Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH GYNECOLOGY

PADA WANITA DENGAN “MYOMA UTERI”

Oleh :
Ellan Kukuh Nurdiansyah
(1620037)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
TAHUN
2020
KATAPENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Maternitas Patologi tentang “Myoma Uteri”

Makalah Maternitas ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga kami dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya masih terdapat banyak
kekurangan baik dari segi susunan, kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah Maternitas ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Makalah Maternita tentang “Myoma
Uteri” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Kepanjen, 18 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

DAFTAR ISTILAH...............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Definisi........................................................................................................................3

2.2 Etiologi........................................................................................................................4

2.3 Patofisiologi................................................................................................................5

2.4 Patway.........................................................................................................................6

2.5 Manifestasi klinis........................................................................................................9

2.6 Penatalaksanaan.....................................................................................................10

BAB III TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian................................................................................................................13

3.2 Diagnosa...................................................................................................................17

3.3 Intervensi...................................................................................................................17

BAB IV TREND DAN ISU BARTHOLINITISE

A. Trend dan Issue.........................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR ISTILAH

1. Provocative : Provokatif ,bertindak


2. Quantity : Kuantitas atau jumlah
3. Quality : Kualitas
4. Region : Wilayah,tempat
5. Severity : Kerasnya,kekejaman
6. Data subjektif : Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu kejadian
7. Data objektive : Data yang dapat diobservasi dan diukur dapat diperoleh
dengan panca indra selama pemeriksan fisik
8. Poliuria : Kelainan frekuensi buang air kecil sebagai akibat kelebihan
produksi air seni.
9. Retensi : Penyimpanan,penahanan.
10. Obstruksi : Sumbatan,rintangan.
11. Neurologi : Cabang dari ilmu kedokteran yang menangani kelainan pada
sistem saraf.
12. Hematuria : Kencing darah
13. Renal : Bagian dari ureter pada ginjal yang berbentuk seperti corong

iii
iv
BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda internasional.


Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita yaitu adanya penyakit kewanitaan atau
ginekologi. Menurut hasil statistik terdapat 50,95% wanita yang mempunyai penyakit
ginekologi dan diantaranya 87,5% wanita yang sudah menikah (Arifin, 2019). Salah satu
masalah kesehatan reproduksi wanita adalah mioma uteri. Mioma uteri merupakan jenis
tumor jinak yang paling umum ditemukan dari berbagai jenis tumor jinak lainnya. Faktor
penyebab mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan
sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan hanya
bermanifestasi selama usia reproduksi (Wiknjosastro, 2015).

Mioma ini paling sering ditemukan pada wanita usia 35-45 tahun (kurang lebih
25%) dan jarang ditemukan pada wanita usia kurang dari 20 tahun. Wanita yang sering
melahirkan sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma ini dibandingkan
dengan wanita yang tidak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan
60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya satu kali
hamil. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras dan nulipara.
Mioma uteri terjadi pada 10% wanita ras kaukasia dan 30% wanita kulit hitam.
Predisposisi genetik dan faktor-faktor lingkungan (misalnya, variasi hormon) dapat
menjadi pencetusnya. Setelah menopause, mioma menyusut karena stimulasi estrogen
sudah menurun. Sekitar 1 dari 1000 kasus mioma merupakan leiomiosarkoma atau
karsinoma (Sinclair, 2010).

Sebagian besar kasus mioma uteri merupakan asimtomatik, sehingga


kebanyakan penderita tidak menyadari adanya kelainan pada uterusnya. Gejala klinik
yang terutama ditimbulkan diantaranya5 perdarahan menstruasi yang berlebihan, nyeri
pelvis atau nyeri akibat penekanan massa tumor, abortus berulang, infeksi dan infertilitas
(Sinclair, 2010). Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32%-0,6%
dari seluruh mioma dan merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus (Prawirohardjo,
2007).

