Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2023


UNIVERSITAS PATTIMURA

“MIOM UTERI”

Disusun Oleh:
Ulfa
2022-84-042

Konsulen:
dr. Novy Riyanti, Sp.OG., M.Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepanitraan Klinik


Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura
Ambon
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat ini guna penyelesaian tugas kepaniteraan
klinik pada bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi dengan judul “Miom Uteri”.

Dalam penulisan Referat ini, banyak pihak yang turut terlibat untuk penyelesaiannya. Untuk
itu penulis ingin berterima kasih kepada:

1. dr. Novy Riyanti, Sp.OG., M.Kes selaku Dokter spesialis dan pembimbing, yang telah
membimbing penulis dalam penyelesaian Referat ini.
2. Orang tua dan semua pihak yang telah membantu serta memberi motivasi penulis dalam
menyelesaikan penulisan Referat ini.
Penulis manyadari bahwa sesungguhnya Referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
sebab itu penulis mengharapkan banyak masukkan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perkembangan penulisanya dalam waktu yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Ambon, Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB I ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
BAB II ................................................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 2
II.1 definisi.......................................................................................................................... 2
II.2 Epidemiologi ............................................................................................................... 2
II.3. Etiologi........................................................................................................................ 3
II.4 Faktor risiko ............................................................................................................... 3
II.5 Patofisiologi ................................................................................................................. 5
II.6 Klasifikasi .................................................................................................................... 6
II.7 Gejala Klinis ............................................................................................................... 9
II.8 Diagnosa .................................................................................................................... 11
II.9 Diagnosa Banding ..................................................................................................... 15
II.9 Tatalaksana ............................................................................................................... 15
II.9 Komplikasi ................................................................................................................ 26
II.9 Prognosis ................................................................................................................... 26
BAB III ............................................................................................................................. 28
KESIMPULAN ................................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 29

iii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang


Miom Uteri adalah tumor monoklonal jinak sel otot polos yang paling umum dijumpai
pada kelompok usia reproduksi, pada 20-50% perempuan, serta pada lebih 70% perempuan
di awal masa menopause. Fibroid uterus dapat tanpa gejala (asimtomatik) atau dengan
gejala pada 25% perempuan usia reproduksi, seperempat kasus memerlukan perawatan
lebih lanjut.1 Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39%-11,87% dari
semua pasien ginekologi yang dirawat.2
Mioma uteri seringkali asimtomatik, namun gejala yang mungkin ditimbulkan sangat
bervariasi seperti metroragia, nyeri, menoragia, hingga fertilitas. Penyulit yang
ditimbulkan dari asimtomatik mioma uteri adalah seringkali menyebabkan gejala yang
ditimbulkan dari organ sekitarnya (tuba, ovarium, dan usus) menjadi terabaikan.
Masalah lain terkait dengan asimtomatik mioma uteri, yaitu mengabaikan pemeriksaan
lanjutan dari spesimen hasil enukleasi atau histerektomi, sehingga miosarkoma menjadi
tidak dikenali. Perdarahan hebat yang disebabkan oleh mioma uteri merupakan indikasi
utama Histerektomi di Amerika Serikat.3

1
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

II.1 Definisi
Miom uteri (leiomioma uteri) merupakan tumor jinak akibat proliferasi lokal sel
otot polos myometrium yang dikelilingi oleh pseudokapsul dan disertai jaringan
fibrosa.3,4 Sel tumor terbentuk karena mutasi genetik, kemudian berkembang akibat
induksi hormon estrogen dan progesteron.5 Tumor ini berbatas tegas dan terdiri dari sel-
sel jaringan otot polos, jaringan ikat fibroid, dan kolagen. Mengingat sifat
pertumbuhannya dipengaruhi hormonal, tumor ini jarang mengenai usia pra-pubertas
serta progresifitasnya akan menurun pada masa menopause.6

II.2 Epidemiologi
Berdasarkan data epidemiologi mioma uteri paling sering terjadi pada perempuan
usia reproduktif, yaitu sekitar 20%-25% dengan faktor yang tidak diketahui secara pasti.
Kejadian lebih tinggi pada usia 35 tahun. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-
50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Insidensnya 3 -
9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama
5 dekade terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna.3,7,8
Sebagian besar kasus tidak bergejala sama sekali, hanya 30% kasus yang
simptomatis. Sejumlah 80% mioma uteri multipel dan sekitar 10,7% terjadi pada wanita
hamil.Sampai saat ini data statistik nasional mioma uteri belum tersedia. Di Indonesia
angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39%-11,87% dari semua pasien ginekologi yang
dirawat.2 Penelitian retrospektif di Manado mendapatkan bahwa persentase terbanyak
pada rentang usia 36 – 45 tahun dengan status dominan nulipara. Mortalitas umumnya
karena anemia berat akibat perdarahan hebat. Mortalitas akibat komplikasi pembedahan
0,4 – 1,1 per 1000 operasi.7

2
3

II.3 Etiologi
Penyebab mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan
sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi seperti estrogen dan
progesteron, dan hanya bermanifestasi selama usia reproduktif.3 Telah diketahui bahwa
hormon memang menjadi prekursor pertumbuhan miomatosa. Namun tidak ada bukti
yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen menjadi penyebab mioma. Konsentrasi
reseptor estrogen dalam jaringan mioma memang lebih tinggi dibandingkan dengan
miometrium sekitarnya tetapi lebih rendah dibandingkan dengan di endometrium. Mioma
tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar estrogen dan mengecil atau menghilang
setelah menopause. walaupun progesteron dianggap sebagai penyeimbang esrrogen tetapi
efeknya terhadap pertumbuhan mioma termasuk tidak konsisten.3

