MIOMA UTERI
Oleh
Kirana Nadyatara
182011101059
Pembimbing
dr. Dion Juniar Fitra, Sp. OG
MIOMA UTERI
Oleh
Kirana Nadyatara
182011101059
Pembimbing
dr. Dion Juniar Fitra, Sp. OG
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1. PENDAHULUAN
dilaporkan oleh dua survei observasional yaitu dilaporkan sebesar 27% – 40%
wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas (Marshall dkk., 1998).
Ditemukan bahwa mereka yang menarche pada usia <10 tahun beresiko
mendapat penyakit reproduksi 10% lebih cepat dibandingkan dengan wanita yang
memulai menstruasi pada usia 14 tahun. Menarche dini (<10 tahun) ditemukan
meningkatkan resiko relatif mioma uteri 1,24 kali sedangkan menarche lambat
(>16 tahun) menurunkan resiko relatif mioma uteri (Indarti, 2004). Pemicu
terjadinya mioma uteri masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa ahli
memaparkan karena adanya pengaruh hormon esterogen berupa
ketidakseimbangan hormon esteogen yang dimulai sejak menarche. Semakin dini
usia menarche yang didapat seseorang maka semakin sering ketidakseimbangan
hormon estrogen yang terjadi saat menstruasi. Semakin lama seorang terpapar
hormon esterogen akan memicu timbulnya mioma uteri, jadi menarche dini bisa
disebut sebagai pemicu terjadinya mioma uteri. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa peningkatan pertumbuhan mioma uteri merupakan respon
dari stimulus estrogen. Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori
genitoblast, teori ini menyatakan bahwa untuk terjadinya mioma uteri harus
terdapat dua komponen penting yaitu sel nest (sel muda yang terangsang) dan
estrogen (perangsang sel nest secara terus menerus).
Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik umumnya ialah tindakan
operatif berupa histerektomi (pengangkatan rahim) atau pada wanita yang ingin
mempertahankan kesuburannya dapat dilakukan miomektomi (pengangkatan
mioma) (Djuwantono, 2004).
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma otot polos jinak yang berasal dari
miometrium, terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid, dan
kolagen. Mioma uteri disebut juga dengan leiomioma uteri atau fibromioma uteri,
karena jumlah kolagen mereka yang cukup besar dapat menciptakan konsistensi
yang berserat maka mereka sering disebut sebagai fibroid. Mioma uteri berbatas
tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga
mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan
berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan. Mioma uteri merupakan
neoplasma jinak yang paling umum dan sering dialami oleh wanita. Neoplasma
ini akan memperlihatkan gejala klinis berdasarkan pada besar dan letak mioma di
uterus.
2.2 Epidemiologi
Dari seluruh wanita, insiden mioma uteri diperkirakan terjadi sekitar 20%
– 30%. Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi sekitar 20% –
25%, angka kejadian ini lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu sekitar 40%.
Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 – 50 tahun menunjukkan adanya
hubungan antara mioma uteri dengan hormon estrogen. Mioma uteri belum
pernah dilaporkan terjadi pada usia sebelum menarche sedangkan angka kejadian
mioma uteri pada wanita menopause hanya sekitar 10% (Hall, 2016). Ditemukan
bahwa mereka yang menarche pada usia <10 tahun beresiko mendapat penyakit
reproduksi 10% lebih cepat dibandingkan dengan wanita yang memulai
menstruasi pada usia 14 tahun. Menarche dini (<10 tahun) ditemukan
meningkatkan resiko relatif mioma uteri 1,24 kali sedangkan menarche lambat
(>16 tahun) menurunkan resiko relatif mioma uteri (Indarti, 2004)
Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39% - 11,87 %
dari semua penderita ginekologi yang dirawat (Prawiroharjo, 2008). Di USA
wanita kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri dibandingkan
4
wanita berkulit putih, sedangkan di Afrika wanita kulit hitam sedikit sekali
menderita mioma uteri (Baziad, 2003). Wanita yang sering melahirkan sedikit
kemungkinannya untuk perkembangan mioma uteri dibandingkan dengan wanita
yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60%
mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil
satu kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,
kegemukan, dan nullipara (Hoffman dkk., 2012).
