Oleh :
Ellan Kukuh Nurdiansyah
(1620037)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Maternitas Patologi tentang “Myoma Uteri”
Makalah Maternitas Patologi ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga kami dapat memperlancar
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya masih terdapat banyak
kekurangan baik dari segi susunan, kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah Maternitas Patologi ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Makalah Patologi tentang “Myoma
Uteri” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISTILAH...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
2.2 Etiologi..........................................................................................................................4
2.3 Patofisiologi..................................................................................................................5
2.4 Patway...........................................................................................................................6
2.6 Penatalaksanaan........................................................................................................8
3.1 Pengkajian..................................................................................................................11
3.2 Diagnosa....................................................................................................................15
3.3 Intervensi....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR ISTILAH
iii
BAB I
LATAR BELAKANG
Mioma uteri merupakan tumor jinak terbanyak pada wanita dan merupakan 6
indikasi histerektomi tersering di Amerika Serikat. Tercatat sebanyak 39% dari 600.000
histerektomi yang dilakukan di Amerika Serikat tiap tahunnya. Studi yang dilakukan di
Amerika Serikat dengan teknik random sampling pada wanita usia 35- 49 tahun
menemukan bahwa 60% kasus terjadi pada usia 35 tahun dan meningkat sebanyak 80%
di usia 50 tahun pada wanita Afro_Amerika. Sedangkan pada wanita Keukasian insiden
mioma uteri mencapai 40% pada usia 35 tahun dan 70% pada usia 50 tahun (Pasinggi
Sabrianti dkk, 2015).
Marino (2004), di Italia 73 kasus mioma uteri dari 341 wanita terjadi pada usia
30-60 tahun dengan prevalensi 21,4%. Penelitian Boynton (2005) di Amerika 7.466
kasus mioma uteri dari 827.348 wanita usia 25-42 tahun dengan prevalensi 0,9%.
Penelitian Pradhan (2006) di Nepal 137 kasus mioma uteri dari 1.712 kasus
ginekologi dengan prevalensi 8%. Penelitian Okizei O (2006) di Nigeria mioma uteri
190 diantara 1.938 kasus ginekologi dengan prevalensi 9.8%. Penelitian Rani Akhil
Bhat (2006) di India (Departement of Obstetric and Gynecology, Kasturba Medical
College and Hospital) terdapat 150 kasus mioma uteri, dan 77 kasus terjadi pada
wanita umur 40-49 tahu3n dengan prevalensi 51%, dan 45 kasus terjadi pada wanita
umur lebih dari 50 tahun dengan prevalensi 30%. Angka kejadian mioma terdapat
pada 20-25% wanita usia reproduksi, tetapi tanpa alasan yang jelas, mioma terdapat 3-
1
9x lipat lebih sering pada wanita kulit hitam dibandingkan wanita kulit putih (Abidin,
2009). Jumlah kejadian penyakit ini di Indonesia menempati urutan kedua setelah
kanker serviks. Mioma uteri ditemukan pada 2,39%-11,7% pada penderita ginekologi
yang dirawat, sering ditemukan pada wanita multipara atau kurang subur dari pada
wanita yang sering melahirkan (Pasinggi, 2015). Pada tahun 2010 kejadian mioma
uteri terbanyak di Indonesia masih pada kelompok umur >35 tahun yaitu sebanyak
43 orang (63,2%) dan 45 orang (66,2%) terjadi pada multipara. Periode Januari
hingga Mei 2011 angka kejadian mioma uteri yaitu 39 orang (35,8%) dari 109 kasus
ginekologi yang dirawat. Angka tersebut lebih tinggi bila dibandingkan penderita ca
cerviks yang hanya 21 orang (19,3%), penderita kista ovarium 13 orang (11,9%),
penderita menometroragi 12 orang (11%) serta penyakit ginekologi lainnya sebanyak
24 orang. Seperti tahun sebelumnya, insidens mioma uteri pada tahun 2011 pada
kelompok umur >35 tahun sebanyak 28 orang (71,8%) dan terjadi pada wanita
multipara sebanyak 26 orang (66,7%). Mioma uteri belum pernah ditemukan
sebelum terjadinya menarche(Yonika, 2012). Hasil studi pendahuluan di RSUD Pare
tanggal 9 September 2015 didapatkan kasus mioma uteri tahun 2012 dari 152 pasien
sebanyak 31 menderita mioma uteri (20,3%), dan tahun 2013 dari 232 pasien di
poli kandungan sebanyak 42 menderita mioma uteri (18,1%) , dan tahun 2014 dari 215
pasien sebanyak 75 menderita mioma uteri (34,9%), (studi pendahuluan,2015). Maka
dapat di simpulkan bahwa dari tahun 2012 sampai 2014 diketahui bahwa masih
tingginya angka kejadian mioma uteri di RSUD Pare kabupaten Kediri tahun 2014.