II.4 Faktor risiko


Kejadian mioma uteri dilatar belakangi oleh sejumlah faktor resiko, antara lain:
1. Usia
Angka kejadian fibroid meningkat signifikan dengan bertambahnya usia dan
mencapai puncaknya pada usia 50 tahun. Fibroid tidak terjadi sebelum masa pubertas,
dan frekuensinya menurun saat menopause. Insiden fibroid pada usia 35 tahun
ditemukan sebanyak 60% di antara perempuan AfrikaAmerika, meningkat menjadi
>80% pada usia 50 tahun, sedangkan perempuan Kaukasia memiliki insiden 40%
pada usia 35 tahun dan hampir 70% pada usia 50 tahun.1
2. Ras dan genetik
Angka kejadian fibroid ditemukan 2 hingga 3 kali lipat pada perempuan kulit hitam.
Risiko kumulatif terjadinya fibroid pada usia 50 tahun ditemukan hampir 70% pada
perempuan kulit putih dan >80% untuk kulit hitam. Perempuan kulit hitam
didiagnosis lebih awal dengan fibroid yang sering multipel, lebih besar, dengan gejala
yang lebih parah dibandingkan kelompok etnis lain. Perempuan AfrikaAmerika 2,4
kali lebih mungkin menjalani histerektomi dan 6,8 kali lebih sering menjalani
miomektomi. Studi keluarga dengan sindrom fibroid menunjukkan kecenderungan
genetik untuk leiomioma. Sindrom paling penting adalah leiomiomatosis herediter
4

dan karsinoma sel ginjal, penyakit dominan autosom yang ditandai oleh leiomiomata
kulit dan uterus serta karsinoma sel ginjal papiler.1
3. Faktor reproduksi
Mehine, dkk. (2013) mencatat efek proteksi kehamilan pada perkembangan fibroid;
multiparitas (tiga atau lebih persalinan) mengurangi risiko fibroid hingga 5 kali lipat.
Hubungan antara paritas tinggi dan rendahnya prevalensi fibroid bisa karena fibroid
dapat menyebabkan infertilitas atau subfertilitas, sehingga paritas berkurang. Involusi
fisiologis postpartum rahim dapat menghilangkan fibroid atau mengurangi
ukurannya. Menyusui tidak banyak berpengaruh pada insiden fibroid.1
4. Faktor hormonal
Estradiol dan progesteron sangat penting untuk pertumbuhan fibroid. Aktivitas
ovarium penting untuk pertumbuhan fibroid, dan sebagian besar fibroid menyusut
setelah menopause. Hormon lutein (LH) berbagi reseptor dengan human chorionic
gonadotropin, dihipotesiskan bahwa selama status peri-menopause, peningkatan LH
dapat merangsang pertumbuhan fibroid.
Hubungan antara kontrasepsi oral dan fibroid belum sepenuhnya dipahami.
Penelitian menunjukkan insiden fibroid yang lebih tinggi, sama, atau lebih rendah di
antara pengguna dan bukan pengguna kontrasepsi oral kombinasi. Levonorgestrel
intrauterine system (LNG-IUS) mengurangi kehilangan darah menstruasi dan nyeri
haid, namun penggunaannya tidak dapat diprediksi mengurangi ukuran fibroid.1
5. Obesitas
Indeks massa tubuh (body mass index/ BMI) lebih tinggi berhubungan dengan
sedikit peningkatan risiko fibroid. Obesitas berperan meningkatkan konversi
androgen adrenal menjadi estron dan mengurangi produksi globulin pengikat hormon
seks di hepar/sex hormone binding globulin (SHBG), menghasilkan lebih banyak
estrogen bebas. Hanya ketebalan lemak preperitoneal dan viseral yang berhubungan
dengan fibroid, sedangkan ketebalan lemak subkutan tidak signifikan.
Obesitas sentral dapat meningkatkan resistensi insulin dan hiperinsulinemia.
Bersama hipertensi dan hiperlipidemia yang merupakan komponen sindrom
metabolik, menjadi faktor yang meningkatkan risiko fibroid. Penumpukan lemak
5

viseral sebagai jaringan yang aktif secara hormonal juga meningkatkan produksi
mediator inflamasi, kondisi ini merupakan faktor risiko fibroid.1
6. Gaya hidup
Faktor gaya hidup, seperti diet, konsumsi kafein dan alkohol, merokok, aktivitas
fisik, dan stres berpotensi membentuk dan menumbuhkan fibroid.2 Indeks massa
tubuh yang tinggi meningkatkan risiko fibroid pada perempuan premenopause.11
Vitamin A dan D adalah faktor pelindung potensial. Diet kaya buah-buahan dan
sayuran mengurangi risiko fibroid.1

II.5 Patofisiologi
Fibroid adalah hasil dari pertumbuhan jaringan otot polos rahim atau miometrium
yang tidak tepat. Pertumbuhan mereka tergantung pada kadar estrogen dan progesteron.
Patofisiologi yang mendasari tidak pasti.6
Setiap mioma uteri berasal dari progenitor miosit sel tunggal. Dengan demikian,
berbagai tumor uterus menunjukkannya masing-masing asal sitogenik. Beberapa defek
melibatkan kromosom 6, 7, 12, dan 14 dan beberapa berkorelasi dengan laju dan arah
pertumbuhan tumor. Beberapa mutasi genetik tertentu, termasuk gen MED12 dan
HMGA2, yang kurang umum adalah COLAA5-A6 atau gen FH, menyebabkan sebagian
besar mioma uteri. Dari gen tersebut, gen FH (Fumarate Hydratase) merupakan gen
mutasi yang langka tetapi dapat menyebabkan sindrom Hereditary Leimyomatasis dan
Renal Cell Cancer (HLRCC). Ini ditandai dengan kulit dan rahim leiomioma dan kanker
sel ginjal.9
Berdasarkan asalnya, miom uteri merupakan tumor yang sensitif terhadap estrogen
dan progesteron, sehingga mioma uteri tumbuh pada masa kehamilan. masa reproduksi.
Pada masa pascamenopause, mioma uteri umumnya mengecil dan jarang terjadi
pertumbuhan tumor baru. steroid seks di atas mungkin memiliki efek baik merangsang
atau menghambat transkripsi atau produksi faktor pertumbuhan sel.
Mioma uteri itu sendiri menciptakan lingkungan hiperestrogenik, yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan pemeliharaannya. Dibandingkan dengan miometrium normal sel,
sel dari myoma uteri memiliki kepadatan estrogen yang lebih tinggi reseptor, yang
6

