Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

KANKER SERVIK

Pembimbing :
dr. Mohammad Wahyu Ferdian, Sp. OG

Disusun Oleh :
Jermansyah DD Khairari
2015730065

STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Referat “Kanker Servik” ini tepat
pada waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak yang membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan
dapat membuat laporan kasus yang lebih baik kedepannya.
Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase
Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Cianjur, Januari 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Kanker serviks disebabkan oleh HPV (Human Papiloma Virus) Di Indonesia,


diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks terjadi setiap tahunnya, sedang angka
kematiannya di perkirakan 7500 kasus per tahun. Menurut data Yayasan Kanker
Indonesia (YKI), penyakit ini telah merenggut lebih dari 250.000 perempuan di dunia
dan terdapat lebih 15.000 kasus kanker serviks baru, yang kurang lebih merenggut
8000 kematian di Indonesia setiap tahunnya. Kasus kanker leher rahim di Indonesia,
diperburuk lagi dengan banyaknya (>70%) kasus yang sudah berada pada stadium
lanjut ketika datang ke Rumah Sakit. Deteksi dini sangat penting dalam hal
membantu penemuan stadium awal kanker serviks.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker serviks merupakan penyakit kanker perempuan yang menimbulkan kematian


terbanyak akibat penyakit kanker terutama di negara berkembang. Diperkirakan
dijumpai kanker serviks baru sebanyak 500.000 orang diseluruh dunia dan sebagian
besar terjadi di negara berkembang.1

2.2 Epidemiologi

Penyebab tersering Ca serviks adalah infeksi HPV. hPV, merupakan penyakit


menular seksual yang utama pada populasi, dan estimasi terjangkit berkisar 14-20%
pada negara-negara di Eropa sampai 70% di Amerika Serikat dan 95% populasi di
negara Afrika.1
2.3 Etiologi

Salah satu penyebab Ca Serviks adalah karena infeksi Human Papilloma Virus yang
merangsang perubahan prilaku sel epitel serviks. Dalam perkembangan kemajuan
dibidang biologi molekuler dan epidemiologi tentang HPV, kanker serviks
disebabkan oleh virus HPV. Lebih dari 70% kanker serviks disebabkan oleh HPV
tipe 16 dan 18.1

2.4 Faktor Resiko

Berhubungan dan disebabkan oleh oinfeksi virus papilloma humanis (hPV)


khususnya tipe 16,18, 31, dan 45. Faktor risiko lain yang berhubungan dengan
kanker serviks adalah aktivitas seksual pada usia muda (<16 tahun), hubungan
seksual dengan multipartner, menderita HIV atau mendapat penyakit/penekanan
kekebalan (immunosuppressive) yang bersamaaan dengan infeksi hPV , dan
perempuan perokok.

2.5 Gejala dan Tanda

Tanda-tanda dini kanker serviks mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda-


tanda dini yang tidak spesifik seperti sekret vagina yang agak berlebihan dan kadang-
kadang disertai dengan bercak pendarahan. Gejala umum yang sering terjadi berupa
pendarahan pervaginam (pascasanggama,pendarahan di luar haid) dan keputihan.

Pada penyakit lanjut keluhan berupa keluar cairan pervaginam yang berbau
busuk, nyeri panggul, nyeri pinggang dan pinggul, sering berkemih, buang air kecil
atau buang air besar yang sakit. Gejala penyakit yang residif berupa nyeri pinggang,
edema kaki unilateral, dan obstruksi ureter.

2.6 Diagnosis

Tes pap pada saat ini merupakan alat skrining yang diandalkan. Lima puluh
persen pasien baru kanker serviks tidak pernah melakukan tes pap. Tes pap
direkomendasi pada saat mulai melakukan aktivitas seksual atau setelah menikah.
Setelah tiga kali pemeriksaan tes Pap tiap tahun, interval pemeriksaan dapat lebih
lama (tiap 3 tahun sekali). Bagi kelompok perempuan yang berisiko tinggi (infeksi
hPV, HIV, kehidupan seksual yang beresiko) dianurkan pemeriksaan Pap setiap
tahun. Pemastian diagnosis dilaksanakan dengan biopsi serviks. Diagnosis kanker
serviks diperoleh melalui pemeriksaan klinis berupa anamnesis, pemeriksaan fisik
dan ginekologik, termasuk evaluasi kelenjar getah bening, pemeriksaan panggul dan
pemeriksaan rektal. Biopsi serviks merupakan cara diagnosis pasti dari kanker
serviks, sedangkan tes Pap dan/atau kuret endoserviks merupakan pemeriksaan yang
tidak adekuat. Pemeriksaan radiologic berupa foto paru-paru, pielografi intravena
atau CT-scan merupakan pemeriksaan penunjang untuk melihat perluasan penyakit.