Pembagian Uterus
a. Fundus Uteri (dasar rahim) : bagian uterus yang proksimal yang terletak antara
kedua pangkal tuba uterina.
b. Korpus Uteri : bagian uterus yang membesar pada kehamilan. Korpus uteri
mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri.
c. Serviks Uteri (leher rahim): ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut
porsio, hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri
yaitu bagian serviks yang ada di atas vagina.
lapisan otot oblik yang berbentuk anyaman. Lapisan otot polos ini merupakan
bagian yang paling penting pada proses persalinan karena setelah proses
lahirnya plasenta otot-otot ini akan berkontraksi dengan kuat guna menjepit
pembuluh-pembuluh darah yang ada di sekitarnya sehingga dapat mencegah
terjadinya perdarahan post partum.
c. Perimetirum atau lapisan serosa (peritoneum viseral)
Lapisan ini terdiri dari lima ligamentum yang berfungsi untuk mengfiksasi dan
menguatkan uterus yaitu:
1. Ligamentum kardinale kiri dan kanan, yakni ligamentum yang terpenting,
mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal, dan
berjalan dari serviks dan puncak vagina kearah lateral dinding pelvis.
Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteria
uterine.
2. Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian
belakang kiri dan kanan kearah sarkum kiri dan kanan.
3. Ligamentum rotundum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang menahan
uterus agar tetap dalam keadaan antofleksi, berjalan dari sudut fundus uteri
kiri dan kanan, ke daerah inguinal waktu berdiri cepat karena uterus
berkontraksi kuat.
4. Ligamentum latum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang meliputi tuba,
berjalan dari uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat.
5. Ligamentum infundibulo pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba
fallopi, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Didalamnya
ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika.
7
2.4 Etiologi
Hingga saat ini penyebab pasti dari mioma uteri masih belum diketahui
dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Mioma merupakan sebuah tumor
monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal yang berada di antara otot polos miometrium. Tumbuh mulai dari benih
multiple yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium sangat lambat tetapi
progresif. Terdapat korelasi antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan
reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya faktor
predisposisi yang bersifat herediter, faktor hormon pertumbuhan, dan Human
Placental Lactogen. Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi
somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan
kromosom baik secara parsial maupun keseluruhan. Aberasi kromosom
ditemukan pada 23%-50% dari mioma uteri yang diperiksa dan yang terbanyak
(36,6%) ditemukan pada kromosom 7 (del(7) (q 21) /q 21 q 32).
8
reproduksi, serta akan turun pada usia menopause, pada wanita menopause
mioma uteri ditemukan sebesar 10%. Proporsi mioma meningkat pada usia 35-
45 tahun. Penelitian Chao-Ru Chen di New York menemukan wanita kulit
putih umur 40-44 tahun beresiko 6,3 kali menderita mioma uteri dibandingkan
umur < 30 tahun. Sedangkan pada wanita kulit hitam umur 40-44 tahun
beresiko 27,5 kali untuk menderita mioma uteri jika dibandingkan umur < 30
tahun.
b. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Pada wanita
tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri lebih
tinggi.
c. Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim
aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen
tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan
prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri.
d. Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk
terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah
hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri
berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali.
e. Kehamilan
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan ditemukan sebesar 0,3% – 7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat
mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan
dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Kedua keadaan ini ada
kemungkinan dapat mempercepat pembesaran mioma uteri. Kehamilan dapat
10
2.6 Klasifikasi
Mioma Subserosa
Mioma subserosa merupakan mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa
uterus dan dapat bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai, dapat hanya
sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan
uterus melalui tangkai. Pertumbuhan kearah lateral dapat berada di dalam
ligamentum latum, dan disebut sebagai mioma intraligamen. Mioma yang
cukup besar akan mengisi rongga peritoneum sebagai suatu massa. Perlekatan
dengan omentum di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil
alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai semakin mengecil dan
terputus, sehingga mioma terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas
dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai mioma jenis
mondering atau parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma
saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu
saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila
mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma ini.
Mioma intramural
Mioma intramural atau insterstisiel merupakan mioma yang berkembang di
antara miometrium dan biasanya multiple. Apabila masih kecil, mioma tidak
akan merubah bentuk uterus tetapi bila besar mioma akan menyebabkan uterus
berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat, uterus bertambah besar, dan
berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti
kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah
bawah. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam
11
Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi
dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit untuk
dikoreksi dengan suplementasi zat besi. Perdarahan pada mioma submukosa
seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan,
dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena) atau ulserasi
endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai seringkali menyebabkan
trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dan infeksi (vagina
dan kaurm uteri terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium serviks).
Dismenore dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, dan termasuk
hipoksia lokal miometrium.
tekanan pada saraf yaitu pleksus uterovaginalis yang rasa nyerinya menjalar
hingga ke pinggang dan tungkai bawah. Gejala abdomen akut dapat terjadi bila
torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah yang mengiritasi
selaput peritoneum (seperti peritonitis). Mioma yang besar dapat menekan
rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengejan.
d. Pressure Effects (Efek Tekanan)
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-
organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit
untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada vesika urinaria
dapat menyebabkan pollakisuria dan dysuria, sedangkan penekanan pada uretra
dapat menimbulkan retensio urin yang apabila berlarut-larut dapat
menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rektum tidak begitu besar,
kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.
Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ
sekitar. Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna dan
perlekatannya dengan omentum menyebabkan strangulasi usus. Mioma serviks
dapat menyebabkan sekret serosanguinea vaginal, perdarahan, dispareunia, dan
infertilitas. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter,
kandung kemih dan rektum. Semua efek penekanan ini dapat dikenali melalui
pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna, rontgen, dan MRI. Abortus spontan
dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung mioma terhadap kavum uteri.
e. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27% – 40% wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang
mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma
submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga
uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat
menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implasntasi embrio dapat terjadi
pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana
terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. Apabila penyebab lain infertilitas
15
Degenerasi Lemak
Disebut juga miksomatosa yang terjadi setelah proses degenerasi hialin dan
kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomatik. Pada mioma
yang sudah lama dapat terbentuk degenerasi lemak. Di permukaan irisannya
berwarna kuning homogen dan serabut ototnya berisi titik lemak dan dapat
ditunjukkan dengn pengecatan khusus untuk lemak.
Degenerasi Kalkareus (Calsireus Degeneration)
Disebut juga kalsifikasi, degenerasi ini terutama terjadi pada wanita usia lanjut
oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan
garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan
bayangan pada foto rontgen. Degenerasi ini umumnya terjadi pada mioma
subserosa yang sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang dapat
menyebabkan pengendapan kalsium karbonat dan fosfat di dalam tumor.
Degenerasi Merah (Kaneus)
Degenerasi ini diakibatkan oleh trombosis yang dikuti dengan terjadinya
bendungan vena dan perdarahan sehingga menyebabkan perubahan warna
mioma. Degenerasi jenis ini seringkali terjadi bersamaan dengan kehamilan
karena kecepatan pasokan nutrisi bagi hipertrofi miometrium lebih
diprioritaskan sehingga mioma mengalami defisit pasokan dan terjadi
degenerasi septik dan infark. Degenerasi ini disertai rasa nyeri tetapi akan
menghilang sendiri (self limited). Terhadap kehamilannya sendiri, dapat terjadi
partus prematurus atau koagulasi diseminata intravaskuler (DIC).
Perubahan ini sering terjadi pada masa kehamilan dan nifas. Diperkirakan
karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada
pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah
disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak
khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit
demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
17
Septik
Defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian
tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku
dinding perut, dan demam akut.
Degenerasi ganas
Transformasi ke arah keganasan (menjadi miosarkoma). Terjadi pada 0,1% –
0,5% penderita mioma uteri.
Gambaran tumor bentuk bulat atau bulat lonjong baik soliter maupun
multipel dengan hiperekoik homogen, dinding tegas, tanpa efek lateral
dan pantulan posterior, pembuluh darah diluar massa tumor.
Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa,
jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat
diangkat.
Hysteroscopy
Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE) merupakan
injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang
nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan
nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan
mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya
lebih cepat (Swine, 2009).
Alur Tata Laksana Mioma Uterus berdasarkan PPK OBSGYN UNUD 2015
22
Keluhan positif:
1. Infertilitas. Pada mioma uterus dengan keluhan infertilitas dilakukan
histerosalfingografi untuk mengetahui kavum uterus, patensi tuba, hidrosalfing,
dan tanda-tanda infeksi kronis.
2. AUB-L berupa menoragia, metroragia, dan menometroragia.
3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit jantung, anemia, mudah
infeksi, penuruanan kinerja, dan konsentrasi.
4. Pendesakan ke organ pelviks sehingga menimbulkan gangguan seperti
gangguan berkemih dan defekasi, nyeri pelvik kronik, serta nyeri di regio
suprasimfisis.
2.11 Komplikasi
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya sekitar 0,32% –
0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50% – 75% dari semua sarkoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histopatologi
pada uterus yang telah diangkat. Curiga akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma saat
menopause.
b. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami putaran atau torsi sehingga
timbul gangguan sirkulasi akut yang berujung nekrosis, dengan demikian
terjadilah sindroma abdomen akut, namun jika torsi terjadi secara perlahan
maka gangguan akut tidak terjadi.