membuat lebih banyak ikatan dari estradiol. Kemudian tumor ini juga mengubah lebih
sedikit estradiol menjadi estrone yang lebih lemah.
Mekanisme ketiga adalah banyaknya jumlah sitokrom P450 pada mioma uteri
dibandingkan dengan sel miosit normal, enzim spesifik ini mengkatalisasi konversi
androgen menjadi estrogen. Beberapa kondisi juga memberikan paparan estrogen terus
menerus yang memicu pembentukan mioma uteri. Misalnya di tempat tinggi Kondisi
BMI karena wanita gemuk akibat memproduksi lebih banyak estrogen untuk konversi
androgen menjadi estrogen dalam jaringan adiposa oleh aromatase. Wanita dengan
Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS) juga memiliki risiko lebih besar terkena mioma
uteri. Dari sekian banyak faktor, terapi hormon estrogen dan progesteron pada wanita
premenopause tidak memiliki banyak efek yang menginduksi pembentukan mioma uteri.
Merokok mengubah metabolisme estrogen dan menurunkan estrogen serum yang aktif
secara fisiologis. ini menjelaskan mengapa wanita yang merokok memiliki risiko lebih
rendah untuk berkembang mioma uteri 9
Selain estrogen, mioma uteri juga membawa lebih banyak reseptor progesteron
daripada miometrium di sekitarnya. Progesteron dianggap memiliki peran penting dalam
mitogen dalam pertumbuhan mioma uteri dan mempertahankan reseptor progesteron.
Jadi, sel proliferasi, akumulasi matriks ekstraseluler, hipertrofi seluler semuanya
mengarah pada pertumbuhan mioma uteri yang secara langsung dikendalikan oleh
progesteron dan dalam beberapa peran oleh estrogen. Hubungan ini dibuktikan dengan
pemberian anti progestin, atrofi terjadi pada sebagian besar mioma uteri9

II.6 Klasifikasi
Klasifikasi Mioma Berdasarkan lokasinya menurut International Federation of
Gynecology and Obstetric (FIGO), yaitu :
 Tipe 0 - merupakan pedunculated intracavitary myoma, tumor berada submukosa
dansebagian dalam rongga rahim
 Tipe 1 - merupakan tipe submukosa dengan < 50% bagian tumor berada di intramural
 Tipe 2 - tumor menyerang ≥ 50% intramural
 Tipe 3 - seluruh bagian tumor berada dalam dinding uterus yang berdekatan dengan
endometrium
7

 Tipe 4 - tipe tumor intramural yang lokasinya berada dalam miometrium


 Tipe 5 - tipe serosa dengan ≥ 50% bagian tumor berada pada intramural
 Tipe 6 - jenis subserosa yang mengenai < 50% intramural
 Tipe 7 - tipe pedunculated subserous
 Tipe 8 - kategori lain ditandai dengan pertumbuhan jaringan di luar miometrium
yangdisebut cervicalparasitic lesion1

Gambar 2.1:Klasifikasi Fibroid menurt FIGO1

Gambar 2.2:Klasifikasi Fibroid menurt FIGO1

Mioma intramural merupakan jenis yang paling banyak, sedangkan mioma submukosa
merupakan mioma paling jarang.10
8

1. Mioma submukosa
menempati lapisan di bawah endometrium dan menonjol ke
dalam (kavum uteri). Pengaruhnya pada vaskularisasi dan luas permukaan
endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan ire guler. Mioma jenis lain
meskipun dengan ukuran besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan,
tetapi mioma submukosa meski berukuran kecil sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan.
Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar melalui
ostium serviks. Yang harus diperhatikan dalam menangani mioma bertangkai
adalah kemungkinan terjadinya torsi dan nekrosis sehingga risiko infeksi
sangatlah tinggi.3
2. Mioma intramural atau insterstisial
adalah mioma yang berkembang di antara miometrium. Karena
pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai
yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma,
maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi
yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam
pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga
dapat menimbulkan keluhan miksi.3
3. Mioma subserosa
Mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus dan dapat bertumbuh ke arah
luar dan juga bertangkai. Mioma subserosa juga dapat menjadi parasit omentum
atau usus untuk vaskuiarisasi tambahan bagi pertumbuhannya.3
9

Gambar 2.3: Klasifikasi miom uteri berdasarkan lokasi11

II.7 Gejala Klinis


Gejala klinik hanya terjadi pada 35% - 50% penderita mioma. Hampir sebagian besar
penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya. Keluhan
penderita sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis mioma yang diderita. Berbagai
keluhan penderita dapat berupa:3,12
- Perdarahan uterus abnormal
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi pada
30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi
dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit untuk dikoreksi
dengan suplementasi zat besi. Perdarahan pada mioma submukosa seringkali
diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan
pembuluh darah di area tumor (terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas
tumor.
Tumor bertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis
endometrium akibat tarikan dan infeksi (vagina dan kaurm uteri terhubung oleh
tangkai yang keluar dari ostium serviks). Dismenorea dapat disebabkan oleh efek
tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal miometrium.
10

- Nyeri
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila kemudian
terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat
oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai
upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri yang dirasakan sebagai
nyeri abdomen. Gejala abdomen akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan
terjadinya infark atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti
peritonitis). Mioma yang besar dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi
untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terladi pada penderita mioma yang menekan
persyarafan yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.

- Efek penekanan
Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi tidaklah
mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ dengan mioma. Mioma
intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar. Parasitik
mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna perlekatannya dengan omentum
menyebabkan strangulasi usus. Mioma serviks dapat menyebabkan sekret
serosanguinea vaginal, perdarahan, dispareunia, dan infertilitas.
Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih
dan rektum. Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung mioma
terhadap kavum uteri.

- Infertil
Dalam literatur terdapat ulasan yang luas dan komprehensif, Pritts [18]
menunjukkan infertilitas itu hanya bisa disebabkan oleh mioma submukosa dan jarang
oleh mioma subserosa atau intramural kecuali jenis yang terakhir ini secara signifikan
mendistorsi rongga rahim. Infertil terjadi bila mioma mengisi rongga uterus sehingga
menyebabkan oklusi tuba, mengganggu kontraksi uterus, dan mengganggu proses
implantasi.
Faktor Fisik dan Perubahan Kontraksi Uterus Ukuran dan letak fibroid dapat
menghambat transpor sperma, sel telur, dan embrio. Frekuensi kontraksi uterus
11

meningkat pada fase folikuler awal dari fundus ke serviks, sedangkan pada fase peri-
ovulasi dan luteal, arahnya terbalik dari serviks ke fundus. Fibroid juga
mempengaruhi kontraktilitas miometrium dan menginduksi reaksi inflamasi kronis,
yang keduanya dapat menghambat implantasi.
Perubahan Faktor Implantasi Sitokin intrauterin pada kehamilan awal berperan
dalam implantasi dan perkembangan embrionik dini. Terdapat penurunan signifikan
kadar sitokin tertentu, terutama IL10 dan glikodelin, di fase midluteal perempuan
dengan fibroid submukosa. Glikodelin adalah faktor implantasi lain
yang telah dipelajari pada pasien fibroid. Glikodelin memiliki banyak sifat, termasuk
mempromosikan angiogenesis dan menekan sel pembunuh alami (NK). Kadar
glikodelin berkurang pada fase folikuler dan meningkat saat implantasi. Glikodelin
dan interleukin 10 (IL-10) secara signifikan berkurang pada kelompok fibroid.

