Anda di halaman 1dari 53

Laporan Kasus

MIOMA UTERI MULTIPEL YANG DITATALAKSANA


DENGAN TOTAL ABDOMINAL HYSTERECTOMY

Oleh :
Apidha Kartinasari NIM 1830912320122
Rahmatulloh Pujo Widodo NIM 1830912310032

Pembimbing :
dr. Setyo Teguh Waluyo, Sp.OG

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Mei, 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4

BAB III LAPORAN KASUS........................................................................ 23

BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................. 40

BAB V PENUTUP......................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 45

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu masalah pada kesehatan reproduksi wanita adalah ditemukannya

mioma uteri yang insidensinya terus mengalami peningkatan. Mioma uteri adalah

tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan ikat

fibroid dan kolagen. Beberapa istilah untuk mioma uteri antara lain fibromioma,

miofibroma, leiomiofibroma, fibroleiomioma, fibroma, dan fibroid.1,2

Mioma uteri atau leiomyoma adalah tumor jinak pada otot polos rahim dan

merupakan salah satu penyebab dilakukannya prosedur histerektomi atau pengang

katan rahim. Kasus mioma uteri terdeteksi pada hampir 25% hingga 80% populasi

wanita di seluruh dunia, namun masih banyak diantaranya yang tidak diberikan tat

alaksana apapun. Mioma uteri merupakan kasus tumor jinak ginekologi yang pali

ng banyak ditemui.3

Mioma uteri belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarche dan sete

lah menopause, hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh, sebagian besar d

itemukan pada wanita usia reproduksi sebanyak 20-25%. Diperkirakan insiden mi

oma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita. Studi prevalensi yang dilakukan d

i delapan negara pada tahun 2009 melaporkan kejadian mioma uteri sebanyak 4,5

% pada wanita Inggris, 4,6% Perancis, 5,5% Kanada, 6,9% Amerika Serikat, 7%

Brazil, 8% Jerman, 9% Korea, dan 9,8% di Italia. Prevalensi mioma uteri mengala

mi peningkatan hingga 14,1% pada kelompok umur 40 tahun ke atas. Rata-rata mi

oma uteri didiagnosis pada rentang usia 33,5 hingga 36,1 tahun.4-7

1
Mioma uteri merupakan tumor jinak terbanyak pada wanita dan merupakan

indikasi histerektomi tersering di Amerika Serikat. Tercatat sebanyak 39% dari 60

0.000 histerektomi yang dilakukan di Amerika Serikat tiap tahunnya. Studi yang d

ilakukan di Amerika Serikat dengan teknik random sampling pada wanita usia 35

49 tahun menemukan bahwa 60% kasus terjadi pada usia 35 tahun dan meningkat

sebanyak 80% di usia 50 tahun pada wanita Afro-Amerika. Sedangkan pada wanit

a Kaukasian, insiden mioma uteri mencapai 40% pada usia 35 tahun dan 70% pad

a usia 50 tahun.7,8

Risiko mioma uteri meningkat seiring dengan peningkatan umur. Penelitian

di Italia (2004) melaporkan 73 kasus mioma uteri dari 341 wanita pada usia 30-60

tahun dengan prevalensi 21,4%. Di India (2006) terdapat 150 kasus mioma uteri,

77 kasus (51%) terjadi pada wanita usia 40-49 tahun dan 45 kasus (30%) terjadi

pada wanita umur lebih dari 50 tahun. Di Nigeria (2014) melaporkan prevalensi

mioma uteri sebanyak 44,41% pada wanita dengan usia 31-40 tahun dengan usia

rata-rata terjadi pada wanita usia 30,5 tahun.9,10

Mioma uteri sendiri, jumlah kejadian penyakitnya di Indonesia menempati

urutan kedua setelah kanker serviks. Sebuah data memberikan infrmasi bahwa

mioma uteri ditemukan pada 2,39%-11,7% pada semua penderita ginekologi yang

dirawat, dan sering ditemukan pada wanita nulipara atau kurang subur daripada

wanita yang sering melahirkan. Prevalensi mioma uteri di Surabaya dan Riau

masing-masing sebanyak 10,03% dan 8,03% dari semua pasien ginekologi yang

dirawat. Jumlah yang cukup banyak ditemukan kasus mioma uteri pada suatu

daerah11,12

2
Sekitar dua per tiga kasus dari mioma uteri yang asimtomatik dan hampir

setengah dari kasus ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik.

Diperkirakan hanya 20-50% mioma saja yang menimbulkan gejala klinik seperti

menoragia, ketidaknyamanan pelvis, serta disfungsi reproduksi.13,14

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa mioma uteri termasuk dal

am neoplasma jinak ginekologi asimtomatik tersering dengan insiden satu dari em

pat wanita selama masa reproduksi aktif. Oleh karena itu, wanita usia subur dihara

pkan partisipasinya untuk melakukan pemeriksaan ginekologi secara teratur agar t

erhindar dari kejadian tumor jinak ini serta penegakkan diagnosis dan penanganan

dini dapat dilakukan.

1.1 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah bagaimana diagnosis dan p

enatalaksanaan kasus mioma uteri?