Pemeriksaan labotarium klinik berupa pemeriksaan darah tepi, tes fungsi


ginjal, dan tes fungsi hati di perlukan untuk mengevaluasi fungsi organ serta
menentukan jenis pengobatan yang akan di berikan.

2.7 Stadium

Stadium kanker serviks ditetapkan secara klinis. Stadium klinis menurut


FIGO membutuhkan pemeriksaan pelvik, jaringan serviks (biopsi konisasi untuk
stadium IA dan biopsi jaringan serviks untuk stadium klinik lainnya), foto paru-paru.
Pielografi intravena (dapat pula digantikan dengan foto CT-scan ). Untuk kasus-kasus
stadium lebih lanjut diperlukan pemeriksaan sistoskopi, proktoskopi, dan barium
enema.

Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial.


Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri
diabaikan).
Stadium IA Invansi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik.
Lesi yang dapat dilihat secara makroskopik walau dengan invasi yang
superfisial dikelompokkan pada stadium IB.
I AI Invansi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3,0 mm dan lebar
horizontal lesi tidak lebih 7mm.
I A2 Invansi ke stroma lebih dari 3mm tapi kurang dari 5 mm dan perluasan
horizontal tidak lebih dari 7mm.
Stadium IB Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik lesi
lebih luas dari stadium I A2.
I B1 Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar.
I B2 Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar.
Stadium II Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding
panggul atau sepertiga distal/bawah vagina.
II A Tanpa invasi ke parametrium.
II B Sudah menginvasi parametrium.
Stadium III Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau mengenai sepertiga
bawah vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak
berfungsinya ginjal.
III A Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak invasi ke
parametrium tidak sampai ke dinding panggul.
III B Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal.
Stadium IV Tumor meluas ke luar dari organ reproduksi.
IV A Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/atau ke
luar dari rongga panggul minor.
IV B Metastatis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan
kedalaman 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel tanpa
invasi ke rongga pembuluh limfe/darah atau melekat dengan lesi
kanker serviks.
Catatan: pada stadium IA adenokarsinoma masih kontroversi berhubung pengukuran
kedalaman invasi pada endoserviks sukar dan tidak standar.
2.8 Histopatologik

Kasus dapat di klarifikasikan dalam karsinoma serviks bila pertumbuhan


primernya dari serviks. Delapan puluh lima persen jenis histopatologik adalah
karsinoma sel skuamosa, 10% adenokarsinoma, dan 5% adenoskuamosa, sel jernih,
sel kecil, sel verukosa, dan lain-lain. Derajat diferensiasi dengan berbagai metode
dapat menunjang diagnosis, tetapi tidak dapat memodifikasi stadium klinis. Secara
histopatologik kanker serviks dibagi menjadi:

Neoplasia intraepitel serviks, derajat III, Karsinoma Skuamosa insitu,


Karsinoma skuamosa(berkeratinisasi, tidak berkeratinisasi, verukosa),
Adenokarsinoma insitu, Adeno karsinoma insitu tipe endoservikal, Adenokarsinoma
endometrioid, AdenoKarsinoma sel jernih, Karsinoma adenoskuamosa, Karsinoma
kistik adenoid, Karsinoma sel jernih dan Karsinoma undifferentiated . derajat
histopatologik: Diferensiasi baik, Diferensiasi sedang dan Diferensiasi buruk.

2.9 Pengobatan

Pembedahan

Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada kanker serviks sampai stadium


IIA dan dengan hasil pengobatan seefektif radiasi, akan tetapi mempunyai
keunggulan dapat meninggalkan ovarium pada pasien usia pramenopause. Kanker
serviks dengan diameter lebih dari 4 cm menurut beberapa peneliti lebih baik diobati
dengan kemoradiasi dari pada operasi. Histerektomi radikal mempunyai mortalitas
kurang dari 1%. Morbiditas termasuk kejadian fistel (1% sampai 2%), kehilangan
darah, atonia kandung kemih yang membutuhkan kateterisasi intermiten,
antikolinergik, atau alfa antagonis.
 Stadium I Al tanpa invasi limfo-vaskuler: Konisasi serviks atau histerektomia
totalitas simpel. Risiko metastasis ke kelenjar getah bening/residif 1%.
 Stadium I A1 dengan invasi limfo-vaskuler, stadium I A2. Modifikasi
histerektomia radikal (tipe II) dan limfadenektomia pelvik. Stadium I A1
dengan invasi limfovaskuler didapati 5% risiko metastasis kelenjar getah
bening.
 Stadium I A2 berkaitan dengan 4% sampai 10% rsiko metastasis kelenjar
getah bening.
 Stadium I B sampai stadium II A: Histerektomia radikal (tipe III) dan
limfadenektromi pelvik dan para-aorta.
 Radiasi ajuvan diberikan pasca bedah pada kasus dengan risiko tinggi (lesi
besar, invasi limfo-vaskuler atau invasi stroma yang dalam). Radiasi
pascabedah dapat mengurangi residif sampai 50%.