Studi yang dilakukan oleh Ekine dkk (2015) menyebutkan bahwa angka kejadian
gangguan reproduksi di negara berkembang mencapai 36% dari total beban sakit yang
diderita selama masa produktif. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20% -35% dari
seluruh wanita di dunia (Ekine dkk, 2015). .National Center for Chronic Disease
Prevention and Health Promotion periode 1994-1999, melaporkan bahwa mioma uteri
merupakan salah satu penyebab dilakukannya tindakan histerektomi pada wanita

1
Amerika usia reproduktif 7.403 dari 3.525.237 histerektomi atau sekitar 2,1 per 1000
wanita. Menurut Center of Disease Prevention and Control (CDC) Tahun 2013 yang
dikutip dari Rawal Medical Journal menyebutkan bahwa tindakan histerektomi dilakukan
pada sekitar 5 per 1000 wanita Amerika setiap tahun (Bhati, 2013).

Sebuah studi yang dilakukan di Inggris secara random pada wanita usia 35-49
tahun, menunjukkan bahwa insiden mioma uteri terjadi pada usia 35 tahun sebesar 60%
pada ras Afrika-Amerika dan lebih dari 80% pada usia 50 tahun. Sedangkan pada wanita
ras Kaukasoid insiden mioma uteri terjadi pada usia 35 tahun sebesar 40% dan 50 tahun
sebesar 70% (Parker, 2007). Penelitian Marino (2004) di Italia melaporkan 73 kasus
mioma uteri dari 341 wanita terjadi pada usia 30-60 tahun dengan prevalensi 21,4%.
Penelitian Pradan (2006) di Nepal melaporkan 137 kasus mioma uteri dari 1.712 kasus
ginekologi dengan prevalensi 8%. Penelitian di Nigeria (Departement Nursing Sciences,
Ambros Alli University, Ekpoma Edo State, Nigeria) terdapat 150 kasus mioma uteri dan
77 kasus terjadi pada wanita umur 40-49 tahun dengan prevalensi 51% dan 45 kasus
terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun dengan prevalensi 30% (Elugwaraonu,
2013)

Penelitian Omokanye (2012) di Nigeria (Depertement of Obstetric and


Gynekology, University of Ilorin Teaching Hospital, Nigeria) melaporkan leiomyosarcoma
10 dari 1432 pasien mioma uteri melakukan histerektomi (proporsi 0,69%). Penelitian
Guzel (2014) di Zekai Tahir Burak Hospital, Turki melaporkan bahwa sarcoma ditemukan
pada 6 pasien dari 1438 pasien dengan mioma uteri yang melakukan histerektomi
(proporsi 0,42%). Angka kejadian mioma uteri di Amerika Serikat sebesar 2-12,8 orang
per 1000 wanita tiap tahunnya. Penelitian di Amerika melaporkan mioma uteri terjadi
pada 2.637 dari 76.711 wanita kulit hitam, prevalens rate mioma uteri adalah 34,4 per
1000 wanita (Peddada, 2008)

Sedangkan di Indonesia kasus mioma uteri ditemukan sebesar 2,39%-11,70%


dari semua penderita ginekologi yang dirawat (Wiknjosastro, 2005).Penelitian Karel
Tangkudung (1977) dan Susilo Raharjo (1974) dari Surabaya di kutip dalam
Wiknjosastro, menemukan prevalensi mioma uteri 10,35 dan 11,9% dari semua penderita
ginekologi yang dirawat. Penelitian Arifuddin di Makasar tahun 1996-2005 ditemukan 114
kasus mioma uteri pada pasien seksio caesar dan 81 diantaranya menderita mioma uteri
asimptomatik dengan proporsi 71,05%.(Arifuddin, 2005). Penelitian Muzakir di RSUD
Arifin Ahmad di Provinsi Riau periode 1 Januari - 31 Desember 2006 menyatakan bahwa
terdapat 52 kasus mioma uteri, berdasarkan data rekam medik pada tahun 2004 dan
2005 penyakit mioma uteri menempati urutan kelima dari sepuluh penyakit ginekologi.
Pada tahun 2004 proporsi mioma uteri 7,04% dan pada tahun 2005 proporsi mioma uteri
8,03% (Muzakir, 2008).

