OLEH
KELOMPOK I
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan perlindungan dan kesehatan
sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Dimana makalah ini sebagai salah satu syarat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar 1. Kami menyadari sepenuhnya
bahwa selama penyusunan makalah ini kami banyak menemui kesulitan dikarenakan
keterbatasan referensi dan keterbatasan kami sendiri. Dengan adanya kendala dan
keterbatasan yang dimiliki kami, maka kami berusaha semaksimal mungkin untuk
menyusun makalah dengan sebaik-baiknya. Sebagai manusia, kami menyadari bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan yang
lebih baik dimasa yang akan datang. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fisiologis.
Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh mengalami kemunduran bahkan
menimbulkan kematian. Oleh karena itu oksigen merupakan kebutuhan yang sangat utama
dan vital bagi tubuh.
Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel tubuh. Secara normal
elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas. Masuknya oksigen
ke jaringan tubuh ditentukan oleh system respirasi kardiovaskuler dan keadaan
hematologic ( Wartonah & Tarwoto 2006)
Bersihan jalan nafas merupakan kondisi pernafasan yang tidak normal akibat
ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekret yang kental atau
berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, stasis sekret dan batuk tidak efektif karena
penyakit persyarafan seperti cerebro vascular accident (CVA), efek pengobatan sedatif dan
lain - lain. Bersihan jalan nafas (Obstruksi jalan nafas ) mempunyai tanda-tanda seperti :
batuk tidak efektif, tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan nafas, suara nafas
menunjukan adanya sumbatan dan jumlah, irama dan kedalaman pernafasan tidak normal
(Hidayat. A, 2009).
Pada tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah batuk
tersebut kering, keras dan kuat dengan suara mendesing, berat dan berubah-ubah seperti
kondisi pasien yang mengalami penyakit kanker. Juga dilakukan pengkajian apakah pasien
mengalami sakit pada bagian tenggorokan saat batuk kronis dan produktif serta saat di
mana pasien sedang makan, merokok atau saat malam hari. Pengkajiaan terhadap
lingkungan tempat tinggal pasien ( apakah berdebu, penuh asap, dan adanya
kecenderungan mengakibatkan alergi ) perlu dilakukan.
Bersihan jalan nafas (obstruksi jalan nafas) biasa terjadi pada orang yang
menderita penyakit tuberculosis paru, sebab pada orang yang menderita tuberculosis paru
gejala utama yang muncul adalah Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan sekrek dalam bronchi. Sekret yang keluar akan digunakan untuk pemeriksaan
bakteri tahan asam (BTA). Sehingga klien dapat diketahui positif terkena tuberculosis paru
atau negatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Dasar
A. PENGERTIAN BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF
Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan suatu keadaan ketika seseorang
individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status pernapasan
sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif (Carpenito, 2006).
Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan ketisakmmapuan dalam membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk menjaga bersihan jalan napas
(NANDA, 2006).
Tanda dan gejala pada pasien dengan diagnosa keperawatan bersihan jalan napas
tidak efektif sesuai dengan standar diagnosa keperawatan indonesia (SDKI) adalah seperti
tabel berikut:
Tabel 1
Gejala dan Tanda Mayor Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Gejala dan Tanda Mayor
Subyektif Objektif
Tidak Tersedia 1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi,Wheezing dan/atau ronkhi
kering
5. Meconium di jalan napas (pada
neonates)
Gejala dan Tanda Minor
Subyektif Objektif
1. Dyspnea 1. Gelisah
2. Sulit 2. Sianosis
3. Bicara 3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas beruba
5. Pola napas berubah
Sumber: PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). 2018
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
b. GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan biopsi jarum,
aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi atau pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebab.
d. JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan untuk berkembangnya
pneumoni bacterial.
e. Pemeriksaan serologi: titer virus atau legionella, agglutinin dingin.
f. LED: meningkat.
g. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan complain menurun,
hipoksemia.
h. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah.
i. Bilirubin: mungkin meningkat.
j. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka: menyatakan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV).
