Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MATERNITAS

DI RSPAD GATOT SOEBROTO

Laporan Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Profesi Keperawatan Maternitas

Dosen Pembimbing :

Ns. Desmawati, M. Kep., Sp. Kep. Mat, PhD

Disusun Oleh:

Fitrianih Azzahra 2210721009

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

2022
A. Pengertian
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri
jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi
dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa
infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi
(Aspiani, 2017).

B. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif
dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada
jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium
normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.

6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau
2 (2) kali

Faktor terbentuknya tomor:

1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel -
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika
yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan
kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara,
tidak serta merta semua anak gandisnya akan mengalami hal yang
sama, karena sel yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami
kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara
internal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah.
Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh faktor internal
dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti
pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah
makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa
yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal
atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan
pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi
estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita
dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah
estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah).
Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada
miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara,
yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa,
yaitu HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.

C. Gejala Mioma Uteri


Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada
20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak
mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan
gejala klasik dari mioma uteri. Dar ipenelitian multisenter yang dilakukan
pada 114 penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering
adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma
mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung
kemih, ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan
keluhan disuri (14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai
penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi
sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat
terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau
tertahannya uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009).
1. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di
perut bagian bawah.
2. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak
ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan
peningkatan luas permukaan endometrium atau kerana meningkatnya
insidens disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang
disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan struktur vena
pada endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya
venule ectasia. Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin
dan parakrin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua
jaringan ini dan aliran darah langsung dari miometrium ke
endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang
merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan
yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan
perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial.
Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau
vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga
menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
3. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang
disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran
mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe.
Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang
bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan
muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat
disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus
uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah (Pradhan,
2006).
4. Pressure Effects ( Efek Tekenan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada
organ-organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak
biasa dan sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma.
Penekanan pada kandung kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra
tertekan bisa menimbulkan retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat
menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak
begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat
defekasi.
5. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma
uteri mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila
sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba,
sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus
karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat
perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena
kompresi massa tumor (Stoval, 2001). Apabila penyebab lain
infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab
infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi (Strewart, 2001).

D. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak
menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor
didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri
maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan
dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan
keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih,
padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan
gambarankumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi
umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari
benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada
ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara
yang lain terletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat
dibawah serosa (subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan
kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari mana tumor tersebut
mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus
untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar
memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan
perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat
kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).

E. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga
dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik
USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak
dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola
gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga
bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk
tak teratur.
3. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
5. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
6. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.
7. Tes kehamilan.

G. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin,
hubungan dengan keluarga, pekerjaan, alamat.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama.
Kadang-kadang disertai gangguan haid
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi
jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang
perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri,
waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
d. Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi,
jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan
riwayat penyakit mental.
e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang
perlu diketahui adalah
1) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan
mengalami atrofi pada masa menopause.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam
jumlah yang besar.

f. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya,
faktor- faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan
yang dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai
seksualitas dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien
mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga
diri, peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau
jenis kegiatan yang di sukai pasien mioma uteri, mekanisme
pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan
orang lain.

g. Pola Kebiasaan sehari-hari


Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang
harus dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu
makan yang terjadi.

h. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB
terakhir. Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi,
warna, dan bau.
i. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi,
berpakaian, eliminasi, makan minum, mobilisasi
j. Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang
dan malam hari, masalah yang ada waktu tidur.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
c. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan
rambut.
2) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
3) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak
4) Telinga : lihat kebersihan telinga.
5) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
6) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
7) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler
dan sirkulasi, ketiak dan abdomen.
8) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
9) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
10) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi,
perdarahan diluar siklus menstruasi.

H. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan
refleks spasme otot sekunder akibat tumor.
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder
akibat gangguan hematologis (perdarahan)
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum
(prolaps rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman
pada status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait
penyakit)

I. Intervensi
NO Diagnosa Intervensi
. Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut NOC: Setelah Manajemen Nyeri
berhubungan dilakukan tindakan 1) Lakukan
dengan nekrosis keperawatan selama 1 pengkajian nyeri
atau trauma x 24 jam, pasien komprehensip yang
jaringan dan refleks mioma uteri mampu meliputi lokasi,
spasme otot mengontrol nyeri karakteristik,
sekunder akibat dibuktikan dengan onset/durasi,
tumor kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
intensitas atau
Definisi: Mengontrol Nyeri beratnya nyeri dan
Pengalaman sensori 1) Mengenali kapan faktor pencetus
dan emosional tidak nyeri terjadi 2) Observasi adanya
menyenangkan yang 2) Menggambarkan pentunjuk nonverbal
muncul akibat faktor penyebab mengenai ketidak
kerusakan jaringan nyeri nyamanan terutama
aktual atau potensial 3) Menggunakan pada mereka yang
atau yang tindakan tidak dapat
digambarkan sebagai pencegahan berkomunikasi secara
kerusakan nyeri efektif
(International 3) Pastikan perawatan
4) Menggunakan
Association for the analgesik bagi
tindakan
Study of pain) pasien dilakukan
pengurangan
awitan yang tiba-tiba dengan pemantauan
nyeri (nyeri)
atau lambat dari yang ketat
intensitas ringan tanpa analgesik 4) Gunakan strategi
hingga berat dengan komunikasi
akhir yang dapat 5) Menggunakan terapeutik
diantisipasi atau analgesik untuk
diprediksi. yang mengetahui
direkomendasika pengalaman nyeri
Batasan n dan sampaikan
karakteristik: penerimaan pasien
a) Bukti nyeri 6) Melaporkan terhadap nyeri
dengan perubahan 5) Gali pengetahuan
menggunakan terhadap gejala dan kepercayaan
standar daftar nyeri pada pasien mengenai
periksa nyeri untuk profesional nyeri
pasien yang tidak kesehatan 6) Pertimbangkan
dapat pengaruh budaya
mengungkapannya 7) Melaporkan terhadap respon nyeri
b) Ekspresi wajah gejalah yang 7) Tentukan akibat dari
nyeri (misal: mata tidak terkontrol pengalaman nyeri
kurang bercahaya, pada profesional terhadap kualitas
tampak kacau, kesehatan hidup pasien
gerakan mata (misalnya, tidur,
berpencar atau 8) Menggunakan nafsu makan,
tetap pada satu sumber daya pengertian,
fokus, meringis) yang tersedia perasaan, performa
c) Fokus menyempit untuk menangani kerja dan tanggung
misal: nyeri jawab peran)
Persepsi waktu, 8) Gali bersama pasien
proses berpikir, 9) Mengenali apa faktor-faktor yang
interaksi dengan yang terkait dapat menurunkan
orang dan dengan gejala atau memperberat
lingkungan) nyeri nyeri
d)Fokus pada diri 9) Evaluasi pengalaman
sendiri 10) Melaporkan nyeri dimasa lalu
nyeri yang
e) Keluhan tentang terkontrol yang meliputi
intensitas riwayat nyeri kronik
menggunakan individu atau
standars kala nyeri keluarga atau nyeri
f) Keluhan yang menyebabkan
tentang disability/ ketidak
karakteristik nyeri mampuan/kecatatan,
dengan dengan tepat
menggunakan 10) Evaluasi bersama
standar instrumen pasien dan tim
nyeri kesehatan lainnya,
g)Laporan tentang mengenai efektifitas,
perilaku nyeri/ pengontrolan nyeri
perubahan aktivitas yang pernah
h)Perubahan posisi digunakan
untuk menghindari sebelumnya
nyeri 11) Bantu keluarga
i) Putus asa dalam mencari dan
j) Sikap melindungi menyediakan
area nyeri dukungan
12) Gunakan metode
Faktor yang penelitian yang
berhubungan: sesuai dengan
tahapan
a) Agens cidera perkembangan yang
biologis memungkinkan
b) Agens cidera fisik untuk memonitor
Agens cidera perubahan nyeri dan
kimiawi akan dapat
membantu
mengidentifikasi
faktor pencetus
aktual dan potensial
(misalnya, catatan
perkembangan,
catatan harian)
13) Tentukan kebutuhan
frekuensi untuk
melakukan
pengkajian ketidak
nyamanan pasien dan
mengimplementasika
n rencana monitor
14) Berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidak nyamanan
akibat prosedur
15) Kendalikan faktor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon pasien dari
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu
ruangan,
pencahayaan, suara
bising)
16) Ajarkan prinsip
manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe
dan sumber nyeri
ketika memilih
strategi penurunan
nyeri
18) Kolaborasi dengan
pasien, orang
terdekat dan tim
kesehatan lainnya
untuk memilih
dan
mengimplementasika
n tindakan penurunan
nyeri
nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan
pengontrolan nyeri
sebelum nyeri
bertambah berat
20) Pastikan pemberian
analgesik dan atau
strategi
nonfarmakologi
sebelum prosedur
yang menimbulkan
nyeri
21) Periksa tingkat
ketidaknyamananber
sama pasien, catat
perubahan dalam
cacatan medis
pasien, informasikan
petugas kesehatan
lain yang merawat
pasien
22) Mulai dan
modifikasi
tindakan
pengontrolan nyeri
berdasarkan respon
pasien
23) Dukung
istirahat/tidur yang
adekuat untuk
membantu
penurunan nyeri
24) Dorong pasien
untuk
mendiskusikan
pengalaman
nyerinya, sesuai
kebutuhan
25) Beritahu dokter
jika tindakan tidak
berhasil atau
keluhan pasien saat
ini berubah
signifikan dari
pengalaman nyeri
sebelumnya
26) Gunakan
pendekatan multi
disiplin untuk
menajemen nyeri,
jika sesuai

