Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

Disusun Oleh:

ENI SULISTIYOWATI

22.0604.0093

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

A. Definisi
Waham adalah keyakinan pasien yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang tetap dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain.
Keyakinan ini berasal dari pemikiran pasien yang sudah kehilangan control
(Victoryna et al., 2020). waham adalah keyakinan atau persepsi palsu yang
tetap tidak dapat diubah meskipun ada bukti yang membantahnya. Gangguan
proses pikir waham mengacu pada suatu kondisi seseorang yang menampilkan
satu atau lebih khayalan ganjil selama paling sedikit satu bulan. Waham
merupakan suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau
terus menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Klien meyakini bahwa
dirinya adalah seperti apa yang ada di dalam isi pikirannya (Sutejo, 2017
dalam Hapsari, 2022).
Waham adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan
yang salah tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat (Victoryna
et al., 2020). Waham merupakan suatu keyakinan yang salah dan
dipertahankan dengan kuat oleh klien tanpa disertai bukti- bukti yang jelas
(Syahfitri et al., 2018). Waham adalah gangguan dimana penderitanya
memiliki rasa realita yang berkurang atau terdistorsi dan tidak dapat
membedakan yang nyata dan yang tidak nyata (Manurung & Pardede, n.d.).
Berdasarkan beberapa defisini diatas dapat disimpulkan bahwa waham
merupakan suatu keyakinan yang salah dan dipertahankan dengan kuat oleh
klien tanpa disertai bukti-bukti yang jelas.

B. Jenis
Jenis waham (Abi Prakasa, 2020) yaitu :
1. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!”
atau, “Saya punya tambang emas.”
2. Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang
kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh
saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan
kesuksesan saya.”
3. Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu
agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari.”
4. Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.”
(Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-
tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
5. Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya,”Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini
adalah roh-roh”
6. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
7. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang
dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada
orang tersebut
8. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.

C. Rentang Respon
Menurut Darmiyanti (2016), rentang respon waham sebagai berikut :
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Disorientasi Pikiran Gangguan


Pikiran/Waham
Persepsi Akurat Ilusi Sulit Berespon
Emosi Konsisten Reaksi Emosi Ber (+/-) Perilaku Kacau
Prilaku Sesuai Menarik Diri Isolasi Sosial
Berhubungan Social Prilaku Aneh/Tdk Biasa

D. Fase
Menurut Yunus (2022) Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu
(Hulu et al., 2022):
1. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need)
Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik secara
fisik maupun psikis. Secara fisik, pasien dengan waham dapat terjadi pada
orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya pasien
sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Hal itu
terjadi karena adanya kesenjangan antara kenyataan (reality), yaitu tidak
memiliki finansial yang cukup dengan ideal diri (self ideal) yang sangat
ingin memiliki berbagai kebutuhan, seperti mobil, rumah, atau telepon
genggam.
2. Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem)
Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan
yang tidak terpenuhi menyebabkan pasien mengalami perasaan menderita,
malu, dan tidak berharga.
3. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and external)
Pada tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia
yakini atau apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan,
dan tidak sesuai dengan kenyataan. Namun, menghadapi kenyataan bagi
pasien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk
diakui, dianggap penting, dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam
hidupnya, sebab kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal. Lingkungan sekitar pasien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan pasien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan
secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjadi perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan pasien tidak merugikan orang
lain.
4. Fase dukungan lingkungan (environment support)
Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan) pasien
dalam lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung,
lamakelamaan pasien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut
sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Oleh karenanya,
mulai terjadi kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
(superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat
berbohong.
5. Fase nyaman (comforting)
Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat pasien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya, pasien lebih sering
menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase peningkatan (improving)
Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya koreksi, keyakinan
yang salah pada pasien akan meningkat. Jenis waham sering berkaitan
dengan kejadian traumatik masa lalu atau berbagai kebutuhan yang tidak
terpenuhi (rantai yang hilang).

E. Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala gangguan proses pikir waham (Abi Prakasa, 2020) terbagi
menjadi 8 gejala yaitu, menolak makan, perawatan diri, emosi, gerakan tidak
terkontrol, pembicaraan tidak sesuai, menghindar, mendominasi pembicaraan,
berbicara kasar.
1. Waham Kebesaran
DS: Klien mengatakan bahwa ia adalah presiden, Nabi, Wali, artis dan
lainnya yang tidak sesuai dengan kenyataan dirinya.
DO:
a. Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
b. Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
c. Klien mudah marah
d. Klien mudah tersinggung
2. Waham Curiga
DS:
a. Klien curiga dan waspada berlebih pada orang tertentu
b. Klien mengatakan merasa diintai dan akan membahayakan dirinya.
DO:
a. Klien tampak waspada
b. Klien tampak menarik diri
c. Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
d. Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti )
3. Waham Agama
DS: Klien yakin terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
DO:
a. Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
b. Klien tampak bingung karena harus melakukan isi wahamnya
c. Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
4. Waham
Somatik DS:
a. Klien mengatakan merasa yakin menderita penyakit fisik
b. Klien mengatakan merasa khawatir sampai
panik DO:
a. Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
b. Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
c. Klien tampak bingung
d. Klien mengalami perubahan pola tidur
e. Klien kehilangan selera makan
5. Waham Nihilistik
DS: Klien mengatakan bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
DO:
a. Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
b. Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
c. Klien tampak bingung
d. Klien mengalami perubahan pola tidur
e. Klien kehilangan selera makan
6. Waham Bizzare
a. Sisip Pikir:
DS:
1) Klien mengatakan ada ide pikir orang lain yang disisipkan dalam
pikirannya yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan.
2) Klien mengatakan tidak dapat mengambil keputusan
2) DO :
1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
2) Klien tampak bingung
3) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
4) Klien mengalami perubahan pola tidur
b. Siar Pikir
DS:
1) Klien mengatakan bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai dengan
kenyataan.
2) Klien mengatakan merasa khawatir sampai panik
3) Klien tidak mampu mengambil keputusan
DO:
1) Klien tampak bingung
2) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
3) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
4) Klien tampak waspada
5) Klien kehilangan selera makan
c. Kontrol Pikir
DS:
1) Klien mengatakan pikirannya dikontrol dari luar
2) Klien tidak mampu mengambil keputusan 2)
DO:
1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
2) Klien tampak bingung
3) Klien tampak menarik dir
4) Klien mudah tersinggung
5) Klien mudah marah
6) Klien tampak tidak bisa mengontrol diri sendiri
7) Klien mengalami perubahan pola tidur
8) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
F. Penyebab
Menurut WHO (2016) secara medis ada banyak kemungkinan
penyebab waham, termasuk gangguan neurodegeneratif, gangguan sistem
saraf pusat, penyakit pembuluh darah, penyakit menular, penyakit
metabolisme, gangguan endokrin, defisiensi vitamin, pengaruh obat-obatan,
racun, dan zat psikoaktif. Menurut Sutejo, 2017 faktor penyebab waham yaitu:
1. Faktor predisposisi (Predisposing factor)
a. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran
ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan lindik.
Abnormalitas otak yang menyebabkan respons neurologis yang
maladaptif yang bar mulai dipahami. Hal ini termasuk hal-hal berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan
otak yang luas dan dalam perkem bangan skizofrenia. Hal yang
paling berhubungan dengan perilaku psikotik adalah adanya lesi
pada area frontal, temporal, dan limbik.
2) Beberapa senyawa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukkan hal-hal berikut ini: kadar dopamine
neurotransmitter yang berlebihan, ketidakseimbangan antara
dopamin dan neurotransmitter lain, masalah-masalah yang terjadi
pada sistem respons dopamine. Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan terhadap kembar identik, misalnya, ditemukan bahwa
kembar identik yang dibesarkan secara terpisah memiliki angka
kejadian yang tinggi pada skizofrenia daripada pasangan saudara
kandung yang tidak identik.
2. Fator psikologis
Teori psikodinamika yang mempelajari terjadinya respons neurobiologi
yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Teori psikologi
terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini, sehingga
menimbulkan kurangnya rasa percaya (keluarga terhadap tenaga kesehatan
jiwa profesional). Waham ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan
perlakuan dari keluarga. Misalnya saja, sosok ibu adalah tipe pencemas,
sedangkan sosok ayah adalah tipe yang kurang atau tidak peduli.
3. Faktor sosial budaya
Secara teknis, kebudayaan merupakan ide atau tingkah laku yang dapat
dilihat maupun yang tidak terlihat. Kebudayaan turut mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang, misalnya melalui
aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. Unsur-
unsur dari faktor social budaya dapat mencakup kestabilan keluarga, pola
mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan (perkotaan lawan pedesaan),
masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan,
pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, pengaruh rasial dan
keagamaan, serta nilainilai (Yosep, 2009). Di sisi lain, timbulnya waham
dapat disebabkan oleh perasaan teasing dari lingkungannya dan kesepian
(Direja, 2011). b. Faktor biologis Berbagai zat dan kondisi medis non-
psikiatrik dapat menyebabkan waham, sehingga menyatakan bahwa faktor
biologis yang jelas dapat menyebabkan waham. Akan tetapi, tidak semua
orang dengan tumor memiliki waham. Klien yang wahamnya disebabkan
oleh penyakit neurologis serta yang tidak memperlihatkan gangguan
intelektual, cenderung mengalami waham kompleks yang serupa dengan
penderita gangguan waham. Sebaliknya, penderita gangguan neurologis
dengan gangguan intelektual sering mengalami waham sederhana. Jenis
waham sederhana ini tidak seperti waham pada klien dengan gangguan
waham. Timbulnya gangguan waham bisa merupakan respons normal
terhadap pengalaman abnormal pad lingkungan, sistem saraf tepi, atau
sistem saraf pusat. Jadi, jika klien mengalami pengalaman sensorik yang
salah, seperti merasa dikuti (mendengar langkah kaki), klien mungkin
percaya bahwa mereka sebenarnya diikuti. Hipotesis tersebut tergantung
pada pengalaman seperti halusinasi yang perlu dijelaskan. Sementara itu,
pengalaman halusinasi tersebut pada gangguan waham tidak terbukti. c.
Faktor psikodinamik Banyak klien dengan gangguan waham memiliki
suatu kondisi sosial terisolasi dan pencapaian sesuatu dalam kehidupannya
tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Teori psikodinamik
spesifik mengenai penyebab dan evolusi gejala waham melibatkan
anggapan seputar orang hipersensitif dan mekanisme ego spesifik,
pembentukan reaksi, proyeksi, dan penyangkalan. d. Mekanisme defense
Klien dengan gangguan waham menggunakan mekanisme defensi berupa
proyeksi, penyangkalan, dan pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi
digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap agresi, kebutuhan untuk
bergantung, dan perasaan afeksi serta transformasi kebutuhan akan
ketergantungan menjadi ketidaktergantungan yang berkepanjangan. Untuk
menghindari kesadaran terhadap realita yang menurutnya menyakitkan,
klien menggunakan mekanisme penyangkalan (Sadock&Sadock, 2010).
Ditimbun oleh perasaan dendam, marah, dan permusuhan kepada orang
lain, klien menggunakan proyeksi untuk melindungi diri mereka sendiri
dari pengenalan impuls yangtidak dapat diterima dalam diri mereka.