Dampak mikro dari kejadian mioma uteri ini dapat menyebabkan gejala
perdarahan abnormal, keluhan dismenorea, pembesaran uterus, penekanan pelvis yang
menyebabkan timbulnya keluhan pada traktus urinarius dan gastrointestinal. Mioma
uteri jarang menyebabkan mortalitas, namun morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma
uteri ini cukup tinggi. Dampak makro adalah terganggunya kondisi kesehatan secara
umum sehingga beresiko terhadap kematian (Evita, 2014)
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Mioma uteri penyakit yang berbentuk tumor berbeda dengan kanker, mioma uteri
tidak mempunyai kemampuan menyebar keseluruh tubuh konsistensinya padat dan
sering mengalami degenerasi dalam kehamilan dan sering kali ditemukan pada wanita
berumur tahun (Setiati, 2012). Klasifikasi mioma uteri Menurut Prawirohardjo (2007),
sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya adalah
dari korpus uterus. Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai:
2.2 Etiologi
3
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.
Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini
didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan
kejadiannya rendah pada menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormone ovarium
dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya
setelah menarche (Prawirohardjo, 2009). Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini
semakin besar, tetapi menurun setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai
resiko yang tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara
mempunyai resiko relatif rendah untuk terjadinya mioma uteri.
Dalam jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung reseptor estrogen jika
dibandingkan dengan mometrium normal. Pertumbuhan mioma uteri bervariasi pada
setiap individu, bahkan diantara nodul mioma pada uterus yang sama. Perbedaan ini
berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan reseptor progesterone (Prawirohardjo,
2011). Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma :
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarch, setelah terdapat pertumbuhan tumor yang
cepat selam kehamila. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
setelah pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Pada mioma reseptor
estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi.
b. Progesteron
Dari manapun asalnya, mioma mulai berasal dari benih-benih multiple yang
sangat kecil yang tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi
progesif (bertahun-tahun, bukan dalam hitungan bulan) di bawah pengaruh estrogen dan
jika terditeksi dan segera diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih.
Mula-mula mioma berada di bagian intramural, tetapi ketika tumbuh dapt berkembang ke
berbagai arah (Llewellyn, 2001).
2.3 Patofisiologi
4
Fibroid biasanya asimptomatik, namun tiga gejala klasiknya adalah perdarahan,
tekanan, dan nyeri. Sepertiga mengalami perburukan menoragi, disminore, konstipasi,
peningkatan lingkar abdomen tanpa perubahan berat badan adalah tanda mioma lainnya.
Adanya stimulasi estrogen, menyebabkan terjadinya proliferasi di uterus sehingga
menyebabkan perkembangan yang berlebihan dari garis endometrium dan terjadilah
pertumbuhan mioma (Thomason, 2008).
Komplikasi pada kasus mioma uteri meliputi infark (tandanya antara lain demam
dan peningkatan sel darah putih), inverse (pembiakan mikroorganisme) uterus yang
disebabkan oleh anemia, infeksi, dan infertilitas (Sinclair, 2009). Resiko mioma di uterus
yang berasal dari serviks uterus hanya 1-3% sisanya adalah dari korpus uterus
(Wiknjosastro, 2007).
2.4 Patway
5
2.5 Manifestasi Klinis
6
1. Pendarahan abnormal : hipermenore, menoragia, metroragia. Sebabnya :
2. Nyeri : dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrotis setempat
dan leradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dapat menyempit
canalis servikalis sehingga menimbulkan disminore
3. Gejala penekanan : penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri, pada
uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul
4. Disfungsi reproduksi : mioma yang terletak didaerah kornu dapat menyebabkan
sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi
tuba bilateral. Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus
yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan
bentuk reproduksi. Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma
uteri :
2.6 Penatalaksanaan
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan ukuran tumor,
dan terbagi atas
1. Penanganan konservatif.
a. Bila mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
7
b. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
c. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
d. Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
e. Pemberian zat besi.
f. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi
gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa
yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu.
g. Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan,
karena memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah
selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi
darah.
h. Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek
terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan
pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin.
a. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya
aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak
dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau
sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya
dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit
dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat
8
berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan
seksio sesarea.
