Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mioma uteri, juga dikenal dengan leiomioma, fibromioma, atau fibroid, adalah
tumor jinak yang terdapat otot polos uterus dan jaringan ikat di sekitarnya. Tumor ini
paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang lebih 25%), namun
jarang ditemukan pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang
sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma ini
dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil.
Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah
hamil atau hanya hamil satu kali. Namun insiden tumor ini pada kehamilan mungkin
sekitar sekitar 2 persen. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga,
ras, kegemukan dan nullipara. Mioma belum pernah ditemukan sebelum terjadinya
menarkhe, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih
tumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita.
(Parker, 2007; Cunningham et al., 2012).
Gejala akibat mioma uteri terutama bergantung pada lokasinya. Tumor ini dapat
terletak tepat di bawah lapisan endometrium atau desidua di rongga uterus
(submukosa), tepat di bawah serosa uterus (subserosa), atau mungkin terbatas di
dalam miometrium (intramural). Sewaktu tumbuh, mioma intramural dapat
menghasilkan komponen subserosa dan submukosa, atau keduanya, yang signifikan.
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang efektif
belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri itu
sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas, namun morbiditas yang
ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma uteri dapat
menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan dapat
menyebabkan kesuburan rendah (Wiknjosastro, 2010).
Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik umumnya adalah tindakan operasi
yaitu histerektomi atau pada wanita yang ingin mempertahankan uterusnya,

1
miomektomi dapat menjadi pilihan. Namun pembedahan jarang dilakukan selama
kehamilan, tetapi insiden seksio sesarea pada kasus kehamilan dengan mioma uteri
sangat meningkat (Cunningham et al., 2012).

1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang mioma uteri dan perbandingan antara teori dengan kasus
nyata mioma uteri.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui teori tentang mioma uteri yang mencakup:
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Klasifikasi
e. Tanda dan Gejala
f. Diagnosis
g. Penatalaksanaan
h. Komplikasi
i. Prognosis
2. Mengetahui perbandingan antara teori dengan kasus nyata mioma uteri yang
terjadi di Ruang Mawar Nifas RSUD Abdul Wahab Syahranie.

1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran terutama
bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya tentang mioma uteri.

1.3.2. Manfaat bagi Pembaca


Makalah ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca mengenai
mioma uteri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

2
Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus
dan jaringan ikat yang menumpanginya. Dikenal juga dengan sebutan leiomioma,
fibromioma, atau fibroid (Cunningham et al., 2012). Secara makroskopis, mioma
uteri merupakan tumor dengan massa abu-abu putih, berkonsistensi padat dan
berbatas tegas (Kumar, Cotran & Robbins, 2007).

2.2. Epidemiologi
Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang
lebih 25%), namun jarang ditemukan pada wanita 20 tahun dan wanita post
menopause. Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk
perkembangan mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau
hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada
wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali. Namun insiden tumor ini
pada kehamilan mungkin sekitar sekitar 2 persen. Prevalensi meningkat apabila
ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara (Wiknjosastro, 2012).

2.3. Etiologi

Hal yang mendasari tentang penyebab mioma uteri belum diketahui secara
pasti, diduga merupakan penyakit multifaktorial. Namun terdapat beberapa hormon
yang mempengaruhi pertumbuhan dari tumor ini, yaitu:
1. Estrogen
Dengan adanya stimulasi estrogen, menyebabkan terjadinya proliferasi di
uterus, sehingga menyebabkan perkembangan yang berlebihan dari garis
endometrium, sehingga terjadilah pertumbuhan mioma. Mioma uteri dijumpai setelah
menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan
terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi
ovarium dan wanita dengan sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan
kehamilan, jumlah reseptor estrogen di miometrium normal berkurang. Pada mioma,

3
reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi
reseptor tersebut tertekan selama kehamilan.
2. Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus
menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan dua cara yaitu, mengaktifkan
17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
mioma.
3. Hormon Pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode ini memberi
kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara hormon pertumbuhan dan estrogen
(Flake, Andersen, & Dixon, 2003)

Faktor risiko terjadinya mioma uteri adalah sebagai berikut.


a. Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu
mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun.
Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Pada usia sebelum
menarke, kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan
turun pada usia menopause. Pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar
10%.

b. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
c. Obesitas

4
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim
aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh,
dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi dan
pertumbuhan mioma uteri .
d. Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya
perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali
hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak
pernah hamil atau hanya hamil satu kali.
e. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Kedua keadaan ini ada
kemungkinan dapat mempercepat pembesaran mioma uteri. Kehamilan dapat juga
mengurangi resiko mioma karena pada kehamilan hormon progesteron lebih dominan
(Flake, Andersen, & Dixon, 2003).

2.4. Klasifikasi
Mioma uteri berasal dari miometrium. Berdasarkan lokasinya di uterus dan
menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi menjadi 3 jenis, antara lain :
1. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis ini sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat
diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal
sebagai currete bump. Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip
atau mioma submukosa pedinkulata. Dengan pemeriksaan histeroskopi dapat
diketahui posisi tangkai tumor. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina,
dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah
mengalami torsi dan nekrosis sehingga risiko infeksi sangat tinggi. Pada beberapa

5
kasus penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses tersebut
(Wiknjosastro, 2012).
2. Mioma Intramural
Mioma yang berkembang di antara serabut miometrium. Bila di dalam dinding
rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-
benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan
uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke
atas, sehingga dapat menimbulkan gangguan miksi.
3. Mioma Subserosa
Mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa sehingga tumbuh ke arah luar
uterus. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum
menjadi mioma intraligamenter. Mioma jenis ini juga dapat menjadi parasit omentum
atau usus untuk vaskularisasi tambahan bagi pertumbuhannya (Wiknjosastro, 2012).

2.5. Tanda dan Gejala Klinis


Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma serta komplikasi yang terjadi. Hanya
dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya
tidak mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala
klasik dari mioma uteri. Gejala perdarahan yang paling sering adalah jenis mioma
submukosa, selain itu, penderita mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagian
bawah, serta nyeri pinggang. Kandung kemih, ureter, dan usus juga dapat terganggu
sehingga didapatkan keluhan disuri dan konstipasi (Goodwin & Spies, 2009).
1. Massa di Perut Bawah. Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau
benjolan di perut bagian bawah.
2. Perdarahan Abnormal Uterus.
Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan
terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang
menyebabkan terjadinya venule ectasia. Endometrium tidak dapat berkontraksi
optimal karena adanya mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat
menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.

6
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam
mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung
dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang
merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki
reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan
menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory
factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga
menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
3. Nyeri Perut.
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan,
pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan
dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang
bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan mual dan muntah. Pada
mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada pleksus
uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah.
4. Pressure Effects ( Efek Tekanan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-organ
di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk
dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung kencing, polakisuria
dan disuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urin. Bila berlarut-larut
dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar,
kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.
5. Infertilitas dan Abortus
Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau
menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan
terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri
karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan
implasntasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi

7
endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. Apabila penyebab
lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab infertilitas
tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi (Goodwin &
Spies, 2009; Cunningham et al, 2012).

2.6. Diagnosis
a. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya ada keluhan teraba massa
menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang serta adanya
riwayat perdarahan pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. Kadang juga
dikeluhkan perdarahan kontak.
b. Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemriksaan bimanual rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu
atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti
ini adalah bagian dari uterus (Cunningham et al., 2012).
c. Pemeriksaan penunjang
1) Temuan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang
mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan
polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga
akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan
balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal.
2) Imaging
a) Pemeriksaan dengan USG (Ultrasonografi) transabdominal dan transvaginal
bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal
terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar
baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas

8
menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas
kontur maupun pembesran uterus.
b) Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma
kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.
c) MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,
ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak
sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal.
MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas,
termasuk mioma (Parker, 2007).
Diagnosis banding mioma uteri adalah kehamilan, neoplasma ovarium, dan
adenomiosis (Cunningham et al., 2012).