Pemberian analgesik

1) Tentukan lokasi,
karakteris, kualitas
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
2) Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuesi obat
analgesik yang
diresepkan
3) Cek adanya riwayat
alergi obat
4) Pilih analgesik
atau kombinasi
analgesik sesuai
lebih dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda
vital sebelum dan
setelah memberikan
analgesik pada
pemberian dosis
pertama kali atau
jika ditemukan
tanda-tanda yang
tidak biasanya
6) Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penuruna nyeri
7) Berikan analgesik
sesuai waktu
paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat
8) Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping
9) Lakukan tindakan-
tindakan yang
menurunkan efek
samping analgesik
(misalnya, konstipasi
dan iritasi lambung)
10) Kolaborasikan
dengan dokter
apakah obat, dosis,
rute, pemberian, atau
perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi
khusus
bedasarkan prinsip
analgesik
2. Resiko syok NOC: Setelah Pencegahan Syok
dilakukan perawatan 1) Monitor adanya respon
berhubungan dengan selama 1x24 jam
konpensasi terhadap
perdarahan diharapkan tidak syok (misalnya, tekanan
terjadi syok darah normal, tekanan
Definisi: beresiko hipovolemik dengan nadi melemah,
terhadap kriteria: perlambatan pengisian
1) Tanda vital dalam kapiler, pucat/ dingin
ketidakcukupan aliran batas normal. pada kulit atau kulit
darah kejaringan 2) Tugor kulit baik. kemerahan, takipnea
3) Tidak ada sianosis. ringan, mual dan munta,
tubuh, yang dapat 4) Suhu kulit hangat. peningkatan rasa haus,
mengakibatkan 5) Tidak ada dan kelemahan)
diaporesis. 2) Monitor adanya tanda-
disfungsi seluler yang 6) Membran mukosa tanda respon sindroma
mengancam jiwa. kemerahan. inflamasi sistemik
(misalnya, peningkatan
Faktor resiko suhu, takikardi,
1) Hipotensi. takipnea, hipokarbia,
leukositosis,
2) Hipovolemi leukopenia)
3) Hipoksemia 3) Monitor terhadap
adanya tanda awal
4) Hipoksia reaksi alergi (misalnya,
5) Infeksi rinitis, mengi, stridor,
dipnea, gatal-gatal
6) Sepsis disertai kemerahan,
7) Sindrom gangguan saluran
pencernaan, nyeri
respon abdomen, cemas dan
inflamasi gelisa)
4) Monitor terhadap
sestemik adanya tanda ketidak
adekuatan perfusi
oksigen kejaringan
(misalnya, peningkatan
stimulus, peningkatan
kecemasan, perubahan
status mental, egitasi,
oliguria dan akral
teraba dingin dan
warna kulit tidak
merata)
5) Monitor suhu dan status
respirasi
6) Periksa urin terhadap
adanya darah dan
protein sesuai
kebutuhan
7) Monitor terhadap
tanda/gejalah asites dan
nyeri abdomen atau
punggung.
8) Lakukan skin-test
untuk mengetahui agen
yang menyebabkan
anaphiylaxis atau reaksi
alergi sesuai kebutuhan
9) Berikan saran kepada
pasien yang beresiko
untuk memakai atau
membawa tanda
informasi kondisi
medis.
10) Anjurkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda dan
gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan
pasien dan
keluarga mengenai
langkah-langkah
timbulnya gejala syok
3. Resiko Infeksi NOC: Setelah Manajemen Alat
berhubungan dengan dilakukan tindakan terapi per vaginam
penurunan imun tubuh keperawatan selama 1) Kaji ulang riwayat
sekunder akibat 1 x 24 jam, pasien kontraindikasih
gangguan hematologis mioma uteri pemasangan alat