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan pada laporan kasus ini adalah untuk mengetahui diagnosis

dan penatalaksanaan kasus mioma uteri.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mioma Uteri

2.1.1 Definisi

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi

padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau

multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri,

atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga

berhubungan dengan keganasan.15,16

2.1.2 Epidemiologi

Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita. Stu

di prevalensi yang dilakukan di delapan negara pada tahun 2009 melaporkan kejad

ian mioma uteri sebanyak 4,5% pada wanita Inggris, 4,6% Perancis, 5,5% Kanada,

6,9% Amerika Serikat, 7% Brazil, 8% Jerman, 9% Korea, dan 9,8% di Italia. Pre

valensi mioma uteri mengalami peningkatan hingga 14,1% pada kelompok umur

40 tahun ke atas. Rata-rata mioma uteri didiagnosis pada rentang usia 33,5 hingga

36,1 tahun. 4-7

Penelitian di Italia (2004) melaporkan 73 kasus mioma uteri dari 341 wanita

pada usia 30-60 tahun dengan prevalensi 21,4%. Di India (2006) terdapat 150

kasus mioma uteri, 77 kasus (51%) terjadi pada wanita usia 40-49 tahun dan 45

kasus (30%) terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun.9-12

4
Pada negara Nigeria (2014) melaporkan prevalensi mioma uteri sebanyak

44,41% pada wanita dengan usia 31-40 tahun dengan usia rata-rata terjadi pada

wanita usia 30,5 tahun. Jumlah kejadian penyakit ini di Indonesia menempati

urutan kedua setelah kanker serviks. Mioma uteri ditemukan pada 2,39%-11,7%

pada semua penderita ginekologi yang dirawat, sering ditemukan pada wanita

nulipara atau kurang subur daripada wanita yang sering melahirkan.9-12

2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali

ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi,

dan hanya bermanifestasi selama usia reproduktif. Umumnya mioma terjadi di

beberapa tempat. Pertumbuhan mikroskopik menjadi masalah utama dalam

penanganan mioma, karena hanya tumor soliter dan tampak secara makroskopik

yang memungkinkan untuk ditangani dengan cara enukleasi. Ukuran rerata tumor

ini adalah 15 cm, tetapi cukup banyak yang melaporkan kasus mioma uteri dengan

berat mencapai 45 kg (100 lbs). Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang

mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti metroragia, nyeri, menoragia,

hingga infertilitas. Perdarahan hebat yang disebabkan oleh mioma merupakan

indikasi utama histerektomi di Amerika Serikat. Yang menyulitkan adalah

anggapan klasik bahwa mioma adalah asimtomatik karena hal ini seringkali

meyebabkan gejala yang ditimbulkan dari organ sekitarnya (tuba, ovarium, atau

usus) menjadi terabaikan. Masalah lain terkait dengan asimtomatik mioma adalah

mengabaikan pemeriksaan lanjutan dari spesimen hasil enukleasi atau

histerektomi sehingga miosarkoma menjadi tidak dikenali.17

5
Tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen menjadi

penyebab mioma. Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi prekursor

pertumbuhan miomatosa. Konsentrasi reseptor estrogen dalam jaringan mioma

memang lebih tinggi dibandingkan dengan miometrium sekitarnya tetapi lebih

rendah dibandingkan dengan di endometrium. Mioma tumbuh cepat saat penderita

hamil atau terpapar estrogen dan mengecil atau menghilang setelah menopause.

Walaupun progesteron dianggap sebagai penyeimbang esrrogen tetapi efeknya

terhadap pertumbuhan mioma termasuk tidak konsisten. Walaupun mioma tidak

mempunyai kapsul yang sesungguhnya, tetapi jaringannya dengan sangat mudah

dibebaskan dari miometrium sekitarnya sehingga mudah dikupas (enukleasi).

Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal, berdinding licin, dan apabila

dibelah bagian dalamnya akan menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa

permukaan luarnya adalah kapsul.17

Faktor risiko yang dapat mencetuskan pertumbuhan uterine fibroids seperti

nulipara, menarke yang lebih awal, frekuensi menstruasi yang lebih sering,

riwayat dismenorea, riwayat keluarga dengan uterine fibroids, dan usia (terutama

usia 40 hingga 50 tahun). Adapun kondisi klinis yang dapat berisiko menjadi

mioma uteri adalah adanya hipertensi dan diabetes.18

2.1.4 Klasifikasi

Mioma uteri berasal dari miometrium dan klasifikasinya dibuat berdasarkan

lokasinya. Secara umum, mioma uteri dibagi menjadi 3 klasifikasi yakni

submucosa, intramural, dan subserosa. Mioma submukosa menempati lapisan di

bawah endometrium dan menonjol kedalam (kavum uteri).17

6
Perbedaan dari tiap klasifikisai adalah pengaruhnya pada vaskularisasi dan

luas permukaan endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan yang ireguler.

Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar melalui ostium

serviks. Yang harus diperhatikan dalam menangani mioma bertangkai adalah

kemungkinan terjadinya torsi dan nekrosis sehingga risiko infeksi sangatlah

tinggi. Mioma intramural atau insterstisial adalah mioma yang berkembang di

antara miometrium. Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah

lapisan serosa uterus dan dapat bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai.

Mioma subserosa juga dapat menjadi parasit omentum atau usus untuk

vaskuiarisasi tambahan bagi pertumbuhannnya.17

Klasifikasi terbaru yang dibuat oleh FIGO dapat dilihat pada gambar

dibawah ini.18

Gambar 2.1 Subklasifikasi leiomyoma oleh FIGO.18

7
2.1.5 Patofisiologi

Mioma merupakan hasil dari penggandaan satu sel otot. Etiologi yang

diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada

uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik

sisa yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen

yang mengalami mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal.

Penelitian menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom

yaitu t(12;14)(q15;q24).19

Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.

Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan

ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada

tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan

pemberian preparat progesteron atau testosteron. Pemberian agonis GnRH dalam

waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma.

Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon

mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat

bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal

dan insulin like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk,

telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih

banyak pada mioma daripada myometrium normal dan mungkin penting pada

perkembangan mioma. Namun belum terbukti karena tumor ini tidak mengalami

regresi yang bermakna setelah menopause karena kadang-kadang berkembang

setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.19

8
Proliferasi sel yang terjadi pada mioma uteri cukup sederhana dan

pertumbuhannya bergantung pada steroid ovarium estrogen dan progesteron, dan

kebanyakan fibroid ini akan menyusut seiring pasca menopause. Estrogen

estradiol yang secara biologis menginduksi produksi PR melalui ER-α PR penting

untuk respon jaringan fibroid terhadap progesterone yang disekresikan oleh

ovarium. Progesteron dan PR sangat diperlukan untuk pertumbuhan tumor,

meningkatkan proliferasi dan kelangsungan hidup sel, serta meningkatkan

pembentukan matriks ekstraseluler. Dengan tidak adanya progesterone dan PR,

estrogen dan ER-α tidak cukup untuk pertumbuhan fibroid.18

2.1.6 Manifestasi Klinik

Gejala klinik hanya terjadi pada 35"h - 50% penderita mioma. Hampir

sebagian besar penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam

uterusnya, terutama sekali pada penderita dengan obesitas. Keluhan penderita

sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis mioma yang diderita. Berbagai

keluhan penderita dapat berupa:

A. Perdarahan abnormal uterus

Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi

pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia

defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka

sulit untuk dikoreksi dengan suplementasi zat besi. Perdarahan pada mioma

submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium,

tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena) atau

ulserasi endometrium di atas tumor.17

9
Tumor bertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis

endometrium akibat tarikan dan infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh

tangkai yang keluar dari ostium serviks). Dismenorea dapat disebabkan oleh efek

tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal myometrium.17

B. Nyeri

Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila

kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses

degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau

kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kar,'um

uteri. Gejala abdomen akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya

infark atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti

peritonitis). Mioma yang besar dapat menekan rectum sehingga menimbulkan

sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma yang

menekan persyarafan yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.17

C. Efek penekanan

Tidaklah mudah menghubungkan adanya penekanan organ dengan mioma.

Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar.

Parasitik mioma menyebabkan obstruksi saluran cerna perlekatannya dengan

omentum menyebabkan strangulasi usus. Mioma serviks dapat menyebabkan

sekret serosanguinea vaginal, perdarahan, dispareunia, dan infertilitas. Bila lebih

besar, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan rektum. Bisa dikenali

melalui pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna, rontgen, dan MRI. Abortus

10
spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung mioma terhadap kavum

uteri.17

2.1.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung pada lokasi,

arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20 – 50

% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh

apapun.

Hipermenoroe, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari gejala

mioma uteri. Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien

ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma

submukosa, sekitar 65 % wanita dengan mioma mengeluh dismeneroe, nyeri perut

bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan

mioma, maka kandung kemih, ureter dan usus dapat terganggu, dimana peneliti

melaporkan keluhan disuri ( 14 % ), keluhan obstipasi (13 % ). Mioma uteri

sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2 – 10 % kasus. Infertilitas

terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis dari tuba fallopi. Abortus spontan dapat

terjadi bila mioma menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan

kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus

didalam panggul.20

2. Pemeriksaan fisik

Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.

Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh

11
satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa

massa seperti ini adalah bagian dari uterus.20

3. Temuan laboratorium

Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan

perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang

mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan

polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga

akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan

balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.20

4. Pemeriksaan penunjang

a. Ultrasonografi

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam

menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat

pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar paling baik

diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas

menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas

kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus

hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah

yang hipoekoik.20

b. Histeroskopi

Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika

tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.20

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

12
MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi

mioma, tetapi jarang diperlukan.20

Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat

dibedakan dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3

mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat

menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat

disimpulkan.20

2.1.8 Tatalaksana

1. Konservatif

Penderita dengan mioma yang kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan

pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar

dari kehamilan 10 – 12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada

16,21,22
tangkai, perlu diambil tindakan operasi.

2. Terapi medikamentosa

Terapi medikammentosa yang dapat memperkecil volume atau

menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat

ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi

pengganti sementara dari terapi operatif. Adapun preparat yang selalu digunakan

untuk terapi medikamentosa adalah analog GnRH, progesteron, danazol,

gestrinon, tamoksifen, goserelin, anti prostaglandin, dan agen-agen lain

(gossipol,amantadine).23,24

13
Analog GnRH

Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien dengan mioma uteri

yang diberikan analog GnRH leuprorelin asetat selama 6 bulan, ditemukan

pengurangan volume uterus rata-rata 67%, pada 90 wanita didapatkan pengecilan

volume uterus sebesar 20%, dan pada 35 wanita ditemukan pengurangan volume

mioma sebanyak 80%. 20

Efek maksimal dari analog GnRH baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara

kerjanya menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya

dalam darah menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause. Setiap mioma

uteri memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian analog GnRH.20

Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang

paling responsif terhadap pemberian analog GnRH. Sedangkan mioma subserosa

tidak responsif dengan pemberian analog GnRH ini. Keuntungan pemberian

20
pengobatan medikamentosa dengan analog GnRH adalah:

1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri

2. Mengurangi anemia akibat pendarahan

3. Mengurangi pendarahan pada saat operasi

4. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma

5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal

6. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi

Progesteron

Peneliti Lipschutz tahun 1939, melaporkan perkembangan mioma uteri

dapat dihambat atau dihilangkan dengan pemberian progesteron. Dimana

14
20
progesteron bisa bersinergis dengan estrogen, tetapi mempunyai aksi antagonis.

Tahun 1946 Goodman melaporkan terapi injeksi progesteron 10 mg dalam 3 kali

seminggu atau 10 mg sehari selama 2 – 6 minggu, terjadi regresi dari mioma uteri.

