PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mioma uteri adalah tumor jinak yang tumbuh pada rahim.
Disebut fibromiomauteri, leiomioma, atau uterine fibroid dalam istilah kedokterannya. Mioma uteri
merupakan tumor kandungan yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadiannya lebih
tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri
antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen.(Dokterku
online, 19 Maret 2012, Novie Hediyani, diakses tanggal 27 Agustus 2012)
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa
mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus.
Penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori menyebutkan
pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah
reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya
sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia
reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada
pascamenopause) Sering kali mioma uteri membesar ke arah rongga rahim dan tumbuh keluar dari
mulut rahim. Ini yang sering disebut sebagai Myoma Geburt (Geburt berasal dari bahasa German
yang berarti lahir). Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada perabaan
memiliki konsistensi kenyal, berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-benjol seperti layaknya
tumor perut. Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5
kilogram atau lebih.
Mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan ginekologi rutin.Diagnosis mioma uteri
dicurigai bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi
sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Sedangkan untuk
pemeriksaan untuk mengetahui adanya mioma dapat dilakukan Ultrasonografi, Histeroskopi dan
MRI (Magnetic Resonance Imaging) yang Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi
mioma tetapi jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas kesehatan reproduksi dan mengetahui serta memahami tentang
penyakit mioma uteri.
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian mioma uteri
d) Mahasiswa mengetahui dan memahami pencegahan dan deteksi dini terhadap mioma uteri
C. Manfaat Penulisan
b) Mahasiswa mampu megetahui dan memahami pencegahan, deteksi dini, serta cara mengobati
mioma uteri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
a) Mioma uteri adalah tumor jinak yang tumbuh pada rahim. Disebutfibromioma uteri, leiomioma,
atauuterine fibroid dalam istilah kedokterannya. Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang
terbanyak pada organreproduksi wanita. (Dokterku online, 19 Maret 2012, Novie Hediyani, diakses
tanggal 27 Agustus 2012)
b) Mioma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalis. Mioma terdiri atas serabut –
serabut otot polos yang diselingi dengan untaian jaringan ikat dan dikelilingi kapsul yang tipis.
(LieweIIyn.j. 2002 Hal 263)
c) Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma,
ataupun fibroid. (Winkjosastro.H 2009, Hal 338)
d) Mioma Uteri adalah tumor jinak pada otot rahim, disertai jaringan ikat sehingga dapat dalam bentuk
padat, karena jaringan ikat dan otot rahimnya yang dominan(Manuaba I.B.G 2010 Hal 556).
2. Etiologi
Penyebab pasti dari mioma pada rahim masih belum diketahui secara jelas.Namun beberapa
penelitian mengatakan bahwa mioma muncul dari satu sel ganas yang berada diantara otot polos
dalam rahim. Selain itu adanya faktor keturunan sebagai penyebab mioma. Pertumbuhan dari
mioma uteri di duga berkaitan dengan hormon estrogen. Mioma menunjukkan pertumbuhan
maksimal selama masa reproduksi, ketika pengeluaran estrogen maksimal dan dapat bertambah
besar dengan cepat selama kehamilan dimana saat itu kadar estrogennya sangat tinggi. Tidak
didapatkan bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma namun diketahui
bahwa estrogen berpengaruh terhadap pertumbuhan mioma. (Artikel kesehatan, Zidane 6 april
2012 diakses tanggal 27 Agustus 2012).
Sering kali mioma uteri membesar ke arah rongga rahim dan tumbuh keluar dari mulut
rahim. Ini yang sering disebut sebagai Myoma Geburt (Geburt berasal dari bahasa German yang
berarti lahir). Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada perabaan memiliki
konsistensi kenyal, berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-benjol seperti layaknya tumor perut.
Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih.
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita
berusia lebih dari 40 tahun.Mioma menunjukkan pertumbuhan maksimal selama masa reproduksi
dimana saat itu kadar estrogen sangat tinggi. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara
35-45 tahun. Dan mengalami pengecilan pada saat menopause.
b. Paritas
lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum
diketahui apakahinfertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri
tinggi.Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada
yang menderita mioma.
d. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma
uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah
menopause.
a. Mioma submukosum : berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
c. Mioma subserosum : Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus, diliputi oleh serosa Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip.
5. Patofisiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari
mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom lengan 12q13-15.
1. Estrogen
b. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen.
c. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium.
d. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%),
perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium
(9,3%).
e. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
f. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron
(estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai
jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur
dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi
sinergistik antara HPL dan Estrogen.
a. Atrofi
Perubahan ini sering terjadi terutama pada usia lanjut tumor kehilangan struktur aslinya menjadi
homogen.
c. Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga
terbentuk ruang-ruang yang tidak teratur, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan
bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.
d. Degenerasi membatu
Terutama terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi.