II.8 Diagnosa
Sebagian besar wanita dengan fibroid (50% hingga 65%) tidak memiliki gejala klinis.
1. Anamnesa11
- perdarahan uterus abnormal adalah yang paling banyak terjadi Hal ini paling sering
disebabkan oleh fibroid submukosa menimpa rongga endometrium. Pendarahan yang
tidak normal biasanya muncul sebagai periode yang semakin berat dengan durasi yang
lebih lama (sebelumnya menorrhagia). Fibroid juga dapat menyebabkan
bercaksetelah berhubungan seksual (postcoital bercak), perdarahan di antara periode
(sebelumnya metrorrhagia), atau berat perdarahan tidak teratur (sebelumnya
menometrorrhagia).
- Kehilangan darah dari fibroid bisa menyebabkan anemia defisiensi besi kronis,
pusing, lemah, dan kelelahan.
- Secara umum, nyeri panggul biasanya bukan merupakan bagian dari kompleks gejala,
kecuali kompromi vaskular hadir. Ini paling umum di subserosal fibroid bertangkai.
- Pasien mungkin mengalami hal sekunder dismenore dengan menstruasi, terutama saat
berat dan/atau berkepanjangan perdarahan hadir.
- Gejala terkait tekanan (tekanan panggul, konstipasi, hidronefrosis, dan stasis vena)
bervariasi tergantung pada jumlah, ukuran, dan lokasi leiomioma. Jika fibroid
12

menimpa di dekatnya struktur, pasien mungkin mengeluh sembelit, frekuensi


kencing, atau bahkan retensi urin karena ruang di dalam panggul menjadi lebih padat.
- Fibroid submukosa dapat memengaruhi implantasi, plasentasi, dan berkelanjutan
kehamilan. Reseksi fibroid submukosa pada pasien yang didiagnosis dengan
infertilitas tidak menyebabkan peningkatan tingkat konsepsi. intramural dan
subserosa fibroid tidak mungkin mempengaruhi pembuahan atau keguguran, kecuali
jika beberapa fibroid hadir. Sebagian besar wanita dengan fibroid, Namun, dapat
hamil tanpa kesulitan. Ketika fibroid banyak, besar (5 sampai 10 cm), atau terletak di
belakang plasenta, mereka mungkin berkontribusi terhadap peningkatan angka
persalinan prematur dan melahirkan, janin malpresentasi, persalinan disfungsional,
dan sesar. Antepartum dan tingkat komplikasi intrapartum adalah 10% sampai 40%.

Gambar 2.4: Gejala Klinis miom uteri11

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dapat berupa pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan pelvik.


Pada pemeriksaan abdomen, uterus yang besar dapat dipalpasi pada abdomen.
Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan
adanya perubahan degeneratif. Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor
umumnya rata. Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan
tumor dapat terbatas atau bebas. Pada pemeriksaan pelvis, serviks biasanya
normal, namun pada keadaan tertentu mioma submukosa yang bertangkai dapat
13

mengakibatkan dilatasi serviks dan terlihat pada ostium servikalis. Uterus


cenderung membesar tidak beraturan dan noduler. Perlunakan tergantung pada
derajat degenerasi dan kerusakan vaskular. Uterus sering dapat digerakkan, kecuali
apabila terdapat keadaan patologik pada adneksa. Pemeriksaan ginekologik
dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim
atau mengisi kavum Douglasi.13

3. Pemeriksaan penunjang
Pelvic ultrasound adalah cara diagnosis yang paling disarankan. Fibroid bisa dilihat
sebagai daerah hypoechogenicity antara miometrium normal. HSG, sonogram infus
saline (sonohysterogram), dan histeroskopi adalah alat tambahan untuk pencitraan
lokasi dan ukuran fibroid rahim. alat ini dapat berharga dalam mengidentifikasi
fibroid submukosa dan dalam membedakan fibroid dari polip di dalam rongga rahim.
MRI sangat membantu dalam membedakan fibroid dari adenomyosis serta untuk
bedah perencanaan.11

a. Ultrasnography
Ultrasonografi panggul adalah modalitas pencitraan lini pertama dalam
deteksi dan evaluasi fibroid rahim. USG panggul dapat digunakan untuk
konfirmasi mioma uteri. Mungkin ada area acoustic "shadowing" di tengah pola
miometrium yang normal, dan mungkin ada menjadi garis endometrium yang
terdistorsi. Seringkali, massa bulat diidentifikasi di dalamny miometrium.
Kadang-kadang, komponen kistik dapat dilihat sebagai daerah hypoechogenic dan
konsisten dalam penampilan dengan mioma mengalami degenerasi. Struktur
adneksa, termasuk ovarium, adalah biasanya dapat diidentifikasi secara terpisah
dari massa ini.4,14
Ultrasonografi Doppler mungkin bermanfaat dalam situasi khusus untuk
menilai vaskularisasi. USG transvaginal Doppler warna dapat
mengetahui aliran darah uterus dan suplai arteri fibroid uterus. Fibroid yang
nekrotik atau telah mengalami torsi akan menunjukkan kurangnya aliran darah.
Gambaran vaskularitas uterus tergantung pada beberapa faktor seperti sensitivitas
14

alat dan usia serta paritas pasien. Pada perempuan usia subur, terdapat pembuluh
miometrium dan pembuluh spiral di dalam endometrium selama fase luteal, relatif
hipovaskular pada perempuan pasca-menopause1