9
Yang bertentangan dengan fakta ini adalah pada 5 persen pasien. Mioma timbul
kembali dan jumlah wanita yang sama terus mengalami menoragia sehingga
memerlukan penggunaan hormone, reseksi histeroskopik atau histerektomi.
e. Prognosis
BAB III
Teori Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
A. BIODATA
Identitas klien
Nama :
Tempat, tgl lahir :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Suku bangsa :
Pendidikan :
No. CM :
B. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama
b. Riwayat penyakit sekarang
10
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat kesehatan lingkungan
Keadaan tempat tinggal klien bersih, dan tidak menimbulkan timbulnya
C. POLA FUNGSI KELUARGA
a. Persepsi terhadap kesehatan
b. Dukungan keluarga dalam pemberian dukungan kesehatan kpd klien.
c. Pola aktivitas latihan
AKTIVITAS
0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi
Ambulansi
Makan
Ket :
1. mandiri
2. : dengan menggunakan alat bantu
3. : perlu bantuan orang lain
4. : perlu bantuan orang lain dan alat
5. : tergantung/total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas
d. Pola istirahat tidur
e. Pola nutrisi metabolic
f. Pola eliminasi
- Saat BAB
- Saat BAK
g. Pola kognitif perceptual
h. Status mental sadar
- Bicara normal dengan menggunakan bahasa Indonesia
- Kemampuan membaca
- Kemampuan interaksi,
- Pendengaran
- Penglihatan penderita
- Manajemen nyeri
11
i. Pola konsep diri
- Harga diri
- Ideal diri
- Identitas diri
- Gambaran diri
- Peran diri
j. Pola seksual reproduksi
k. Pola peran hubungan
D. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda-tanda vital
- Suhu
- Nadi
- Pernafasan
- Tekanan darah
b. Keadaan umum
- Kesadaran
- Kulit
- Warna kulit
c. Pemeriksaan head to toe
1. Kepala dan rambut (inspeksi)
a. Bentuk kepala : bulat, simetris
Keadaan rambut :lihat kebersihan
rambut,warna,perumbuhan rambut,keadaan rambut,bentuk
rambut.
2. Mata (inspeksi)
lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata
simetris,kelengkapan.
a. Kelengkapan dan kesimetrisan : mata kanan dan kiri lengkap,
simetris, tetapi jika mata terkena herpes terjadi gangguan pada
salah satu mata,kornea dan sclera.
3. Hidung (inspeksi)
lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya pembengkakan
konkanasal/tidak
4. Telinga (inspeksi)
a. Lihat kebrsihan,bentuk,ketajaman,bau telinga
Palpasi
b. Ketegangan telinga : lentur
5. Mulut (inspeksi)
12
lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan rongga
mulut,lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
6. Leher (inspeksi)
raba leher dan rasakan adanya pembengkakan kelenjar getah
bening/tidak.
7. Kulit (inspeksi)
perhatikan warna dan kebersihan kulit
8. Dada
Inspeksi
Dada atau thorak : paru-paru:respirasi, jantung:kardio/askuler dan
sirkulasi,ketiak dan abdomen.
Palpasi
adanya nyeri atau tidak ketika ditekan
Review of system :
a. B1 (breath) : RR meningkat
d. B4 (bladder): -
9. Abdomen
Abdomen infeksi : bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen. Perkusi : timpani,
pekak. Auskultasi: bagaimana bising ususi.
pemeriksaan fisik abdomen :
inspeksi : Pembesaran abdomen
Palpasi : perut terasa keras,ada impaksi feses
Perkusi : redup
Auskultasi : bising usus tidak terdengar
10. Ekstremitas
muskoluskletal terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas dan
bawah pasien mioma uteri.
