Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATN JIWA

PADA PASIEN DENGAN WAHAM DI RSUD MADANI

Nama : Nurul Izmi


Nim : PO7120319065

Cl Ruangan Pemimbing Akademik

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PALU


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D4
KEPERAWATAN PALU
2021/2022

A. Konsep Dasar Waham


1. Pengertian

Waham adalah suatu keyakinan yang keliru tentang isi pikir yang
dipertahankan secara kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan
kenyataan (SDKI, 2017). Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang
dipertahankan secara kuat atau terusmenerus, tapi tidak sesuai dengan
kenyataan. Waham adalah termasuk gangguan isi pikiran. Pasien meyakini
bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada di dalam isi pikirannya.
Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk
waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita skizofrenia (Yusuf,
dkk, 2015).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan
kenyataan, tetapi di pertahankan dan tidak dapat di ubah secara logis oleh
orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan
kontrol (Depkes RI,2000). Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang
berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten
dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan
merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses iteraksi atau
informasi secara akurat (Yosep, 2009).
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998). Waham adalah keyakinan
seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien
tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien
(Aziz R, 2003).
Dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa waham
sebagai salah satu perubahan proses pikir khususnya isi pikir yang ditandai
dengan keyakinan terhadap ide-ide, pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataan dan sulit diubah dengan logika atau bukti bukti yang ada, atau
juga dikatakan sebagai keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan,
yang tetap dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang
lain. Pemikiran ini berasal dari pemikiran klien yang tidak terkontrol.
2. Proses terjadinya waham
a. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need)

Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik


secara fisik maupun psikis. Secara fisik, pasien dengan waham dapat
terjadi pada orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas.
Biasanya pasien sangat miskin dan

hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Hal


itu terjadi karena adanya kesenjangan antar kenyataan (reality), yaitu
tidak memiliki finansial yang cukup dengan ideal diri (self ideal)
yang sangat ingin memiliki berbagai kebutuhan, seperti mobil, rumah,
atau telepon genggam.
b. Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem)

Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan


yang tidak terpenuhi menyebabkan pasien mengalami perasaan
menderita, malu, dan tidak berharga.
c. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and external)
Pada tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia
yakini atau apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi
kekurangan, dan tidak sesuai dengan kenyataan. Namun, menghadapi
kenyataan bagi pasien adalah sesuatu yang sangat berat, karena
kebutuhannya untuk diakui, dianggap penting, dan diterima lingkungan
menjadi prioritas dalam hidupnya, sebab kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar pasien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan pasien itu tidak benar,
tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan
keinginan menjadi perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif
tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan
pasien tidak merugikan orang lain.
d. Fase dukungan lingkungan (environment support)
Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan) pasien
dalam lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung, lama-
kelamaan pasien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai
suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Oleh karenanya, mulai
terjadi kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
(superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat
berbohong.
e. Fase nyaman (comforting)
Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap ahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat pasien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya, pasien lebih sering
menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
f. Fase peningkatan (improving)
Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya koreksi, keyakinan
yang salah pada pasien akan meningkat. Jenis waham sering berkaitan
dengan kejadian traumatik masa lalu atau berbagai kebutuhan yang tidak
terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

3. Klasifikasi Waham
Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Direja (2011)
yaitu sebagai berikut :
JENIS WAHAM PENGERTIAN PERILAKU KLIEN
Waham Kebesaran Keyakinan secara berlebihan “saya ini pejabat di
bahwa dirinya memiliki kementrian semarang!"
kesehatan khusus atau kelebihan saya”punya perusahaan
yang berbeda dengan orang lain, paling besar lho”.
diucapkan berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan
Waham Agama Keyakinan terhadap suatu agama “saya adalah tuhan yang
secara berlebihan, diucapkan bisa menguasai dan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai mengendalikan semua
dengan kenyataan. mahluk”.
Waham Curiga Keyakinan seseorang atau “saya tahu mereka mau
sekelompok orang yang mau menghancurkan saya,
merugikan atau mencederai karena iri dengan
dirinya, diucapkan berulang- kesuksesan saya”.
ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
Waham Somatic Keyakinan seseorang bahwa “saya menderita kanker”.
tubuh atau sebagian tubuhnya Padahal hasil pemeriksaan
terserang penyakit, diucapkan lab tidak ada sel kanker
berulang-ulang tetapi tidak sesuai pada tubuhnya.
dengan kenyataan.
Waham Nihlistik Keyakinan seseorang bahwa “ini saya berada dialam
dirinya sudah tidak ada atau kubur ya, semua yang ada
meninggal dunia, diucapkan disisni adalah roh-roh nya “.
berulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.