E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN BERSIHAN
JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, nomor RM, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
asuransi kesehatan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi, serta
diagnose medis(Muttaqin, 2011).
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada gangguan sistem pernapasan, penting untuk mengenal tanda serta
gejala umum sistem pernapasan. Termasuk dalam keluhan utama pada sistem
pernapasan, yaitu batuk, batuk darah, produksi sputum berlebih, sesak napas, dan nyeri
dada. Keluhan utama pada bersihan jalan napas tidak efektif adalah batuk tidak efektif,
mengi, wheezing, atau ronkhi kering, sputum berlebih (Muttaqin, 2008). Pengkajian
tanda dan gejala mayor minor pada gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu
tanda gejala mayor batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing, ronkhi kering, dan meconium di jalan nafas. Sedangkan tanda gejala minor
yaitu dispneu, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi nafas menurun, frekuensi
nafas berubah, pola nafas berubah (PPNI, 2017).
c. Riwayat
Riwayat kesehatan masa lalu
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya, yang
dapat mendukung dengan masalah sistem pernapasan. Misalnya apakah klien pernah
dirawat sebelumnya, dengan sakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat,
pengobatan yang pernah dijalani dan riwayat alergi (Muttaqin, 2008).
Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan sekarang pada sistem pernapasan seperti menanyakan
riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misalnya
sejak kapan keluhan bersihan jalan napas tidak efektif dirasakan, berapa lama dan
berapa kali keluhan tersebut terjadi. Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada
klien dengan sedetail-detailnya dan semua diterangkan pada riwayat kesehatan
sekarang (Muttaqin, 2008).
Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat kesehatan keluarga pada sistem pernapasan adalah hal yang
mendukung keluhan penderita, perlu dicari riwayat keluarga yang dapat memberikan
presdiposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak napas, batuk dalam jangka waktu
lama, sputum berlebih dari generasi terdahulu (Muttaqin, 2008).
d. Fisiologis
Dispnea pada usaha napas, napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang,
agitasi, lelah dan letargi, menurunya saturasi oksigen serta meningkatnya pCO2, serta
sianosis (Aziz, 2009).
2. Diagnosa keperawatan
Perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang
ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan dan siapa yang akan
melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan untuk pasien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal
(Asmadi, 2008). Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penelitian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Intervensi utama yang
digunakan untuk pasien dengan bersihan jalan napas tidak efektif berdasarkan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) adalah seperti tabel berikut:
Tabel 2
Intervensi Keperawatan Pada Pasien Pneumonia dengan
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 2 3
Bersihan jalan napas Kriteriahasil untuk mengukur Latihan batuk
tidak efektif penyelesaian dari diagnosis setelah
Efektif:
berhubungan dilakukan asuhan keperawatan selama
a. Identifikasi
dengan sekresi yang 3 x 24 jam, diharapkan status
kemampuan batuk
tertahan pernafasan: bersihan jalan nafas dapat
b. Monitor adanya
ditingkatkan, dengan kriteria hasil:
retensi sputum
1. Batuk efektif(skala5;meningkat)
c. Atur posisi semi
2. Produksi sputum (skala 5; menurun)
fowler atau fowler
3. Mengi(skala 5; menurun)
d. Pasang perlak dan
4. Wheezing(skala 5; menurun)
bengkok
5. Dyspnea (skala 5; menurun)
dipangkuan pasien
6. Ortopnea (skala 5; menurun)
e. Buang sekret pada
7. Sulit bicara (skala 5; menurun)
tempat sputum
8. Sianosis (skala 5;menurun)
f. Jelaskan tujuan dan
9. gelisah(skala 5;menurun)
prosedur batuk
10. frekuensi nafas (skala 5;membaik)
efektif
11. pola nafas (skala5;membaik)
Manajemen jalan
napas:
a. Monitor bunyi
napas tambahan
(mis.gurgling ,mengi,
wheezing, ronkhi
kering)
a. Monitor sputum
Pemantauan
Respirasi:
b. Monitor
kemampuan
batuk efektif
c. Monitor adanya
produksi sputum
d. Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
Sumber: PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). 2018
4. Pelaksanaan/implementasi keperawatan
Tabel 3
Implementasi Keperawatan Pada Pasien Pneumonia dengan
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1 2 3 4
1.Latihan batuk Efektif
a.Mengidentifikasi kemampuan
batuk
b.Memonitor adanya retensi
sputum
c.Mengatur posisi semi fowler atau
fowler
d.Memasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
e.Membuang sekret pada tempat
sputum
f.Menjelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
3.Pemantauan Respirasi
a.Memonitor kemampuan batuk
efektif
b.Memonitor adanya produksi
sputum
c.Memonitor adanya sumbatan
jalan napas
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan, pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah
ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi telah teratasi seluruhnya, teratasi
sebagian, atau belum teratasi semuanya (Debora, 2013). Mengevaluasi juga merupakan
menilai atau menghargai, dalam konteks ini evaluasi dadalah aktivitas yang direncanakan,
berkelanjutan dan terarah ketika klien dan professional kesehatan menemukan kemajuan
klien menuju pencapaian/tujuan hasil, dan keefektifan dari rencana asuhan keperawatan.