(perdarahan) menunjukkan pervaginam pada
pasien mampu pasien (misalnya,
Definisi: melakukan infeksi pelvis,
Mengalami peningkatan pencegahan infeksi laserasi, atau adanya
resiko terserang secara mandiri, massa sekitar
organisme patogenik ditandai dengan vagina)
kriteria hasil: 2) Diskusikan
Faktor yang 1) Kemerahan mengenai
berhubungan: tidak ditemukan aktivitas- aktivitas
a. Penyakit kronis pada tubuh seksual yang sesuai
1) Diabetes melitus 2) Vesikel yang sebelum memilih
b. Obesitas tidak mengeras alat yang dimasukan
b. Pengetahuan yang permukaannya 3) Lakukan
tidak cukup untuk 3) Cairan tidak pemeriksaan pelvis
menghindari berbauk busuk 4) Intruksikan pasien
pemanjanan patogen untuk melaporkan
c. Pertahanan tubuh 4) ketidaknyamanan,
primer yang tidak Piuria/nanah disuria, perubahan
tidak ada
adekuat warna, konsistensi,
dalam urin
1) Gangguan dan frekuensi
5) Demam
peritalsis cairan vagina
berkurang
2) Kerusakan 5) Berikan obat-obat
integritas kulit 6) Nyeri berdasarkan resep
(pemasangankatete berkurang dokter untuk
r intravena, mengurangi iritasi
7) Nafsu makan
prosedur invasif) 6) Kaji kemampuan
meningkat
3) Perubahan sekresi pasien untuk
PH melakukan
4) Penurunan kerja perawatan secara
siliaris mandiri
5) Pecah ketuban dini 7) Observasi ada
6) Pecah ketuban tidaknya cairan
lama vagina yang tidak
7) Merokok normal dan berbau
8) Stasis cairan tubuh 8) Infeksi adanya
9) Trauma lubang, laserasi,
jaringan ulserasi pada vagina
(misalnya, Kontrol Infeksi
trauma destruksi 1) Bersihkan
jaringan) lingkungan dengan
d. Ketidak adekuatan baik setelah
jaringan sekunder digunakan untuk
1) Penurunan setiap pasien
hemoglobin 2) Isolasi orang yang
2) Supresi respon terkena penyakit
inflamasi menular
e. Vaksinasi tidak 3) Batasi jumlah
adekuat pengunjung
f. pemajanan terhadap 4) Anjurkan pasien
patogen lingkungan untuk mencuci
meningkat tangan yang benar
g. prosedur invasif 5) Anjurkan
h. malnutrisi pengunjung untuk
mencuci tangan
pada saat memasuki
dan meninggalkan
ruangan pasien
6) Gunakan sabun
antimikroba untuk
cuci tangan yang
sesuai
7) Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kegiatan
perawatan pasien
8) Pakai sarung
tangan
sebagaimana
dianjurkan oleh
kebijakan
pencegahan
universal
9) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
10) Cukur dan
siapkan untuk
daerah persiapan
prosedur invasif atau
opersai sesuai
indikasi
11) Pastikan teknik
perawatan luka
yang tepat
12) Tingkatkan inteke
nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan
yang sesuai
14) Dorong untuk
beristirahat
15) Berikan terapi anti
biotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejalah
infeksi dan kapan
harus
melaporkannya
kepada penyedia
perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana
menghindari infeksi
4. Retensi urine NOC: setelah Manajemen eliminasi
berhubungan dengan dilakukan tindakan urin:
penekanan oleh massa keperawatan 1x 24 1) Monitor eliminasi
jaringan neoplasma jam diharapkan urin termasuk
pada organ sekitarnya, eliminasi urin frekuensi, konsistensi,
gangguan sensorik kembali normal bau, volume dan
motorik. dengan kriteria hasil: warna urin sesuai
1) Pola eliminasi kebutuhan.
Definisi: pengosongan kembali normal 2) Monitor tanda dan
kantung kemih tidak 2) Bau urin tidak ada gejala retensio urin.