4. Etiologi
Menurut Dierja (2011), faktor prediposisi dari gangguan isi pikir : waham, yaitu
sebagai berikut :
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang
berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham.
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel
di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.

e. Faktor genetik

Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir: waham,
yaitu sebagai berikut :

a. Faktor sosial budaya


Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.

c. Faktor psikologis

Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk


mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.

5. Tanda dan Gejala

Menurut Kusumawati, (2010) tanda dan gejala dari gangguan proses pikir :
Waham, yaitu sebagai berikut :
a. Gangguan Fungsi Kognitif (perubahan daya ingat)

Cara berfikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk,


dan pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial).

b. Fungsi Persepsi

Depersonalisasi dan halusinasi.

c. Fungsi Emosi

Afek tumpul : kurang respons emosional, afek datar, afek tidak sesuai,
reaksi berlebihan, ambivalen.

d. Fungsi Motorik. Imfulsif:

gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotipik gerakan yang


diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas,
katatonia.

e. Fungsi Sosial Kesepian.

Isolasi sosial, menarik diri, dan harga diri rendah.

Tanda dan gejala dari gangguan proses pikir : Waham menurut Direja, (2011)
yaitu :

a. Menolak makan

b. Tidak ada perhatian pada perawatan diri

c. Ekspresi wajah sedih / gembira / ketakutan

d. Gerakan tidak terkontrol, menghindar dari orang lain

e. Mudah tersinggung

f. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan tidak bisa membedakan


antara kenyataan dan bukan kenyataan, mendominasi pembicaraan,
berbicara kasar.

g. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan

6. Rentang Respon Neurobiologi


Adaptif Maladaptif

 Pikiran logis  Pikiran kadang


menyimpang ilusi  Gangguan proses
 Perseosi akurat
pikir : Waham
 Emosi konsisten  Reaksi emosional
berlebihan dan  Halusinasi
dengan pengalaman
kurang  Kerusakan emosi
 Perilaku sosial
 Perilaku tidak  Perilaku tidak
 Hubungan sosial
sesuai sesuai
 Menarik diri  Ketidakteraturan
isolasi sosial

Dari rentang respon neurobilogis diatas dapat dijelaskan bila individu


merespon secara adaptif maka individu akan berfikir secara logis. Apabila
individu berada pada keadaan diantara adaptif dan maladaptive kadang-
kadang pikiran menyimpang atau perubahan isi pikir terganggu. Bila
individu tidak mampu berfikir logis dan pikiran individu mulai menyimpang
maka ia akan berespon secara maladaptive dan ia akan mengalami gangguan
isi pikir : waham curiga.
Agar individu tidak berespon secara maladaptive maka setiap individu
harus mempunyai mekanisme pertahanan koping yang baik. Mekanisme
koping dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari
dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara
realistic tuntunan situasi stress.
1) Perilaku menyerang, digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri, digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
3) Perilaku kompromi, digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan atau mengorbankan aspek
kebutuhan personel seseorang.

b. Mekanisme pertahanan ego


Merupakan mekanisme yang dapat membantu mengatasi cemas ringan
dan sedang, jika berlangsung pada tingkat dasar dan melibatkan
penipuan diri dan disorientasi realitas, maka mekanisme ini dapat
merupakan respon maladaptive terhadap stress.

7. Mekanisme Koping

Menurut Direja (2011), perilaku yang mewakili upaya untuk


melindungi diri sendiri dari pengalaman berhubungan dengan respon
neurobioligi :

a. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya


untuk menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang
tertinggal untuk aktivitas hidup sehari-hari

b. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.


c. Menarik diri

Selain itu, terdapat juga mekanisme koping lainnya yaitu sebagai


berikut :

a. Klien : identifikasi koping kekuatan dan kemampuan yang masih


dimiliki klien.
b. Sumber daya dan dukungan social : pengetahuan keluarga, finansial
keluarga, waktu dan tenaga keluarga yang tersedia, kemampuan keluarga
memberi asuhan.

