Anda di halaman 1dari 4

DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1 BAB 2. TINJAUAN


PUSTAKA ....................................................................... 3 2.1
Definisi ............................................................................................ 3 2.2
Epidemiologi ................................................................................... 3 2.3 Anatomi
Uterus ............................................................................... 4 2.4
Etiologi ............................................................................................ 7 2.5 Faktor
Predisposisi .......................................................................... 8 2.6
Klasifikasi ....................................................................................... 10 2.7 Manifestasi
Klinis ........................................................................... 11 2.8 Perubahan Sekunder Mioma
Uteri .................................................. 15 2.9 Diagnosis dan Diagnosis
Banding .................................................. 17 2.10 Tata
Laksana ................................................................................. 19 2.11
Komplikasi .................................................................................... 22 2.12
Prognosis ....................................................................................... 22 2.13
Pencegahan ................................................................................... 23 BAB 3. LAPORAN
KASUS ............................................................................. 25 BAB 4.
KESIMPULAN .................................................................................... 35 DAFTAR
PUSTAKA ........................................................................................ 37
BAB 1. PENDAHULUAN

Mioma uteri yang juga dikenal dengan sebutan fibromioma, fibroid, ataupun leiomioma merupakan
neoplasma jinak yang berasal dari lapisan otot uterus (miometrium) dan jaringan ikat di sekitarnya. Dari
seluruh wanita, insiden mioma uteri diperkirakan terjadi sekitar 20% – 30%. Mioma uteri sering
ditemukan pada wanita usia reproduksi sekitar 20% – 25%, angka kejadian ini lebih tinggi pada usia
diatas 35 tahun, yaitu sekitar 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 – 50 tahun
menunjukkan adanya hubungan antara mioma uteri dengan hormon estrogen. Mioma uteri belum
pernah dilaporkan terjadi pada usia sebelum menarche sedangkan angka kejadian mioma uteri pada
wanita menopause hanya sekitar 10% (Hall, 2016). Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan
2,39% - 11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat (Prawiroharjo, 2008). Di USA wanita kulit
hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri dibandingkan wanita berkulit putih, sedangkan di
Afrika wanita kulit hitam sedikit sekali menderita mioma uteri (Baziad, 2003). Wanita yang sering
melahirkan sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma uteri dibandingkan dengan wanita
yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang
pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali. Prevalensi meningkat apabila
ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan, dan nullipara (Hoffman dkk., 2012). Mioma uteri ini
menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang efektif masih belum ditemukan karena
sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan
mortalitas, morbiditas yang ditimbulkan dari mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma uteri dapat
menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan dapat menurunkan tingkat
kesuburan wanita (Vollenhoven, 1998). Beberapa teori menunjukkan bahwa mioma uteri bertanggung
jawab terhadap rendahnya kesuburan. Adanya hubungan antara mioma dan rendahnya kesuburan ini
telah

dilaporkan oleh dua survei observasional yaitu dilaporkan sebesar 27% – 40% wanita dengan mioma
uteri mengalami infertilitas (Marshall dkk., 1998). Ditemukan bahwa mereka yang menarche pada usia
<10 tahun beresiko mendapat penyakit reproduksi 10% lebih cepat dibandingkan dengan wanita yang
memulai menstruasi pada usia 14 tahun. Menarche dini (<10 tahun) ditemukan meningkatkan resiko
relatif mioma uteri 1,24 kali sedangkan menarche lambat (>16 tahun) menurunkan resiko relatif mioma
uteri (Indarti, 2004). Pemicu terjadinya mioma uteri masih belum diketahui secara pasti, namun
beberapa ahli memaparkan karena adanya pengaruh hormon esterogen berupa ketidakseimbangan
hormon esteogen yang dimulai sejak menarche. Semakin dini usia menarche yang didapat seseorang
maka semakin sering ketidakseimbangan hormon estrogen yang terjadi saat menstruasi. Semakin lama
seorang terpapar hormon esterogen akan memicu timbulnya mioma uteri, jadi menarche dini bisa
disebut sebagai pemicu terjadinya mioma uteri. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa
peningkatan pertumbuhan mioma uteri merupakan respon dari stimulus estrogen. Meyer dan De Snoo
mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast, teori ini menyatakan bahwa untuk terjadinya mioma
uteri harus terdapat dua komponen penting yaitu sel nest (sel muda yang terangsang) dan estrogen
(perangsang sel nest secara terus menerus). Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik umumnya
ialah tindakan operatif berupa histerektomi (pengangkatan rahim) atau pada wanita yang ingin
mempertahankan kesuburannya dapat dilakukan miomektomi (pengangkatan mioma) (Djuwantono,
2004).

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mioma uteri adalah neoplasma otot polos jinak yang berasal dari miometrium, terdiri dari
sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid, dan kolagen. Mioma uteri disebut juga dengan
leiomioma uteri atau fibromioma uteri, karena jumlah kolagen mereka yang cukup besar dapat
menciptakan konsistensi yang berserat maka mereka sering disebut sebagai fibroid. Mioma uteri
berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat
berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang
dominan. Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang paling umum dan sering dialami oleh wanita.
Neoplasma ini akan memperlihatkan gejala klinis berdasarkan pada besar dan letak mioma di uterus.

2.2 Epidemiologi Dari seluruh wanita, insiden mioma uteri diperkirakan terjadi sekitar 20% – 30%.
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi sekitar 20% – 25%, angka kejadian ini lebih
tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu sekitar 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 – 50
tahun menunjukkan adanya hubungan antara mioma uteri dengan hormon estrogen. Mioma uteri
belum pernah dilaporkan terjadi pada usia sebelum menarche sedangkan angka kejadian mioma uteri
pada wanita menopause hanya sekitar 10% (Hall, 2016). Ditemukan bahwa mereka yang menarche pada
usia <10 tahun beresiko mendapat penyakit reproduksi 10% lebih cepat dibandingkan dengan wanita
yang memulai menstruasi pada usia 14 tahun. Menarche dini (<10 tahun) ditemukan meningkatkan
resiko relatif mioma uteri 1,24 kali sedangkan menarche lambat (>16 tahun) menurunkan resiko relatif
mioma uteri (Indarti, 2004) Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39% - 11,87 % dari
semua penderita ginekologi yang dirawat (Prawiroharjo, 2008). Di USA wanita kulit hitam 3-9 kali lebih
tinggi menderita mioma uteri dibandingkan

4
wanita berkulit putih, sedangkan di Afrika wanita kulit hitam sedikit sekali menderita mioma uteri
(Baziad, 2003). Wanita yang sering melahirkan sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma
uteri dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik
menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu
kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan, dan nullipara (Hoffman
dkk., 2012).

2.3 Anatomi Uterus Uterus merupakan organ yang tebal, berotot, berbentuk seperti buah pir,
sedikitgepeng kearah muka belakang dan terletak di dalam cavum pelvis antara rektum (posterior) dan
vesika urinaria (anterior). Dinding uterus terdiri dari otot polos dengan ukuran panjang uterus sekitar 7-
7,5 cm, lebar > 5,25 cm, dengan tebal sekitar 1,25 cm. Berat uterus normal kurang lebih 57 gram. Pada
masa kehamilan uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama dibawah pengaruh hormon estrogen
dan progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertrofi
otot polos uterus diikuti serabut-serabut kolagen yang ada menjadi higroskopik akibat meningkatnya
kadar estrogen sehingga uterus dapat mengikuti pertumbuhan janin. Setelah menopause, uterus wanita
nullipara maupun multipara, akan mengalami atrofi dan kembali ke ukuran pada masa predolesen.

Anda mungkin juga menyukai