11. Genetalia dan anus
13
perhatikan kebersihan,,adanya lesi,perdarahan diluar siklus
menstruasiAnus dan rectum (hemoroid interna)
12. Muskuloskeltal
Pada otot ukuran kotur dan kontraksinya normal, kekuatan otot baik,
tetapi pada oto bagian tertentu lemah, dan pada gerakannya sedikit
terbatas. Pada sum-sum tulang belakang baik atau normal. Kekuatan
baik dengan gerakan tulang yang sedikit terbatas diakibatkan
kelemahan fisik. Tidak ada edema, pembengkakan, dan deformitas.
Pada persendian tidak kaku, ROM normal, tidak ada nyeri tekan dan
bengkak dan kapasitasnya normal.
13. Neurologi
Klien sadar dengan gerakan leluasa, sensasi, regulasi, integritas
baik. Pola pemecahan masalah yaitu dengan opname atau ranap di
ranap.
2 DS : Px mengeluh tidak bisa buang air kecil dan terasa Kelainan uretra Retensi urin
nyeri pada kandung kemih. (tumor)
DO :
14
- Adanya penumpukan pada kandung kemih
- Pasien tampak menahan sakit
- Pasien merasa nyeri saat ditekan
3 DS : - px mengeluh nyeri saat ditekan maupun tidak. Peradangan Nyeri akut
DO : pada uretra
3.2 Diagnosa
NO Sdki
1 Konstipasi b.d kelemahan otot abdomen
2 Retensi urine b.d tekanan ureter tinggi
3 Nyeri akut b.d agen cedera fisik
3.3 Intervensi
15
manual, jika perlu
4.Berikan enema atau irigasi, jika
perlu
c. Edukasi
1. jelaskan etiologi masalah dan
alasan tindakan
2. anjurkan peningkatan asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
3. latih buang air besar secara
teratur
4. ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
d. Kolaborasi
1. konsultasi dengan tim medis
tentang
penurunan/peningkataanfrekuensi
suara usus
2. kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu
16
atau preposium dengan 1 2 3 4 5
cairan NaCl atau aquades
5. lakukan insersi kateter Urine menetes
urine dengan menerapkan 1 2 3 4 5
prinsip aseptik
6. sambungkan kateter urin
dengan urin bag
7. isi balon dengan NaCl
0,9% sesuai anjuran pabrik
8. fiksasi setang kateter
diatas simpisis atau di paha
9. pastikan kantung urine
ditempatkan lebih rendah
dari kandung kemih
10. berikan label waktu
pemasangan
c. Edukasi
1. jelaskan tujuan prosedur
pemasangan kateter urine
2. anjurkan menarik napas
saat insersi selang kateter
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dulu
5. Riwayat kesehatan keluarga
B. Pengumpulan data
1. Aktivitas /istirahat
2. Eliminasi
3. Makanan / cairan
4. Seksualitas
5. Nyeri / kenyamanan
6. Integritas ego
C. Pengelompokan data
1. Data subjektif
2. Data objektiv
17
D. Klasifikasi Retensi Urine
1. Retensi urine akut
2. Retensi urine kronik
E. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala dari penyakit retensi urin adalah :
1. Diawali dengan urine mengalir lambat.
2. Terjadi poliuria yang makin lam makin parah karena pengosongan kandung
kemih yang tidak efisien
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
4. Terasa ada tekanan,kadang rasa nyeri dan kadang ingin BAB
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc.
F. Patofisiologi
1. Obstruksi
2. Infeksi
3. Farmakologi
4. Neurologi
5. Faktor utama
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan specimen urine
2. Pengambilan : steril,random,midstream
3. Pengambilan umum : Ph,BJ,Protein,Glukosa,Hb,Keton,Nitrit.
4. Sistokopy,IVP.
Tabel urinalitas
18
banyak gerakan terutama yang
lambat
5 Gula 0 Terlihat pada penyakit Renal
6 Eritrosit 0-4 Cedera jaringan ginjal
7 Leukosit 0-5 Infeksi saluran kemih
8 Cast/silinder 0 Infeksi saluran ginjal,penyakit renal
9 PH 4,6-6,8 (rata-rata 6,0) Alkali bila dibiarkan atau pada
infeksi saluran kemih,tingkat asam
meningkat pada
asidosistunulusrenalis
10 keton 0 Keton uria terjadi karena kelaparan
dan ketoasidosis diabetic
19
6.Monitor efek samping
penggunaan analgesik
b. Terapeutik
1.berikan teknik
nonfarmakologis untuk
menguarangi nyeri
2. kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. fasilitasi istirahat tidur
c. Edukasi
1. jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2.jelaskan strategi untuk
meredakan nyeri
3. anjurkan memonitori nyeri
secara mandiri
4. anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Kategori Skor
0 1 2
Muka Tidak ada Wajah cemberut,dahi Sering dahi tidak
eksprei atau mengkerut,menyendiri konstan,rahang
senyuman menegang,dagu
tertentu,tidak gemetar.