komplit 3) Jumlah urin dalam 3) Ajarkan pasien tanda
Batasan karakteristik: batas normal dan gejala infeksi
1) Tidak ada keluaran urin 4) Warna urin normal saluran kemih.
2) Distensi kandung 5) Intake cairan 4) Anjurkan pasien atau
kemih dalam batas keluarga untuk
3) Menetes normal melaporkan urin
4) Disuria 6) Nyeri saat kencing uotput sesuai
5) Sering berkemih tidak ditemukan kebutuhan.
6) Inkontinensia aliran 5) Anjurkan pasien
berlebih untuk banyak minum
7) Residu urin saat makan dan waktu
8) Sensasi kandung pagi hari.
kemih penuh 6) Bantu pasien dalam
9) Berkemih sedikit mengembangkan
rutinitas toileting
Faktor yang sesuai kebutuhan.
berhubungan 7) Anjurkan pasien
1) Sumbatan untuk memonitor
2) Tekanan ureter tinggi tanda dan gejalah
3) Inhibishi arkus reflex infeksi saluran
kemih.
Kateterisasi Urin
1) Jelaskan prosedur dan
alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2) Pasang kateter sesuai
kebutuhan.
3) Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4) Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya,
perempuan terlentang
dengan kedua kaki
diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
6) Anjurkan pasien
untuk banyak minum
saat makan dan waktu
pagi hari.
7) Bantu pasien dalam
mengembangkan
rutinitas toileting
sesuai kebutuhan.
8) Anjurkan pasien
untuk memonitor
tanda dan gejalah
infeksi saluran
kemih.
Kateterisasi Urin
1) Jelaskan prosedur dan
alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2) Pasang kateter sesuai
kebutuhan.
3) Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4) Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya, perempuan
terlentang dengan
kedua kaki
diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
kandung kemih
untuk mencegah
trauma pada
jaringan uretra
dengan inflasi balon
6) Isi balon kateter
untuk menetapkan
kateter, berdasarkan
usia dan ukuran tubuh
sesuai
rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10
cc, anak 5 cc)
7) Amankan kateter pada
kulit dengan plester
yang sesuai.
8) Monitor intake dan
output.
9) Dokumentasikan
perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis,
dan pengisian bola
kateter
5. Konstipasi NOC: setelah Manajemen saluran
dilakukan cerna
berhubungan dengan
perawatan selama 1 1) Monitor bising usus
penekanan pada rectum x 24 2) Lapor peningkatan
frekuensi dan bising
(prolaps rectum) jam pasien
usus bernada tinggi
Definisi: penurunan pada diharapkan 3) Lapor berkurangnya
bising usus
frekuensi normal konstipasi tidak
4) Monitor adanya
defekasi yang disertai ada dengan kriteria tanda dan gejalah
diare, konstipasi
oleh kesulitan atau hasil:
dan impaksi
pengeluaran tidak 1) Tidak ada irita 5) Catat masalah BAB
bilitas yang sudah ada
lengkap feses atau 2) Mual tidak ada sebelumnya, BAB
rutin, dan
pengeluaran feses 3) Tekanan darah
penggunaan laksatif
dalam batas normal
yang kering, keras, dan 6) Masukan
4) Berkeringat
supositorial rektal,
banyak.
sesuai dengan
Batasan karakteristik kebutuhan
Keparahan
7) Intruksikan pasien
1) Nyeri abdomen Gejalah
mengenai makanan
2) Nyeri tekan abdomen 1) Intensitas tinggi serat, dengan
gejalah cara yang tepat
dengan teraba resistensi
2) Frekuensi 8) Evaluasi profil
otot gejalah medikasi terkait
dengan efek
3) Nyeri tekan abdomen 3) Terkait ketidak samping
