Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Myoma uteri atau kanker jinak yang terdapat di uterus adalah tumor jinak
yang tumbuh pada rahim. Dalam istilah kedokteranya disebut fibromiomauteri,
leiomioma, atau uterine fibroid. Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang
terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadiannya lebih tinggi antara 20%–
25 % terjadi pada wanita diatas umur 35 tahun, tepatnya pada usia produktif
seorang wanita, menunjukkan adanya hubungan myoma uteri dengan estrogen
(Sjamsuhidajat, 2010).
Berdasarkan penelitian World Health Organisation(WHO) penyebab dari
angka kematian ibu karena mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 kasus
(1,95%) dan tahun 2011 sebanyak 21kasus (2,04%). Di Indonesia kasus mioma
uteri ditemukan sebesar 2,39% -11,7% pada semua pasien kebidanan yangdi rawat.
Mioma uteri lebih sering ditemukan pada wanita kulit hitam dibandingkan wanita
kulit putih. Data statistik menunjukkan 60% mioma uteri terjadi pada wanita yang
tidak pernah hamil atau hamil hanya satu kali (Handayani, 2013).
1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan gangguan sistem
reproduksi dengan myoma uteri.
1.1.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu:
1. Melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada kasus gangguan
sistem reproduksi dengan myoma uteri.
2. Menetapkan diagnosa dan masalah berdasarkan data yang diperoleh.
3. Menyusun rencana asuhan yang akan diberikan kepada gangguan sistem
reproduksi dengan myoma uteri.
4. Melaksanakan rencana asuhan kebidanan yang telah disusun.
5. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah dilakukan.

1
2

1.1 Pelaksanaan
Asuhan kebidanan gangguan sistem reproduksi dengan myoma uteri, pada
kasus tersebut dilaksanakan di Poli KIA Puskesmas Plaosan Kabupaten Magetan
pada tanggal 07 Mei 2019.
1.2 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal
dengan retensio plaosenta dilakukan dengan menggunakan metode asuhan
kebidanan secara komprehensif dan SOAP.
3

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Teori Mioma Uteri


2.1.1 Pengertian
Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan berbagai komposisi
jaringan ikat. Nama lain limfoma uteri dan fibroma uteri (Manuaba, 2012: 798).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga limioma fibromioma atau fibroid
(Mansjoer, 2011: 387).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mioma uteri
adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dengan berbagai komposisi
jaringan ikat.
2.1.2 Etiologi
Menurut Mansjoer (2011:387) etiologi mioma uteri belum diketahui.
Sedangkan menurut Tanto (2014: 475) penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui
secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat
dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia
reproduktif. Umumnya mioma terjadi di beberapa tempat. Pertumbuhan
mikroskopik menjadi masalah utama dalam penannganan mioma karena hanya
tumor soliter dan tampak secara makroskopik yang memungkinkan untuk
ditangani dengan cara enukleasi. Ukuran rerata tumor ini adalah 15 cm, tetapi
cukup banyak yang melaporkan kasus mioma uteri dengan berat mencapai 45 kg
(100 lbs).
2.1.3 Klasifikasi Mioma Uteri
Mioma uteri berasal dari miometrium dan klasifikasinya dibuat
berdasarkan lokasinya.Mioma submukosa menempati lapisan di bawah
endometrium dan menonjol ke dalam (cavum uteri).Pengaruhnya pada
vaskularisasi dan luas permukaan endometrium menyebabkan terjadinya
perdarajan ireguler.

