Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mioma uteri adalah tumor jinak yang tumbuh pada rahim.
Disebut fibromiomauteri, leiomioma, atau uterine fibroid dalam istilah kedokterannya. Mioma uteri
merupakan tumor kandungan yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadiannya lebih
tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri
antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen.(Dokterku
online, 19 Maret 2012, Novie Hediyani, diakses tanggal 27 Agustus 2012)

Berdasarkan penelitian World health organisation (WHO) penyebab angka kematian ibu


karna mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 (1,95 %)  kasus dan tahun 2011 sebanyak 21 (2,04
%) kasus. (Penelitian who, 2010 diakses tanggal 13 Juli 2012)

Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa
mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus.

Penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori menyebutkan
pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah
reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya
sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia
reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada
pascamenopause) Sering kali mioma uteri membesar ke arah rongga rahim dan tumbuh keluar dari
mulut rahim. Ini yang sering disebut sebagai Myoma Geburt (Geburt berasal dari bahasa German
yang berarti lahir). Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada perabaan
memiliki konsistensi kenyal, berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-benjol seperti layaknya
tumor perut. Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5
kilogram atau lebih.

Mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan ginekologi rutin.Diagnosis mioma uteri
dicurigai bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi
sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Sedangkan untuk
pemeriksaan untuk mengetahui adanya mioma dapat dilakukan Ultrasonografi, Histeroskopi dan
MRI (Magnetic Resonance Imaging) yang Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi
mioma tetapi jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
B.     Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas kesehatan reproduksi dan mengetahui serta memahami tentang
penyakit mioma uteri.

2. Tujuan Khusus
a)      Mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian mioma uteri

b)      Mahasiswa mengetahui dan memahami penyebab dari mioma uteri

c)      Mahasiswa mengetahui dan memahami klasifikasi mioma uteri

d)     Mahasiswa mengetahui dan memahami pencegahan dan deteksi dini terhadap mioma uteri

e)      Mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana cara mengobati mioma uteri

C.    Manfaat Penulisan

a)      Mahasiswa mampu memahami pengertian, penyebab dan klasifikasi mioma uteri

b)      Mahasiswa mampu megetahui dan memahami pencegahan, deteksi dini, serta cara mengobati
mioma uteri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.      Pengertian
a)      Mioma uteri  adalah tumor jinak yang tumbuh pada rahim. Disebutfibromioma uteri, leiomioma,
atauuterine fibroid dalam istilah kedokterannya. Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang
terbanyak pada organreproduksi wanita. (Dokterku online, 19 Maret 2012, Novie Hediyani, diakses
tanggal 27 Agustus 2012)

b)     Mioma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalis. Mioma terdiri atas serabut –
serabut otot polos yang diselingi dengan untaian jaringan ikat dan dikelilingi kapsul yang tipis.
(LieweIIyn.j. 2002 Hal 263)

c)      Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma,
ataupun  fibroid. (Winkjosastro.H 2009, Hal 338)

d)     Mioma Uteri adalah tumor jinak pada otot rahim, disertai jaringan ikat sehingga dapat dalam bentuk
padat, karena jaringan ikat dan otot rahimnya yang dominan(Manuaba I.B.G 2010 Hal 556).

2.      Etiologi
Penyebab pasti dari mioma pada rahim masih belum diketahui secara jelas.Namun beberapa
penelitian mengatakan bahwa mioma muncul dari satu sel ganas yang berada diantara otot polos
dalam rahim. Selain itu adanya faktor keturunan sebagai penyebab mioma. Pertumbuhan dari
mioma uteri di duga berkaitan dengan hormon estrogen. Mioma menunjukkan pertumbuhan
maksimal selama masa reproduksi, ketika pengeluaran estrogen maksimal dan dapat bertambah
besar dengan cepat selama kehamilan dimana saat itu kadar estrogennya sangat tinggi. Tidak
didapatkan bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma namun diketahui
bahwa estrogen berpengaruh terhadap pertumbuhan mioma. (Artikel kesehatan, Zidane 6 april
2012  diakses tanggal 27 Agustus 2012).

Sering kali mioma uteri membesar ke arah rongga rahim dan tumbuh keluar dari mulut
rahim. Ini yang sering disebut sebagai Myoma Geburt (Geburt berasal dari bahasa German yang
berarti lahir). Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada perabaan memiliki
konsistensi kenyal, berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-benjol seperti layaknya tumor perut.
Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih.

