Oleh :
Ellan Kukuh Nurdiansyah
(1620037)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Maternitas Patologi tentang “Myoma Uteri”
Makalah Maternitas ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga kami dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya masih terdapat banyak
kekurangan baik dari segi susunan, kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah Maternitas ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Makalah Maternita tentang “Myoma
Uteri” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISTILAH...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
2.2 Etiologi........................................................................................................................4
2.3 Patofisiologi................................................................................................................5
2.4 Patway.........................................................................................................................6
2.6 Penatalaksanaan.....................................................................................................10
3.1 Pengkajian................................................................................................................13
3.2 Diagnosa...................................................................................................................17
3.3 Intervensi...................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR ISTILAH
iii
iv
BAB I
LATAR BELAKANG
Mioma ini paling sering ditemukan pada wanita usia 35-45 tahun (kurang lebih
25%) dan jarang ditemukan pada wanita usia kurang dari 20 tahun. Wanita yang sering
melahirkan sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma ini dibandingkan
dengan wanita yang tidak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan
60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya satu kali
hamil. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras dan nulipara.
Mioma uteri terjadi pada 10% wanita ras kaukasia dan 30% wanita kulit hitam.
Predisposisi genetik dan faktor-faktor lingkungan (misalnya, variasi hormon) dapat
menjadi pencetusnya. Setelah menopause, mioma menyusut karena stimulasi estrogen
sudah menurun. Sekitar 1 dari 1000 kasus mioma merupakan leiomiosarkoma atau
karsinoma (Sinclair, 2010).
Studi yang dilakukan oleh Ekine dkk (2015) menyebutkan bahwa angka kejadian
gangguan reproduksi di negara berkembang mencapai 36% dari total beban sakit yang
diderita selama masa produktif. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20% -35% dari
seluruh wanita di dunia (Ekine dkk, 2015). .National Center for Chronic Disease
Prevention and Health Promotion periode 1994-1999, melaporkan bahwa mioma uteri
merupakan salah satu penyebab dilakukannya tindakan histerektomi pada wanita
1
Amerika usia reproduktif 7.403 dari 3.525.237 histerektomi atau sekitar 2,1 per 1000
wanita. Menurut Center of Disease Prevention and Control (CDC) Tahun 2013 yang
dikutip dari Rawal Medical Journal menyebutkan bahwa tindakan histerektomi dilakukan
pada sekitar 5 per 1000 wanita Amerika setiap tahun (Bhati, 2013).
Sebuah studi yang dilakukan di Inggris secara random pada wanita usia 35-49
tahun, menunjukkan bahwa insiden mioma uteri terjadi pada usia 35 tahun sebesar 60%
pada ras Afrika-Amerika dan lebih dari 80% pada usia 50 tahun. Sedangkan pada wanita
ras Kaukasoid insiden mioma uteri terjadi pada usia 35 tahun sebesar 40% dan 50 tahun
sebesar 70% (Parker, 2007). Penelitian Marino (2004) di Italia melaporkan 73 kasus
mioma uteri dari 341 wanita terjadi pada usia 30-60 tahun dengan prevalensi 21,4%.
Penelitian Pradan (2006) di Nepal melaporkan 137 kasus mioma uteri dari 1.712 kasus
ginekologi dengan prevalensi 8%. Penelitian di Nigeria (Departement Nursing Sciences,
Ambros Alli University, Ekpoma Edo State, Nigeria) terdapat 150 kasus mioma uteri dan
77 kasus terjadi pada wanita umur 40-49 tahun dengan prevalensi 51% dan 45 kasus
terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun dengan prevalensi 30% (Elugwaraonu,
2013)
2
Kasus mioma uteri di Jawa Tengah merupakan indikasi utama dilakukannya
histerektomi yaitu sekitar 600.000 kasus setiap tahun, sedangkan miomektomi hanya
sekitar 37.000 kasus setiap tahun (Laurensia, 2012). Berdasarkan Profil Kesehatan Jawa
Tengah Tahun 2013 menyatakan bahwa mioma uteri menempati urutan kedua penyakit
tidak menular setelah kanker payudara. Mioma uteri termasuk dalam neoplasma jinak
ginekologi asimptomatik tersering dengan insiden satu dari empat wanita selama masa
reproduksi aktif (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2013).