2
Kasus mioma uteri di Jawa Tengah merupakan indikasi utama dilakukannya
histerektomi yaitu sekitar 600.000 kasus setiap tahun, sedangkan miomektomi hanya
sekitar 37.000 kasus setiap tahun (Laurensia, 2012). Berdasarkan Profil Kesehatan Jawa
Tengah Tahun 2013 menyatakan bahwa mioma uteri menempati urutan kedua penyakit
tidak menular setelah kanker payudara. Mioma uteri termasuk dalam neoplasma jinak
ginekologi asimptomatik tersering dengan insiden satu dari empat wanita selama masa
reproduksi aktif (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2013).

Sampai saat ini, penyebab pasti mioma uteri belum diketahui dan diduga
penyakit ini merupakan penyakit multifaktorial. Sebagian besar kasus mioma uteri
ditemukan pada masa reproduksi karena diduga adanya perangsangan hormon estrogen
terhadap sel-sel yang ada pada otot Rahim (Setiati, 2009). Hormon estrogen pada wanita
selain dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior juga diperoleh dari penggunaan
kontrasepsi hormonal. Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik di Indonesia pada
umumnya merupakan tindakan operasi histerektomy (pengangkatan rahim) atau pada
wanita yang ingin mempertahankan kesuburannya, miomektomi (pengangkatan mioma)
dapat menjadi pilihan (Manuaba, 2010).

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Mioma uteri penyakit yang berbentuk tumor berbeda dengan kanker, mioma uteri
tidak mempunyai kemampuan menyebar keseluruh tubuh konsistensinya padat dan
sering mengalami degenerasi dalam kehamilan dan sering kali ditemukan pada wanita
berumur tahun (Setiati, 2012). Klasifikasi mioma uteri Menurut (Rudiyanti, 2016), sarang
mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya adalah dari
korpus uterus. Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai:

a. Mioma submukosum: berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam


rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip,
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks (myom gaburt). Mioma subserosum
dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligament latum menjadi mioma uteri
intraligamenter
b. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium. Mioma intramural, tumbuh dan berkembang. Mioma intramural,
tumbuh dan berkembang di antara otot rahim, dapat menjadi besar (sebesar
kepala bayi) dan menimbulkan gejala desakan organ lain serta mengganggu
kontraksi otot rahim
c. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol
pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma ini meluas hingga kedalam
ligammentum latum uterus atau dapat menyebabkan hidrouterus. Sarang miom
dapat mengalami nikrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan
sirkulasi darahnya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga
perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan-
gangguan yang di sebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri. Mioma uteri ini lebih
sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang subur. Faktor keturunan
juga memegang peran. Perubahan sekunder padamioma uteri yang terjadi
sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian
darah pada sarang mioma.

4
( gambar letak mioma submukosum, mioma intramural, dan mioma subserosum)

2.2 Etiologi

Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.
Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini
didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan
kejadiannya rendah pada menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormone ovarium
dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya
setelah menarche (Anggraini, 2014). Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini semakin
besar, tetapi menurun setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai resiko yang
tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai resiko
relatif rendah untuk terjadinya mioma uteri.

Dalam jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung reseptor estrogen jika
dibandingkan dengan mometrium normal. Pertumbuhan mioma uteri bervariasi pada
setiap individu, bahkan diantara nodul mioma pada uterus yang sama. Perbedaan ini
berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan reseptor progesterone (Syahlani, 2014).
Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma :

a. Estrogen

Mioma uteri dijumpai setelah menarch, setelah terdapat pertumbuhan tumor yang
cepat selam kehamila. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan

5
setelah pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Pada mioma reseptor
estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi.

b. Progesteron

Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus


menstruasi dan kehamilan. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma
dengan cara menurunkan jumlah reseptor estrogen pada mioma.

Dari manapun asalnya, mioma mulai berasal dari benih-benih multiple yang
sangat kecil yang tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi
progesif (bertahun-tahun, bukan dalam hitungan bulan) di bawah pengaruh estrogen dan
jika terditeksi dan segera diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih.
Mula-mula mioma berada di bagian intramural, tetapi ketika tumbuh dapt berkembang ke
berbagai arah (Erlindawati, 2015).