Penyebab (SDKI, 2017):


1. Faktor biologis: Kelainan genetik/keturunan, kelainan neurologis
(mis. gangguan sistem limbik,gangguan ganglia basalis,tumor otak).
2. Faktor psikodimanik (mis. isolasi sosial,hipersensitif).
3. Maladaptasi.
4. Stres berlebihan.

G. Fokus Pengkajian
1. Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu
pertemuan, topik pembicaraan.
2. Keluhan utama/alasan masuk
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
3. Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan kriminal. Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang
mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan:
a. Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon psikologis dari klien.
b. Biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP,
pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan
anakanak.
c. Sosial Budaya Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan,
kerusuhan, kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang
menumpuk.
4. Aspek fisik/biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu,
pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi
organ kalau ada keluhan.
5. Aspek psikososial
a. Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang
dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang
terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
1) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian
yang disukai dan tidak disukai.
2) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan
klien terhadap status dan posisinya dan kepuasanklien sebagai
laki- laki/perempuan.
3) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga /kelompok dan
masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas
tersebut.
4) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan
dan penyakitnya.
5) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga
diri rendah.
c. Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
6. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktvitas
motori klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien,
interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan
penilaian dan daya tilik diri.
7. Proses pikir. Proses pikir dalam berbicara jawaban klien kadang meloncat-
loncat dari satu topik ketopik lainnya, masih ada hubungan yang tidak
logis dan tidak sampai pada tujuan (flight ofideas) kadang-kadang klien
mengulang pembicaraan yang sama (persevere) Masalah keperawatan:
Gangguan Proses Pikir.
8. Isi Pikir Contoh isi pikir klien saat diwawancara : a. Klien mengatakan
bahwa dirinya banyak mempunyai pacar, dan pacarnya orang kaya dan bos
batu bara Masalah keperawatan : waham kebesaran. b. Klien mengatakan
alasan masuk RSJ karena sakit liver. Masalah keperawatan : waham
somatik.
9. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan
membersihkan alat makan
b. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian
c. Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
d. Istirahat dan tidur klien, aktivitas didalam dan diluar rumah
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah
minum obat.
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
11. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian
yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
12. Aspek medis
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi
okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi
dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara
wajar dalam kehidupan bermasyarakat