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas degenerasi merah tampak khas apabila
terjadi pada kehamilan muda disertai dengan emesis,sedikit demam, kesakitan tumor pada uterus
membesar dan nyeri pada perabaan.
f. Degenerasi lemak
a) Lokasi
3) Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
b) Lapisan
Mioma Uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa
yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Mioma ini dapat menyebabkan torsi jika pertumbuhannya semakin
membesar.
2) Mioma Uteri Intramural
Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol sehingga bentuk uterus bertambah besar dan berubah. Tidak
memberikan dejala klinis yang berarti, kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah
perut sebelah bawah.
a. Perdarahan abnormal
ii. Persalinan prematuritas
1. Anamnesis
a. Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.
b. Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
a. USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan keadaan adnexa
dalam rongga pelvis.
b. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal
dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG
tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
c. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang
tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus, lebih lanjut uterus membesar dan
berbentuk tak teratur.
d. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi
ginjal dan perjalanan ureter.
e. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas.
10. Komplikasi
i. Perdarahan sampai terjadi anemia.
ii. Torsi tangkai mioma dari : mioma uteri subserosa dan mioma uteri submukosa.
iii. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
i. Infertilitas.
ii. Abortus.
iv. Inersia uteri.
vii. Retensi plasenta.
11. Diagnosis Banding
1. Kehamilan
2. Pseudosiesis
Terdapat Amonorhea, perut membesar tetapi uterus sebesar biasa, tanda tanda kehamilan dan
reaksi kehamilan negatif.
3. Kistoma Ovarii
Mungkin ada amenorrhea , perut penderita membesar tetapi ukuran uterus biasa.
Terdapat Amenorrhea. Umur wanita kira kira di atas 43 tahun. Uterus sebesar biasa, tanda tanda
kehamilan dan reaksi kehamilan negatif.
12. Pencegahan
a. Pada pemeriksaan fisik
mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan ginekologi rutin. Diagnosis mioma uteri dicurigai
bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit
untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.
b. Pemeriksaan penunjang
2. Histeroskopi Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya
kecil serta bertangkai. Pemeriksaan ini dapat berfungsi sebagai alat untuk penegakkan diagnosis dan
sekaligus untuk pengobatan karena dapat diangkat.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi
mioma tetapi jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
13. Penatalaksanaan
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan ukuran tumor, dan terbagi
atas :
1. Penanganan konservatif.
Bila mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
e. Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa
keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan
akan transfusi darah.
f. Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor
dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin.
a) Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan
masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya
karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini
seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan
diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan
endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.
b)Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki leiomioma
yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai
berikut:
Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan
olah pasien.
a. Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari.
e. Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
f. Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran
kemih.
c) Penanganan Radioterapi
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
d. Miomektomi
Jika pasien ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dapat di pilih miomektomi. Operasi ini
mengeluarkan semua mioma yang ditemukan dan membentuk kembali uterus. Pasien harus
menerima jika timbul masalah sewaktu melakukan miomektomi, ahli bedah dapat melanjutkan
dengan histerektomi. Setelah miomektomi, 40 persen wanita yang berkesempatan hamil akan hamil.
Yang bertentangan dengan fakta ini adalah pada 5 persen pasien. Mioma timbul kembali dan jumlah
wanita yang sama terus mengalami menoragia sehingga memerlukan penggunaan hormone, reseksi
histeroskopik atau histerektomi.
e) Laparaskopi
Satu atau beberapa mioma diangkat menggunakan tehnik laparaskopi atau endoskopi. Laparaskopi
dilakukan dengan cara insisi kecil pada dinding abdomen dan memasukkan laparaskop ke dalamnya.
f) Penanganan Radioterapi
(1) Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient)
(5) Tidak dilakukan pada wanita muda sebab dapat menyebabkan menopause. Maksud dari radioterapi
ialah untuk menghentikan perdarahan .
14. Perawatan operasi
(Uliyah M. 2008 Hal 237 – 239)
Pada malam hari sebelum operasi penderita diberi makanan yang mudah dicernakan, dan
sekurang-kurangnya 8 jam sebelumnya ia tidak diizinkan makan dan minum lagi. Supaya pada malam
itu klien bisa tidur dengan baik,.Sebelum operasi penderita perlu diberi klisma untuk mengosongkan
usus besar dan mengosongkan kandung kemih. Pemberian pramedikasi diatur oleh ahli anastesi.
