Anda di halaman 1dari 15

REFRESHING

“PROLAPS UTERI”

Pembimbing :

dr. H. Hermawan, Sp.OG

Disusun Oleh :

Jermansyah DD Khairari

2018790063

DEPARTEMEN OBSTETRI & GINEKOLOGI

KEPANITERAAN KLINIK RSUD CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Prolaps organ panggul merupakan suatu morbiditas, yang mempengaruhi kualitas kehidupan
perempuan. Prevalensinya tinggi di negara-negara maju dan berkembang, meskipun etiologi
utamanya berbeda. Prolaps organ panggul tidak menyebabkan kematian tetapi dapat memperburuk
kualitas hidup termasuk menimbulkan kelainan pada kandung kemih, sistem saluran cerna serta
gangguan fungsi seksual. Prolaps organ panggul didefinisikan sebagai turunnya organ pelvis
(kandung kemih, uterus dan rektum) dari posisi anatomis yang normal berupa penonjolan ke
vagina bahkan sampai keluar vagina.3

Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vaginake dalam liang vagina
atau sampai dengan keluar introitus vagina, yang diikuti oleh organ-organ panggul (uterus,
kandung kemih, usus atau rektum) (ACOG, 2017).4

Prolaps organ panggul terjadi disebabkan karena disfungsi dari otot dasar panggul, ligamentum
dan fasia endopelvis. Organ -organ panggul yang dapat terlibat meliputi uterus (uterine prolapse)
atau ujung vagina (apical vaginal prolapse), vagina anterior (cystocele), atau vagina posterior
(rectocele). Prolaps organ panggul terjadi sekitar 30 – 50% pada wanita usia diatas 50 tahun dan
multipara.

Prolaps uteri merupakan salah satu dari prolaps organ pelvis dan menjadi kasus nomor dua
tersering setelah sistourethrokel. Dikatakan bahwa setiap tahunnya, kurang lebih 300.000 sampai
400.000 wanita di Amerika menderita disfungsi dasar panggul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Prolaps (dari kata Latin prolapses) berarti tergelincir atau jatuh dari tempat asalnya.
Prolaps uteri adalah salah satu bentuk prolapse organ panggul dan merupakan suatu kondisi
jatuh atau tergelincirnya uterus ke dalam atau keluar melalui vagina sebagai akibat dari
kegagalan ligamen dan fasia yang dalam keadaan normal menyangganya.2,5

Gambar. Prolaps Organ Pelvic.6

Gambar : Prolaps Uteri.2

2. Epidemiologi

Frekuensi prolapsus uteri di beberapa Negara bagian berlainan, seperti dilaporkan di klinik
d’Gynecologie et Obstetrique Geneva insidensinya 5,7% pada periode yang sama di
Hamburg 5,4%, Roma 6,4%. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang kejadiannya tinggi
sedangkan pada orang Negro Amerika dan Indonesia kurang. Pada suku Bantu di Afrika
Selatan jarang sekali terjadi. Penyebabnya terutama adalah melahirkan dan pekerjaan yang
menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat serta kelemahan ligamentum-
ligamentum karena hormonal pada usia lanjut. Trauma persalinan dan beratnya uterus
mungkin sebagai penyebab terjadinya kejadian prolapsus uteri. Di Indonesia prolapsus
uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita
dengan pekerjaan berat. Djafar Siddik pada penyelidikan selam 2 tahun (1969-1970)
memperoleh 63 kasus prolapsus uteri dari 5.372 kasus ginekologik di Rumah Sakit Dr.
Pirngadi di Medan, terbanyak grande multipara dalam masa menopause dan 31,74% pada
wanita petani. Dari 63 kasus tersebut, 69% berumur 40 tahun.Jarang sekali prolapsus uteri
dapat ditemukan pada seorang nullipara.1

3. Klasifikasi

Friedman dan Little (1961) dalam Prawirohardjo mengemukakan beberapa macam


klasifikasi yang dikenal yaitu :

a. Prolaps uteri tingkat I, dimana serviks uteri turun sampai introitus vagina,Prolaps
uteri tingkat II, serviks menonjol keluar dari introitus vagina,Prolaps uteri tingkat
III, seluruh uterus keluar dari vagina, prolapsus ini jugadinamakan prosidensia
uteri.
b. Prolaps uteri tingkat I, serviks masih berada di dalam vagina,Prolaps uteri tingkat
II, serviks keluar dari introitus,Pada prosidensia uteri, uterus seluruhnya keluar dari
vagina.
c. Prolaps uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vagina,Prolaps uteri tingkat II,
uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagianProlaps uteri tingkat III, uterus
keluar dari introitus lebih besar dari ½bagian.
d. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi 3, ditambah dengan prolaps uteri tingkat IV
(prosidensia uteri).1+