3.      Faktor Predisposisi Mioma Uteri(Makalah mioma uteri, Februari 2012, Emir


Fakhruddin, diakses tanggal 30 Agustus 2012)
a.       Umur

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita
berusia lebih dari 40 tahun.Mioma menunjukkan pertumbuhan maksimal selama masa reproduksi
dimana saat itu kadar estrogen sangat tinggi. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara
35-45 tahun. Dan mengalami pengecilan pada saat menopause.

b.      Paritas

lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum
diketahui apakahinfertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.

c.       Faktor ras dan genetik

Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri
tinggi.Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada
yang menderita mioma.

d.      Fungsi ovarium

Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma
uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah
menopause.

4.      Patologi Anatomi  (Wiknjosastro, H 2009, Hal 338)


Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1 – 3 %, sisanya dari korpus uterus.

Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai:

a.       Mioma submukosum : berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.

b.      Mioma intramural : Mioma terdapat di dinding uterus, diantara serabut miometrium.

c.       Mioma subserosum : Apabila tumbuh keluar  dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus, diliputi oleh serosa Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip.

5.      Patofisiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari
mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom lengan 12q13-15.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik,


adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.

1.      Estrogen

a.       Mioma uteri dijumpai setelah menarke.

b.      Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. 

c.       Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. 

d.      Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%),
perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium
(9,3%).

e.       Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.

f.       17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron
(estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai
jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.

2.      Progesteron

Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan


tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.

3.      Hormon pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur
dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi
sinergistik antara HPL dan Estrogen.

6.      Perubahan Pada Mioma Uteri


Perubahan sekunder. (Manuaba I.B.G,2010 Hal.601)

a.     Atrofi

Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.


b.      Degenerasi hialin

Perubahan ini sering terjadi terutama pada usia lanjut tumor kehilangan struktur aslinya menjadi
homogen.

c.       Degenerasi kistik

Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga
terbentuk ruang-ruang yang tidak teratur, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan
bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.

d.      Degenerasi membatu

Terutama terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi.

e.       Degenerasi merah (carneous degeneration)

Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas degenerasi merah tampak khas apabila
terjadi pada kehamilan muda disertai dengan emesis,sedikit demam, kesakitan tumor pada uterus
membesar dan nyeri pada perabaan.

f.       Degenerasi lemak

Jarang terjadi merupakan degenerasi hialin. 

7.      Klasifikasi Mioma Uteri (Makalah mioma uteri, Februari 2012, Emir


Fakhruddin, diakses tanggal30 Agustus 2012)
Klasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena :

a)      Lokasi     

1)      Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.

2)      Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktusurinarius.

3)      Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.

b)      Lapisan

Mioma Uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

1)      Mioma Uteri Subserosa

Lokasi tumor di subserosa korpus uteri  hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa
yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Mioma ini dapat menyebabkan torsi jika pertumbuhannya semakin
membesar.
2)      Mioma Uteri Intramural

Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol sehingga bentuk uterus bertambah besar dan berubah. Tidak
memberikan dejala klinis yang berarti, kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah
perut sebelah bawah.

3)      Mioma Uteri Submukosa

Terletak dibawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma


bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini
mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruangan
rahim.

8.      Gejala klinik mioma uteri (ManuabaI.B.G 2010)


Sebagian penyakit ini ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan panggul rutin. Gejala
yang timbul tergantung pada lokasi dan besarnya tumor, yang paling sering ditemukan adalah :

a. Perdarahan abnormal

1.      Hipermenorea perdarahan banyak saat menstruasi, karena meluasnya permukaan endometrium


dalam proses menstruasi

2.      Gangguan kontraksi otot rahim

3.      Perdarahan berkepanjangan. Akibat pendarahan penderita dapat mengeluh anemis karena


kekurangan darah, pusing, cepat lelah, dan mudah terjadi infeksi.

b.      Penekanan rahim yang membesar

Penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri dapat terjadi  :

                                          i.      Terasa berat di abdomen bagian bawah

                                        ii.      Sukar miksi atau defekasi

                                      iii.      Terasa nyeri karena tertekannya urat saraf.

c.       Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan

Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling mempengaruhi :

                                          i.     Kehamilan dapat mengalami keguguran

                                        ii.     Persalinan prematuritas

                                      iii.      Gangguan saat persalinan

                                      iv.     Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infertilitas


9.      Diagnosis
Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan:

1.      Anamnesis

a.       Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.

b.      Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar.

c.       Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.