Tanggung jawab untuk anastesi, kecuali untuk operasi kecil yang dilakukan dengan dengan
anastesi local, adalah dalam tangan ahli anastesi. Hal ini meringankan beban pembedah, sehingga ia
dapat memusatkan seluruh perhatian kepada operasinya. Dengan miomektomi, terutama diadakan
sayatan yang cukup panjang dan penderita berbaring dalam letak Trendelenburg, medan operasi
dapat dilihat dengan baik. Seorang yang melakukan operasi harus sanggup menangani perlukaan
pada usus, kandung kemih, dan ureter.
i. Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pascaoperasi.
ii. Luka
harus dikaji setelah operasi dan kemudian setiap hari selama masa pasca operasi sampai ibu
diperbolehkan pulang/dirujuk.
iii. Luka
mengeluarkan eksudat cair atau tembus ke pakaian, pembalutan luka harus diulang sebab bila
tidak kemungkinan luka terbuka.
iv. Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang sesuai dan tidak lengket.
Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi (PPO), maka pemberian cairan
perinfus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi
hipertermia, dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ lainnya.
Cairan yang diperlukan biasanya dekstrose 5-10%, garam fisiologis dan ringer laktat (RL)
secara bergantian. Jumlah tetesan tergantung pada keadaan dan kebutuhan, biasanya kira-kira 20
tetes permenit. Bila kadar hemoglobin darah rendah, berikan transfusi darah ataupacked-cell sesuai
dengan kebutuhan.
2) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus, lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Sebenarnya pemberian sedikit minuman sudah boleh
diberikan pada 6-10 jam pasca bedah berupa air putih atau air teh yang jumlahnya dapat dinaikkan
pada hari pertama dan kedua pasca bedah.
Setelah cairan infus dihentikan, berikan makanan bubur saring (MI), minuman air, buah dan
susu. Selanjutnya secara bertahap dibolehkan makan bubur (MII) dan akhirnya makanan biasa (MB).
Sejak boleh minum pada hari pertama, obat-obatan sudah boleh diberikan peroral.
Pemberian makanan rutin tersebut di atas akan berubah bila dijumpai komplikasi pada
saluran pencernaan seperti adanya kembung pada perut dan peristaltik usus yang kurang
sempurnaan.
3)Nyeri
Sejak penderita sadar, dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan di daerah operasi.
Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat diberikan obat-obatan antisakit dan penenang seperti
suntikan intramuskuler (IM) pethidin dengan dosis 100-150 mg atau morpin sebanyak 10-15 mg atau
secara perinfus atau obat-obatan lainnya. Dengan pemberian obat-obatan di atas penderita yang
kurang tenang dan gelisah akan merasa lebih tenteram.
4) Mobilisasi
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan
penderita. Kemajuan mobilisasi bergantung pula pada jenis-jenis operasi yang dilakukan dan
komplikasi yang mungkin dijumpai. Secara psikologis hal ini memberikan pula kepercayaaan pada
klien bahwa dia mulai sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada penderita
atau dan keluarganya yang menungguinya.
Miring ke kanan dan ke kiri sudah dapat dimulai 6-10 jam setelah penderita sadar. Latihan
pernapasan dapat dilakukan penderita sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada
hari kedua penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk untuk bernapas dalam-
dalam lalu menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan
pernapasan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri penderita bahwa ia mulai
pulih. Kemudian posisi tidur telentang dirubah menjadi setengah duduk (posisi semi fowler).
Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari penderita dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 pasca operasi.
Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli.Sebaliknya bila terlalu
dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi mobilisasi secara
teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat adalah yang paling dianjurkan.
5) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman pada penderita
dan menyebabkan perdarahan. Karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap (balon kateter)
yang terpasang 24 sampai 48 jam atau lebih lama lagi, tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita. Dengan cara ini urin dapat ditampung dan diukur dalam kantong plastik secara periodik.
Bila tidak dipasangi kateter yang tetap, dianjurkan untuk melakukan kateterisasi rutin kira-kira 12
jam pasca bedah kecuali bila penderita dapat berkemih sendiri sebanyak 100 cc.
6) Pemberian Obat-obatan :
Cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda di setiap institut, bahkan satu institut
pun masing-masing dokter mempunyai cara dan pemilihan yang berlainan.
Untuk mencegah perut kembung dan untuk memperlancar kerja saluran pencernaan dapat
diberikan obat-obatan secara suntikan dan peroral.
c. Obat-obatan lainnya
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan robaransia, obat anti
inflamasi atau bahkan transfusi darah pada penderita yang anemis.
7) Perawatan Rutin
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran adalah :
a) Tanda-tanda vital meliputi : Tekanan darah (TD), jumlah nadi permenit (N), frekuensi
pernapasan permenit (P), suhu badan (S)
8) Konsultasi
Pada keadaan dan kasus tertentu, selain kerja sama dengan unit anestesi, kadangkala
diperlukan konsultasi dengan disiplin lainnya.