Sampai saat ini, penyebab pasti mioma uteri belum diketahui dan diduga
penyakit ini merupakan penyakit multifaktorial. Sebagian besar kasus mioma uteri
ditemukan pada masa reproduksi karena diduga adanya perangsangan hormon estrogen
terhadap sel-sel yang ada pada otot Rahim (Setiati, 2009). Hormon estrogen pada wanita
selain dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior juga diperoleh dari penggunaan
kontrasepsi hormonal. Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik di Indonesia pada
umumnya merupakan tindakan operasi histerektomy (pengangkatan rahim) atau pada
wanita yang ingin mempertahankan kesuburannya, miomektomi (pengangkatan mioma)
dapat menjadi pilihan (Manuaba, 2010).
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Mioma uteri penyakit yang berbentuk tumor berbeda dengan kanker, mioma uteri
tidak mempunyai kemampuan menyebar keseluruh tubuh konsistensinya padat dan
sering mengalami degenerasi dalam kehamilan dan sering kali ditemukan pada wanita
berumur tahun (Setiati, 2012). Klasifikasi mioma uteri Menurut (Rudiyanti, 2016), sarang
mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya adalah dari
korpus uterus. Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai:
4
( gambar letak mioma submukosum, mioma intramural, dan mioma subserosum)
2.2 Etiologi
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.
Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini
didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan
kejadiannya rendah pada menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormone ovarium
dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya
setelah menarche (Anggraini, 2014). Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini semakin
besar, tetapi menurun setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai resiko yang
tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai resiko
relatif rendah untuk terjadinya mioma uteri.
Dalam jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung reseptor estrogen jika
dibandingkan dengan mometrium normal. Pertumbuhan mioma uteri bervariasi pada
setiap individu, bahkan diantara nodul mioma pada uterus yang sama. Perbedaan ini
berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan reseptor progesterone (Syahlani, 2014).
Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma :
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarch, setelah terdapat pertumbuhan tumor yang
cepat selam kehamila. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
5
setelah pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Pada mioma reseptor
estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi.
b. Progesteron
Dari manapun asalnya, mioma mulai berasal dari benih-benih multiple yang
sangat kecil yang tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi
progesif (bertahun-tahun, bukan dalam hitungan bulan) di bawah pengaruh estrogen dan
jika terditeksi dan segera diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih.
Mula-mula mioma berada di bagian intramural, tetapi ketika tumbuh dapt berkembang ke
berbagai arah (Erlindawati, 2015).
2.3 Patofisiologi
Patofisiologi mioma uteri sebagai tumor monoklonal yang tumbuh dari jaringan
otot halus di uterus yaitu pada lapisan miometrium. Tumor ini tergolong dalam tumor jinak
yang terdiri dari miofibroblas-miofibroblas tidak beraturan yang terkubur dalam matriks
ekstraseluler yang berjumlah besar. Matriks ekstraseluler ini sendiri berkontribusi cukup
besar pada volume tumor. Kejadian yang mencetuskan tumor ini sendiri masih belum
Menurut Benson, 2017 Patofisiologi mioma uteri dapat diikuti sebagai berikut :
2.4 Patway
6
7
8
9
2.5 Manifestasi Klinis
2. Nyeri : dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrotis setempat
dan leradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dapat menyempit
canalis servikalis sehingga menimbulkan disminore
3. Gejala penekanan : penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri, pada
uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul
4. Disfungsi reproduksi : mioma yang terletak didaerah kornu dapat menyebabkan
sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi
tuba bilateral. Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus
yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan
bentuk reproduksi. Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma
uteri :
2.6 Penatalaksanaan
Menurut Pertiwi, 2014 Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas,
lokasi, dan ukuran tumor, dan terbagi atas
1. Penanganan konservatif.
10
a. Bila mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
b. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
c. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
d. Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
e. Pemberian zat besi.
f. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi
gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa
yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu.
g. Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan,
karena memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah
selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi
darah.
h. Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek
terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan
pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin.
a. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya
aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak
dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau
sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya
dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit
11
dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat
berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan
seksio sesarea.