2.      Pemeriksaan fisik

a.       Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.

b.      Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut  menyatu


dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.

c.       Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata.

3.      Pemeriksaan penunjang

a.       USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan keadaan adnexa
dalam rongga pelvis. 

b.      Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal
dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG
tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.

c.       Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang
tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus, lebih lanjut uterus membesar dan
berbentuk tak teratur.

d.      Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi
ginjal dan perjalanan ureter.

e.       Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas.

f.        Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.

10.  Komplikasi
                                i.            Perdarahan sampai terjadi anemia.

                              ii.            Torsi tangkai mioma dari  : mioma uteri subserosa dan mioma uteri submukosa.

                            iii.            Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.

                            iv.            Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.


1)    Menimbulkan infertility

2)    Meningkatkan kemungkinan abortus

3)    Saat kehamilan :Persalina prematuritas dan kelainan letak

4)    Inpartu : Inersia uteri dan gangguan jalan persalinan

5)    Pasca partum : Perdarahan post partum dan retensio plasenta

Pengaruh mioma terhadap kehamilan.

                                 i.            Infertilitas.

                               ii.            Abortus.

                             iii.            Persalinan prematuritas dan kelainan letak.

                             iv.            Inersia uteri.

                               v.             Gangguan jalan persalinan.

                             vi.            Perdarahan post partum.

                           vii.            Retensi plasenta.

                         viii.            Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri

                             ix.            Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.

                               x.            Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai. 2,3,8,9,10

                           

11.  Diagnosis Banding
1.      Kehamilan

Uterus membesar merata. Tes Kehamilan positif

2.      Pseudosiesis

Terdapat Amonorhea, perut membesar tetapi uterus sebesar biasa, tanda tanda kehamilan dan
reaksi kehamilan negatif.

3.      Kistoma Ovarii

Mungkin ada amenorrhea , perut penderita membesar tetapi ukuran uterus biasa.

4.      Vesica Urinariae dengan retensio urinae

Uterus biasanya membesar


5.      Menopause

Terdapat Amenorrhea. Umur wanita kira kira di atas 43 tahun. Uterus sebesar biasa, tanda tanda
kehamilan dan reaksi kehamilan negatif.

12.  Pencegahan
a.      Pada pemeriksaan fisik

mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan ginekologi rutin. Diagnosis mioma uteri dicurigai
bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit
untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.

b.      Pemeriksaan penunjang

1.      Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam


menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama lebih bermanfaat untuk
mendeteksi kelainain pada rahim, termasuk mioma uteri. Uterus yang besar lebih baik diobservasi
melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri dapat menampilkan gambaran secara khas yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Sehingga sangatlah tepat
untuk digunnakan dalam monitoring (pemantauan) perkembangan mioma uteri.

2.      Histeroskopi Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya
kecil serta bertangkai. Pemeriksaan ini dapat berfungsi sebagai alat untuk penegakkan diagnosis dan
sekaligus untuk pengobatan karena dapat diangkat.

3.       MRI (Magnetic Resonance Imaging)  Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi
mioma tetapi jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.

13.  Penatalaksanaan
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan ukuran tumor, dan terbagi
atas :

1.      Penanganan konservatif.

   Bila mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa   gejala.

   Cara penanganan konservatif sebagai berikut :

a.       Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.

b.      Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.

c.       Pemberian zat besi.


d.      Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu
sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini
menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang
ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor
diobservasi dalam 12 minggu. 

e.       Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa
keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan
akan transfusi darah. 

f.       Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor
dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin.

2.      Penanganan operatif, bila :

a.       Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.

b.       Pertumbuhan tumor cepat.

c.        Mioma subserosa bertangkai dan torsi.

d.       Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.

e.        Hipermenorea pada mioma submukosa.

f.        Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa

a) Enukleasi Mioma

Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan
masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya
karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini
seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan
diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan
endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.

Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) adalah


sebagai berikut :

a.       Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.

b.       Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.


c.        Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang
berulang.

b)Histerektomi

Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki leiomioma
yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai
berikut:

Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan
olah pasien.