Radioterapi

 Terapi radiasi dapat diberikan pada semua stadium, terutama mulai


stadium II B sam pai IV atau bagi pasien pada stadium yang lebih kecil
tetapi tidak merupakan kandidat untuk pembedahan. Penambahan
Cisplatin selama radioterapi whole pelvic dapat memperbaiki kesintasan
hidup 30% sampai 50%.
 Komplikasi radiasi yang paling sering adalah komplikasi gastrointestinal
seperti proktitis, kolitis, dan traktus urinarius seperti sistitis dan stenosis
vagina.
 Teleterapi dengan radioterapi whole pelvic diberikan dengan fraksi 180 -
200 cGy perhari selama 5 minggu (sesuai dengan dosis total 4500 - 5000
cGy) sebagai awal pengobatan. Tujuannya memberikan radiasi seluruh
rongga panggul, parametrium kelenjar getah bening iliaka, dan para-aorta.
 Teleterapi kemudian dilankutkan dengan brakiterapi dengan menginsersi
tandem dan ovoid (dengan dosis total ke titik A 8500 cGy dan 6500 cGy
ke titik B) melalui 2 aplikasi. Tujuan brakiterapi untuk memberikanradiasi
dosis tinggi ke uterus, serviks, vagina, dan parametrium.
 Titik A adalah titik 2 cm superior dari ostium uteri eksterna dan 2 cm
lateral dari garis tengah uterus. Titik ini berada di parametrium.
 Titik B adalah titik 2 cm superior dari ostium uteri ekstera dan 5 cm lateral
dari garis tengah uterus. Titik ini berada di dinding pelvis.
 Radioterapi ajuvan dapat dibeikan pada pasien pascabedah dengan resiko
tinggi.

Kemoterapi

Kemoterapi terutama di berikan sebagai gabungan radio-kemoterapi ajuvan


atau untuk terapi paliatif pada kasus residif. Kemoterapi yang paling aktif adalah
kemoterapi lainya yang mempunyai aktivitas yang dimanfaatkan dalam terapi adalah
Ifosfamid dan paclitaxel.

2.10 Faktor Prognosis

Faktor utama yang menimbulkan residif termasuk invasi limfo-vaskuler,


metastasis ke kelenjar getah benimg, kedalam invasi stroma, batas sayatan operasi,
dan ukuran tumor. Jenis karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma tidak berbeda
prognosisnya. Faktor lain untuk timbulnya residif termasuk ploidi DNA tumor dan
ekspresi onkogen khusus (HER2/neu).

2.11 Rute Penyebaran

Perluasan kanker serviks dapat secara langsung, melalui aliran getah bening
sehingga bermetastasis ke kelenjar getah bening iliaka interna/eksterna, obturator,
pada aorta, ductus thoracicus, sampai ke skalen kiri; penyebaran ke kelenjar getah
bening inguinal melalui ligamentum rotundum. Penyebarannya juga melalui
pembuluh darah/hematogen.

2.11 Pengamatan lanjut

Sebagian besar residif terjadi dalam waktu 2 tahun setelah diagnosis. Dalam 2
tahun pertama, pasien dianjurkan melakukan pemeriksaan setiap 3 bulan. Pada tahun
ketiga sampai tahun kelima, pemeriksaan dianjurkan setiap 6 bulan, dan selanjutnya
setiap 1 tahun.

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan kelenjar getah bening, pemeriksaan pelvis,


rektal, dan tes Pap. Pemeriksaan foto paru-paru adau CT-scan hanya dilakukan atas
indikasi dan pemeriksaan klinis atau gejala yang timbul.

Daerah organ terjadinya residif (pasien yang tidak radiasi) adalah puncak
vagina (25%), pelvis (25%), daerah di luar pelvis (50%). Bila terjadi residif sentral
( tidak ada metastasis jauh), dipertimbangkan eksenterasi pelvik dengan moralitas
operasi 2% dan morbiditas jangka panjang lebih dari 50%. Bila residif didapati jauh
di luar pelvis, di pertimbangkan untuk kemoterapi dengan response rate 20%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham et al. Obstetri William. Edisi 25th. Penerbit Buku Kedokteran


EGC. 2018
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo Jakarta. 2016
3. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran bandung. Obstetri Patologi
edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2018

Anda mungkin juga menyukai