2.3 Patofisiologi

Patofisiologi mioma uteri sebagai tumor monoklonal yang tumbuh dari jaringan
otot halus di uterus yaitu pada lapisan miometrium. Tumor ini tergolong dalam tumor jinak
yang terdiri dari miofibroblas-miofibroblas tidak beraturan yang terkubur dalam matriks
ekstraseluler yang berjumlah besar. Matriks ekstraseluler ini sendiri berkontribusi cukup
besar pada volume tumor. Kejadian yang mencetuskan tumor ini sendiri masih belum

diketahui secara pasti. (Fahmawati, 2018).

Menurut Benson, 2017 Patofisiologi mioma uteri dapat diikuti sebagai berikut :

1. Setiap konfigurasi mulai satu sel monoclonal, yang menunjukan kelainan


koromosom multiple
2. Setiap sel mengandung reseptor esterogen dari progesterone
3. Transformasi neoplasma sel otot polos uterus
4. Mioma uteri tidak dapat dijumpai sebelum menarch dan mengecil setelah
menopause

2.4 Patway

6
7
8
9
2.5 Manifestasi Klinis

Menurut Ikramina, 2015 manifestasi klinis myoma uteri meliputi :

1. Pendarahan abnormal : hipermenore, menoragia, metroragia. Sebabnya :

a. Pengaruhnya ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium


b. Permukaan endometrium yang lebih luar dari biasanya
c. Atrofi endometrium diatas mioma submukosum
d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma di antara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik

2. Nyeri : dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrotis setempat
dan leradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dapat menyempit
canalis servikalis sehingga menimbulkan disminore
3. Gejala penekanan : penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri, pada
uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul
4. Disfungsi reproduksi : mioma yang terletak didaerah kornu dapat menyebabkan
sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi
tuba bilateral. Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus
yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan
bentuk reproduksi. Mekanisme gangguan fungsi reproduksi dengan mioma
uteri :

a. Gangguan transportasi gamet dan embrio


b. Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus
c. Perubahan aliran darah
d. Perubahan histologi endometrium

2.6 Penatalaksanaan

Menurut Pertiwi, 2014 Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas,
lokasi, dan ukuran tumor, dan terbagi atas

1. Penanganan konservatif.

10
a. Bila mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
b. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
c. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
d. Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
e. Pemberian zat besi.
f. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi
gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa
yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu.
g. Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan,
karena memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah
selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi
darah.
h. Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek
terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan
pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin.

2. Penanganan operatif, bila :

a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.


b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e. Hipermenorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :

a. Enukleasi Mioma

Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya
aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak
dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau
sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya
dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit

11
dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat
berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan
seksio sesarea.

Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians


Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut :
1. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
2. Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
3. Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan
kehamilan dan keguguran yang berulang.
b. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang
memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG
untuk histerektomi adalah sebagai berikut:Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma
asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien.
Perdarahan uterus berlebihan :
1. Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang
selama lebih dari 8 hari.
2. Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
3. Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi
4. Nyeri hebat dan akut.
5. Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
6. Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.
c. Penanganan Radioterapi
1. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
2. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
3. Bukan jenis submukosa.
4. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
5. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause.
6. Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan
d. Miomektomi

Jika pasien ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dapat di pilih


miomektomi. Operasi ini mengeluarkan semua mioma yang ditemukan dan
membentuk kembali uterus. Pasien harus menerima jika timbul masalah sewaktu
melakukan miomektomi, ahli bedah dapat melanjutkan dengan histerektomi.

12
Setelah miomektomi, 40 persen wanita yang berkesempatan hamil akan hamil.
Yang bertentangan dengan fakta ini adalah pada 5 persen pasien. Mioma timbul
kembali dan jumlah wanita yang sama terus mengalami menoragia sehingga
memerlukan penggunaan hormone, reseksi histeroskopik atau histerektomi.

e. Prognosis

Prognosis baik jika ditemukan mioma berukuran kecil, tidak cenderung


membesar dan tidak memicu keluhan yang berarti, cukup dilakukan pemeriksaan
rutin setiap 3-6 bulan sekali termasuk pemeriksaan USG. 55% dari semua mioma
uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun. Menopause
dapat menghentikan pertumbuhan mioma uteri. Pengecilan tumor sementara
menggunakan obat-obatan GnRH analog dapat dilakukan, akan tetapi pada
wanita dengan hormon yang masih cukup (premenopause), mioma ini dapat
membesar kembali setelah obat-obatan ini dihentikan. Jika tumor membesar,
timbul gejala penekanan, nyeri hebat, dan perdarahan dari kemaluan yang terus
menerus, tindakan operasi sebaiknya dilakukan.