8. Penatalaksanaan

Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah


dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan
medis pada gangguan
proses pikir yang mengarah pada diagnosa medis skizofrenia,
khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu:
a. Farmakoterapi
Tata laksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada
penatalaksanaan skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998),
Kaplan dan Sadock (1998) antara lain sebagai berikut :
1) Anti psikotik
Jenis-jenis obat anti psikotik antara lain :

a) Chlorpromazine

Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan


mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25
mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis
tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.

b) Trifluoperazine

Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik


menarik diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai
50 mg/hari.
c) Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan
mania. Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg. Obat anti psikotik
merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada
kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan
obat anti psikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien
gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6
minggu, anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab
kegagalan pengobatan yang paling sering adalah ketidakpatuhan
klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter
dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai
adanya suatu penyesuai sosial, dab bukan hilangnya waham pada
klien.

2) Triheksipenydil (Artane), untuk semua bentuk parkinsonisme, dan


untuk menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang
digunakan : 1-15 mg/hari Difehidamin Dosis yang diberikan : 10- 400
mg/hari.
3) Anti Depresan
Amitriptylin, untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan
keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari. Imipramin, untuk depresi
dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal :
25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.

4) Anti Aansietas

anti ansietas digunakan untuk mengontrol ansietas, kelainan somatroform,


kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk merigankan sementara gejala-
gejala insomnia dan ansietas. Obat-obat yang termasuk anti ansietas antara
lain :

 Fenobaribital : 16-320 mg/hari


 Meprobamat : 200-2400 mg/hari

 Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari

b. Psikoterapi

Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan


apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik. Psikotherapi pada klien dengan gangguan jiwa adalah berupa
terapi aktivitas kelompok (TAK).

c. Terapi somatik

Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan
melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik (Riyadi dan
Purwanto, 2009). Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien.
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan
khusus.
3) Foto therapy atau therapy cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini
diberikan dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih
terang dari sinar ruangan).
4) ECT (Electro Convulsif Therapi)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun
klonik.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana terjadi
interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih (sosialisasi).
e. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien,
sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh
manfaat dalam membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

a. Alasan masuk RS

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan


keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai. Klien dengan
waham biasanya masuk RSJ dengan keluhan : gerakan tidak terkontrol, isi
pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan, tidak bisa membedakan
antara kenyataan dan bukan kenyataan, menjalankan kegiatan agama
secara berlebihan dan mendominasi pembicaraan.
b. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami,
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan kriminal. Biasanya faktor
predisposisi/pendukung seseorang mengalami waham adalah: adanya
hambatan perkembangan, merasa di asingkan dan kesepian, hubungan
dengan keluarga dan orang lain yang tidak harmonis, adanya
atropi otak, pembesaran ventrikel di otak atau perubahan pada sel
kortikal dari limbic.

1) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi


respon psikologis dari klien

2) Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan


dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.

3) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
4) Aspek fisik
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu,
pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji
fungsi organ kalau ada keluhan. Pada pasien waham biasanya terjadi
penurunan BB karena menolak makan dan minum.
5) Aspek Psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang
dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang
terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh
b) Konsep diri
(1) Citra tubuh
Mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai. Biasanya pasien dengan waham miliki
perasaan negative terhadap diri sendiri.
(2) Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-
laki/perempuan. Biasanya pasien dengan waham kebesaran
misalnya mengaku seorang polisi padahal kenyataannya tidak
benar.
(3) Peran
Tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan
masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas
tersebut. Berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK
(4) Ideal diri
Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan
dan penyakitnya.

(5) Harga diri

Adanya gangguan konsep diri: harga diri rendah karena


perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya rasa percaya
diri dan merasa gagal mencapai tujuan.
(6) Hubungan sosial
Pasien dengan waham biasanya memiliki hubungan sosial yang
tidak harmonis.
(7) Spiritual

