LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Umur : 10 tahun (05-05-2009)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pawenang 003/004, Kademangan, Mande, Cianjur
Masuk RS : 7 September 2019
Tanggal periksa : 9 September 2019
No. CM : 35.57.30
Nama ayah :Tn. A (swasta)
Usia ayah : 36 tahun
Nama ibu :Ny. S (Ibu rumah tangga)
Usia ibu :35 tahun
II. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan Ibu pasien pasien tanggal 9 September 2019
jam 05.00 WIB.
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, demam bersifat naik turun. Demam
terutama dirasakan pada malam hari dan turun pada pagi hari. Demam turun dengan obat penurun
panas dan kemudian demam kembali lagi. Keluhan mual dan muntah dijumpai. Muntah dirasakan
os sejak ±5 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 2-3 kali/hari. Isi muntah pasien
berupa apa yang dimakan dan diminum oleh pasien. Penurunan nafsu makan dan penurunan berat
badan ±1 kg dijumpai dalam 10 hari ini. Keluhan sulit menelan tidak dijumpai.
Batuk dialami pasien sejak ±1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk disertai dengan
dahak berwarna putih. Batuk berdarah tidak dijumpai. Setelah 1 hari masuk rumah sakit, pasien
tidak merasakan batuk lagi. Riwayat kontak dengan penderita TB tidak dijumpai.
Mencret juga dirasakan pasien sejak ±3 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi
3-4 kali/hari. Konsistensi air lebih banyak dibandingkan ampas. Mencret tidak disertai dengan
darah dan lendir. Mencret tidak dijumpai lagi sejak 2 hari setelah masuk rumah sakit. Buang air
kecil (BAK) dalam batas normal. Nyeri perut juga dialami pasien sejak ±2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan disekitar daerah pusar. Riwayat makan makanan sembarangan diakui
oleh pasien ketika pulang dari sekolahnya. Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan, gusi berdarah
dan bitnik-bintik kemerahan disangkal.
Pasien sebelumnya pernah mengalami penyakit yang sama ketika usia ± 6 tahun. Riwayat penyakit
jantung, sesak nafas, sakit kuning, infeksi saluran kencing, riwayat kontak dengan penderita batuk
lama di sangkal.
Kakak pasien ± 1 bulan sebelumnya terkena demam tipes. tidak ada riwayat alergi, penyakit
jantung, kencing manis, darah tinggi dan penyakit keganasan pada keluarga pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah di beri obat penurun panas oleh ibunya, demam turun, namun 3-4 jam kemudian
demam naik lagi. Pasien sebelumnya datang ke praktik klinik dokter, lalu pasien di rujuk ke RSUD
Sayang.
Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, debu dan lain lain.
Riwayat Kehamilan
Selama kehamilan ibu pasien selalu mengikuti pemeriksaan kesehatan rutin selama kehamilan ke
Klinik Bidan 1 bulan sekali. Ibu rutin konsumsi tablet fe selama kehamilan. Riwayat penyakit dan
trauma selama kehamilan tidak ada.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir cukup bulan 37 minggu secara normal dibantu oleh bidan dekat rumah. Pasien lahir
langsung menangis dengan BBL 3.000 gram. Riwayat persalinan lama, ketuban pecah dini, dan
darah tinggi disangkal oleh ibu pasien. Pasien merupakan anak kedua.
Riwayat Perkembangan
Ibu pasien merasa perkembangan anaknya sesuai umur.
Motorik Kasar Tengkurap Saat usia ± 4 bulan
Duduk saat usia ± 5 bulan
Berdiri saat usia ± 12 bulan
Berjalan saat usia 12 bulan
Bahasa Papa Mama spesifik saat usia ± 9 bulan
Motorik Halus Mencorat-coret Ibu pasien lupa
Personal-sosial Mulai bias makan sendiri >5 bulan
Riwayat Imunisasi
Status Generalisata
07-09-2019
07-09-2019
V. Resume
Demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, demam bersifat naik turun.
Demam terutama dirasakan pada malam hari dan turun pada pagi hari. Demam turun
dengan obat penurun panas dan kemudian demam kembali lagi. Keluhan mual dan muntah
dijumpai. Muntah dirasakan os sejak ±5 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi
2-3 kali/hari. Isi muntah os berupa apa yang dimakan dan diminum oleh os. Penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan ±1 kg dijumpai dalam 10 hari ini. Batuk dialami
os sejak ±1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk disertai dengan dahak berwarna
putih. Mencret juga dirasakan os sejak ±3 hari sebelum masuk rumah sakit dengan
frekuensi 3-4 kali/hari. Konsistensi air lebih banyak dibandingkan ampas. Mencret tidak
disertai dengan darah dan lendir. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan mukosa bibir
kering dan coated tongue. Dari hasil pemeriksaan lab di dapatkan pemeriksaan widal
positif.
VI. Diagnosis Banding
Demam Tifoid
Demam Paratifoid
VIII. Tatalaksana
31 𝑥 70
Infus : Ringer Lactat = 30 𝑐𝑐/𝑗𝑎𝑚
72
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi sistemik yang menjadi masalah dunia.