20
mencari
perhatian
Kaki Tidak ada posisi Gelisah,resah dan Menendang
atau rileks menegang
Aktivitas Bebaring,posisi Menggeliat,menaikkan Menekuk,kaku atau
normal,mudah punggung dan menghentak
bergerak maju,menegang
Menangis Tidak menangis Merintih atau Menangis keras,sedu
merengek,kadang-kadang sedan,sering mengeluh
mengeluh.
Hiburan Rileks. Kadang-kadang hati tentram Kesulitan untuk
dengan menghibur atau
sentuhan,memeluk,berbicara kenyamanan.
untuk mengalihkan
perhatian.
Total skor 0-10
No DX IMPLEMENTASI EVALUASI
1 S : pasien mengatakan saat
1. Pantau TTV
defekasi tidak perlu
2. Tentukan pola defekasi bagi klien dan
mengejan berlebihan
latih klien untuk menjalankannya
O:
3. Atur waktu yang tepas untuk defekasi
klien seperti sesudah makan - TD : 125/80 mmHg
4. Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai - N : 82x/menit
dengan indikasi - S : 35,9 C
5. Berikan cairan yang tidak - RR : 22 x/menit
terkontraindikasi 2-3 liter per hari A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
2 S : px mengatakan mulai
1. Observasi TTV
berkemih dengan jumlah
2. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4
yang cukup
jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
O:
3. Observasi aliran urine perhatikan
ukuran dan ketakutan. - TD : 125/80 mmHg
4. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap - N : 88x/menit
berkemih. - S : 36,2 C
5. Perkusi/palpasi area suprapubik - RR : 20x/menit
21
A : masalah teratasi
sebagian
O : lanjutkan intervensi
3 S : px mengatakan dapat
1. Beri terapi relaksasi
nyeri mulai berkurang.
2. Edukasi proses penyakit
O:
3. Beri terapi sentuhan
4. Manajemen nyeri - TD : 120/80 mmHg
5. Beri analgesic (bila perlu) - N : 89x/menit
6. Edukasi teknik nafas - S : 36,5 C
7. Manajemen kenyamanan lingkungan - RR :20 x/menit
8. Pantau nyeri A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
BAB IV
TREN DAN ISSUE
Tabel 1. Kasus Mioma Uteri Berdasarkan Usia Penderita di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Banyumas
19 – 29 3 2,63%
30 – 39 20 17,54%
40 – 50 76 63,33%
51 – 60 20 17,54%
>60 1 0,88%
Total 120 100%
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa usia paling banyak menderita
mioma uteri memiliki persentase 63.33% atau sebanyak 76 responden pada usia 40- 50
tahun, sedangkan usia paling sedikit menderita mioma uteri memiliki persentase 0.88%
atau sebanyak 1 responden pada usia >60 tahun. Pada usia 30-39 tahun dan 51-60
tahun memiliki persentase 17.54% atau rata rata sebanyak 20 responden. Pada usia 19-
29 tahun memiliki persentase 2.63% atau sebanyak 2.63%.
22
B. Kasus Mioma Uteri Menurut Jumlah Paratis
Tabel 2. Kasus Mioma Uteri menurut jumlah paratis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Banyumas
0 ( nullipara ) 30 26,32%
1 ( primipara ) 25 21,92%
2 ( multipara ) 22 19,30%
3 ( multipara ) 21 18,42%
4 ( multipara ) 10 8,77%
5 ( multipara ) 5 4,39%
> 5 ( multigrande ) 1 0,88%
Total 114 100%
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa kasus mioma menurut jumlah
paratis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo memiliki persentase terbanyak nullipara
26.32% atau sebanyak 30 kasus, kemudian kelompok primipara memiliki persentase
21.92% atau sebanyak 25 kasus, pada paratis 2 memiliki persentase 19.30% atau
sebanyak 22 kasus, pada paratis 3 memiliki persentase 18,42% atau sebanyak 21 kasus,
paratis 4 memiliki persentase 8.77% atau sebanyak 10 kasus, pada kelompok paratis 5
memiliki persentase 4.39% atau sebanyak 5 kasus dan yang paling terendah kelompok
multigrande hanya memiliki persentase 0.88% atau sebanyak 1 kasus.