3
4

Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar melalui
ostium serviks.Yang harus diperhatikan dalam menangani mioma bertangkai
adalah kemungkinan terjadinya torsi dan nekrosis sehingga resiko infeksi
sangatlah tinggi.Mioma intramural atau interstisiel adalah mioma yang
berkembang diantara miometrium. Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh
dibawah lapisan serosa uterus dan dapat tumbuh kearah luar dan juga
bertangkaijuga dapat menjadi parasit omentum atauusus untuk vaskularisasi
tambahan bagi pertumbuhannya (Tanto, 2014: 475).
2.1.4 Gejala Klinik
Menurut Chris Tanto (2014: 477), gejala klinis dan pemeriksaan ginekologis
mioma uteri sebagai berikut:
1. Gejala klinis
a. Infertilitas
b. Perdarahan abnormal
c. Gejala pendesakan abdomen bagian bawah
2. Pemeriksaan ginekologis
Penemuan mioma uteri dalam pemeriksaan ginekologis di jumpai secara
kebetulan. Hal ini disebabkan karena kebanyakan mioma uteri dengan ukuran
kurang dari 10 cm tidak memiliki gejala yang pasti.
2.1.5 Komplikasi Mioma Uteri
Komplikasi dari mioma uteri dapat menyebabkan:
1. Degenerasi ganas, seperti leiomiosarkoma
2. Torsi tangkai mioma dari:
a. Subserosa mioma uteri
b. Submukosa mioma uteri
3. Nekrosis dan infeksi
Setelah torsi dapat diikuti infeksi dan nekrosis
4. Pengaruh timbal balik mioma uteri dan kehamilan
a. Pengaruh mioma terhadap kehamilan
1) Menimbulkan infertiliti
2) Meningkatkan kemungkinan abortus
5

3) Saat kehamilan:
a) Persalinan prematuritas
b) Kelainan letak
4) Inpartu:
a) Inersia uteri
b) Gangguan jalan persalinan
5) Pascapartum
a) Perdarahan pascapartum
b) Retensio plasenta
c) Red degeneration
b. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
1) Mioma uteri cepat membesar karena pengaruh estrogen
2) Terjadi red degeneration mioma uteri
3) Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai
2.1.6 Penanganan Mioma Uteri
1. Penanganan Konsefatif Mioma Uteri
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua
mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun,
terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan.
Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Penanganan mioma uteri menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor.
a. Penanganan dengan terapi hormonal
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis
memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan
pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum
dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor
sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang
lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi
gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri (Hadibroto,
2005).
6

2. Penanganan Pembedahan Mioma Uteri


Menurut Hadibroto (2005) Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut
American College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American
Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah:
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi.
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan
funsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat
vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh
anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%
(Prawirohardjo, 2007).
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi
maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding
abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan
miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga
penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan
miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara
laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan
paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu. Pada miomektomi secara
histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum yang terletak pada
kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi
7

sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul
perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
b. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan
terpilih (Prawirohardjo, 2007).Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar
30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan
ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal
dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi perabdominal
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan
subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari
resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi
pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita
meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks
dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina
dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdaraahn paska operasi di
mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Mioma Uteri
2.2.1 Pengkajian data
1. Data Subyektif
a. Biodata
1) Umur
Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling
banyak pada umur 35-45 tahun (Wiknjosastro, 2010: 339).
2) Suku/bangsa
Kulit hitam lebih banyak berisiko terkena mioma uteri daripada kulit putih
(Wiknjosastro, 2010: 337)
8

b. Keluhan utama
Menurut Mansjoer (2011: 387) penderita datang dengan keluhan ada benjolan
di perut bagian bawah, rasa berat, perdarahan abnormal, retensio urin.
c. Riwayat kesehatan
1) Kesehatan sekarang
Adanya perdarahan tidak normal berupa hipermenore saat menstruasi,
akibat perdarahan dapat mengeluh anemis, pusing, cepat lelah, dan mudah
terjadi infeksi, terasa berat di abdomen bagian bawah, sukar BAK/BAB,
nyeri karena tertekannya urat saraf (Manuaba, 2012: 556).
2) Kesehatan keluarga
Dalam anggota keluarga pasien pernah menderita yang sama seperti berupa
perdarahan yang terus menerus dan lama karena presdiposisi dari mioma
uteri atau faktor keturunan. Pada keluarga adakah riwayat gangguan
pembekuan darah dapat mengakibatkan perdarahan yang sulit berhenti
(Wiknjosastro, 2010: 340)
d. Riwayat kebidanan
1) Riwayat hamil, bersalin, nifas yang lalu
Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi menurun setelah
menopouse. Perempuan nulipara mempunyai resiko yang tinggi untuk
terjadinya mioma uteri, sedangkan multipara mempunyai resiko relatif
menurun untuk terjadinya mioma uteri. Pengaruh mioma pada kehamilan
dan persalinan yaitu mengurangi kemungkinan perempuan menjadi hamil,
kemungkinan abortus bertambah, kelainan letak janin dalam rahim,
menghalangi lahirnya bayi, mengakibatkan inersia uteri dan atonia uteri, dan
mempersulit lepasnya plasenta.
Sementara, pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri yaitu
tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema,
tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk dan
mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya sehingga terjadi perdarahan
dan nekrosis terutama di tengah-tengah tumor. Lebih sering komplikasi ini
terjadi dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat
9