Klasifikasi prolaps uteri menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2004) :1)


a. Prolaps uteri tingkat I, yaitu serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian pasien
keadaan ini biasanya tanpa disertai keluhan, pasien akanmemeriksakan keadaannya
jika terdapat keluhan dan derajat prolapsbertambah.
b. Prolaps uteri tingkat II, yaitu porsio kelihatan di introitus (pintu masuk) vagina.
Keadaan ini disebabkan karena otot-otot yang menopang rahimmenjadi lemah dan
biasanya terjadi pada wanita yang menginjak usia tuadan mempunyai banyak anak.
Gejala-gejala sering timbul setelahmenopause ketika otot menjadi lemah, gejala
yang dirasakan pasien adalahpunggung bagian bawah terasa nyeri dan ada perasaan
yang mengganjalpada vagina, bahkan pada sebagian wanita keadaan ini tidak ada
keluhan.
c. Prolaps uteri tingkat III, disebut juga prosidensia uteri (seluruh rahim keluardari
vulva), dikarenakan otot dasar panggul sangat lemah dan kendorsehingga tidak
mampu menopang uterus. Keadaan ini juga terjadi pada wanita dalam masa
menopause dikarenakan menurunnya hormon estrogen.Pada kasus ini prolapsus
uteri dapat disertai sistokel, enterokel ataurektokel. Keadaaan ini juga mengganggu
kegiatan sehari-hari penderitakarena keluhan yang dirasakan dan komplikasi yang
terjadi.

4. Patofisiologi

Prolaps uteri terbagi dalam berbagai tingkat dari yang paling ringan sampai prolaps uteri
totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan pervaginam yang susah dan
terdapatnya kelemahan-kelemahanligamen yang tergolong dalam fasia endopelvik dan
otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intra abdominal
yangmeningkat dan kronik akan memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus-
tonus otot melemah seperti pada penderita dalam menopause.

5. Gejala

Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual.Kadangkala penderita yang
satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidakmempunyai keluhan apapun, sebaliknya
penderita lain dengan prolaps uteriringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan
yang hampir selalu dijumpai:1,2,6

a. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna.
b. Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderitaberbaring,
keluhan menghilang atau berkurang.
c. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala :
o Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudianlebih
berat juga pada malam hari.
o Perasaan seperti kandung kemih tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
o Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk dan
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokelyang besar
sekali.
d. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi :
o Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.
o Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel dan vagina.
e. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :
o pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktuberjalan dan
bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkanlecet sampai luka dan
dekubitus pada portio uteri.
o Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karenainfeksi
serta luka pada portio uteri.
f. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di
vagina.
6. Etiologi
 Kelemahan ligamen endopelvik, fasia dan otot-otot panggul.
Posisi serta letak uterus dan vagina dipertahankan oleh ligamen, fasia dan otot-otot
panggul. Te Linde membagi atas 4 golongan, yaitu:
1. Ligamen-ligamen yang terletak dalam rongga perut dan ditutupi pleh
peritoneum, yaitu ligamentum rotundum, ligamentum sakrouterina,
ligamentum kardinale, ligamentum latum, dan ligamentum
infundibulopelvikum.
2. Jaringan-jaringan yang menunjang vagina yaitu fasia yang terdapat antara
dinding depan vagina dan dasar kandung kemih (fasia puboservikalis) dan
fasia yang terdapat antara dinding belakang vagina dan rectum (fasia
rektovaginalis).
3. Kantong Douglas
4. Otot-otot dasar panggul terutama otot levator ani
 Proses melahirkan
1. Persalinan lama dan sulit
2. Meneran sebelum pembukaan lengkap
3. Laserasi dinding vagina bawah pada kala dua
4. Penatalaksanaan pengeluaran plasenta
5. Reparasi otot-otot dasar panggul yang tak baik
 Proses menopause
Hormon estrogen berkurang sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan
melemah
 Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis
 Bila prolapsus uteri dijumpai pada nullipara berarti faktor penyebabnya berupa
kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus
7. Kriteria diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan-keluhan penderita, sesuai dengan manifestasi klinis di atas.
b. Pemeriksaan fisik
pemeriksaan ginekologik umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis
prolapsus uteri. Friedmann dan Little menganjurkan dengan cara pemeriksaan
sebagai berikut: Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan dan ditentukan
dengan pemeriksaan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal atau porsio sampai
introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya
dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi ditentukan pula panjangnya
serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya dinamakan elongasio
kolli.
c. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan rsidu urine pasca berkemih
 Skrining infeksi saluran berkemih
 Pemeriksaan urodinamik (bila diperlukan)
 Pemeriksaan ultrasonografi
 Pap smear
8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri:


a. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri

Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina (inversio) oleh karena
itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut dan berwarna
keputih-putihan

b. Dekubitus

Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan
pakaian dalam, hal ini dapat menyebabkan luka dan radang dan lambat laun terjadi
ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu dipikirkan kemungkinan
karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsy
perlu dilakukan untuk mendapat kepastian akan adanya karsinoma

c. Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli

Jika serviks uteri turun kedalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan kebawah di bawah uterus yang
turun serta pembendungan pembuluh darah terjadi sehingga serviks uteri
mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula.Hal yang terakhir ini dinamakan
elangasio kolli.Hipertrofi ditentukan dengan periksa lihat dan periksa raba.Pada
elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba lebih panjang dari biasanya.

d. Gangguan miksi dan stress inkontinensia

Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter sehingga menyebabkan hidroureter


dan hidronefrosis.

e. Infeksi saluran kemih

Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi.Sistitis yang terjadi dapat
meluas keatas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya hal itu
dapat menyebabkan gagal ginjal

f. Kemandulan

Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama sekali
keluar dari vagina maka tidak mudah terjadi kehamilan
g. Kesulitan waktu partus

Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat timbul
kesulitan di kala pembukaan sehingga kemajuan persalinan terhalang

h. Haemorrhoid

Faeses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul
haemorrhoid

i. Inkarserasi usus halus

Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan
tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparatomi untuk
membebaskan usus yang terjepit itu

9. Tatalaksana

Tanpa pembedahan, dilakukan pada prolapse uter derajat I atau derajat II sampai
IV yang terdapat kontra indikasi pembedahan atau pasien menolak operasi.
Dilakukan pemasangan Pessarium.

Pesarium adalah suatu alat yang terbuat dari silikon, dipasang di bawah atau di
sekeliling serviks. Alat ini membantu menahanuterus untuk turun dari tempatnya.
Bagi sebagian ahli ureginokologi,pesarium digunakan sebagai terapi lini pertama
sebelum merekamenawarkan untuk terapi pembedahan

Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan prolapsus tanpa
melihat stadium ataupun lokasi dari prolapsus. Pesarium digunakan oleh 75-77%
ahli ginekologi sebagai penatalaksanaan lini pertama prolapsus. Alat ini tersedia
dalam berbagai bentuk dan ukuran, serta mempunyai indikasi tertentu.

Tabel. Mekanisme kerja dan indikasi berbagai macam pesarium


Gambar jenis-jenis pesarium untul prolasps uteri.1

Pesarium dapat dipakai bertahun-tahun, tetapi harus diawasi secara teratur.


Penempatan pesarium bila tidak tepat atau bila ukurannya terlalu besar dapat
menyebabkan iritasi atau perlukaan pada mukosa vagina sehingga dapat
menyebabkan ulserasi dan perdarahan.8
Terapi lain juga dapat dilakukan dengan cara latihan-latihan otot dasar panggul.
Pelatihan otot dasar panggul pertama kali diperkenalkan oleh Arnold Kegel,
caranya adalah dengan mengencangkan otot panggul selamabeberapa detik
kemudian merelaksasikanya, dikerjakan secara berulangulang,keuntungan dari cari
ini adalah mudah untuk dikerjakan, tidakberesiko, tidak mengeluarkan biaya, dapat
dikerjakan dimana saja danterbukti efektif jika dikerjakan secara rutin, selain itu
cara tersebut jugaberguna untuk mencegah dan menangani inkontinensia urin
danmeningkatan sensasi seksual.