Gambar 2.5: Gambaran Ultrasonografi fibroid1

b. MRI
Tomografi aksial terkomputerisasi dan pencitraan resonansi magnetik
(MRI) mungkin berguna dalam mengevaluasi mioma yang sangat besar ketika
ultrasonografi mungkin tidak mencirikan mioma besar dengan baik.4
c. Hysteroscopy
Histeroskopi dapat digunakan untuk mengevaluasi rahim yang membesar
secara langsung memvisualisasikan rongga endometrium. Meskipun khasiat
histeroskopi reseksi (pengangkatan) submukosa mioma telah didokumentasikan,
tindak lanjut jangka panjang menunjukkan bahwa hingga 20% pasien
memerlukan perawatan tambahan selama 10 tahun berikutnya bertahun-tahun.4
15

II.9 Diagnosa Banding

Gambar 2.6: Diagnosa Banding miom uteri11


II.10Penatalaksanaan
Sebagian besar kasus fibroid rahim tidak memerlukan pengobatan. Namun,
diagnosis leiomyoma harus tegas. Massa panggul lainnya harus disingkirkan, dan pasien
dengan fibroid yang tumbuh aktif harus diikuti setiap 6 bulan untuk memantau ukuran
dan pertumbuhan. Ketika leiomioma menyebabkan nyeri hebat, perdarahan berat atau
tidak teratur, infertilitas, atau gejala tekanan, pengobatan harus dipertimbangkan. Kapan
fibroid menunjukkan bukti pascamenopause atau pertumbuhan yang sangat cepat,
pengawasan harus dimulai, dan pengobatan harus dipertimbangkan. Pilihan pengobatan
tergantung pada usia pasien, status kehamilan, keinginan untuk kehamilan berikutnya,
dan ukuran serta lokasi fibroid.11
16

Ada beberapa terapi medis untuk gejala leiomioma (Tabel 14-4). Pilihan
nonhormonal, yang meliputi obat antiinflamasi nonsteroid dan antifibrinolitik (asam
traneksamat), terbatas untuk mengobati gejala dismenore, perdarahan berat atau
berkepanjangan, dan Anemia11
Opsi hormonal termasuk OCP gabungan, progestin (medroxyprogesterone acetate,
Mirena intrauterine device (IUD), dan norethindrone acetate), mifepristone, steroid
androgenik (danazol dan gestrinone), dan agonis hormon pelepas gonadotropin (GnRH)
(nafarelin asetat, depot leuprolida asetat, dan goserelin asetat). Seperti dengan pilihan
pengobatan nonhormonal, pilihan hormonal terbatas pada pengobatan dismenore dan
perdarahan abnormal kecuali GnRH agonis. Agonis GnRH telah ditemukan untuk
mengecilkan fibroid dan penurunan perdarahan dengan menurunkan kadar estrogen yang
bersirkulasi. Sayangnya, tumor biasanya melanjutkan pertumbuhan setelah obat
dihentikan. Untuk wanita mendekati menopause, perawatan ini dapat digunakan sebagai
tindakan sementara sampai estrogen endogen mereka sendiri menurun secara alami.
Begitu juga dengan GnRH agonis dapat digunakan untuk mengecilkan ukuran fibroid,
menghentikan pendarahan, dan meningkatkan hematokrit sebelum perawatan bedah
fibroid rahim.11

Gambar 2.7: Terapi medical miom uteri11


17

Gambar 2.8: Alogaritma terapi miom uteri15

a. Expectant management (terapi yang diharapkan)


Studi pencitraan prospektif menunjukkan bahwa 3% sampai 7% dari fibroid yang
tidak diobati pada wanita premenopause mengalami kemunduran 6 bulan sampai 3
tahun. Sebagian besar wanita mengalami penyusutan fibroid dan menghilang saat
menopause; oleh karena itu, tergantung pada tingkat keparahan gejala. Wanita yang
mendekati menopause dapat memilih untuk menunggu awal menopause sebelum
memutuskan tindakan.
Terapi penggantian hormon pascamenopause tidak dikontraindikasikan dengan
adanya fibroid dan tidak tidak menyebabkan perkembangan fibroid baru, meskipun
mungkin terkait dengan beberapa pertumbuhan mioma, yang mungkin dalam
gilirannya menimbulkan gejala klinis. Dalam kasus di mana rahim sesuai atau lebih
besar dari rahim gravid pada usia kehamilan 14 minggu, manajemen medis dan bedah
fibroid harus didiskusikan dan ditawarkan sebagai alternatif untuk manajemen hamil.
Dengan penuh harap manajemen jadwal evaluasi tahunan periodik diikuti untuk
memantau perkembangan di ukuran atau jumlah fibroid.15
18

b. Terapi definitif
Perawatan harus individual dan berdasarkan gejala, ukuran, dan lokasi fibroid. Usia
pasien, pelestarian kesuburan atau rahim, ketersediaan terapi, dan pengalaman terapis
harus diperhitungkan saat memutuskan terapi. Fibroid simtomatik dapat diobati
secara medis, pembedahan, atau dengan kombinasi dari keduanya.14
c. Medical
Terapi medis bertindak dengan mengendalikan gejala, mengurangi volume fibroid,
dan mengurangi kehilangan darah menstruasi. Sejak peningkatan regulasi estrogen
pada reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesteron (PRs) selama fase folikuler
diikuti oleh progesteron yang diinduksi mitogenesis selama fase luteal, manajemen
medis fibroid rahim melibatkan penggunaan terapi hormonal untuk fibroid rahim juga
untuk mengendalikan perdarahan uterus.
Manajemen medis tradisional untuk gejala terkait fibroid adalah dengan obat
antiinflamasi nonsteroid dan asam traneksamat, kontrasepsi oral kombinasi,
levonorgestrel melepaskan sistem intrauterin, progestin, dan agonis hormon pelepas
gonadotropin (GnRHa) dan danazol. Baru-baru ini, kelas obat baru telah tersedia
untuk pengobatan fibroid, modulator reseptor progesteron selektif (SPRMs).14

- Selective progesterone receptor modulators (SPRMs)