Segaloff tahun 1949, mengevaluasi 6 pasien dengan perawatan 30 sampai 189

hari, dimana 3 pasian diberi 20 mg progesteron intramuskuler tiap hari, dan 3

pasian lagi diberi 200 mg tablet. Pengobatan ini tidak mempengaruhi ukuran

mioma uteri.20

Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada

pemberian progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg pr

hari selama 21 hari. Pada pemberian 2 mg norethindrone tiap hari selama 30 hari

tidak mempengaruhi perubahan ukuran volume mioma uteri. Perkiraan ukuran

mioma uteri sebelum dan sesudah terapi tidak dilakukan dan efektifitasnya

dimulai berdasarkan temuan histologis. Terapi progesteron mungkin ada berhasil

dalam pengobatan mioma uteri, hal ini belum terbukti saat ini. 20

Danazol

Danazol merupakan progestogen sintetik yang berasal dari testoteron, dan

pertama kali digunakan untuk pengobatan endometrosis. Prof. Maheux tahun

1983 pada pertemuan tahunan perkumpulan fertilitas Amerika, mempresentasikan

hasil studinya di Universitas Yale, 8 pasien mioma uteri diterapi 800 mg danazol

setiap hari, selama 6 bulan. Dosis substansial didapatkan hanya menyebabkan

pengurangan volume uterus sebesar 20 – 25 %, dimana diperoleh fakta bahwa

damazol memiliki substansi androgenik. 20

15
Tamaya, dan rekan-rekan tahun 1979, melaporkan reseptor androgen pada

mioma terjadi peningkatan aktivitas 5∝-reduktase dibandingkan dengan

miometrium dan endometrium normal. Yamamoto tahun 1984, dimana mioma

uteri, memiliki suatu aktifitas aromatase yang tinggi dan dapat membentuk

estrogen dari androgen. 20

Gestrinon

Gestrinon adalah suatu trienic 19- nonsteroid sintetik, juga dikenal sebagai

R 2323 yang terbukti efektif dalam pengobatan endometrosis. Coutinho tahun

1986 melaporkan, 97 wanita, kelompok A (n = 34) menerima 5 mg gestrinon

peroral 2 kali seminggu, kelompok B (n = 36) 2,5 mg gestrinon peroral 2 kali

seminggu, dan kelompok C (n = 27) menerima 2,5 mg gestrinon pervaginan 3 kali

seminggu. 20

Data masing-masing pasien di evakuasi setelah 4 bulan pengobatan dengan

gesterinon, didapatkan volume uterus berkurang 18 % pada kelompok A, 27%

pada kelompok B, tetapi pada kelompok C meningkat 5 %. Setelah masa

pengobatan selama 4 bulan berakhir, 95 % pasien mengalami amenorce.

Coutinho, menyarankan penggunaan gesterinon sebagai terapi preoperatif untuk

mengontrol perdarahan menstruasi yang banyak berhubungan dengan mioma

uteri. 20

Tamoksifen

16
Tamoksifen merupakan turunan trifeniletilen mempunyai khasiat estrogenik

maupun antiestrogenik. Dan dikenal sebagai “selective estrogen receptor

modulator” (SERM) dan banyak digunakan untuk pengobatan kanker payudara

stadium lanjut. Karena khasiat sebagai estrogenik maupun antiestrogenik.

Beberapa peneliti melaporkan, pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6

wanita premenopause dengan mioma uteri selama 3 bulan dimana, volumae

mioma tidak berubah. Kerja tamoksifen pada mioma uteri, dimana konsentrasi

reseptor estradiol total secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena

peningkatan kadar progesteron bila diberikan secara berkelanjutan. 20

Goserelin

Goserelin merupakan GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap

jaringan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Dan

pada pemberian goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan

dapat menghilangkan gejala menorargia dan nyeri pelvis. Pada wanita

premenopause dengan mioma uteri, pengobatan jangka panjang dapat menjadi

alternatif tindakan histerektomi terutama pada saat menjelang menopause.

Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari semprot hidung sama efektifnya

dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali dengan cara injeksi subkutan. 20

Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan

disupresi selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping

berupa keringat dingin. Pemberian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi

estrogen tanpa tumbuh mioma kembali atau berulangnya peredaran abnormal sulit

17
diterima. Peneliti mengevaluasi efek pengobatan dengan formulasi depot bulanan

goserelin dikombinasi dengan HRT (estrogen konjugasi 0.3 mg) dan

medroksiprogesteron asetat 5 mg pada pasien mioma uteri, parameter yang diteliti

adalah volume mioma uteri, keluhan pasien, corak perdarahan, kandungan mineral

tulang dan fraksi kolesterol. Kesimpulannya pemberian goserelin dikombinasi

dengan HRT dilaporkan dapat mengurangi mioma uteri, dengan keluhan berupa

keringat dingin dan pola perdarahan spotting, bila pengobatan dihentikan. Dimana

kandungan mineral tulang berkurang bila pemberian pengobatan selama 6 bulan

pertama.20

Tiga bulan setelah pengobatan perlu dilakukan observasi, dan konsentrasi

HDL, kolesterol meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma trigliserida

konsentrasi menetap selama pemberian terapi. 20

Antiprostaglandin

Penghambat pembentukan prostaglandin dapat mengurangi perdarahan yang

berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal ini beralasan untuk diterima

atau mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma uteri.

Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian naproxen 500 – 1000 mg

setiap hari untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang

diinduksi mioma, meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7 %

wanita dengan menoragia idiopatik. Studi ini didasarkan hanya penilaian secara

simptomatik, sedangkan ukuran mioma tidak diukur. 20

Agen-agen lain (Gossypol dan Amantadin)

Gossypol

18
Meiling pada tahun 1980, melaporkan penggunaan gossypol pada 30 wanita

dengan perdarahan menopause fungsional, mioma uteri dan endometrosis. Kadar

ekstrogen menurun pada 70 kasus endometrium, menunjukkan tingginya kejadian

atrofi endometrium. 20

Pada 65.5 % didapatkan pengurangan volume mioma yang terbatas.

Perhatian utama dengan agen ini ada kemungkinan efek-efek samping. Pada uji

klinik, dilaporkan kelelahan dan hipokalemu irreversibel dan efek permanen

secara langsung pada gonad atau kontrasepsi pria.20

Amantadin

Amantadin telah dibuktikan oleh FDA untuk pengobatan parkinson, dan

reaksi ekstra piramidal yang diinduksi obat. Dan menyebabkan pelepasan

dopamin endogen dan mengaktivasi neuron dopaminergik dan noradrenergik.

Luisi melaporkan selama 10 tahun pengalamannya mengobati mioma simptomatik

dengan amantadin. Keseluruhan dengan 160 pasien menerima amantadin ( 200 mg

perhari ) untuk 20 hari dalam sebulan selama 6 bulan. Setelah 6 bulan pengobatan,

pertumbuhan mioma dihambat, dimana konsistensinya berkurang secara bertahap

dan gejalanya berkurang. Mekanisme kerjanya tidak jelas, diduga bahwa

pengurangan ukuran tumor berhubungan dengan penurunan aliran darah.

Amantadin mungkin berguna untuk pengobatan mioma uteri, kemanjuran tidak

ditunjukkan secara tepat dengan efek samping gagal jantung kongestif, gagal

ginjal dan hipotensi ortostatik. 20

3. Terapi Bedah

19
Histerektomi

Histerektomi adalah terapi yang direkomendasi sebagai profilaksis untuk

mengurangi angka morbiditas akibat pertumbuhan tumor selanjutnya. Tipe-tipe

histerektomi dapat menjadi pilihan seperti abdominal, laparoskopik, dan melalui

vaginal. Tipe histerektomi dapat bergantung pada keahlian dokter, pengalaman,

dan dapat mengikuti pedoman yang ada. Histerektomi menjadi tatalaksana paing

efektif pada mioma uteri simtomatik.18

Miomektomi

Miomektomi adalah prosedur alternative selain histerektomi, bagi wanita

yang masih ingin mempertahankan uterusnya. Prosedur ini memiliki risiko

perdarahan yang lebih besar dibandingkan histerektomi, namun risiko cedera

ureter lebih rendah pada miomektomi. Terdapat risiko rekurensi apabila memilih

prosedur ini yakni sekitar 15%, dan dilaporkan sekitar 10% pasien yang menjalani

miomektomi akan menjalani prosedur histerektomi dalam 5 hingga 10 tahun

kedepan. Risiko rekurensi ini berkaitan erat dengan usia, jumlah fibroid sebelum

di operasi, penyakt penyerta, dan persalinan pasca miomektomi itu sendiri. Perlu

dilakukan konseling terkait prosedur histerektomi yang mungkin dilakukan di

masa mendatang pada beberapa wanita yang memilih prosedur ini. Sehingga

prosedur histerektomi masih menjadi pilihan utama dalah kebanyakan kasus

wanita dengan mioma uteri yang memerlukan tindakan operasi.18

20
Gambar 2.2 Algoritma manajemen mioma uteri.18

2.1.9 Komplikasi

Perubahan sekunder bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya

pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain:17

• Atrofi: sesudah menopause atau sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.

• Degenerasi hialin: Sering pada usia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya

menjadi homogen. Dapat semua atau sedikit saja dari padanya seolah-olah

memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.

• Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian

dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur

berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe

sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini sukar

dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.

21
• Degenerasi membatu (calcereus degeneration): sering pada usia lanjut oleh

karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam

kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan

pada foto rontgen.

• Degenerasi merah (carneus degeneration): Biasa pada kehamilan dan nifas,

karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan

Terlihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen

hemosiderin dan hemofusin. Pada kehamilan muda, biasa disertai emesis, haus,

sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.

gambarannya pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.

• Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.17

Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri:17

1. Degenerasi ganas.

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari

seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan

umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.

Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan

apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.

2. Torsi (putaran tangkai).

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan

sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom

abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.

3. Nekrosis dan infeksi.

22
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan

karena gangguan sirkulasi darah padanya.

23
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. K

Umur : 42 tahun

Agama : Islam

Suku : Dayak

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jl. Jadi Mulya II RT 004/ RW 01, Kecamatan maliku,

Kabupaten Pulang Pisau

MRS tanggal : 14 April 2021

Tanggal operasi : 16 April 2021

Tanggal KRS : 20 April 2021

RMK : 1-11-30-04

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada pasien tanggal 20 April

2021.

24
1. Keluhan utama :

Nyeri perut bawah

2. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poliklinik kandungan RSUD Ulin Banjarmasin tanggal 14

April 2021 dan MRS tanggal 14 April 2021 dengan diagnosis adenomiosis uteri +

mioma uteri. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bawah sejak ± 1 bulan

sebelum masuk rumah sakit. Muncul secara perlahan-lahan. pasien biasanya

mengeluhkan nyeri perut bawah saat datang bulan. nyeri disekitar perut bawah

(-) ,riwayat keputihan (-), teraba benjolan di perut (-). Riwayat trauma,

pendarahan setelah bersenggama dan penurunan berat badan disangkal. BAB dan

BAK pasien dalam batas normal. Pasien dalam kegiatan sehari-hari masih bisa

beraktivitas seperti biasa. Pasien direncanakan untuk dilakukan laparatomi dan

histerektomi pada tanggal 16/04/2014 .