Jumlah kasus mioma uteri berdasarkan indeks massa tubuh dari 114 sampel dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 3. Kasus mioma uteri berdasarkan Indeks Massa Tubuh di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Banyumas
17 – 18,5 24 21,05%
18,5 – 25 38 33,34%
25 – 27 24 21,05%
> 27 28 24,56%
Total 114 100%
Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa kasus mioma uteri di RSUD
Prof.Dr. Margono Soekarjo Banyumas berdasarkan indeks massa tubuh IMT 18.5- 25
paling banyak memiliki persentase 33.34% sebanyak 38 kasus. Kemudian pada IMT >27
23
memiliki persentase 24.56% sebanyak 28 kasus. Sedangkan pada IMT 17 - 18.5 dan 25 -
27 memiliki persentase rata-rata 21.05% atau sebanyak masing - masing 24 kasus.
Jumlah kasus mioma uteri berdasarkan keluhan utama di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Banyumas dapat dilihat di tabel di bawah ini:
Tabel 4. Jumlah kasus penderita mioma uteri berdasarkan keluhan utama di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Banyumas
Jumlah kasus mioma uteri berdasarkan kadar hemoglobin (Hb) dari 114 sampel dapat
dilihat dibawah ini:
Tabel 5.Jumlah kasus mioma uteri berdasarkan kadar hemoglobin (Hb) di RSUD Prof Dr.
Margono Soekarjo Banyumas
<5 0 0%
5–7 20 17,54%
7,1 – 11,9 65 57,02%
12 29 25,44%
Total 114 100%
24
Tabel 5 menunjukkan bahwa kasus mioma uteri berdasarkan kadar Hb terbanyak pada
Hb 7,1-11,9 sebesar 57,02% (65 kasus), Hb 12 sebesar 25,44% (29 kasus). Hb 5 – 7
sebesar 17,54% atau sebanyak 20 kasus, sedangkan pada kadar Hb <5 tidak terdapat
kasus.
PENANGANAN :
Berdasarkan jenis mioma uteri yang banyak dialami oleh penderita mioma uteri maka
jenis terapi yang diberikanpun berbeda beda. Berdasakan hasil penelitian di RSUD
Prof.Dr. Margono Soekarjo banyumas sebagai :
Cara penanganan dari mioma uteri adalah jenis abdominal histerektomi dengan
persentase 70.18% atau sebanyak 80 kasus. Kemudian jenis terapi miomektomi dengan
persentase 24.56% atau sebanyak 28 kasus, kemudian tindakan jenis supracelvikal
histerektomi dengan persentase 5.26% atau sebanyak 6 kasus, histerektomi adalah
bedah pengangkatan Rahim (uterus) yang sangat umum dilakukan. Biasanya
histerektomi merupakan terapi pilihan pada wanita tua, wanita yang tidak ingin memiliki
keturunan lagi dan pasien yang mengalami perdarahan haid berlebihan atau gejala
penekanan oleh massa tumor (Derek LJ. 2008)
25
Daftar Pustaka
Anwar, S.I & Finurida, I. (2015). KARAKTERISTIK MIOMA UTERI DI RSUD PROF. DR.
MARGONO SOEKARJO BANYUMAS
Fradhan, P., Acharya N., Kharel B. (2006). Uterine myoma: a profile of nepalese womem.
NJ Obstet Gynaecol 1(2), 47-50.
Kharisma, Astria Ema. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Mioma Uteri. Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP.
Lilyani D.I., Sudiat Muhammad, Basuki Rochman. (2012). The Relation of Risk Factors
and the Uterine Myomas Incidence at rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang.
Jurnal kedokteran Muhammadiyah, 1(1), 14-19.
Siregar, C. D. (2017). Karakteristik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap di Rumah Sakit
Umum Haji Medan Tahun 2013-2015.
Sulistyowati, N., & Lina, A. (2019). HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN
MIOMA UTERI DI RSUD RAJA AHMAD TABIB PROVINSI KEPULAUAN RIAU DAN RS-
BLUD KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2018. Cakrawala Kesehatan: Kumpulan Jurnal
Kesehatan, 10(1).
26