12
Setelah miomektomi, 40 persen wanita yang berkesempatan hamil akan hamil.
Yang bertentangan dengan fakta ini adalah pada 5 persen pasien. Mioma timbul
kembali dan jumlah wanita yang sama terus mengalami menoragia sehingga
memerlukan penggunaan hormone, reseksi histeroskopik atau histerektomi.
e. Prognosis
BAB III
Teori Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
2. Pengkajian sekunder
13
- Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan
peradangan.
2. Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh
massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik /
motorik.
3. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan.
SLKI :
SIKI :
14
Rasional : melihat perkembangan KU klien dimana rangsang nyeri dapat
meningkatkan TTV
SLKI : ibu memahami terjadinya retensi urine, bersedia melakukan tindakan untuk
mengurangi atau menghilangkan retensi urine.
SIKI :
SLKI :
15
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R:
16-24 x/m TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
SIKI :
4. Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan
haemoglobin (anemia).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam.
SLKI :
- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia.
- Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%
- Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C
SIKI :
16
e. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta Batasi
pengunjung
17
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
18
BAB V
TREN DAN ISSUE
Mioma adalah tumor monoclonal yang bersifat jinak dan berasal dari jaringan otot
halus uterus dengan sifat molekul yang dapat diubah, sehingga setiap mioma memiliki
tingkat pertumbuhan intrinsiknya sendiri yang terlepas dari ukuran dan lokalisasinya.
Bahkan, pada wanita yang sama, mioma mungkin menunjukkan tingkat
pertumbuhan yang berbeda ( Ani, 2017)
Etiologi yang tepat dari mioma uteri masih belum jelas, meskipun ditandai dengan
konsentrasi yang lebih besar dari reseptor estrogen dan progesteron diban dingkan
miometrium yang berdekatan, peran utama dari hormon ovarium pun telah diterima
secara luas. Memang peningkatan frekuensi dan tingkat keparahan dari mioma
uteri disebabkan oleh eksposisi besar dari hormon steroid (awal menstruasi, kehamilan
dan perimenopause, wanita dengan kelebihan berat badan dan obesitas) dan
mengurangi pertumbuhan saat menopause jelas menunjukkan ketergantungan estrogen (
Ekine, 2015). Data yang bertentangan mengenai peran kontrasepsi oral pada
pertumbuhan fibroid kemungkinan terjadi karena kandungannya yang berbeda dan
jenis hormon yang berbeda dalam setiap formulasi ( Yana, 2018).
Mekanisme genetik dan epigenetik mencerminkan mekanisme misalnya pada riwayat
keluarga positif mioma uteri dan faktor predisposisi lainnya, seperti metabolisme
hormonal yang berbeda, atau faktor lingkungan, seperti pola makan, merupakan hal yang
penting juga (Anwar, 2015). Anomali sitogenetik diamati pada sekitar 40% dari mioma
19
uteri[, termasuk gen yang terlibat dalam modulasi intraselular, ekstra seluler dan
proliferasi. Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita Afrika‐Amerika
dibandingkan pada wanita kulit putih dan Asia, yang menunjukkan adanya perbedaan
kadar estrogen serum diantara kedua kelompok ini. Jadi, meskipun diperkirakan sekitar
1,6‐10,7%, kejadian pasti mioma uteri pada kehamilan tidak mudah dihitung, tergan tung
tidak hanya kepada semua faktor risiko yang disebutkan di atas, tetapi juga tergantung
pada usia kehamilan yang berbeda (Dini, 2017).
Timbulnya penyakit tentu menimbulkan kekhawatiran bagi Ibu, apalagi jika ini
terjadi di masa kehamilan. Bila Ibu mengalami penyakit tertentu saat menjalani
kehamilan, seperti miom, pada kenyataannya ini akan terkait juga dengan kesehatan
janin. Miom disebut juga dengan fibroid atau myoma, ini adalah sejenis tumor jinak yang
terdapat di dinding rahim. Bermula dari sel otot yang kemudian tumbuh secara abnormal
menjadi tumor dan menempel pada dinding rahim (Itsna, 2017). Umumnya miom
berukuran kecil, mulai dari sebesar kacang polong hingga sebutir anggur. Miom
seringkali tidak dirasakan keberadaannya karena berkembang secara perlahan. Tidak
mengherankan bila banyak miom yang ditemukan secara kebetulan, seperti pada saat
melakukan USG kehamilan. Namun, ada pula miom yang berkembang dengan pesat.