perubahanperubahan sirkulasi yang dialami oleh perempuan setelah bayi


lahir (Wiknjosastro, 2010:891-893). Mioma uteri terkadang dapat
menimbulkan infertilitas pada wanita usia subur, jika mioma uteri terdapat
dibagian lapisan dalam atau lapisan endometrium.
2) Riwayat haid
Dalam kasus sering ditemukan adanya hipermenorhea, menorhagia dan
disertai dengan dysmenorhea yang hebat. Harus diwaspadai terjadinya
mioma pada ibu dengan riwayat tersebut dan kapan HPHT untuk
mengetahui siklus haid/hamil dengan perdarahan abortus (Wikjosastro,
2010: 893)
3) Riwayat KB
KB hormonal dengan kadar estrogen yang tinggi merupakan pencetus
terjadinya mioma karena estrogen lebih tinggi daripada wanita yang
menggunakan KB hormonal (Fraser dan Cooper. 2009: 776).
e. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi
Pertumbuhan mioma uteri dipengaruhi oleh hormon estrogen, dimana
hormon estrogen ini akan membuat penderita mual muntah sehingga
mengakibatkan nafsu makannya turun (Wiknjosastro, 2010: 342)
2) Eliminasi
Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna perlekatannya
dengan omentum menyebabkan strangulasi usus. Bila ukuran tumor lebih
besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan rektum
(Wiknjosastro, 2010:277).
Selain itu, penekanan rahim yang membesar karena pembesaran mioma
uteri mengakibatkan sukar berkemih atau defekasi (Manuaba, 2012:556).
3) Seksual
Mioma serviks dapat menyebabkan sekret serosanguinea vaginal, perdarahan,
dispareunia dan infertilitas (Wiknjosastro, 2010:277).
f. Psikososial
Ibu merasa cemas dengan kondisinya karena perdarahan yang terus-menerus
10

dari jalan lahir (Wiknjosastro, 2010:277).


2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum
1) Keadaan umum
Kesadaran pasien dapat composmentis sampai dengan somnolen karena
adanya perdarahan yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan cairan
(Manuaba, 2012: 558)
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Dalam keadaan syok hipovolemik dan dehidrasi berat karena perdarahan
akan terjadi penurunan tekanan darah (Manuaba, 2012: 558)
b) Nadi
Dalam keadaan syok hipovolemik dan dehidrasi berat akan terjadi
takikardi akibat dan adanya penurunan tekanan/adanya perdarahan
(Wiknjosastro, 2010: 278)
c) Suhu
Dapat normal ataupun mengalami peningkatan apabila infeksi atau
dehidrasi berat (Wiknjosastro, 2010: 278).
d) Pernafasan
Dapat mengalami peningkatan sehubungan dengan gejala sekunder yaitu
sesak napas, karena adanya sirkulasi oksigen dalam darah berkurang
sehubungan dengan penurunan kadar Hb oleh karena adanya perdarahan
(normal 16x/menit) (Wiknjosastro, 2010: 278).
b. Pemeriksaan fisik
1) Muka
Dengan perdarahan banyak conjungtiva anemis, pasien tampak tegang,
respon non verbal kesakitan pasien terlihat menyeringai (Wiknjosastro,
2010 : 137).
2) Dada dan payudara
Gerakan nafas cepat karena adanya usaha untuk memenuhi kebutuhan
11