Karena progesteron sangat penting untuk pertumbuhan fibroid, antagonis
progesteron dan/atau PRM sekarang memiliki peran penting dalam pengelolaan
fibroid. SPRM adalah reseptor progesteron ligan yang memiliki efek agonis,
antagonis, parsial, atau campuran pada target progesteron jaringan. SPRM seperti
ulipristal asetat (UPA), mifepristone, asoprisnil, dan telapristone asetat telah diselidiki
dalam berbagai percobaan. Semua agen ini dilaporkan menurun ukuran leiomioma
dan mengurangi perdarahan uterus dengan cara yang tergantung dosis. Keuntungan
potensial dari SPRM termasuk mempertahankan kesuburan pada wanita yang
mengalami penundaan melahirkan anak, memberikan bantuan gejala pada wanita
menjelang menopause, mencegah perlunya operasi pada wanita dengan fibroid
simtomatik, memungkinkan untuk perawatan kesuburan dan mencegah kekambuhan
fibroid setelah operasi.14
19

- Ulipristal acetate
Ulipristal asetat, SPRM sintetik yang aktif secara oral, memiliki progesteron parsial
spesifik jaringan efek antagonis. UPA telah direkomendasikan untuk indikasi berikut:
 Perawatan pra operasi untuk wanita dengan fibroid berdiameter 3 cm atau lebih
 Perawatan intermiten pada wanita yang tidak memenuhi syarat untuk operasi,
misalnya di mana risiko operasi lebih besar daripada manfaatnya atau jika wanita
tersebut menolak perawatan bedah.14,15

Kemanjuran klinis dan keamanan UPA, baik yang berkaitan dengan administrasi
pra operasi maupun juga dengan administrasi intermiten sebagai pengobatan jangka
panjang untuk pasien dengan gejala fibroid rahim, telah ditunjukkan dalam beberapa
studi klinis. UPA dapat digunakan dalam dosis 5 mg hingga 4 kursus pada wanita
dengan perdarahan menstruasi berat dan fibroid berdiameter 3 cm atau lebih
Pengobatan fibroid jangka panjang intermiten dengan UPA memiliki keunggulan
cepat dan andal kontrol perdarahan, pengurangan ukuran fibroid, dan perbaikan
gejala bahwa dalam banyak kasus, dapat mencegah histerektomi atau enukleasi
fibroid.28 Selain UPA juga telah dilaporkan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dengan fibroid.14,15

Bukti klinis dan penggunaan


Ulipristal asetat dalam dosis 5 mg setiap hari selama 13 minggu telah terbukti
efektif dalam menurunkan baik intensitas perdarahan maupun ukuran fibroid rahim.
Medis rejimen UPA memiliki 13 minggu terapi dianggap sebagai kursus tunggal.

- Mifepriston
Mifepristone adalah modulator reseptor progesteron yang hampir murni bersifat
antagonis sifat dan dapat langsung menurunkan reseptor progesteron di miometrium
dan leiomyoma. Mifepristone telah dievaluasi untuk pengurangan gejala pada fibroid
di wanita perimenopause dengan perbaikan yang cukup besar dalam gejala yang
diamati.
20

Bukti klinis dan penggunaan


Dimulai dengan dosis 25 mg setiap hari selama 3 bulan, dosis pemeliharaan adalah
10 mg setiap hari direkomendasikan setelahnya. Pengurangan ukuran mioma yang
signifikan secara statistik diamati. Setelah perawatan dihentikan pada wanita
perimenopause, gejalanya mereda sepenuhnya dan mereka memiliki transisi yang
mulus menuju menopause, sedangkan gejalanya kembali pada mereka yang berusia
lanjut 40–45 tahun.
Mifepristone adalah obat yang menjanjikan untuk penatalaksanaan konservatif
leiomyomata, terutama pada usia perimenopause Studi lain menunjukkan bahwa,
dibandingkan dengan asam traneksamik dan asam mefanemik, mifepristone yang
diberikan dalam dosis dua mingguan ternyata aman, manjur, dan hemat biaya untuk
pengelolaan mioma uteri. Enam bulan pengobatan dengan mifepristone menghasilkan
perbaikan klinis yang nyata; pengurangan ukuran sebesar 36,99% dalam intramural
dan 39,39% pada fibroid submukosa.14,15

- GnRH analogues
Agonis GnRH telah digunakan sebelum operasi dalam manajemen fibroid. Namun
karena profil efek samping, dengan keluhan klimakterik dan berkurangnya kepadatan
tulang, hanya mereka telah digunakan selama periode singkat 3 sampai 6 bulan.

Bukti klinis dan penggunaan


Mengikuti pengobatan dengan GnRH-agonist goserelin selama 3 bulan sebelum
bedah miomektomi, pengurangan 35% diamati setelah 4 minggu pada 81% kasus, dan
setelah 8 minggu pada semua kasus.
Review Cochrane dari 21 RCT menunjukkan bahwa penggunaan GnRHa selama
3-4 bulan sebelum operasi fibroid mengurangi volume rahim dan ukuran fibroid.
Dibandingkan tanpa perawatan sebelum histerektomi, agonis GnRH bermanfaat
dalam koreksi besi pra-operasi anemia defisiensi, serta dalam mengurangi kehilangan
darah intra-operatif dan waktu operasi, meningkat nilai hemoglobin dan hematokrit
pasca operasi, dan penurunan komplikasi pasca operasi dan lama tinggal di rumah
sakit. Mereka juga meningkatkan proporsi histerektomi yang dilakukan pervaginam
21

daripada perut dan menurunkan proporsi sayatan vertikal dibandingkan tanpa


pengobatan.14,15

- Aromatase inhibitors
Sel miometrium mengekspresikan aromatase P450 dan mensintesis estradiol yang
cukup untuk mempercepat pertumbuhan sel sendiri. Inhibitor aromatase memblokir
aktivitas aromatase dan pertumbuhan leiomyomata. Letrozole, penghambat
aromatase, menghambat konversi androgen menjadi estrogen.