2.7. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan,
tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan
10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu
diambil tindakan operasi.
b. Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan
mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa
masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog GnRHa
(Gonadotropin Realising Hormon Agonis), progesteron, danazol, gestrinon,
tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan
amantadine.
c. Operatif
Indikasi terapi operatif untuk mioma uteri menurut American College of
Obstetricians and Gynecologist (ACOG) adalah:
1) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif

9
2) Dugaan adanya keganasan
3) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4) Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
5) Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
6) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7) Anemia akibat perdarahan
Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri uterus.
1) Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma mioma
submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
2) Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih.
Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan
timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi dilakukan apabila didapati
keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius
dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu. Tindakan
histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada
beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi perabdominal dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan
subtotal abdominal hysterectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari
resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma
operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan
STAH kita meninggalkan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma
serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina
dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan paska operasi
di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan operasi
tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum
yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus
dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas
operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu

10
kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa
penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal (Parker, 2007).
3) Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah injeksi
arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya
akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri
setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan mioma dan pada UAE
tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya yang cepat (Goodwin &
Spies, 2009; Cunningham et al., 2012).

2.8. Komplikasi
Komplikasi mioma uteri yang dapat terjadi adalah degenerasi ganas dan torsi.
Degenerasi ganas mioma uteri dapat menjadi leiomiosarkoma. Keganasan umumnya
baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan
akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause. Selanjutnya, torsi (putaran tangkai)
dapat menjadi komplikasi pula. Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami,
timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian
terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut
tidak terjadi (Wiknjosastro, 2012).

2.9. Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Miomektomi
yang ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium atau menembus
endometrium. Mioma yang rekurens setelah miomektomi dapat terjadi (Cunningham
et al., 2012).

11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Anamnesa
a) Identitas Pasien
Nama : Nn. SH
Usia : 50 tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jalan Kartini, Samarinda
Masuk Rumah Sakit pada tanggal 19 Desember 2016, pukul 16.45 WITA
b) Keluhan Utama:
Nyeri bagian bawah abdomen hingga menembus ke bagian belakang sejak
satu setengah bulan yang lalu.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri bagian bawah abdomen hingga
menembus ke bagian belakang sejak satu setengah bulan yang lalu. Nyeri
seperti tertusuk dirasakan semakin hari semakin memberat terutama saat
beraktifitas. Keluhan menstruasi (-), perdarahan (-). BAB (+), BAK (+).
d) Riwayat Haid
Menarche pada usia 15 tahun, lama haid 7 hari, jumlah darah haid : ganti
pembalut 2-3 kali sehari.
e) Riwayat Pernikahan
Pasien Menikah 1 kali, menikah pertama usia 22 tahun. Lama usia pernikahan
dengan suami sekarang adalah 28 tahun

f) Riwayat Obstetri
N Tahun Tempat Umur Jenis Penolong BB Keadaan

12
anak
Kehamila Persalina Persalina
o Partus Partus sekaran
n n n
g
1 1991 Rumah Aterm Spontan Bidan 2900 Hidup

g) Riwayat Penyakit Dahulu


-
h) Riwayat Penyakit Keluarga
-
i) Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
-
3.2 Pemeriksaan Fisik
a) Berat badan : 63 kg
b) Tinggi badan : 151 cm
c) Keadaan umum : Sedang
d) Kesadaran : composmentis (E4V5M6)
e) Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 96 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36 0C
f) Status generalisata
Kepala / leher : mata cowong (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-)
Thorax
- Pulmo
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris dextra=sinistra
Palpasi : fremitus raba dextra=sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

13
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas kanan ICS 2 parasternal line dextra
batas kiri ICS V midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Ekstremitas : edema -/-, akral hangat (+)
g) Pemeriksaan ginekologi :
1) Inspeksi : Tampak masa di abdomen regio pubis, striae (-)
2) Palpasi : Teraba massa di abdomen region pubis,
terfiksir, padat dan berbatas tegas, nyeri tekan abdomen
regio pubis (+)
3) Inspekulo : Tidak dilakukan
4) Vaginal Tocher : Tidak dilakukan