BAB III
Teori Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian

1. Pengkajian primer, Identitas Klien, data fokus:

- Ketidak teraturan menstruasi (perdarahan abnormal)


- Infertilitas, anovula
- Nulipara
- Keterlambatan menopause
- Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause.
- Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa.
- Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat.

2. Pengkajian sekunder

- Pemeriksaan USG : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma, diagnosis banding


dengan kehamilan.

13
- Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri

3.2 Diagnosa Keperawatan ( SDKI)

1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan
peradangan.
2. Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh
massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik /
motorik.
3. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.

3.3  Intervensi Keperawatan

1.      Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan.

Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.

SLKI :

- Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)


- Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.
- Tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C, N : 80-100 x/m, RR : 16-
24x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

SIKI :

a. Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.

Rasional : membantu meringankan rasa nyeri

b. Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik


relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.

Rasional : meningkatkan kenyamanan klien

c. Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.

Rasional : lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman

d. Observasi tanda-tanda vital

14
Rasional : melihat perkembangan KU klien dimana rangsang nyeri dapat
meningkatkan TTV

e. Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri.

Rasional : Memudahkan tindakan keperawatan

f. Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.

Rasional : membantu dalam mengurangi rasa nyeri, dengan memblokade pusat


hantaran nyeri

2.      Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa


jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik.
Tujuan : Pola eliminasi urine ibu kembali normal

SLKI : ibu memahami terjadinya retensi urine, bersedia melakukan tindakan untuk
mengurangi atau menghilangkan retensi urine.

SIKI :

a. Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine


Rasional : Melihat perubahan pola eliminasi klien
b. Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya ketidaknyamanan dan
rasa nyeri.
Rasional : Menentukan tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien
c. Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air hangat, mengatur
posisi, mengalirkan air keran.
Rasional : Mencegah terjadinya retensi urine

3.      Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan


pengobatan.

 Tujuan : pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang.

SLKI :

- Klien mengatakan rasa cemas berkurang


- Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi.
- Klien mengerti tentang penyakitnya.
- Klien tampak rileks.

15
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R:
16-24 x/m TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

SIKI :

a. Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya


b. Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien merasa aman unuk
mendiskusikan perasaannya.
c. Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur
secara jelas dan akurat.
Rasional : dengan informasi yang baik dapat menurunkan kecemasan klien
d. Monitor tanda-tanda vital.
e. Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas.
f. Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan.
g. Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.

4.      Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan
haemoglobin (anemia).

Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam.

SLKI :

- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia.
- Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%
- Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C

SIKI :

a. Pantau adanya tanda-tanda infeksi.


Rasional : membantu menentukan intervensi selanjutnya
b. Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.

Rasional : untuk mencegah terjadinya infeksi

c. Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.

Rasional : mencegah masuknya mikroorganisme

d. Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit.

Rasional : untuk mendeteksi terhadap adanya tanda – tanda infeksi

16
e. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta Batasi
pengunjung

Rasional : untuk menghindari pemajanan bakteri.

f. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.

Rasional : mencegah terjadinya infeksi

17
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

18
BAB V
TREN DAN ISSUE

Trend dan isu mioma uteri saat kehamilan

1. Trend mioma uteri saat kehamilan

Mioma, fibroid dan leiomioma uteri adalah sinonim untuk mendefinisikan tumor


padat jinak yang paling umum dari genitalia perempuan, prevalensinya meningkat sesuai
dengan usia, memuncak pada wanita di usia 40‐an. Insiden yang tepat sulit untuk
dihitung, karena penyakit ini terkadang asimptomatik dan terdiagnosis karena kebetulan.
Namun, hingga 50% kejadian yang asimptomatik memiliki dampak sosial dan ekonomi
yang signif ikan dan dapat mempengaruhi kualitas hidup perempuan. Gejala klinisnya
adalah kelainan menstruasi, anemia, disfungsi kandung kemih, nyeri panggul, dan
masalah kesuburan (Fahrunniza, 2016). 
     Data dari literatur dilaporkan bahwa mioma uteri pada kehamilan memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami keguguran spontan, persalinan prematur, abrupsio plasenta,
ketuban pecah dini, malpresentasi janin, distosia persalinan, persalinan sesar, dan
perdarahan postpartum dan histerektomi ( Jannah, 2017).