H. Diagnosa Keperawatan Utama


Berdasarkan SDKI 2017 diagnosa yang muncul yaitu gangguan proses pikir:
waham (D.0105). Definisi waham yaitu keyakinan yang keliru tetang isi pikir
yang dipertahankan secara kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan
kenyataan.

I. Fokus Intervensi
Tujuan asuhan keperawatan:
1. Kognitif
a. Menyebutkan orientasi terhadap realitas(orang, tempat, dan waktu)
b. Menyebutkan kebutuhan yang belum terpenuhi
c. Menyebutkan aspek positif yang dimiliki
2. Psikomotor
a. Berorientasi terhadap realitas
b. Memenuhi kebutuhan
c. Melatih aspek positif yang dimiliki
d. Minum obat dengan prinsip 8 benar
3. Afektif
a. Merasa manfaat dari latihan yang dilakukan
b. Merasa nyaman dan tenang
Individu:
1. Kaji tanda dan gejala, penyebab waham dan kemampuan klien
mengatasinya
2. Jelaskan proses terjadinya waham
3. Tidak mendukung dan tidak membantah waham klien
4. Yakinkan klien berada pada lingkungan yang nyaman
5. Bantu klien untuk orientasi realistis
6. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi
7. Latih klien dalam melakukan kemampuan/aspek positif yang dimilki
8. Terapi kognitif perilaku: mengidentifikasi pengalaman yang tidak
menyenangkan dan menimbulkan pikiran dan perilaku negatif, melawan
pikiran dan mengubah perilaku negatif, memanfaatkan sistem pendukung,
mengevaluasi manfaat melawan pikiran nergatif dan mengubah perilaku
negatif.
Keluarga:
1. Kaji masalah yang dirasakan keluarga merawat klien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya waham
3. Melatih keluarga cara merawat waham: tidak mendukung atau
membantah, membiming klien melakukan latihan cara mengendalikan
waham
4. Memberikan pujian atas keberhasilan klien
5. Psikoedukasi keluarga: mengidentifikasi masalah kesehatan, merawat
masalah kesehatan, manajemen stress dan manajemen beban untuk
keluarga.
Kelompok:
1. Terapi aktivitas kelompok (orientasi realita):
Sesi 1: pengenalan orang
Sesi 2: pengenalan tempat
Sesi 3: pengenalan waktu
2. Terapi suportif:
Sesi 1: identifikasi masalah dan sumber pendukung di dalam dan diluar
keluarga
Sesi 2: latihan menggunakan sistem pendukung dalam keluarga
Sesi 3: latihan menggunakan sistem pendukung luar keluarga
Sesi 4: evaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber pendukung
Kolaboratif:
1. Melakukan kolaborasi dengan dokter menggunakan ISBAR dan TbaK
2. Memberikan program terapi dokter (obat): edukasi 8 benar pemberian obat
3. Mengobservasi manfaat dan efek samping obat
DAFTAR PUSTAKA
Abi Prakasa, M. (2020). Analisis Rekam Medis Pasien Gangguan Proses Pikir
Waham Dengan Menggunakan Algoritma C4.5 Di RS Atma Husada
Mahakam Samarinda. Borneo Student Researt, 2(1), 1–8.
Hapsari, A. (2022). Laporan Khusus Asuhan Keperawatan Jiwa pada Ny. S
dengan Masalah Keperawatan Waham di Ruang Sembodro RSJ Grhasia
Daerah Istimewa Yogyakarta. 9–25.
Hulu, M. P. C., Waruwu, R., Febriana, M. S., Jhon, F. P., & Pardede, J. A. (2022).
Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Masalah Gangguan
Proses Pikir : Waham Kebesaran : Studi Kasus. Kebidanan, volume
1(keperawatan jiwa), 1–44.
Manurung, J., & Pardede, J. A. (n.d.). Mental Nursing Care Management with
Delusion of greatness Problems in Schizophrenic Patients: A Case Study.
Hendransyah 2016.
Syahfitri, M., Tarigan, R. D., & Syahdi, D. (2018). Penerapan Asuhan
Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Proses Pikir : Waham Kebesaran
Pendekatan Strategi Pelaksanaan ( SP ) 1-4 : Studi Kasus. ResearchGateate,
March, 1–4. https://doi.org/10.31219/osf.io/ewj4u
Victoryna, F., Wardani, I. Y., & Fauziah, F. (2020). Penerapan Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa Ners untuk Menurunkan Intensitas Waham Pasien
Skizofrenia. Jurnal Keperawatan Jiwa, 8(1), 45.
https://doi.org/10.26714/jkj.8.1.2020.45-52
STRATEGI PELAKSANAAN
Masalah : Waham Kebesaran
Pertemuan : Ke 1 (satu)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien tenang, kooperatif, duduk sendiri, nonton televisi sambil duduk di
kursi
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perubahan isi pikir : waham kebesaran
3. Tujuan khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)