Perdarahan uterus berlebihan :

a.       Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari.

b.       Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis. 

c.        Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi

d.       Nyeri hebat dan akut.

e.        Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.

f.        Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan infeksi   saluran
kemih.

c) Penanganan Radioterapi

a.       Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).

b.       Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.

c.        Bukan jenis submukosa.

d.       Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.

e.        Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.

f.        Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan 

d.      Miomektomi

Jika pasien ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dapat di pilih miomektomi. Operasi ini
mengeluarkan semua mioma yang ditemukan dan membentuk kembali uterus. Pasien harus
menerima jika timbul masalah sewaktu melakukan miomektomi, ahli bedah dapat melanjutkan
dengan histerektomi. Setelah miomektomi, 40 persen wanita yang berkesempatan hamil akan hamil.
Yang bertentangan dengan fakta ini adalah pada 5 persen pasien. Mioma timbul kembali dan jumlah
wanita yang sama terus mengalami menoragia sehingga memerlukan penggunaan hormone, reseksi
histeroskopik atau histerektomi.

e)      Laparaskopi
Satu atau beberapa mioma diangkat menggunakan tehnik   laparaskopi atau endoskopi. Laparaskopi
dilakukan dengan cara insisi kecil pada dinding abdomen dan memasukkan laparaskop ke dalamnya.

f)       Penanganan Radioterapi

(1)   Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient)

(2)   Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan

(3)   Bukan jenis submukosa

(4)   Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum

(5)   Tidak dilakukan pada wanita muda sebab dapat menyebabkan menopause. Maksud dari radioterapi
ialah untuk menghentikan perdarahan .

14.  Perawatan operasi
(Uliyah M. 2008 Hal 237 – 239) 

                        a.    Persiapan Pre operasi

Pada malam hari sebelum operasi penderita diberi makanan yang mudah dicernakan, dan
sekurang-kurangnya 8 jam sebelumnya ia tidak diizinkan makan dan minum lagi. Supaya pada malam
itu klien bisa tidur dengan baik,.Sebelum operasi penderita perlu diberi klisma untuk mengosongkan
usus besar dan mengosongkan kandung kemih. Pemberian pramedikasi diatur oleh ahli anastesi.

Tanggung jawab untuk anastesi, kecuali untuk operasi kecil yang dilakukan dengan dengan
anastesi local, adalah dalam tangan ahli anastesi. Hal ini meringankan beban pembedah, sehingga ia
dapat memusatkan seluruh perhatian kepada operasinya. Dengan miomektomi, terutama diadakan
sayatan yang cukup panjang dan penderita berbaring dalam letak Trendelenburg, medan operasi
dapat dilihat dengan baik. Seorang yang melakukan operasi harus sanggup menangani perlukaan
pada usus, kandung kemih, dan ureter.

                              b. Perawatan Post operasi

                              1)   Perawatan luka insisi/ pasca operasi

                               Beberapa prinsip yang perlu diimplementasikan antara lain :

                                   i.            Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pascaoperasi.

                                 ii.            Luka
harus dikaji setelah operasi dan kemudian setiap hari selama masa pasca operasi sampai ibu
diperbolehkan pulang/dirujuk.

                               iii.            Luka
mengeluarkan eksudat cair atau tembus ke pakaian, pembalutan luka harus diulang sebab bila
tidak kemungkinan luka terbuka.

                               iv.            Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang sesuai dan tidak lengket.

                                 v.            Pembalutan dilakukan dengan tekhnik aseptik.


                 Pemberian cairan (Mochtar, R, 1998. Hal 155)

Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi (PPO), maka pemberian cairan
perinfus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi
hipertermia, dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ lainnya.

Cairan yang diperlukan biasanya dekstrose 5-10%, garam fisiologis dan ringer laktat (RL)
secara bergantian. Jumlah tetesan tergantung pada keadaan dan kebutuhan, biasanya kira-kira 20
tetes permenit. Bila kadar hemoglobin darah rendah, berikan transfusi darah ataupacked-cell sesuai
dengan kebutuhan.

      2)   Diet

                   Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus, lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Sebenarnya pemberian sedikit minuman sudah boleh
diberikan pada 6-10 jam pasca bedah berupa air putih atau air teh yang jumlahnya dapat dinaikkan
pada hari pertama dan kedua pasca bedah.

Setelah cairan infus dihentikan, berikan makanan bubur saring (MI), minuman air, buah dan
susu. Selanjutnya secara bertahap dibolehkan makan bubur (MII) dan akhirnya makanan biasa (MB).
Sejak boleh minum pada hari pertama, obat-obatan sudah boleh diberikan peroral.