Perlu diketahui, sebagian besar kasus miom tidak berbahaya dan jarang berubah
menjadi kanker (Apriyani, 2015).
Pertumbuhan miom terkait dengan faktor hormonal, terutama hormon estrogen. Oleh
karena itu, dalam masa kehamilan dimana kadar estrogen sangat tinggi, miom dapat
berkembang secara cepat. Hal-hal yang menimbulkan ketidakseimbangan hormonal
diantaranya adalah makanan, obesitas, stres dan daya tahan tubuh rendah. Faktor
keturunan juga bisa berkontribusi untuk memicu timbulnya miom (Octaviana, 2019)
Berikut adalah gejala-gejala yang umumnya terjadi apabila terdapat miom pada rahim Ibu
menurut (Cahyasari, 2016)
20
Gangguan haid seperti nyeri, haid tidak teratur, pendarahan lebih banyak dan
lebih lama
Gejala anamia karena banyak kehilangan darah haid
Gangguan buang air kecil dan buang air besar.
Jika miom tumbuh di saluran leher rahim, maka ini akan memperkecil peluang Ibu untuk
hamil, karena leher rahim menjadi kecil dan menghambat masuknya sperma ke rahim.
Kondisi ini akan mempersulit terjadinya pembuahan. Jika miom tumbuh di dinding rahim,
maka ini akan menghambat penanaman atau implantasi sel telur yang telah dibuahi pada
dinding rahim ( Wahyuningsih, 2017).
Pada trimester pertama, miom yang membesar akan mendorong janin sehingga tidak
dapat menempel dengan baik pada dinding rahim. Akibatnya, risiko terjadinya
keguguran semakin besar. Jika kehamilan berlanjut, miom dapat mendesak janin sampai
plasenta yang tumbuh di bawah rahim sehingga mengakibatkan pendarahan saat
persalinan (Ningrum, 2016).
Apabila miom tumbuh menghalangi saluran makanan janin, maka pertumbuhan janin
akan terganggu karena kekurangan makanan dan oksigen, yang bisa berujung pada
kematian. Miom yang terdapat pada bagian atas rahim bisa membuat janin berada
dalam posisi sungsang karena ia sulit bergerak kembali ke posisi normal (Rudiyanti,
2015).
Untuk pencegahan, teruslah menjaga kebersihan alat kelamin dan menjalani pola hidup
sehat seperti menerapkan diet sehat berimbang, rutin berolah raga, dan menjauhkan diri
dari stres. Jaga kondisi kesehatan Ibu agar tetap prima di masa kehamilan, juga agar
janin dapat tumbuh dengan optimal. Selalu konsultasikan kepada dokter mengenai
kondisi yang Ibu alami selama masa kehamilan. Penuhi kebutuhan nutrisi harian Ibu
(Haryani, 2017)
21
Daftar Pustaka
Anwar, S.I & Finurida, I. (2015). KARAKTERISTIK MIOMA UTERI DI RSUD PROF. DR.
MARGONO SOEKARJO BANYUMAS. Vol 3. No. 1. Januari-Maret 2015
Kharisma, Astria Ema. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Mioma Uteri. Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP.
Lilyani D.I., Sudiat Muhammad, Basuki Rochman. (2012). The Relation of Risk Factors
and the Uterine Myomas Incidence at rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang.
Jurnal kedokteran Muhammadiyah, 1(1), 14-19.
Siregar, C. D. (2017). Karakteristik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap di Rumah Sakit
Umum Haji Medan Tahun 2013-2015.
Sulistyowati, N., & Lina, A. (2019). HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN
MIOMA UTERI DI RSUD RAJA AHMAD TABIB PROVINSI KEPULAUAN RIAU DAN RS-
BLUD KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2018. Cakrawala Kesehatan: Kumpulan Jurnal
Kesehatan, 10(1).
22