(a) Nilai dan keyakinan

Biasanya kalau pada pasien dengan waham agama meyakini


agamanya secara berlebihan.
(b) Kegiatan ibadah.
Biasanya pada pasien dengan wham agama melakukan
ibadahh secara berlebihan.
(8) Status mental
(a) Penampilan
Pada pasien waham biasanya penampilannya sesuai
dengan waham yang ia rasakan. Misalnya pada waham
agama berpakaian seperti seorang ustadz.
(b) Pembicaraan
Pada pasien waham biasanya pembicaraannya selalu
mengarah ke wahamnya, bicara cepat, jelas tapi
berpindah-pindah, isi pembicaraan tidak sesuai dengan
kenyataan.
(c) Aktivitas motorik
Pada waham kebesaran biasa saja terjadi perubahan
aktivitas berlebihan.
(d) Alam perasaan
Pada waham curiga biasanya takut karena merasa orang-
orang akan melukai dan mengancam membunuhnya. Pada
waham nihilistic merasa sedih karena menyakini kalau
dirinya sudah meninggal.
(e) Interaksi selama wawancara
Pada pasien waham biasanya ditemukan :
 Defensif
Selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran
dirinya
 Curiga
Menunjukan sikap/perasaan tidak percaya pada orang lain.
 Isi pikir
Pada pasien dengan waham kebesaran biasanya : klien
mempunyai keyakinan yang berlebihan terhadap
kemampuannya yang disampaikan secara berulang yang tidak
sesuai kenyataan.
 Proses pikir
Pada pasien waham biasanya yang tida realistis, flight of ideas,
pengulangan kata-kata.
 Tingkat kesadaran biasanya masih cukup baik.

6) Kebutuhan persiapan pulang


a) Makan
(1) Observasi dan tanyakan frekuensi, jumlah, variasi, macam (suka/tidak,
suka,pantang) dan cara makan.
(2) Observasi kemampuan klien dalam menyiapkan dan membersihkan
alat makan.
b) BAB/BAK
Observasi kemampuan klien untuk :
(1) Pergi, menggunakan dan membersihkan WC
(2) Membersihkan diri dan merapikan pakaian
c) Mandi
Observasi tanyakan tentang :
(1) Frekuwensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci rambut, gunting kuku,
cukur (kumis, jengot dan rambut)
(2) Observasi kebersihan tubuh dan bau badan
d) Berpakaian
Observasi dantanyakan tentang :
(1) Kemampuan klien mengambil, memilih pakaian dan alas kaki.
(2) Penampilan dandanan klien
(3) Frekuwensi ganti baju
(4) Niliai kemampuan yang harus dimiliki klien : mengambil, memilih dan
mengenakan pakaian.
e) Istirahat dan tidur klien
Observasi dan tanyakan tentang :
(1) Lama dan waktu tidur siang/tidur malam
(2) Persiapan sebelum tidur seperti merapikan tempat tidur, mandi/cuci
muka dan menyikat gigi.
f) Penggunaan obat
Observasi dan tanyakan kepada klien dan keluarga :
(1) Pengunaan obat : frekuwensi, jenis dosis, waktu dan cara
(2) Reaksi obat
g) Pemeliharaan kesehatan
Tanyakan kemempuan klien dalam :
(1) Merencanakan, mengolah, dan menyajikan makanan
(2) Merapikan rumah (kamar tidur, dapur, menyapu, mengepel)
(3) Mencuci pakaian sendiri
(4) Mengatur kebutuhan biaya sehari-hari.
h) Kegiatan diluar rumah
Tanyakan kemampuan klien :
(1) Belanja untuk kebutuhan sehari-hari
(2) Dalam melakukan perjalanan mandiri dengan jalan kali,
mengguanakan kendaraan pribadi, kendaraan umum.
i) Kegiatan lain yang dilakukan klien diluar rumah
(bayar listrik/telpon, air, kekantor pos dan bank)
j) Mekanisme koping
Tanyakan pada klien dan keluarga dan observasi mekanisme penyelesaian
masalah.

2. Pohon Masalah
Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), adapun pohon masalah pada pasien
dengan waham adalah sebagai berikut :

Effect Resiko Perilaku Kekerasan

Core Problem Gangguan Proses Pikir : Waham

Causa isolasi Diri : Menarik Diri

Harga Diri Rendah kronis

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respon
klien baik aktual maupun potensial (Damiyantim 2012). Adapun diagnosa yang
muncul adalah sebagai berikut :
a. Gangguan proses pikir : Waham....(sesuai jenis waham yang dialami pasien)
b. Resiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitria, Nita. 2011. Prinsip dasar dan aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (LP dan SP) untuk 7 diagnosis keperawatan
jiwa berat bagi program S-1 keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
2. Wahyudi, A, I., Oktaviani, C., Dianesti, E, N., dkk. 2018. Strategi pelaksanaan dengan
Halusinasi. E-journal Universitas Rustida Banyuwangi

Anda mungkin juga menyukai