1. Fase Orientasi
“Hallo, selamat siang pak’
“ Bagaimana kabar bapak hari ini? Aduh bapak hari ini tampak segar
sekali? Sudah makan pagi apa belum? Menunya masih ingat apa tadi ?”
“ Kenalkan, nama saya Febri, biasa dipanggil Bruder Febri”. Nama bapak
siapa?, suka dipanggil siapa? O…nama bapak Don, suka dipanggil pak
Doni ya, baiklah.”
“Saya mahasiswa Keperawatan pak, Saya bertugas di sini selama 14 hari,
saya akan merawat bapak selama saya bertugas di sini, tiap hari kita akan
ketemu dan bincang-bincang”
“ Hari ini kita akan bincang-bincang untuk lebih saling mengenal,
waktunya ± 15 menit cukup tidak pak?”. Dimana kita bicara? Bagaimana
kalau sambil duduk di teras?”
“Di depan sana pak, ok baiklah kalau begitu.”
2. Fase Kerja
“Bagaimana perasaan dan keadaan pak hari ini?”
“Apakah ada yang dikeluhkan atau ditanyakan sebelum kita berbincang-
bincang?”
“ Pak nggak usah kawatir karena kita berada di tempat yang aman. Saya
dan perawat-perawat di sini akan selalu menjadi teman dan membantu Pak
parmin”
“Pak Doni, bisa saya tahu sekarang identitas Bapak, baik alamat, keluarga,
hobi atau mungkin keinginan sekarang?”
“Wah terima kasih Pak Doni karena sudah mau berkenalan dengan saya
dan sekarang saya akan memberitahu identitas saya, Pak Doni mau kan
mendengarkan?”
“Nah karena kita sudah saling mengenal maka sekarang kita berteman, jadi
Pak Doni tidak perlu sungkan lagi bila ada masalah bisa diceritakan pada
saya, Pak Doni mau kan berteman dengan saya?”
3. Fase terminasi
“Sementara itu dulu yang kita bicarakan ya Pak?”
“Coba bisa diulang tadi, nama saya siapa?”
“ Wah, bagus sekali Pak bisa ingat nama saya.”
“Saya sangat senang bisa berkenalan dengan Pak Doni dan Pak Doni
sudah bisa mengungkapkan perasaan dengan baik dan mau berkenalan dan
berteman dengan saya.”
“Besok kita ketemu lagi ya? Dan bincang-bincang lagi tentang cara
mempraktekkan membina hubungan dengan orang lain dan membicarakan
kemampuan yang dimiliki Pak Doni, jam 10.30 WIB, tempatnya disini
lagi, bagaimana bapa Doni setuju?”
“Baiklah, saya minta pamit dulu, terimakasih, sampai bertemu besok ya?”

Anda mungkin juga menyukai