2.12 Prognosis
Prognosis mioma uteri dengan lesi soliter biasanya sangat baik,
khususnya bila dilakukan eksisi. Fertilitas dapat terpengaruh, tergantung dari
ukuran dan lokasi mioma. Mioma uteri sendiri jarang bertransformasi menjadi
kanker. Tanda bahaya dari kanker yang paling umum adalah tumor yang tumbuh
23
2.13 Pencegahan
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum menarche atau sebelum
terdapat resiko mioma uteri. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan
mengkonsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayuran dan buah.
b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan pencegahan awal sebelum seseorang menderita
mioma. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan penyuluhan mengenai
faktor-faktor resiko mioma terutama pada kelompok yang beresiko yaitu
wanita pada masa reproduktif. Selain itu tindakan pengawasan terhadap
pemberian hormon estrogen dan progesteron dengan memilih pil KB
kombinasi (mengandung estrogen dan progesteron), pil kombinasi
mengandung estrogen lebih rendah dibanding pil sekuensil, oleh karena
pertumbuhan mioma uteri berhubungan dengan kadar estrogen.
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena mioma uteri,
tindakan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya komplikasi. Pencegahan
yang dilakukan adalah dengan melakukan diagnosa dini dan pengobatan yang
tepat.
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan upaya yang dilakukan setelah penderita
melakukan pengobatan. Pencegahan pada tahap ini berupa rehabilitasi untuk
meningkatkan kualitas hidup dan mencegah timbulnya komplikasi. Pada
dasarnya hingga saat ini belum diketahui penyebab tunggal yang menyebabkan
mioma uteri, namun merupakan gabungan beberapa faktor atau multifaktor.
24
3.1 Identitas
Nama : Ny. M
Tanggal Lahir : 12 Juli 1972
Usia : 47 tahun
RM : 273198
Alamat : Krajan Barat Mlokorejo Puger 03/06 Jember
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku bangsa : Madura
Status : Menikah
Tanggal masuk RS : 11 November 2019
3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian kiri bawah hingga tembus ke punggung
bawah sejak 1 bulan yang lalu
Riwayat sosial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pola makan pasien sehari-hari
baik dan teratur. Pasien mengaku tidak memiliki kecenderungan mengonsumsi
jenis makanan tertentu. Pasien tidak memiliki kebiasaan minum alkohol dan
merokok. Hubungan pasien dengan keluarga serta lingkungan sekitar baik.
Status Obstetri
Abdomen : Inspeksi : Flat, BSC (-)
Auskultasi : Bu (+) Normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Soepel
Genitalia : Fluxus (-)
Pemeriksaan Laboratorium
29
3.5 Resume
Pasien perempuan usia 47 tahun datang ke Poli Bedah RSD dr. Soebandi
karena mengeluh nyeri pada perut bagian kiri bawah yang tembus hingga ke
punggung bawah sejak 1 bulan yang lalu, nyeri dirasakan terus menerus,
sebelumnya pasien tidak pernah mengeluhan nyeri seperti yang sedang dialami
saat ini. Di Poli Bedah pasien dilakukan USG dan didapatkan hasil USG kesan
curiga myoma uteri dan ovarial cyst dextra, sehingga dari Poli Bedah pasien
dikonsulkan ke Poli Kandungan, dari hasil anamnesis serta pemeriksaan bimanual
dan USG di Poli Kandungan pasien didiagnosis dengan myoma uteri dan susp.
kista coklat sehingga pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan operasi pada
tanggal 12 November 2019. Pada tanggal 11 November 2019 pasien kembali
datang ke RSD Soebandi untuk persiapan operasi. Saat datang pasien masih
mengeluh nyeri pada perut bagian kiri bawah namun intensitasnya sedikit
berkurang dan sifat nyerinya hilang timbul, keluhan juga tidak disertai dengan
keluarnya darah dari vagina.