oksigen, akibat kadar oksigen dalam darah yang tinggi, keadaan jantung
tidak abnormal (Manuaba, 2012: 558).
3) Abdomen
Pada pemeriksaan bimanual akan teraba benjolan pada perut, bagian bawah,
terletak di garis tengah maupun agak kesamping dan sering kali teraba
benjolan-benjolan dan kadang-kadang terasa sakit (Wiknjosastro, 2010 :
344).
4) Genetalia
Adanya perdarahan pervaginam yang banyak encer sampai bergumpal-
gumpal (Manuaba, 2012: 559)
5) Ekstremitas
Edema tungkai sebagai akibat penekanan mioma pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe di panggul (Wiknjosastro, 2010: 342)
c. Pemeriksaan penunjang
1) USG
USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan
klinis (Wiknjosastro, 2010: 344)
2) Pemeriksaan bimanual
Didapatkan tumor padat uterus yang sering teraba berbenjol atau bertangkai
(Mansjoer, 2011:387)
3) Dengan sonde didapatkan kavum uteri lebih besar (Mansjoer, 2011:387).
4) Pemeriksaan Laboratorium
Ibu dengan mioma uteri berisiko mengalami anemia karena perdarahan yang
terus-menerus menyebabkan kadar Hb turun (Mansjoer, 2011: 387).
2.2.2 Diagnosa/Masalah Kebidanan
P0/≥1APIAH usia > 35 tahun dengan mioma uteri, keadaan umum baik/buruk
dengan masalah:
1. Anemia berhubungan adanya perdarahan yang abnormal
2. Gangguan pola eliminasi BAK dan BAB berhubungan dengan penekanan
mioma uteri terhadap kandung kencing dan rektum
12

3. Rasa nyeri akibat dengan penekanan pada urat saraf oleh mioma uteri.
Prognosa baik/buruk.
2.2.3 Perencanaan
Diagnosa : P0/≥1APIAH usia > 35 tahun dengan mioma uteri, KU baik/buruk,
Prognosa baik/buruk
Tujuan : Mioma uteri teratasi
Kriteria :
1. Perdarahan berhenti
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
T : 110/70-130/80 mmHg, N :80-100 x/mnt, S : 36,5-37,5oC, R : 16-24 x/mnt
Intervensi :
1. Jelaskan pada ibu hasil pemeriksaan dari penyakitnya.
Rasional: Ibu bisa kooperatif dengan tindakan yang akan dilakukan.
2. Jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi penyakit ibu.
Rasional: Agar ibu lebih tenang dalam menghadapi pengobatan yang dilakukan.
3. Minta persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan.
Rasional: Agar klien dan keluarganya bisa kooperatif dengan tindakan yang
akan dilakukan.
4. Melakukan rujukan kepada dokter spesialis untuk penatalaksanaan mioma uteri.
Rasional: Untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
1. Masalah 1 : Anemia berhubungan dengan adanya perdarahan yang abnormal.
Tujuan : Anemia teratasi
Kriteria : - Kadar Hb normal yaitu 12 gr-16 gr%
- Kepala tidak pusing
- Muka tidak pucat
- Konjungtiva palpebra merah muda
Intervensi
a. Jelaskan kepada ibu penyebab perdarahan yang dialami.
Rasional:Dengan diberikan informasi tentang penyakit ibu akan lebih
mengerti dan kooperatif.
b. Jelaskan pada ibu untuk makan-makanan yang mengandung ferum.
13

Rasional: Makanan yang mengandung ferum dapat meningkatkan kadar Hb.


c. Observasi tanda-tanda anemia
Rasional: agar diketahui kondisi ibu lebih dini, sehingga dapat dilakukan
penanganan yang tepat.
d. Lakukan pemeriksaan kadar Hb
Rasional: untuk mengetahui kadar Hb klien, jika Hb ≤ 8 gr% maka perlu
dilakukan tranfusi darah untuk meningkatkan kadar Hb.
e. Kolaborasi dengan timmedis untuk pemberian diit TKTP dan vitamin C
serta Fe
Rasional: Protein membantu pembentukan Hb dan vitamin C membantu
dalam penyerapan Fe.
f. Lakukan pemeriksaan kadar Hb
Rasional: untuk mengetahui kadar Hb klien, jika Hb ≤ 8 gr% maka perlu
dilakukan tranfusi darah untuk meningkatkan kadar Hb.
g. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian tranfusi darah jika kadar Hb
≤ 8 gr%.
Rasional: Untuk meningkatkan kadar Hb.
2. Masalah 2 : Gangguan pola eliminasi BAK dan BAB berhubungan dengan
penekanan mioma uteri terhadap kandung kencing dan retkum
Tujuan : Klien dapat BAK dab BAB dengan lancar.
Kriteria :
- Klien dapat BAK 4-5 kali sehari warna kuning jernih dan BAB
dengan frekuensi normal 1-2 kali sehari dengan konsistensi lunak.
- Produksi urine 40-80 ml/jam atau 1-2 liter/hari.
Intervensi
a. Berikan penjelasan tentang penyebab sulit BAK dan BAB.
Rasional: Pasien bisa mengerti dan kooperatif. Konsistensi BAB lunak tidak
nyeri saat BAK maupun BAB.
b. Anjurkan ibu untuk BAK dan BAB setiap ada rangsangan untuk BAK dan
BAB.
14