Tidak hanya di negara-negara tropis, namun di negara-negara subtropis pun prevalensi demam
tifoid cukup tinggi, terlebih di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, yaitu WHO, mencatat
pada tahun 2003 lebih dari 17 juta kasus demam tifoid terjadi di seluruh dunia, dengan angka
kematian mencapai 600.000, dan 90% dari angka kematian tersebut terdapat di negara-negara
Asia.1
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya berhubungan dengan sanitasi
lingkungan; di daerah rural 157 kasus per 10.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan
760-810 kasus per 10.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan
penyediaan air bersih secara merata yang belum memadai, serta sanitasi lingkungan terutama cara
pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan ligkungan.7
Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian
di Indonesia. Namun berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan
RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995, demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan
mortalitas tinggi.8
Tes Tubex® merupakan tes yang subjektif dan semikuantitatif dengan cara
membandingkan warna yang terbentuk pada reaksi dengan Tubex® color scale yang
tersedia. Range dari color scale adalah dari nilai 0 (warna paling merah) hingga nilai
10 (warna paling biru).27
Cara membaca hasil tes Tubex® adalah sebagai berikut menurut IDL Biotech
2008: 11,27
1. Nilai < 2 menunjukan nilai negatif (tidak ada indikasi demam tifoid).
2. Nilai 3 menunjukkan inconclusive score dan memerlukan pemeriksaan ulang.
3. Nilai 4-5 menunjukan positif lemah.
4. Nilai > 6 menunjukan nilai positif (indikasi kuat demam tifoid).
Nilai Tubex® yang menunjukan nilai positif disertai dengan tanda dan gejala
klinis yang sesuai dengan gejala demam tifoid, merupakan indikasi demam tifoid yang
sangat kuat.27
Gambar 2.6. Prinsip dari tes Typhidot®. Bagian atas, prosedur tes;
bagian bawah, interpretasi hasil tes.28
Ceftriaxone, cefotaxime dan cefixime oral merupakan terapi efektif untuk demam
tifoid MDR ( multi drug resistant), termasuk DCS dan salmonella yang resisten dengan
fluorokuinolon. Agen ini menurunkan panas dalam waktu ± 1 minggu, dengan angka
kegagalan 5-10%, angka karier fekal <3% dan angka relaps 3-6%. Pemberian azithromycin
oral, menurunkan demam dalam 4-6 hari, dengan angka relaps dan karier fekal <3%. Pada
demam tifoid DCS, pemberian azithromycin berhubungan dengan angka kegagalan terapi
yang rendah, dan durasi hospitalisasi yang pendek dibandingkan pemberian
fluorokuinolon. Sefalosporin generasi satu, generasi generasi kedua dan aminoglikosida
tidak efektif pada terapi demam tifoid.
Pada pasien dengan demam tifoid tanpa komplikasi, dapat diterapi di rumah dengan
antibiotik oral dan antipiretik. Pasien dengan muntah menetap, diare menetap atau distensi
abdomen sebaiknya dirawat di rumah sakit dan diberikan terapi suportif (tirah baring dan
dukungan nutrisi )disertai pemberian antibiotik parenteral sefalosporin generasi ketiga atau
fluorokuinolon, tergantung dari tingkat sensitif bakteri. Terapi sebaiknya diberikan selama
10 hari atau selama 5 hari setelah resolusi demam.
Pada 1-5% pasein yang menderita karies Salmonella kronis dapat diterapi dengan
pemberian antibiotik oral yang tepat selama 4 sampai 6 minggu. Terapi menggunakan
amoxicillin oral, TMP-SMX, ciprofloxacin atau norfloxacin efektif dalam mengeradikasi
karier kronis ( 80% efektif). Siprofloksasin 750 mg, 2 kali sehari selama 28 hari terbukti
efektif. Bila tidak ada siprofloksasin dan galur tersebut peka, 2 tablet ko-trimoksaszol 2
kali sehari selama 3 bulan , atau 100 mg/kg/hari amoksisilin dikombinasi dengan
probenesid 30 mg/kg/hari, keduanya diberikan selama 3 bulan juga efektif. Karier dengan
batu empedu hanya memperlihatkan respons sementara terhadap kemoterapi, dan
diperlukan kolesistektomi untuk mengakhiri keadaan karier pada kasus tersebut.
Demam typhoid dapat menjadi penyakit yang semakin berat dan mengancam
nyawa, terggantung dari faktor inang ( terapi imunosupresi, terapi antasida, riwayat
vaksinasi), virulensi dari bakteri dan pemilihan terapi antibiotik. Pendarahan
gastrointestinal *10-20%) dan perforasi intestinal (1-3%), hal ini biasa terjadi minggu ke-
3 dan minggu ke-4. Pendarahan gastrointestinal dan perforasi intestinal terjadi akibat
hiperplasia, ulsersi dan nekrosis dari plak peyeri ileocecal. Keuda komplikasi ini dapat
mengancam nyawa dan membutuhkan resusistasi cairan segera dan intervensi bedah
dengan pemberian antibiotik spektrum luas untu periotinits polimikrobial. Manifestasi
neurologikal dapat ditemukan pada 2 -40% berupa, meningitis, guillain-barre syndrome,
neuritits dan gejala neuropsikiatrik.
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi sistemik yang menjadi
masalah dunia. WHO mencatat Indonesia sebagai salah satu negara endemik untuk demam
tifoid. Di Indonesia, terdapat rata-rata 900.000 kasus demam tifoid dengan angka kematian
lebih dari 20.000 setiap tahunnya. Diagnosis demam tifoid bisa dilakukan dengan berbagai
cara, tidak hanya dengan melihat manifestasi klinis yang muncul pada pasien namun juga
didukung dengan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis definitif. Pada intinya, segala
tifoid. Diantara berbagai pemeriksaan serologis yang ada, widal sebagai pemeriksaan yang
paling tua sudah tidak lagi menjadi pemeriksaan yang direkomendasikan. Saat ini sudah
ada pemeriksaan serologis lain dengan sensitifitas dan spesitifitas yang lebih baik seperti
Terapi demam tifoid yang paling efektif adalah agen fluorokuinolon, dengan angka
kesembuhan 98% dan angka relaps dan karier fecal <2%. Penggunaan luas agen
dibatasi dan tidak menjadi terapi empiris. Ceftriaxone, cefotaxime dan cefixime oral