Pemberian makanan rutin tersebut di atas akan berubah bila dijumpai komplikasi pada
saluran pencernaan seperti adanya kembung pada perut dan peristaltik usus yang kurang
sempurnaan.

3)Nyeri

Sejak penderita sadar, dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan di daerah operasi.
Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat diberikan obat-obatan antisakit dan penenang seperti
suntikan intramuskuler (IM) pethidin dengan dosis 100-150 mg atau morpin sebanyak 10-15 mg atau
secara perinfus atau obat-obatan lainnya. Dengan pemberian obat-obatan di atas penderita yang
kurang tenang dan gelisah akan merasa lebih tenteram.

      4)   Mobilisasi

Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan
penderita. Kemajuan mobilisasi bergantung pula pada jenis-jenis operasi yang dilakukan dan
komplikasi yang mungkin dijumpai. Secara psikologis hal ini memberikan pula kepercayaaan pada
klien bahwa dia mulai sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada penderita
atau dan keluarganya yang menungguinya.

Miring ke kanan dan ke kiri sudah dapat dimulai 6-10 jam setelah penderita sadar. Latihan
pernapasan dapat dilakukan penderita sambil tidur terlentang  sedini mungkin setelah sadar. Pada
hari kedua penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk untuk bernapas dalam-
dalam lalu menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan
pernapasan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri penderita bahwa ia mulai
pulih. Kemudian posisi tidur telentang dirubah menjadi setengah duduk (posisi semi fowler).
Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari penderita dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 pasca operasi.

Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli.Sebaliknya bila terlalu
dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi mobilisasi secara
teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat adalah yang paling dianjurkan.

5)    Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman pada penderita
dan menyebabkan perdarahan. Karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap (balon kateter)
yang terpasang 24 sampai 48 jam atau lebih lama lagi, tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita. Dengan cara ini urin dapat ditampung dan diukur dalam kantong plastik secara periodik.
Bila tidak dipasangi kateter yang tetap, dianjurkan untuk melakukan kateterisasi rutin kira-kira 12
jam pasca bedah kecuali bila penderita dapat berkemih sendiri sebanyak 100 cc.

6) Pemberian Obat-obatan :

a.    Antibiotik, kemoterapi dan antiinflamasi

Cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda di setiap institut, bahkan satu institut
pun masing-masing dokter mempunyai cara dan pemilihan yang berlainan.

b.    Obat-obat pencegah perut kembung

Untuk mencegah perut kembung dan untuk memperlancar kerja saluran pencernaan dapat
diberikan obat-obatan secara suntikan dan peroral.

c.    Obat-obatan lainnya

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan robaransia, obat anti
inflamasi atau bahkan transfusi darah pada penderita yang anemis.

7) Perawatan Rutin

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran adalah :         

       a)     Tanda-tanda vital meliputi : Tekanan darah (TD), jumlah nadi permenit (N), frekuensi
pernapasan permenit (P), suhu badan (S)

       b)     Jumlah cairan yang masuk dan keluar (urine)

       c)     Pemeriksaan lainnya menurut jenis operasi dan kasus.

     8)  Konsultasi

Pada keadaan dan kasus tertentu, selain kerja sama dengan unit anestesi, kadangkala
diperlukan konsultasi dengan disiplin lainnya.

Pada umumnya pengangkatan jahitan dilakukan pada hari ke-7 pasca operasi untuk sebagian
dan diselesaikan pada hari ke-10.
c.  Komplikasi-komplikasi Pascaoperasi

Kompikasi-komplikasi yang mungkin timbul dalam masa ini ialah sebagai berikut :

1)    Syok

Peristiwa ini terjadi karena insufisisiensi akut dari sistem sirkulasi dengan akibat sel-sel jaringan tidak
mendapat zat-zat makanan dan O2 dengan akibat terjadi kematian. Sebab-sebab syok antara lain
hemoragi, sepsis, neurogenik, kardiogenik, atau kombinasi antara bebagai sebab tersebut. Gejala-
gejalanya ialah nadi dan pernafasan meningkat, tensi menurun, oligouri, eksteremitas dan muka
dingin.

2)    Hemoragi

Hemoragi dalam pascaoperasi timbul biasanya karena ikatan terlepas atau oleh karena usaha
penghentian darah kurang sempurna.  