3.3 Pemeriksaan Penunjang


- Dilakukan pemeriksaan USG
Didapatkan Kesan:
Lesi hiperechoic di fundus uteri mengesankan massa di uterus suspek
leiomioma
Kista ovarium dextra dengan diameter 1, 86 cm
- Laboratorium:
Hb : 12,8 mg/dl
L : 12.200
PLT : 445.000
HT : 37,0 %
BT : 2
CT : 10
GDS : 79
SGOT :18

14
Ca 125 :4,53
HbsAg : Non Reaktif
HIV/AIDS : Non Reaktif

3.4 Diagnosis di Ruangan


Mioma Uteri

3.5. Diagnosis Post Operatif


Mioma uteri + Kista Ovarium Dextra

3.6 Penatalaksanaan
Laparotomi dengan tindakan Histerektomi Total dan Salpingooforektomi
Dextra

3.7 Follow Up
Rencana tindakan dan
Tanggal Follow up
Penatalaksanaan
19/12/201 Menerima pasien dari IGD
6 S: Nyeri perut bagian bawah P:
16.45 tembus ke belakang. Asam mefenamat 3x500mg
O : KU Sedang, Komposmentis tablet
TD: 110/80 mmHg, HR: Biosanbe 1x1 tablet

80x/mnt
RR:18x/mnt, Temp: 35,8C
Teraba massa (+) dan nyeri
tekan (+) pada abdomen regio
supra pubis.
A : Mioma Uteri

15
20/12/201 S: Nyeri perut bagian bawah
6 tembus ke belakang.
08.00 O : KU Sedang, Komposmentis
TD: 120/80 mmHg, HR:
82x/mnt
RR:20x/mnt, Temp: 36C
A : Mioma Uteri
21/09/201 S: Nyeri perut bagian bawah P:
6 tembus ke belakang. Asam mefenamat 3x500 mg
08.00 O : KU Sedang, Komposmentis tablet
TD: 120/70 mmHg, HR: Rencana laparotomi tanggal

82x/mnt 16/9/2016
Persiapan usus:
RR:18x/mnt, Temp: 35,8C - Diet Bubur Kecap
Teraba massa (+) dan nyeri - Dulcolax sup II (jam

tekan (+) pada abdomen regio 22.00 WITA dan 05.00

supra pubis. WITA)

A : Mioma Uteri
22/9/2016 Pasien diantar ke OK Instalasi
09.00 Bedah Sentral
16.00 Pasien dipindahkan ke Ruang P:
IVFD Futrolit 20 tpm
Mawar
Drip Tramadol 3x1 amp dalam
S: Nyeri luka post op (+)
Futrolit 20 tpm
O : KU Sedang Inj. Ceftriaxone 2x1gram
TD: 110/80 mmHg, HR: Inj. Santagesic 3x1gram
Inj. Ranitidin 2x1 ampul IV
78x/mnt Cek DL post op
RR:20x/mnt, Temp: 36,5C Puasa sampai peristaltik (+),
Distensi abdomen (-), luka op flatus
tertutup kassa (+), rembes (-) Observasi tanda-tanda vital dan

A : Post Total Histerektomi + perdarahan

Salpingooforektomi Dextra atas


indikasi Mioma Uteri + Kista

16
Ovarium Dextra

23/10/201 S: Nyeri luka post op (+) P:


IVFD Futrolit 20 tpm
6 O : KU Sedang
Drip Tramadol 3x1 amp dalam
08.00 TD: 130/90 mmHg, HR:
Futrolit 20 tpm
78x/mnt Inj. Cefotaxime 2x1gram
RR:20x/mnt, Temp: 36,5C Inj. Santagesic 3x1gram
Inj. Ranitidin 2x1 ampul IV
Distensi abdomen (-), perkusi: Diet Bubur Tinggi Karbohidrat
timpani, Bising usus (+), luka op
Tinggi Protein
tertutup kassa (+), rembes (-)
A : Post Total Histerektomi +
Salpingooforektomi Dextra atas
indikasi Mioma Uteri + Kista
Ovarium Dextra
24/10/201 S: Nyeri luka post op (+) menurun P:
IVFD Futrolit 20 tpm
6 O : KU Sedang
Drip Tramadol 3x1 amp dalam
TD: 130/80 mmHg, HR:
Futrolit 20 tpm
80x/mnt Inj. Cefotaxime 2x1gram
RR:20x/mnt, Temp: 36,2C Inj. Santagesic 3x1gram
Inj. Ranitidin 2x1 ampul IV
A : Post Total Histerektomi + Diet Bubur Tinggi Karbohidrat
Salpingooforektomi Dextra atas
Tinggi Protein
indikasi Mioma Uteri + Kista
Ovarium Dextra