Evaluasi juga menjadi aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik
dari evaluasi menentukan apakah rencana /intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan atau diubah (Kozier et al., 2011).
Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan setelah tindakan yang diberikan untuk
bersihan jalan napas tidak efektif yaitu (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019):
a. Batuk efektif (skala 5; meningkat)
b. Produksi sputum (skala 5; menurun)
c. Mengi (skala 5; menurun)
d. Wheezing (skala 5; menurun)
e. Dyspnea (skala 5; menurun)
f. Ortopnea (skala 5; menurun)
g. Sulit bicara (skala 5; menurun)
h. Sianosis (skala 5; menurun)
i. Gelisah Frekuensi nafas (skala 5; membaik)
j. Frekuensi nafas (skala 5; membaik)
k. Polanafas(skala5;menurun)
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan makalah bersihan jalan nafas , dapat disimpulkan :
1. Pengkajian dilakukan dengan pengumpulan data kepada pasien sesuai dengan teori
diagnose penyakit , supaya lengkap dan akurat.
2. Diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas spasme jalan napas berhubungan
dengan hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskular, benda asing dalam jalan
napas, adanya jalan napas buatan, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan
hiperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, efek agen
farmakologis (misalnya anastesi) ditandai dengan pasien mengatakan sesak napas,
sulit bicara, ortopnea, pasien tampak batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
sputum berlebih, terdengar bunyi napas tambahan (mengi, wheezing, dan ronkhi
kering), gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola
napas berubah.
3. Berdasarkan diagnose yang ditentukan , yaitu bersihan jalan nafas , perawat
menentukan perencanaan dengan metode Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) serta merumuskan intervensi keperawatan dengan kriteria hasil
yang diharapkan berupa : Batuk efektif (skala5; meningkat), Produksi sputum
(skala 5; menurun) , Mengi (skala 5; menurun), Wheezing (skala 5; menurun)
Dyspnea (skala 5; menurun), Ortopnea (skala 5; menurun), Sulit bicara (skala 5;
menurun) , Sianosis (skala 5; menurun), Gelisah (skala 5; menurun)Frekuensi nafas
(skala 5;membaik) Pola nafas (skala 5; membaik).
4. Implementasi keperawatan berdasarkan pada Standar intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI ) dengan latihan batuk efektif , managemen jalan nafas, dan
pemantauan respirasi .
5. Evaluasi dari implementasi keperawatan yaitu masalah yang terjadi telah teratasi
seluruhnya, teratasi sebagian, atau belum teratasi semuanya. Dan menentukan
apakah rencana /intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan atau diubah.
B. SARAN
Dengan disusunnya makalah ini , diharapkan bisa meningkatkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif
dengan memberikan intervensi dasar seperti pelatihan batuk efektif , managemen jalan
nafas dan pemantauan respirasi. Sehingga pasien bisa mempratekan apa yang diajarkan
dan mencapai criteria hasil yang diharapkan .
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J., & Moyet. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Edisi 13).
Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.