Apakah Kehamilan Mempengaruhi Mioma Uteri?

     Mioma adalah tumor monoclonal yang bersifat jinak dan berasal dari jaringan otot
halus uterus dengan sifat molekul yang dapat diubah, sehingga setiap mioma memiliki
tingkat pertumbuhan intrinsiknya sendiri yang terlepas dari ukuran dan lokalisasinya.
Bahkan, pada wanita yang sama, mioma mungkin menunjukkan tingkat
pertumbuhan yang berbeda ( Ani, 2017)
     Etiologi yang tepat dari mioma uteri masih belum jelas, meskipun ditandai dengan
konsentrasi yang lebih besar dari reseptor estrogen dan progesteron diban dingkan
miometrium yang berdekatan, peran utama dari hormon ovarium pun telah diterima
secara luas. Memang peningkatan frekuensi dan tingkat keparahan dari mioma
uteri disebabkan oleh eksposisi besar dari hormon steroid (awal menstruasi, kehamilan
dan perimenopause, wanita dengan kelebihan berat badan dan obesitas) dan
mengurangi pertumbuhan saat menopause jelas menunjukkan ketergantungan estrogen (
Ekine, 2015). Data yang bertentangan mengenai peran kontrasepsi oral pada
pertumbuhan fibroid kemungkinan terjadi karena kandungannya yang berbeda dan
jenis hormon yang berbeda dalam setiap  formulasi ( Yana, 2018).
     Mekanisme genetik dan epigenetik mencerminkan mekanisme misalnya pada riwayat
keluarga positif mioma uteri dan faktor predisposisi lainnya, seperti metabolisme
hormonal yang berbeda, atau faktor lingkungan, seperti pola makan, merupakan hal yang
penting juga (Anwar, 2015). Anomali sitogenetik diamati pada sekitar 40% dari mioma

19
uteri[, termasuk gen yang terlibat dalam modulasi intraselular, ekstra seluler dan
proliferasi. Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita Afrika‐Amerika
dibandingkan pada wanita kulit putih dan Asia, yang menunjukkan adanya perbedaan
kadar estrogen serum diantara kedua kelompok  ini. Jadi, meskipun diperkirakan sekitar
1,6‐10,7%, kejadian pasti mioma uteri pada kehamilan tidak mudah dihitung, tergan tung
tidak hanya kepada semua faktor risiko yang disebutkan di atas, tetapi juga tergantung
pada usia kehamilan yang berbeda (Dini, 2017).

2. ISSU mioma uteri saat kehamilan

Timbulnya penyakit tentu menimbulkan kekhawatiran bagi Ibu, apalagi jika ini
terjadi di masa kehamilan. Bila Ibu mengalami penyakit tertentu saat menjalani
kehamilan, seperti miom, pada kenyataannya ini akan terkait juga dengan kesehatan
janin. Miom disebut juga dengan fibroid atau myoma, ini adalah sejenis tumor jinak yang
terdapat di dinding rahim. Bermula dari sel otot yang kemudian tumbuh secara abnormal
menjadi tumor dan menempel pada dinding rahim (Itsna, 2017). Umumnya miom
berukuran kecil, mulai dari sebesar kacang polong hingga sebutir anggur. Miom
seringkali tidak dirasakan keberadaannya karena berkembang secara perlahan. Tidak
mengherankan bila banyak miom yang ditemukan secara kebetulan, seperti pada saat
melakukan USG kehamilan. Namun, ada pula miom yang berkembang dengan pesat.
Perlu diketahui, sebagian besar kasus miom tidak berbahaya dan jarang berubah
menjadi kanker (Apriyani, 2015).