Bukti klinis dan penggunaan


Letrozole telah dilaporkan secara signifikan mengurangi ukuran dan volume
mioma dan juga memperbaiki gejala yang terkait. Letrozole 2,5 mg sehari selama 12
minggu diberikan pada wanita premenopause berusia antara 30 dan 55 tahun dengan
gejala menstruasi atau tekanan dan memiliki mioma intrauterin tunggal berukuran 4
cm, dengan atau tanpa satu atau lebih tambahan myomata masing-masing berukuran
2 cm atau kurang. Ukuran rata-rata mioma diamati berkurang dari 5,4±1,3 cm menjadi
4,3±0,9 cm (p<0,05) dan volume mioma menunjukkan penurunan sebesar 52,45%
(p=0,00) pada akhir 3 bulan. Skor gejala menunjukkan peningkatan yang signifikan
bertahan hingga 3 bulan setelah penghentian terapi.14,15

- Levonorgestrel-releasing intrauterine system


Tidak ada uji coba acak yang mengevaluasi penggunaan intrauterin yang
melepaskan levonorgestrel system (LNG IUS) untuk pengobatan menorrhagia terkait
dengan leiomioma uterus. Studi observasi dan tinjauan sistematis telah menunjukkan
pengurangan volume uterus dan perdarahan dan peningkatan hematokrit setelah
penempatan. Perawatan ini juga menyediakan kontrasepsi bagi wanita yang tidak
menginginkan kehamilan. LNG IUS tidak direkomendasikan di adanya leiomioma
intrakaviter yang dapat dilakukan reseksi histeroskopi.14,15
22

- Combined oral contraceptives (COCs)


Kontrasepsi hormonal kombinasi membantu mengontrol perdarahan menstruasi,
tetapi tidak mengurangi ukuran fibroid. Bukti mengenai penggunaan KPK sebagai
pengobatan untuk wanita dengan gejala fibroid sangat langka dan berkualitas
rendah.14,15

- Antifibrinolytic agents
Asam traneksamat merupakan agen antifibrinolitik berguna dalam pengobatan
berat idiopatik perdarahan menstruasi, tetapi belum dipelajari dengan baik pada
menstruasi berat terkait leiomioma berdarah.14

- NSAID
Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) belum banyak dipelajari di perdarahan
menstruasi berat terkait leiomioma. Mereka dapat berguna dalam populasi ini karena
mereka mengurangi nyeri haid.
Kontrasepsi oral kombinasi, asam traneksamat, dan NSAID digunakan sebagai
simtomatik pengobatan untuk mengurangi perdarahan dan dismenore.14

- Androgen (Danazol)
Danazol secara kimia terkait dengan 17-α etinil testosteron. Ini bersaing dengan
androgen alami, progesteron, dan glukokortikoid dalam pengikatan reseptor dan
bertindak berbeda tingkat hipotalamus-hipofisis-ovarium-rahim sumbu. Selain efek
androgeniknya, itu juga menurunkan kadar estrogen dengan menekan sekresi
gonadotropin pada tingkat hipotalamus dan menghambat ovarium steroidogenesis.
Danazol telah dikaitkan dengan penurunan volume fibroid dalam urutan 20%
sampai 25%.71 Meskipun penggunaan danazol untuk penyusutan fibroid rahim telah
dijelaskan dalam studi kohort, tinjauan sistematis tidak menemukan percobaan acak
yang membandingkan kemanjurannya dengan plasebo atau perawatan lainnya.
Meskipun respon jangka panjang terhadap danazol sederhana, itu mungkin
menawarkan keuntungan dalam mengurangi mioma terkait perdarahan menstruasi
berat.14
23

d. Pembedahan

Gambar 2.9: Indikasi terapi pembedahan11

Histerektomi adalah pengobatan definitif untuk leiomioma. Vagina dan


histerektomi laparoskopi dapat dilakukan untuk mioma kecil, dan histerektomi perut
umumnya diperlukan untuk mioma besar atau multipel. Jika ovarium sakit atau suplai
darah rusak, maka ooforektomi juga harus dilakukan. Kalau tidak, ovarium
seharusnya diawetkan pada wanita yang lebih muda dari 65 tahun dengan ovarium
yang tampak normal. Karena potensi perdarahan (karena peningkatan suplai darah),
intervensi bedah harus dihindari selama kehamilan, meskipun miomektomi atau
histerektomi mungkin diperlukan di beberapa titik setelah melahirkan.
Wanita yang menjalani miomektomi invasif minimal dan histerektomi yang
memanfaatkan kekuatan morselasi untuk mengeluarkan spesimen risiko kecil
penyebaran sarkoma uterus yang tidak terdiagnosis termasuk leiomyosarkoma. Untuk
alasan ini, American College of Obstetricians dan Ginekolog (ACOG) mengeluarkan
laporan khusus yang menekankan pentingnya konseling pasien, informed consent,
dan evaluasi pra operasi pasien sebelum menjalani prosedur menggunakan
intraperitoneal power morcellation. 11,14,15

- Ablasi Endometrium.
Ablasi Endometrium merupakan alternatif untuk pembedahan pada pasien yang
keluhan utamanya adalah pendarahan berat atau abnormal. Ada risiko yang lebih
besar dari prosedur yang gagal dengan fibroid submukosa karena menyebabkan
24

gangguan rongga rahim dan dapat mencegah kauterisasi yang tepat dari seluruh
endometrium.15

- Embolisasi Arteri Rahim (Uterine Artery Embolization.)


Pendekatan minimal invasif bagi mereka yang ingin menjaga kesuburan. Teknik ini
bekerja dengan mengurangi suplai darah total ke rahim, sehingga mengurangi aliran
ke fibroid dan meminimalkan gejala perdarahan. Prosedur ini telah terbukti efektif
dalam mengendalikan menorrhagia.

- Miomektomi
Pilihan bedah invasif bagi mereka yang menginginkan pelestarian kesuburan.
kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.Tidak ada uji coba terkontrol
acak besar yang menunjukkan bahwa miomektomi dapat meningkatkan kesuburan
pasien. Selain itu, hasilnya sangat bergantung pada lokasi dan ukuran fibroid. Namun
demikian, ini bisa menjadi pilihan pengobatan yang efektif bagi mereka yang ingin
menghindari histerektomi.15
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun
dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan laparotomi adalah lapangan
pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang
mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera.
Namun pada miomektomi dengan laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar,
sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa
penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum
yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan
paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul
perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit, dan perdarahan.
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma
yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi.
Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat
25

dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi
sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan,
trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, rectum, serta perdarahan. Sampai
saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita
dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.14,15

- Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan
terpilih. Tetap menjadi pengobatan definitif untuk fibroid. Direkomendasikan

untuk pasien berusia di atas 40 tahun dan tidak berencana memiliki anak lagi.8ciki
Histerektomi dapat dilakukan dengan metode laparotomi, mini laparotomi, dan
laparoskopi. Histerektomi vagina lebih dipilih karena komplikasi lebih rendah
serta durasi hospitalisasi lebih singkat.
Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus.
Histerektomi dilakukan apabila didapati keluhan menorhagia, metrorhagia,
keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan
12-14 minggu. Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal
(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal
hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomym STAH). Masing-
masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk
menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak,
trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan
STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma
serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada pangkal
vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan paska
operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi tidak
melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
26

diminimalisasi. Tindakan histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas


operasi pada dinding abdomen, sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik.
Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal, dan
masa penyembuhan lebih cepat dibanding histerektomi abdominal.14,15

