonesia ed. 6

Rahayuningsih, T., 2012, Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio), Jurnal


Profesi Volume 08/Februari-September 2012.

Sabiston. Textbook of surgery edisi 19. Philadelphia: Elseiver Saunders. 2012


Yovita, S. (2010). Penanganan Luka Bakar. http://www1-media.acehprov.go.id
/uploads/Penanganan_Luka_Bakar.pdf

Alvarado R, Chung KK, Cancio LC, Wolf SE. Burn resuscitation. Burns.
2009;35:4–14.

Moore FD. The body-weight burn budget. Basic fluid therapy for the early burn.
Surg Clin North Am.2010;35:757–67.

Anda mungkin juga menyukai