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien mulai berobat di poli kandungan sejak 8 maret 2021 kira kira 2-3

kali. belum ada pengobatan rutin sebelumnya. tidak ada riwayat operasi

sebelumnya. Tidak ada penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi.

Riwayat penyakit keluarga:

Pada keluarga tidak ada keluhan yang serupa. Tidak ada riwayat hipertensi,

diabetes mellitus, asma, alergi.

25
3. Riwayat Haid:

Menarche usia 14 tahun. Siklus haid teratur 28 Lama haid rata-rata 7 hari.

Haid biasanya menghabiskan 2-3 kali ganti pembalut per hari.

4. Riwayat perkawinan:

Pasien menikah 3 kali. Pernikahan pertama tahun 1990 sampai dengan 2001

(suami meninggal), yang kedua tahun 2003 selama 1 bulan (cerai), dan yang

ketiga pada tahun 2004 sampai sekarang

5. Riwayat obstetri:

N Tahun Tempat Persalinan Anak


o Lahir Lahir Jenis Kelamin Berat Keadaan
1. 1995 Bidan Spontan Perempuan 2800 gr Hidup
Praktik belakang
Mandiri kepala
2. 2000 Bidan Spontan Perempuan 2700 gr Hidup
Praktik belakang
Mandiri kepala
3 2005 Bidan Spontan Laki-laki 2900 gr Hidup
Praktik belakang
Mandiri kepala

6. Riwayat kontrasepsi:

Menurut pengakuan pasien, pasien pernah KB suntik 3 bulan dan sudah

berhenti sejak 2 tahun yang lalu

C. Pemeriksaan Fisik
26
1. Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit ringan, tidak ada anemis, sianosis,

ikterik dan dispneu

Kesadaran : Compos mentis, GCS 4-5-6

Tanda vital :

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

LN : 20 kali/menit

S : 36,6 oC

Kulit : Turgor kulit baik, Kelembapan cukup

Kepala/leher

Kepala : Bentuk normal

Mata : Mata tidak cekung, Konjungtiva tidak pucat,

sklera tidak ikterik, palpebrae tidak edem, pupil

isokor, refleks cahaya ditemukan baik.

Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari

telinga, tidak ada gangguan pendengaran.

Hidung : Bentuk normal, tidak tampak deviasi septum,

tidak ada sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada

pernapasan cuping hidung.

Mulut : Bibir dan mukosa pucat, bibir tidak kering,

perdarahan gusi tidak ada, tidak ada trismus,

27
tidak ada pembesaran atau radang pada tonsil,

lidah tidak ada kelainan.

Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak

pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid,

tidak ada pembesaran JVP.

Thoraks

Paru

Inspeksi : bentuk normal, gerakan dada simetris, tidak ada retraksi

Palpasi : fremitus vokal kedua sisi paru simetris, tidak ada nyeri

tekan.

Perkusi : sonor pada kedua sisi thorax

Auskultasi : bronkovesikuler, tidak ada ronkhi atau wheezing.

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : tidak teraba thrill.

Perkusi : batas jantung normal, ICS IV LMK kiri dan ICS II LPS

kanan.

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada.

Abdomen

Inspeksi : tampak datar, tidak terdapat striae

Auskultasi : bising usus normal

Palpasi : teraba padat, tidak ada nyeri tekan

Perkusi : timpani

28
Ekstrimitas

Atas : Akral hangat pada kedua sisi, tidak ada edema, gerak

normal, tidak ada nyeri gerak

Bawah : Akral hangat pada kedua sisi, tidak ada edema, gerak

normal, tidak ada nyeri gerak.

2. Status Ginekologi

Inspeksi : Vulva/vagina tidak ada fluxus, tidak ada fluor albous,

tampak urine mengalir dari vagina

Palpasi : Tidak teraba massa, ada nyeri tekan, tidak ada keluar

darah/ sekret

Inspekulo : V/v : Flx (-), Flr (-)

Portio multipara, Massa (-)

Vaginal Toucher :

- Portio: portio multipara, massa (-), flx (-), flr (-)

- Corpus uteri: AnteFleksi- biasa

- Adneksa parametrium dextra/sinistra: tidak ada

massa

- Cavum douglas: tak ada kelainan

Rectal Toucher : Tonus sfingter anus menjepit kuat, mukosa licin

D. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

29
(23/03/2021)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.0 12.0-16.0 g/Dl
Lekosit 4.3 4,0 – 10,5 rb/μL
Eritrosit 3.18 4,00 – 5,30 Juta/μL
Hematokrit 3.17 37,0-47,0 Vol%
Trombosit 253 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 15.1 12,1-14,0 %
MCV 99.7 75.0 – 96.0 Fl
MCH 37.7 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 37.9 33.0 – 37.0 %

HITUNG JENIS
Basofil% 0.2 0.0-1.0 %
Eosinofil% 0.9 1.0-3.0 %
Neutrofil% 64.3 50,0 – 81,0 %
Limfosit% 27.4 20,0 – 40,0 %
Monosit% 7.2 2,0 – 8,0 %
Basofil# 0.01 <1,00 ribu/ul
Eosinofil# 0.04 <3,00 ribu/ul
Neutrofil# 2.77 2,50 – 7,00 ribu/ul
Limfosit# 1.18 1,25 - 4,00 ribu/ul
Monosit# 0.31 0.30-1.00 ribu/ul
DIABETES
Gula darah sewaktu 91 <200.00 mg/dl
HEMOSTASIS
Hasil PT 11.2 9.9-13.5 Detik
INR 1.02 -
Control Normal PT 11.4 -
Hasil APTT 33.5 22.2-37.0 Detik
Control normal APTT 26.1 -
HATI DAN PANKREAS
SGOT 15 5 – 34 U/L
SGPT 8 0 – 55 U/L