Penyebab Mioma Uteri

Pertumbuhan miom terkait dengan faktor hormonal, terutama hormon estrogen. Oleh
karena itu, dalam masa kehamilan dimana kadar estrogen sangat tinggi, miom dapat
berkembang secara cepat. Hal-hal yang menimbulkan ketidakseimbangan hormonal
diantaranya adalah makanan, obesitas, stres dan daya tahan tubuh rendah. Faktor
keturunan juga bisa berkontribusi untuk memicu timbulnya miom (Octaviana, 2019)

Gejala Mioma uteri

Berikut adalah gejala-gejala yang umumnya terjadi apabila terdapat miom pada rahim Ibu
menurut (Cahyasari, 2016)

 Muncul rasa nyeri pada perut atau pinggul


 Perut terasa penuh
 Merasa nyeri saat berhubungan intim
 Rasa tidak nyaman di sekitar panggul
 Keguguran

20
 Gangguan haid seperti nyeri, haid tidak teratur, pendarahan lebih banyak dan
lebih lama
 Gejala anamia karena banyak kehilangan darah haid
 Gangguan buang air kecil dan buang air besar.

Pengaruh Terhadap Peluang Hamil 

Jika miom tumbuh di saluran leher rahim, maka ini akan memperkecil peluang Ibu untuk
hamil, karena leher rahim menjadi kecil dan menghambat masuknya sperma ke rahim.
Kondisi ini akan mempersulit terjadinya pembuahan. Jika miom tumbuh di dinding rahim,
maka ini akan menghambat penanaman atau implantasi sel telur yang telah dibuahi pada
dinding rahim ( Wahyuningsih, 2017).

Pengaruh Terhadap Kehamilan 

Pada trimester pertama, miom yang membesar akan mendorong janin sehingga tidak
dapat menempel dengan baik pada dinding rahim. Akibatnya, risiko terjadinya
keguguran semakin besar. Jika kehamilan berlanjut, miom dapat mendesak janin sampai
plasenta yang tumbuh di bawah rahim sehingga mengakibatkan pendarahan saat
persalinan (Ningrum, 2016).

Apabila miom tumbuh menghalangi saluran makanan janin, maka pertumbuhan janin
akan terganggu karena kekurangan makanan dan oksigen, yang bisa berujung pada
kematian. Miom yang terdapat pada bagian atas rahim bisa membuat janin berada
dalam posisi sungsang karena ia sulit bergerak kembali ke posisi normal (Rudiyanti,
2015).

Pencegahan Mioma ureri

Untuk pencegahan, teruslah menjaga kebersihan alat kelamin dan menjalani pola hidup
sehat seperti menerapkan diet sehat berimbang, rutin berolah raga, dan menjauhkan diri
dari stres. Jaga kondisi kesehatan Ibu agar tetap prima di masa kehamilan, juga agar
janin dapat tumbuh dengan optimal. Selalu konsultasikan kepada dokter mengenai
kondisi yang Ibu alami selama masa kehamilan. Penuhi kebutuhan nutrisi harian Ibu
(Haryani, 2017)

21
Daftar Pustaka

Anwar, S.I & Finurida, I. (2015). KARAKTERISTIK MIOMA UTERI DI RSUD PROF. DR.
MARGONO SOEKARJO BANYUMAS. Vol 3. No. 1. Januari-Maret 2015

Kharisma, Astria Ema. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Mioma Uteri. Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP.

Lilyani D.I., Sudiat Muhammad, Basuki Rochman. (2012). The Relation of Risk Factors
and the Uterine Myomas Incidence at rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang.
Jurnal kedokteran Muhammadiyah, 1(1), 14-19.

Siregar, C. D. (2017). Karakteristik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap di Rumah Sakit
Umum Haji Medan Tahun 2013-2015.

Sulistyowati, N., & Lina, A. (2019). HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN
MIOMA UTERI DI RSUD RAJA AHMAD TABIB PROVINSI KEPULAUAN RIAU DAN RS-
BLUD KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2018. Cakrawala Kesehatan: Kumpulan Jurnal
Kesehatan, 10(1).

Wulandari, B. A., & Rusminingsih, R. (2017). HUBUNGAN PARITAS DENGAN


KEJADIAN MIOMAUTERI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA (Doctoral
dissertation, Universitas' Aisyiyah Yogyakarta).

22

Anda mungkin juga menyukai