17
25/10/201 S: Nyeri luka post op (+) menurun P:
Aff venflon
6 O : KU baik
Cefadroxyl 3x500 mg tablet
08.00 TD: 130/90 mmHg, HR: Asam Mefenamat 3x500 mg
82x/mnt tablet
RR:20x/mnt, Temp: 36,1C Biosanbe 1x1 tablet
Pasien boleh pulang hari ini
Distensi abdomen (-), luka op
kering, rembes (-)
A : Post Total Histerektomi +
Salpingooforektomi Dextra atas
indikasi Mioma Uteri + Kista
Ovarium Dextra

18
Laporan Operasi:

Pembedah : dr. MP, Sp. OG

Anastesi : dr. T, Sp. An.

Jenis Operasi : Histerektomi Total dan Salpingooforektomi Dextra

Prosedur Operasi:
1. Pasien dibaringkan terlentang di meja operasi.
Dilakukan general anastesy.
2. Dilakukan anastesi dan disinfeksi.
3. Dilakukan insisi line mediana dinding abdomen, irisan
diperdalam.
4. Uterus membesar dengan ukuran 8x6x6 cm
- Ligamentum rotundum kanan kiri klem/gunting/ikat
- Ligamentum pelvia kanan, klem/ gunting/ ikat
- Vesica urinaria disisihkan

5. Dilakukan histerektomi total salphingo oophorektomi dextra


6. Peritoneum dijahit satu-satu
7. Kontrol perdarahan

HASIL PEMERIKSAAN PATOLOGI PASCA OPERASI

19
Makroskopis:
Diterima jaringan uterus ukuran 10x4, 5x3, 5 cm dengan adneksa ukuran 3x1x1 cm
terdapat massa putih pada adneksa ukuran 2,5x1x1 cm, pada irisan serviks terdapat
kista multilokuler berisi gel bening, terdapat massa putih padat ukuran 3,5 cm jarak
massa dengan dinding uterus terdekat 0,1 cm, terjauh 0,4 cm.

Mikroskopis:
I. Sediaan jaringan cervix dengan epitel berlapis pipih dan stroma jaringan ikat
yang diinfiltrasi sel-sel radang limfosit serta terlihat kelenjar-kelenjar
endoserviks yang berdilatasi.
II. Sediaan endometrium tanpa kelainan bermakna.
III. Sediaan jaringan terlihat proliferasi sel-sel otot polos dengan inti seperti
cerutu tersusun dalam pola kumparan dan interlacing.
IV. Kedua sediaan jaringan terlihat ovarium dengan kista-kista kecil dilapisi sel
lutein dengan area perdarahan.

Kesimpulan :
Tumor Uterus, operasi:
6. Servisitis kronik non spesifik
7. Kista retensi serviks uteri
8. Leiomyoma uteri
9. Kista lutein hemorrhagic ovarii