GINJAL
Ureum 24 0 – 50 mg/dl
Kreatinin 0.61 0,57 – 1,11 mg/dl
IMUNO SEROLOGI
Anti HIV (Elisa) 0.15 <1.00 S/CO
HEPATITIS
HbsAg Non reaktif Non reaktif S/CO
30
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
ELEKTROLIT
Natrium 139 136 – 145 Meq/L
Kalium 3,2 3,5 – 5,1 Meq/L
Chlorida 109 98 – 107 Meq/L

(16/04/2021) post op

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 9.4 12.0-16.0 g/Dl
Lekosit 8.1 4,0 – 10,5 rb/μL
Eritrosit 2.74 4,00 – 5,30 Juta/μL
Hematokrit 26.4 37,0-47,0 Vol%
Trombosit 163 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 13.4 12,1-14,0 %
MCV 96.4 75.0 – 96.0 Fl
MCH 34.3 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 35.6 33.0 – 37.0 %

HITUNG JENIS
Basofil% 0.0 0.0-1.0 %
Eosinofil% 0.0 1.0-3.0 %
Neutrofil% 85.1 50,0 – 81,0 %
Limfosit% 10.2 20,0 – 40,0 %
Monosit% 4.7 2,0 – 8,0 %
Basofil# 0.0 <1,00 ribu/ul
Eosinofil# 0.00 <3,00 ribu/ul
Neutrofil# 6.9 2,50 – 7,00 ribu/ul
Limfosit# 0.83 1,25 - 4,00 ribu/ul
Monosit# 0.38 0.30-1.00 ribu/ul

2. Foto Thorax (23 maret 2021)

 Cor : ukuran dan bentuk normal

 Pulmo : tak tampak infiltrat/konsolidasi/nodul, corakan bronkovaskuler

normal

 Sinus tajam

31
 Diafragma normal

Kesimpulan : Secara radiologi cor dan pulmo dalam batas normal.

3. USG TAS (01/04/2021)

Kesimpulan:

 VU terisi
 Uterus : AF uk > normal 7,8 x 4,5 x 5,27 cm, EL (+) 2.9 berbatas tidak tegas.
Tampak massa berbatas tidak tegas dengan ukuran 3.2 x 3.14 cm, dan tampak
massa hipoechoic berbatas tegas padat ukuran 3 x 2,2 cm.
 Kedua Ovarium dalam batas normal
 Kesan : mioma uteri dan adenomiosis

4. Hasil EKG (24 maret 2021)

32
Kesimpulan : Irama sinus dengan frekuensi 77x/menit, normoaxis, normal

E. Diagnosis

Adenomiosis Uteri + Mioma Uteri

F. Tatalaksana

- Swab diagnostik

- Pro Laparatomi Histerektomi tanggal 16 April 2021

- Persiapan sebelum operasi :

a. Cukur bulu pubis

b. Fleet Phosposoda jam 22.00 WITA

c. Puasa mulai pukul 00.00 WITA

d. Fleet enema jam 05.00

e. Pasang DC pagi sebelum operasi

f. Inj. Ceftriaxone 2 gram (antibiotic profilaksis)

g. Sedia Darah 1 Wb dan 2 PRC

Laporan Prosedur Laparotomi dan Histerektomi (16 April 2021)

33
1. KIE dan informed consent pro laparatomi histerektomi, pasang infus dan

kateter serta antibiotik profilaksis.

2. Pasien terlentang dalam posisi litotomi dalam pengaruh anestesi

3. Desinfeksi Lapangan operasi dengan betadine 10% dipersempit dengan

doek steril.

4. Insisi Midline ± 10 cm diperlebar lapis demi lapis sampai dengan cavum

abdomen terbuka

5. Pada eksplorasi didapatkan:

 Uterus membesar sesuai ukuran 16-17 mm, didapatkan mioma uteri

intramural sebanyak 1 buah ukuran 5x4 cm di corpus anterior, dan 1 buah

mioma uteri subserous ukuran 2x1 cm di fundus

 Adnexa dextra dan sinistra tuba ovarium dalam batas normal.

6. Diputuskan Untuk dilakukan TAH

 Ligamentum Rotundum dextra dan sinistra diklem double, dipotong,

dijahit tramfix dengan PGA 2.0

 Ligamentum latum anterior dibuka dengan mitzenboum

 dibuat bladder HAP, Vesica urinaria disisihkan ke kaudolateral

 dibuat tunnel avascular

 Vasa uterine diklem, dipotong, dijahit dengan transfix dengan PGA 2.0

 Jaringan paravesikal dektra dan sinistra di klem ,dipotong, djiahit dengan

PGA 2.0

 Uterus dipotong setinggi Cervix

34
 Dibuat jahitan sudut, stump vesika dijahit dengan feston, jahitan sudut

digabung dengan jahitan sacrouterina

 Dilakukan Reperitoneal ligase

 Lapangan Operasi dijahit lapis demi lapis, pendarahan ±200 cc, operasi

selesai. jaringan dilakukan pemeriksaan PA.