Pembedahan

Pasien prolaps uteri dengan terapi operasi cenderung lebih tinggi kualitas hidupnya.
Operasi dipilih ketika pasien tidak nyaman dengan pesarium. Ada beberapa teknik
bedah yang berbeda dan efektif . Selainpengalaman dan pelatihan ahli bedah,
pilihan terapi operasi didasarkan padabeberapa aspek individual pasien, yakni
anatomi, kondisi kesehatan saat ini,dan keinginan untuk mempertahankan hasrat
seksual.6

Tujuan utama dari terapi pembedahan adalah untuk menghilangkan gejala. Secara
umum pembedahan ditawarkan kepada pasien yang telah menjalani terapi
konservatif tetapi gagal maupun tidak merasa puas dengan hasilnya, atau pada
pasien yang tidak ingin menjalankan terapi konservatif.

Pada saat ini teknik pembedahan untuk menangani prolaps organ panggul telah
banyak dikembangkan oleh para ahli, baik pervaginam,perabdominal maupun
melalui pendekatan laparoskopi. Beberapa teknik diantaranya adalah
sakrokolpopeksi, kuldoplasti, fiksasi ligamentumsakropinosum, suspensi
uterosakral, kolpokleisis dan berbagi cara lainnya.

Histerektomi vagina dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut (derajat III dan
IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan pada wanita yang telah menopause.
Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum
kanan dan kiri atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan
dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala saluran pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia flatus,
urgensi tinja, kesulitan dalam mengosongkan rektum atau gejala yang berhubungan
dengan gangguan buang air besar dan untuk mencegah prolaps vagina di kemudian
hari. Histerektomi vagina lebih disukai oleh wanita menopause yang aktif secara
seksual. Histerektomi vaginal saat ini merupakan metode pengobatan terkemuka
untuk pasien prolapsus uteri simtomatik di Netherlands.1,4,6,9
10. Prognosis
Ad bonam
BAB III
KESIMPULAN

Prolaps (dari kata Latin prolapses) berarti tergelincir atau jatuh dari tempat asalnya. Prolaps uteri
adalah salah satu bentuk prolapse organ panggul dan merupakan suatu kondisi jatuh atau
tergelincirnya uterus ke dalam atau keluar melalui vagina sebagai akibat dari kegagalan ligamen
dan fasia yang dalam keadaan normal menyangganya.

Di Indonesia prolapsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua
dan wanita dengan pekerjaan berat. Djafar Siddik pada penyelidikan selam 2 tahun (1969-1970)
memperoleh 63 kasus prolapsus uteri dari 5.372 kasus ginekologik di Rumah Sakit Dr. Pirngadi
di Medan, terbanyak grande multipara dalam masa menopause dan 31,74% pada wanita petani.
Dari 63 kasus tersebut, 69% berumur 40 tahun.Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada
seorang nullipara.

Tatalaksana prolapse uteri dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi pembedahan dan tanpa
pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono, Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,

Jakarta, , 2011

2. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG.
Williams Obstetric Ed 23 . United States: Mc Graw Hill Companies; 2014.
3. Giarenis, I & Robinson, D 2014 „Prevention and management of pelvic organ prolapse‟,
F1000Prime Reports, 6:77.
4. Panduan Praktik Klinik obstetric dan ginekologi 2018. Departemen Obstetri dan
Ginekologi RSUP Hasan Sadikin Bandung, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
5. The Americans College Obstetric and Gynecologists. Pelvic Organ Prolapse. 2018
6. American Urogynecologic Society 2016. Pelvic Organ Prolaps
7. Doster M, Putu 2012, Sakrokolpopeksi dengan Laparoskopi untuk Penanganan Prolaps
Organ Panggul‟, Universitas Udayana Bali.
8. Samsuhidajat, R., de Jong, W. 2004. Buku Ajar: Ilmu Bedah ed 2, Jakarta: EGC
9. Detollenaere RJ, Boon J, Stekelenburg J, Alhafidh AH, Hakvoort RA, Vierhout ME, et
al. 2011, „Treatment of Uterine Prolapse Stage 2 or Higher: A Randomized Multicenter
Trial Comparing Sacrospinnosus Fixation with Vaginal Hysterectomy‟, BMC Womens
Health Journal.

Anda mungkin juga menyukai