tanpa teraba resistensi nyamanan gastrointestinal
otot 4) Gangguan
mobilitas fisik Manajemen
4) Anoraksia konstipasi/inpaksi
5) Tidur yang
5) Penampilan tidak khas 1) Monitor tanda dan
kurang cukup
gejala konstipasi
pada lansia 6) Kehilangan 2) Monitor tanda dan
6) Darah merah pada feses nafsu makan gejala impaksi
3) Monitor bising
7) Perubahan pola
usus
defekasi 4) Jelaskan penyebab
dari masalah dan
8) Penurunan frekuensi
rasionalisasi
9) Penurunan volume tindakan pada
pasien
feses
5) Dukung
10) Distensia peningkatan
asupan cairan,
abdomen
jika tidak ada
11) Rasa rektal penuh kontraindikasi
6) Evaluasi
12) Rasa tekanan
pengobatan yang
rektal memiliki efek
samping pada
13) Keletihan umum
gastrointestinal
14) Feses keras dan 7) Intruksikan pada
pasien dan atau
berbentuk
keluarga untuk
15) Sakit kepala mencatat warna,
volume, frekuensi
16) Bising usus
dan konsistensi
hiperaktif dari feses
8) Intruksikan
17) Bising usus
pasien atau
hipoaktif keluarga mengenai
hubungan antara
18) Peningkatan
diet latihan dan
tekanan abdomen asupan cairan
terhadap kejadian
19) Tidak dapat
konstipasi atau
makan, mual impaksi
9) Evaluasi catatan
20) Rembesan feses
asupan untuk apa
cair saja nutrisi yang
telah dikonsumsi
21) Nyeri pada saat
10) Berikan petunjuk
defekasi kepada pasien
untuk dapat
22) Massa abdomen
berkonsultasi
yang dapat diraba dengan dokter jika
konstipasi atau
impaksi masih
Faktor yang tetap terjadi
11) Informasukan
berhubungan
kepada pasien
1) Funfsional mengenai prosedur
a) Kelemahan otot untuk
abdomen mengeluarkan
b) Ketidak feses secara
adekuatan manual jika di
toileting perlukan
c) Kurang aktifitas 12) ajarkan pasien
fisik atau keluarga
d) Kebiasaan mengenai proses
defekasi tidak pencernaan normal
teratur
2) Psikologis
a) Defresi, stres,
emosi
b) Konfusi mental
3) Farmakologi
4) Mekanis
5) fiologis
DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, Yosi. 2003. Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Mioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal Kebidanan. Vol. 2
No. 5

Aspiani, Y, R. (2007). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Aimee, et al. (2007). Association of Intrauterine and Early-Life Exposures with


Diagnosis of Uterine Leimyomata by 35 Years of Age in the Sister Study.
Environmental Health Perpectives. Volume 118. No 3 pages 375-

Bararah, T., Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan; panduan Lengkap


menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Copaescu, C. (2007). Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur). Volume


102. No. 2. Romanian

Manuaba. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta:


EGC

NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi


(Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika

Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC

RSUP. Dr. M. Djamil.(2016). Laporan Catatan Rekam Medik (RM): Mioma Uteri

Setiati, Eni. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yokyakarta:


Andi

Prawirohardjo, Sarwono. (2010).Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo
Wise, L, et al. (2009). A Prospective Study of Dairy Intake and Risk of Uterine
Leimoyomata. American Journal of Epidemiologi. Vol.171. No. 2. Page 221
.

Anda mungkin juga menyukai