Rasional: Proses pengeluaran urine dan feses yang lancar dapat mencegah
terjadinya proses infeksi serta dapat memberikan rasa nyaman.
c. Berikan ransangan apabila kandung kemih penuh.
Rasional: Ibu dapat segera BAK.
d. Observasi intake dan output cairan.
Rasional: Mengetahui keseimbangan cairan dengan pantauan intake dan
output
3. Masalah 3 : Rasa nyeri akibat dengan penekanan urat syaraf oleh mioma uteri
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria : - Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang
- Klien tidak menangis menahan sakit.
- TTV dalam batas normal (TD: 110/70-140/90 mmHg, N: 80-
100 x/menit)
Intervensi
a. Jelaskan kepada klien tentang penyebab nyeri.
Rasional: Dengan menjelaskan mengenai penyebab nyeri, klien akan
mengerti dan kooperatif dengan tindakan.
b. Ajarkan kepada klien tentang strategi relaksasi dengan bernafas perlahan,
teratur atau nafas dalam.
Rasional: Dapat mengurangi rasa nyeri.
c. Beri pengurang rasa nyeri (analgesic) bila nyeri sangat hebat.
Rasional: Obat analgesic akan merangsang syaraf dengan menekan rasa
nyeri sehingga mengurangi rasa nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Nyeri hebat ingin menimbulkan pengeluaran adrenalin yang
berlebihan sehingga berpengaruh pada kenaikan frekuensi denyut nadi dan
tekanan darah.
2.2.4 Pelaksanaan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.938/MENKES/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011: 6),
bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif,
15

efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien dalam bentuk
upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri,
kolaborasi, dan rujukan.
2.2.5 Evaluasi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
938/MENKES/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011: 7), bidan
melakukan evaluasi secara sistimatis dan berkesinambungan untuk melihat
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan
perkembangan kondisi klien. Evaluasi atau penilaian dilakukan segera setelah
selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien. Hasil evaluasi segera dicatat
dan dikomunikasikan pada klien dan/atau keluarga. Hasil evaluasi harus
ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien. Evaluasi ditulis dalam bentuk
catatan perkembangan SOAP, yaitu sebagai berikut:
S :Adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa.
O :Adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan.
A :Adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan.
P :Adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan,
kolaborasi, evaluasi/follow up, dan rujukan.
TTD Nama Terang

Petugas
16

BAB 3
TINJAUAN KASUS

Tanggal pengkajian : 23 Mei 2019 Pukul 10.00 WIB


Tempat pengkajian : Ruang KIA Puskesmas Panekan
S :
 Biodata
Nama : Ny “N” Tn “Y”
Umur : 42 tahun 48 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMP SMP
Pekerjaan : Petani Petani
Alamat : Manjung, Panekan

 Ibu mengeluh ada benjolan diperut bagian bawah dan sering BAK, menstruasi
banyak dan bergumpal.
 Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit dengan gejala jantung
berdebar-debar (penyakit jantung), tekanan darah tinggi (hipertensi), batuk
lama lebih dari 2 minggu (TBC), sakit saat BAK (ginjal), banyak makan,
banyak minum dan sering kencing (DM), gangguan jiwa ataupun pembekuan
darah. Ibu tidak pernah operasi di daerah perut, disekitar panggul, alat genetalia
ataupun bagian tubuh yang lain.Dan tidak pernah menderita riwayat tumor
sebelumnya.
 Ibu haid yang pertama usia 12 tahun, siklus haid teratur, perdarahan normal.
biasanya lama 7-8 hari. 1 tahun terakhir ini haid ibu sudah tidak normal.
Terkadang haid hanya bercak, terkadang haid lebih dari 1 minggu, darah yang
dikeluarkan banyak dan bergumpal. 4 bulan yang lalu ibu haid selama 3
minggu bergumpal, setelah itu 2 bulan tidak haid. Bulan berikutnya ibu haid
bercak bercak saja selam 3 hari. Bulan Ini ibu haid mulai tanggal 10 mei 2019
darah bergumpal
17