II.11Komplikasi
Meskipun dampak pasti fibroid pada kesuburan tidak diketahui, ada korelasi yang
jelas antara fibroid dan infertilitas yang bergantung pada lokasi dan ukuran fibroid.
Penelitian oleh Pritts et al. menunjukkan bahwa fibroid submukosa mengakibatkan
penurunan tingkat implantasi dan kehamilan serta peningkatan tingkat keguguran spontan
karena distorsi endometrium mereka. Namun baru-baru ini, Purohit dan Vigneswaran
menyatakan bahwa penelitian ini tidak menunjukkan bukti yang menunjukkan bahwa
fibroid subserosal berpengaruh pada kesuburan.Komplikasi lain termasuk anemia, nyeri
panggul kronis, dan disfungsi seksual. 6

II.12 Prognosis
Fibroid dapat menjadi diagnosis yang rumit untuk ditangani oleh pasien mana pun
yang menginginkan kehamilan, mungkin memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan
atau memiliki salah satu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yang terkait dengan
penyakit tersebut. Sementara terapi hormon dan anti-inflamasi dapat membantu
memperlambat perkembangan fibroid, penekanannya adalah pada peningkatan hasil
dengan prosedur invasif minimal dan mempertahankan kesuburan. 6
Prognosis mioma asimptomatis umumnya baik karena tumor akan mengecil dalam
6 bulan sampai 3 tahun, terutama saat menopause. Mioma simptomatis sebagian besar
berhasil ditangani dengan pembedahan tetapi rekurensi dapat terjadi pada 15 – 33%
pasca-tindakan miomektomi. Setelah 5 – 10 tahun, 10% pasien akhirnya menjalani
histerektomi. Pasca-embolisasi, tingkat kekambuhan mencapai 15 – 33% kasus dalam
18 bulan sampai 5 tahun setelah tindakan. Konsepsi spontan dapat terjadi pasca-
miomektomi atau setelah radioterapi. Pada penelitian retrospektif, kejadian sectio
caesaria meningkat pada wanita hamil dengan mioma uteri karena kejadian
malpresentasi janin, ketuban pecah dini, prematuritas, dan kematian janin dalam
27

kandungan. Mioma uteri bersifat jinak, risiko menjadi keganasan sangat rendah, hanya
sekitar 10 – 20% mioma berkembang menjadi leiomyosarcoma. Suatu studi
menyimpulkan bahwa transformasi maligna hanya terjadi pada 0,25% (1 dari 400 kasus)
wanita yang telah menjalani pembedahan. Keganasan umumnya dipicu oleh riwayat
radiasi pelvis, riwayat penggunaan tamoksifen, usia lebih dari 45 tahun, perdarahan
intratumor, penebalan endometrium, dan gambaran heterogen pada gambaran radiologis
MRI.6
BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Miom uteri (leiomioma uteri) merupakan tumor jinak akibat proliferasi lokal sel
otot polos myometrium yang dikelilingi oleh pseudokapsul dan disertai jaringan fibrosa.
Berdasarkan data epidemiologi mioma uteri paling sering terjadi pada perempuan usia
reproduktif, yaitu sekitar 20%-25% dengan faktor yang tidak diketahui secara pasti.
Kejadian lebih tinggi pada usia 35 tahun. Penyebab mioma uteri tidak diketahui secara
pasti. Mioma jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh
hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron, dan hanya bermanifestasi selama
usia reproduktif. Ada beberapa klasifikasi miom berdasarkan lokasinya dimana mioma
intramural merupakan jenis yang paling banyak, sedangkan mioma submukosa
merupakan mioma paling jarang. Hampir sebagian besar penderita tidak mengetahui
bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya. Keluhan penderita sangat tergantung pula
dari lokasi atau jenis mioma yang diderita. Berbagai keluhan penderita dapat berupa
Perdarahan uterus abnormal, nyeri, efek penekanan dan infertil. Miom uteri dapat
diterapi baik secara pengobatan hormonal dan non hormonal dan juga terapi
pembedahan. Terapi pembedahan yang disarankan ialah histerektomi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartoyo AT, Pangastuti N. Fibroid Uterus dan Infertilitas. Cermin Dunia Kedokt.
2022;49(3).

2. Joesapoetro magi. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2005.

3. Prawirohardjo sarwono. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2011.

4. Casanova R, Chuang A, Goepfert alice R, Huepchhen NA, Weiss PM, Beckmann CR., et
al. Obstetrics and Gynecology. Philadelphia: American College of Obstetricians and
Gynecologists; 2019.

5. Lubis P. Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri. CDK. 2020;47(3).

6. Barjon K, Mikhail L. Uterine Leiomyomata. Florida: StatPearls Publishing; 2021.

7. Alistair R. Uterine Fibroids-Whats new? Pubmed Cent. 2017;

8. Radmilla S. Epidemiology of uterine myomas: A Review. Intern J Fertil Steril. 2016;

9. Gofur N, Gofur A, Soesilaningtyas, Putri H, Kahdina M. Uterine Myoma, Risk Factor and
Pathophysiology: A Review Article. Clin Oncol. 2021;4(3):3–4.

10. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Persatuan Obstetri dan Ginekologi; 2006.

11. Callahan T, Caughey AB. Obstetrics and Ginecology. 7th ed. Philadelphia: Wolters
Kluwers; 2018.

12. Valle RF, Ekpo GE. Pathophysiology or uterine myomas and its clinical implications in
uterine myoma, myomectomy and minimally invasive treatments. Springer Int Publ Switz.
2015;(January).

13. Smith R. Netters’Obstetrics and Gynaecology. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2018.

14. Palshetkar N. First line Management in uterine fibroids. India: FOGSI; 2019.

15. SOGC Clinical oractic guideline. The Management of Uterine Leiomyomas. J Obstet
Gynaecol Canada. 2015;37(2).

29
30

Anda mungkin juga menyukai