3)    Infeksi saluran kencing

Kemungkinan infeksi saluran kencing selalu ada, salah satu penyebabnya adalah kateterisasi.
Gejalanya penderita panas dan sering kali menderita nyeri pada saat kencing, dan pemeriksaan air
kencing (yang dikeluarkan dengan kateter) mengandung leukosit dalam kelompok. 

4)    Terbukanya luka operasi

Sebab-sebab terbukanya  luka jahitan operasi ialah luka tidak dijahit dengan sempurna, batuk atau
muntah keras, infeksi. Jika hal-hal tersebut ditemukan, harus waspada terhadap kemungkinan
terbukanya jahitan.

15.  Prognosis
Prognosis baik jika ditemukan mioma berukuran kecil, tidak cenderung membesar dan tidak
memicu keluhan yang berarti, cukup dilakukan pemeriksaan rutin setiap 3-6 bulan sekali termasuk
pemeriksaan USG. 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam
bentuk apapun. Menopause dapat menghentikan pertumbuhan mioma uteri. Pengecilan tumor
sementara menggunakan obat-obatan GnRH analog dapat dilakukan, akan tetapi pada wanita
dengan hormon yang masih cukup (premenopause), mioma ini dapat membesar kembali setelah
obat-obatan ini dihentikan. Jika tumor membesar, timbul gejala penekanan, nyeri hebat, dan
perdarahan dari kemaluan yang terus menerus, tindakan operasi sebaiknya dilakukan. 
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang sering terjadi pada wanita berusia lebih dari 35
tahun yaitu sekitar 20 hingga 30 persen Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-
apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Karenanya sangat
penting untuk melakukan deteksi pribadi secara dini untuk menghindari dan mencegah timbulnya
penyakit ini, kalaupun penyebabnya genetik pada keluarga paling tidak dapat di deteksi secara dini
sebelum penyakit ini bertambah hebat dan menyebabkan komplikasi yang serius bagi organ organ
disekelilingnya yakni dengan melakukan pemeriksaan ginekologis rutin dan USG, sedangkan
Histeroskopi dan MRI merupakan pilihan lain untuk hasil lebih akurat, namun dengan USG saja sudah
bisa dideteksi Mioma yang berkembang pada rahim seseorang.

B. Saran
1.  Apabila seorang wanita mengalami perdarahan diluar siklus menstruasi dan mengalami nyeri
abdomen bagian bawah, maka sebaiknya segera memeriksakan diri ke petugas
kesehatan.Penegakan diagnosa untuk mioma uteri ditunjang dengan pemeriksaan USG. Pengkajian
data juga harus dilakukan lebih dalam dimana petugas kesehatan melakukan pendekatan kepada ibu
dan keluarga agar ditemukan data yang akurat, baik itu data subjektif maupun objektif, karena
dalam menentukan diagnosa sangatlah penting untuk menentukan tindakan selanjutnya.

      2.    Sebagai petugas kesehatan khususnya seorang bidan, diharapkan senantiasa berupaya untuk
meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang lebih
profesional.

.
DAFTAR PUSTAKA
Hediyani,N(http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2011/05     /mioma-uteri.diakses tanggal
27 Agustus 2012)

Anonim (http://www.scribd.com/online/Makalah-Mioma-Uteri, tanggal 27 Agustus 2012

Manuaba, I.B.G 2010, ilmu Kebidanan penyakit Kandungan dan KB untuk pendidikan Bidan, penerbit
buku Kedokteran EGC. Edisi II jakarta

Fakhruddin, E,(http://www.emirfakhruddin.com/2010/02/mioma-uteri.html) diakses tanggal 30


Agustus 2012

Winkjosastro.H  2009.ilmu Kebidanan .Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Edisi IV. Jakarta

LieweIIyn.j  2002. Dasar-dasar Obsestri dan Ginekologi.Yayasan joko suyono. Edisi VI.Jakarta

Manuaba, IBG 2001. Kapita Selekta penatalaksanaan rutin obstetri ginekologi dan KB. Penerbit buku
kedokteran  EGC Jakarta

Simatupang, E.J, 2006. Penerapan unsur – unsur manajemen dalam praktek kebidanan. Awan indah.
Jakarta

NAMA : IVAN SILALAHI


NIM. : 18.030
DOSEN : NURLELA M.NABABAN S.Kep.,Ns.M.KM

Anda mungkin juga menyukai