 Ibu mempunyai 3 anak. Anak pertama saat hamil normal, persalinan spontan,
selama nifas normal, perempuan, usia 15 tahun. Anak kedua hamil, persalinan
dan nifas normal, laki-laki, saat ini usia 10 tahun. Anak ketiga hamil,
persalinan, nifas normal, laki-laki usia 7 tahun.
 Setelah menikah yang pertama ibu tidak pernah menggunakan kontrasepsi.
Setelah melahirkan anak pertama ibu menggunakan KB pil selama +4 tahun,
berhenti karena ingin punya anak lagi. Kemudian setelah anak kedua lahir, ibu
menggunakan KB IUD selama + 3 bulan, ibu berhenti menggunakan karena
sering merasa nyeri saat haid, lalu ibu menggantinya dengan KB suntik 3
bulanan, berhenti menggunakan KB suntik karena ingin mempunyai anak,
setelah melahirkan anak ketiga ibu menggunakan KB suntik lagi.
 Ibu BAB 1x/hari, konsistensi lembek, tidak ada keluhan, BAK sering 6-7x/hari
dan tidak ada keluhan.
 Aktivitas ibu tidak terganggu selama terjadi perdarahan. Ibu masih menyapu,
memasak, dan lain-lain.
 Di dalam keluarga, suami merokok tidak sering terkadang di luar rumah atau di
dalam rumah.
O :
 KU ibu cukup, kesadaran composmentis
 Tekanan darah : 120/90 mmHg, Nadi : 84x/meni, Suhu : 37oC, RR: 22x/menit
 BB : 60 kg, TB : 157 cm.
 Muka tidak sembab, tidak ikterus, tidak oedem, tidak pucat, conjunctiva
palpebra merah muda
 Tidak ada pembendungan vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada pembengkakan kelenjar limfe.
 Gerak nafas teratur.
 Tidak ada luka bekas operasi, pusar tidak menonjol, teraba massa diperut
bagian bawah, sedikit nyeri jika ditekan.
 Tidak ada kondiloma akuminata/matalata, tidak odema, tidak ada varises,
terdapat perdarahan pervaginam ± 5 cc warna merah.
18

 Ekstremitas atas dan bawah tidak oedema, tidak ada kelainan,tidak varises.
 Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan USG Tanggal: 23 Mei 2019 Pukul: 11.00 WIB
Posisi uterus : retrofleksi, kelainan yang ditemukan massa padat didekat OUI
dengan ukuran 5 cm. Pada cavum douglas tidak ada kelainan, ovarium kanan
dan kiri ukuran dalam batas normal.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal: 23 Mei 2019 Pukul: 10.30 WIB
Hemoglobin : 12,2 gr%, Golongan darah: O, HbsAg : Negatif, HIV/AIDS: NR,
Protein urin : Negatif.
A :
Ny “N” P30003 usia 42 tahun dengan mioma uteri, keadaan umum baik,
prognosa baik.

P :
1. Menjelaskan kepada ibu mengenai hasil pemeriksaan bahwa ibu perlu
dilakukan pemeriksaan lab dan USG. E/ ibu mengerti dan bersedia.
2. Menjelaskan pada ibu mengenai hasil pemeriksaan bahwa ibu mempunyai
penyakit mioma uteri. E/ Ibu mengerti.
3. Menjelaskan pada ibu mengenai mioma uteri, penyebab, dampak dan cara
mengatasi. E/ Ibu mengerti.
4. Menjelaskan pada ibu bahwa ibu perlu dirujuk ke RS untuk mendapatkan
tindakan lebih lanjut. E/ Ibu akan mempertimbangkan dengan keluarga.
5. Memberikan surat rujukan ke RSUD dr. Sayidiman Magetan.
6. Mendokumentasikan tindakan yang diberikan.

Eva Oktaviana Putri


19

DAFTAR PUSTAKA

Fraser dan Cooper. 2009. Myles Buku Ajar Bidan.Edisi 14 di terjemahkan oleh
Sri Rahayu. Jakarta : EGC

Kementerian Kesehatan. 2011. Standar Asuhan Kebidanan. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI

Mansjoer, A. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem.


Jakarta: EGC

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

Tanto, Chrish. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 4. Jakarta: Media


Aesculapius

Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP

20

Anda mungkin juga menyukai