3.6 Diagnosis
Mioma uteri dan susp. kista coklat
3.7 Planning
Diagnostik
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan Bimanual
Pemeriksaan Penunjang: USG, DL
Monitoring
Keluhan pasien
TTV
Edukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi pasien
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang
dilakukan serta prognosisnya
30
Terapi
RL 20 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr
Pro operasi laparatomi
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia
Quo ad sanationam : Bonam
3.9 Follow UP
Observasi 11-11-2019
10.00 16.00 22.00
TD: 110/70 mmHg TD: 120/70 mmHg TD: 120/80 mmHg
HR: 84x/m HR: 88x/m HR: 80x/m
RR: 20x/m RR: 20x/m RR: 20x/m
Tax: 36,5oC Tax: 36,5oC Tax: 36,5oC
Fluxus (-) Fluxus (-) Fluxus (-)
Nyeri abdomen (+) Nyeri abdomen (+) Nyeri abdomen (+)
Observasi 12-11-2019
04.00 10.00
TD: 120/80 mmHg TD: 110/80 mmHg
HR: 76x/m HR: 92x/m
RR: 20x/m RR: 20x/m
Tax: 36,5oC Tax: 36,6oC
31
12-11-2019 Pukul 12.00 WIB (SOAP Post Op. SVH + BSO di Dahlia)
S : Post Op. SVH + BSO
O : Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Kompos mentis
TD : 100/70 mmHg
HR : 68x/menit
RR : 20x/menit
Tax : 36,5oC
K/L : A/I/C/D = -/-/-/-
Thorax : C/ S1 S2 tunggal, reguler, E/G/M = -/-/-
P/ Ves +/+ Rho +/+ Whz +/+
Abdomen : Flat, BU (-), timpani, soepel
Genital : Perdarahan (-)
A : Post SVH + BSO hari ke-0 ai mioma uteri + kista coklat
P : Puasa sampai dengan 6 jam post operasi / BU (+) / Flatus (+)
Cek DL 2 jam post operasi, jika Hb ≤ 8 gr/dL transfusi PRC
Mobilisasi
Injeksi Ceftriaxone 2x1gr
Injeksi Asam Tranexamat 3x250mg
32
Observasi 12-11-2019
16.00 22.00
TD: 100/70 mmHg TD: 110/70 mmHg
HR: 76x/m HR: 80x/m
RR: 20x/m RR: 20x/m
Tax: 36,6oC Tax: 36,6oC
Flatus (-) Flatus (-)
Fluxus (-) Fluxus (-)
Nyeri luka bekas operasi (+) Nyeri luka bekas operasi (+)
Hb: 10,8 gr/dL
Observasi 13-11-2019
04.00 10.00 16.00 22.00
TD: 110/70mmHg TD: 110/80 mmHg TD: 120/80 mmHg TD: 120/80 mmHg
HR: 64x/m HR: 72x/m HR: 80x/m HR: 80x/m
RR: 20x/m RR: 20x/m RR: 20x/m RR: 20x/m
o o o
Tax: 36,6 C Tax: 36,6 C Tax: 36,6 C Tax: 36,6oC
Flatus (+) Flatus (+) Flatus (+) Flatus (+)
Fluxus (-) Fluxus (-) Fluxus (-) Fluxus (-)
Nyeri luka bekas Nyeri luka bekas Nyeri luka bekas Nyeri luka bekas
operasi berkurang operasi berkurang operasi berkurang operasi (-)
33
Mioma uteri yang juga dikenal sebagai leiomioma uteri atau fibromioma
uteri merupakan neoplasma otot polos jinak yang berasal dari miometrium.
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi sekitar 20% – 25%,
angka kejadian ini lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu sekitar 40%.
Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 – 50 tahun menunjukkan adanya
hubungan antara mioma uteri dengan hormon estrogen. Di Indonesia angka
kejadian mioma uteri ditemukan 2,39% - 11,87 % dari semua penderita
ginekologi yang dirawat.
Hingga saat ini penyebab pasti dari mioma uteri masih belum diketahui
dan diduga merupakan penyakit multifaktorial selain itu terdapat juga korelasi
antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron
pada jaringan mioma uteri. Mioma uteri kaya akan reseptor estrogen. Meyer dan
De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast, teori ini menyatakan
bahwa untuk terjadinya mioma uteri harus terdapat dua komponen penting yaitu
sel nest (sel muda yang terangsang) dan estrogen (perangsang sel nest secara terus
menerus). Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen.
Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium.
Berdasarkan lokasi tumbuhnya mioma di miometrium, mioma uteri dapat
dibagi menjadi mioma submukosa, mioma intramural, dan mioma subserosa.
Gejala yang timbul akibat mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar, dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 35% – 50%
saja mioma uteri yang menimbulkan keluhan sedangkan sisanya tidak mengeluh
apapun. Hipermenore dan menometroragia merupakan gejala klasik dari mioma
uteri, selain itu gejala lain yang dapat timbul ialah terasa adanya massa di perut
bawah, perdarahan abnormal, nyeri perut, efek penekanan, penurunan kesuburan,
serta abortus spontan.
36
Chegini, N., J. Verala, X. Luo, J. Xu, dan R. S. Williams RS. 2003. Gene
expression profile of leiomyoma and myometrium and the effect of
gonadotropin releasing hormone analogue therapy. Journal of the Society
for Gynecologic Investigation. 10(3): 161-71.
Onis, A. 2017. Clinical and Experimental Obstetrics & Gynecology. 44(5): 653-
803.
SMF Obstetri dan Ginekologi Universitas Udayana. 2015. PPK Obstetrik dan
Ginekologi. Bali: Universitas Udayana.