BAB IV
PEMBAHASAN

20
Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus
dan jaringan ikat yang menumpanginya. Dikenal juga dengan sebutan leiomioma,
fibromioma, atau fibroid. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 -
45 tahun, namun jarang ditemukan pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause.
Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma
ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil.
Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan
nullipara (Cunningham et al., 2012; Wiknjosastro, 2012).
Pada kasus ini pasien mengalami nyeri bagian bawah abdomen hingga
menembus ke bagian belakang sejak satu setengah bulan yang lalu. Nyeri seperti
tertusuk dirasakan semakin hari semakin memberat terutama saat beraktifitas.
Keluhan ini sesuai dengan salah satu dari beberapa gejala dari mioma uteri, yaitu
perdarahan uterus abnormal, rasa nyeri saat menstruasi, nyeri abdomen, nyeri
pinggang, serta gangguan miksi atau defekasi akibat efek penekanan tumor ke ureter,
vesika urinaria, dan rektum. Nyeri yang dirasakan pada pasien dengan mioma uteri
lebih banyak terjadi sebagai akibat dari proses degenerasi, infeksi torsio tangkai
mioma, atau kontraksi dari miometrium sebagai usaha untuk mengeluarkan mioma
uteri. Nyeri abdomen akut dapat terjadi bila torsio berlanjut menjadi infark atau
degenerasi merah yang mengiritasi peritoneum, sedangkan nyeri pinggang dapat
terjadi akibat tekanan mioma uteri terhadap persarafan yang berjalan pada tulang
pelvis. Selain itu, keluhan pada pasien dapat dipengaruhi oleh jenis mioma uteri yang
diderita.
Beberapa faktor risiko terjadinya mioma uteri adalah usia reproduktif, riwayat
keluarga yang menderita mioma uteri, obesitas, paritas yang rendah atau tidak pernah
hamil. Pada kasus ini ditemukan faktor risiko yaitu pasien hanya pernah hamil sekali
dan masih menstruasi sehingga stimulasi estrogen yang menyebabkan terjadinya
proliferasi di uterus pada mioma uteri masih dapat berlangsung.
Diagnosis pada kasus ini dapat ditegakkan melalui anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang. Beberapa kasus mioma dapat
ditemukan adanya massa padat yang berbatas tegas pada pemeriksaan palpasi

21
abdomen. Pada pemeriksaan bimanual dapat ditemukan massa padat, kenyal, teraba
licin. Pada kasus ini, teraba massa di abdomen regio suprapubis, ukuran diameter 6
cm, terfiksir, padat dan berbatas tegas. Pemeriksaan penunjang mioma uteri meliputi
pemeriksaan laboratorium, USG, Histeroskopi dan MRI. Pemeriksaan USG
dilakukan pada kasus ini, dan didapatkan kesan lesi hiperechoic di fundus uteri
mengesankan massa di uterus suspek leiomioma serta adanya kista ovarium dextra
dengan diameter 1, 86 cm.
Penanganan mioma uteri meliputi konservatif, pemberian medikamentosa dan
tindakan operatif. Pada kasus ini dilakukan penatalaksanaan operatif, yakni
histerektomi total, serta dilakukan salpingooforektomi dextra untuk penanganan kista
ovarium. Pada kasus ini dilakukan tindakan operatif atas indikasi keluhan nyeri yang
sangat mengganggu dan usia pasien yang lebih dari 35 tahun (Cunningham et al.,
2012).

BAB V
KESIMPULAN

22
1.
Mioma uteri, juga dikenal sebagai leiomioma uterus adalah tumor jinak pada
daerah rahim, yaitu otot rahim dan jaringan ikat di sekitarnya, terutama
merupakan tumor pada otot polos uterus.
2. Gejala akibat mioma uteri terutama bergantung pada lokasinya. Tumor ini dapat
terletak tepat di bawah lapisan endometrium atau desidua di rongga uterus
(submukosa), tepat di bawah serosa uterus (subserosa), atau mungkin terbatas di
dalam miometrium (intramural). Sewaktu tumbuh, mioma intramural dapat
menghasilkan komponen subserosa dan submukosa, atau keduanya, yang
signifikan.
3. Gejala mioma uteri berupa perdarahan uterus abnormal, rasa nyeri saat
menstruasi, nyeri pinggang, efek penekanan ke ureter, vesika urinaria, dan
rectum, serta infertilitas.
4. Terapi mioma simptomatik berupa analgesia dan observasi, dimana umumnya
gejala dan tanda akan mereda dalam beberapa hari. Pengobatan mioma uteri
dengan gejala klinik umumnya adalah tindakan operasi yaitu histerektomi
(pengangkatan rahim) atau pada wanita yan ingin mempertahankan
kesuburannya, miomektomi (pengangkatan mioma) dapat menjadi pilihan.

23

Anda mungkin juga menyukai