Pada umumnya pengangkatan jahitan dilakukan pada hari ke-7 pasca operasi untuk sebagian
dan diselesaikan pada hari ke-10.
c. Komplikasi-komplikasi Pascaoperasi
Kompikasi-komplikasi yang mungkin timbul dalam masa ini ialah sebagai berikut :
1) Syok
Peristiwa ini terjadi karena insufisisiensi akut dari sistem sirkulasi dengan akibat sel-sel jaringan tidak
mendapat zat-zat makanan dan O2 dengan akibat terjadi kematian. Sebab-sebab syok antara lain
hemoragi, sepsis, neurogenik, kardiogenik, atau kombinasi antara bebagai sebab tersebut. Gejala-
gejalanya ialah nadi dan pernafasan meningkat, tensi menurun, oligouri, eksteremitas dan muka
dingin.
2) Hemoragi
Hemoragi dalam pascaoperasi timbul biasanya karena ikatan terlepas atau oleh karena usaha
penghentian darah kurang sempurna.
Kemungkinan infeksi saluran kencing selalu ada, salah satu penyebabnya adalah kateterisasi.
Gejalanya penderita panas dan sering kali menderita nyeri pada saat kencing, dan pemeriksaan air
kencing (yang dikeluarkan dengan kateter) mengandung leukosit dalam kelompok.
Sebab-sebab terbukanya luka jahitan operasi ialah luka tidak dijahit dengan sempurna, batuk atau
muntah keras, infeksi. Jika hal-hal tersebut ditemukan, harus waspada terhadap kemungkinan
terbukanya jahitan.
15. Prognosis
Prognosis baik jika ditemukan mioma berukuran kecil, tidak cenderung membesar dan tidak
memicu keluhan yang berarti, cukup dilakukan pemeriksaan rutin setiap 3-6 bulan sekali termasuk
pemeriksaan USG. 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam
bentuk apapun. Menopause dapat menghentikan pertumbuhan mioma uteri. Pengecilan tumor
sementara menggunakan obat-obatan GnRH analog dapat dilakukan, akan tetapi pada wanita
dengan hormon yang masih cukup (premenopause), mioma ini dapat membesar kembali setelah
obat-obatan ini dihentikan. Jika tumor membesar, timbul gejala penekanan, nyeri hebat, dan
perdarahan dari kemaluan yang terus menerus, tindakan operasi sebaiknya dilakukan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang sering terjadi pada wanita berusia lebih dari 35
tahun yaitu sekitar 20 hingga 30 persen Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-
apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Karenanya sangat
penting untuk melakukan deteksi pribadi secara dini untuk menghindari dan mencegah timbulnya
penyakit ini, kalaupun penyebabnya genetik pada keluarga paling tidak dapat di deteksi secara dini
sebelum penyakit ini bertambah hebat dan menyebabkan komplikasi yang serius bagi organ organ
disekelilingnya yakni dengan melakukan pemeriksaan ginekologis rutin dan USG, sedangkan
Histeroskopi dan MRI merupakan pilihan lain untuk hasil lebih akurat, namun dengan USG saja sudah
bisa dideteksi Mioma yang berkembang pada rahim seseorang.
B. Saran
1. Apabila seorang wanita mengalami perdarahan diluar siklus menstruasi dan mengalami nyeri
abdomen bagian bawah, maka sebaiknya segera memeriksakan diri ke petugas
kesehatan.Penegakan diagnosa untuk mioma uteri ditunjang dengan pemeriksaan USG. Pengkajian
data juga harus dilakukan lebih dalam dimana petugas kesehatan melakukan pendekatan kepada ibu
dan keluarga agar ditemukan data yang akurat, baik itu data subjektif maupun objektif, karena
dalam menentukan diagnosa sangatlah penting untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2. Sebagai petugas kesehatan khususnya seorang bidan, diharapkan senantiasa berupaya untuk
meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang lebih
profesional.
.
DAFTAR PUSTAKA
Hediyani,N(http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2011/05 /mioma-uteri.diakses tanggal
27 Agustus 2012)
Manuaba, I.B.G 2010, ilmu Kebidanan penyakit Kandungan dan KB untuk pendidikan Bidan, penerbit
buku Kedokteran EGC. Edisi II jakarta
Winkjosastro.H 2009.ilmu Kebidanan .Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Edisi IV. Jakarta
Manuaba, IBG 2001. Kapita Selekta penatalaksanaan rutin obstetri ginekologi dan KB. Penerbit buku
kedokteran EGC Jakarta
Simatupang, E.J, 2006. Penerapan unsur – unsur manajemen dalam praktek kebidanan. Awan indah.
Jakarta