35
Laporan Operasi TAH

Gambar Klinis Intraoperatif

36
G. Diagnosis Post Op

Post Operasi Total abdominal Histerektomi atas indikasi Multiple Mioma Uteri

H. Tatalaksana

- IVFD RL; D5 2:1 /24 jam

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV

- Inj. Keterolac 30 mg/ 8 jam IV

- Inj. Asam Traneksamat 500 mg/ 8 jam IV

- Inj. Furamin 1 am/8 jam IV

- monitoring KU, TTV dan akut abdomen

- Antar jaringan Ke patologi anatomi

- Rawat Luka

37
I. Perkembangan Perawatan Pasien

Sebelum dilakukan operasi

15/4/2021 16/04/2021
S) Nyeri Perut (+) Pelaksaan Operasi. Persiapan sebelum
operasi :
O) a. Cukur bulu pubis
Status Umum b. Fleet Phosposoda jam 22.00
KU : Baik WITA
GCS 456 CM A(-) I (-) C (-) D (-) c. Puasa mulai pukul 00.00 WITA
TD : 110/70 d. Fleet enema jam 05.00
HR : 80 e. Pasang DC pagi sebelum operasi
RR: 18 f. Inj. Ceftriaxone 2 gram
Temp : 36oC (antibiotic profilaksis)
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), g. Sedia Darah 1 Wb dan 2 PRC
gallop (-)
Pulmo : ves +/+, rh -/-, wh -/-
Ekstremitas : udem (-/-)

Status Ginekologi
V/V : flx(-)

A)
Adenomiosis uteri + Mioma Uteri

P)
Pro laparatomi Histerektomi

Setelah dilakukan operasi

38
17/4/2021 18/04/2021
S) Nyeri luka operasi (+), mual (-), S) Nyeri luka operasi (<), mual (-),
BAB (+) 1 kali
O)
O) Status Umum
Status Umum KU : Baik
KU : baik GCS 456 CM A(-) I (-) C (-) D (-)
GCS 456 CM A(-) I (-) C (-) D (-) TD : 110/70
TD : 105/86 HR : 74
HR : 80 RR: 20
RR: 18 Temp : 36,3oC
Temp : 36oC Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), (-)
gallop (-) Pulmo : ves +/+, rh -/-, wh -/-
Pulmo : ves +/+, rh -/-, wh -/- Abdomen : Supel , BU (+)
Abdomen : Supel , BU (+) Ekstremitas : udem (-/-)
Ekstremitas : udem (-/-)
Status Ginekologi
Status Ginekologi V/V : flx(-)
V/V : flx(-)
Lab (16/04/2021)
Lab (16/04/2021) Hb : 9.4
Hb : 9.4
A)
A) Post Op TAH (H2) a/I multiple mioma
Post Op TAH (H1) a/I multiple uteri + anemia (9.4)
mioma uteri + Anemia (9.4)
P)
P) Post Op TAH
Post Op TAH
I)
I) IVFD RL; D5 2:1 /24 jam
IVFD RL; D5 2:1 /24 jam Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV (H3)
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV (H2) Inj. Keterolac 30 mg/ 8 jam IV
Inj. Keterolac 30 mg/ 8 jam IV Inj. Asam Tranesamat 500 mg/ 8 jam
Inj. Asam Tranesamat 500 mg/ 8 jam IV
IV Inj. Furamin 1 am/8 jam IV
Inj. Furamin 1 am/8 jam IV monitoring KU, TTV dan akut
monitoring KU, TTV dan akut abdomen
abdomen Rawat Luka (19-04-2021)
Antar jaringan Ke patologi anatomi
Rawat Luka (19-04-2021)

39
19/4/2021 20/04/2021
S) Nyeri luka operasi (<), mual (-) S) Nyeri luka operasi (<), mual (-),

O) O)
Status Umum Status Umum
KU : baik KU : Baik
GCS 456 CM A(-) I (-) C (-) D (-) GCS 456 CM A(-) I (-) C (-) D (-)
TD : 120/80 TD : 112/81
HR : 98 HR : 98
RR: 18 RR: 18
Temp : 36,7oC Temp : 36,7oC
Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop
gallop (-) (-)
Pulmo : ves +/+, rh -/-, wh -/- Pulmo : ves +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : Supel , BU (+) Abdomen : Supel , BU (+)
Ekstremitas : udem (-/-) Ekstremitas : udem (-/-)

Status Ginekologi Status Ginekologi


V/V : flx(-) V/V : flx(-)

Lab (16/04/2021) Lab (16/04/2021)


Hb : 9.4 Hb : 9.4

A) A)
Post Op TAH (H4) a/I multiple Post Op TAH (H5) a/I multiple mioma
mioma uteri + Anemia (9.4) uteri + anemia (9.4)

P) P)
Post Op TAH Post Op TAH

I) I)
Aff DC Po. cefixime 2x 200 mg
Rawat Luka hari ini Po. Po. Asam Mefenamat 3x500 mg
Bila sudah BAK spontan dan luka Po. Asam traneksamat 3x500 mg
kering boleh pulang Po. SF 2x1
Po. cefixime 2x 200 mg Po. Vip Albumin 3x2
Po. Po. Asam Mefenamat 3x500 mg Pasien boleh pulang
Po. Asam traneksamat 3x500 mg
Po. SF 2x1
Po. Vip Albumin 3x2

Pasien diperbolehkan KRS pada tanggal 20 April 2021 dengan jadwal kontrol

rawat jika hasil PA sudah keluar.

40
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, dilaporkan seorang wanita berusia 42 tahun dengan

diagnosis awal Adenomiosis uteri + Mioma Uteri. Pasien datang MKB pada

tanggal 14 April 2021 pukul 12.30 WITA, Pasien datang dengan keluhan nyeri

perut bawah sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Muncul secara perlahan-

lahan. pasien biasanya mengeluhkan nyeri perut bawah saat datang bulan.

munculnya hilang timbul. Pemeriksaan fisik status generalis dan status ginekologi

dalam batasn normal. Dari pemeriksaan Penunjang, Terutama pada USG

ditemukan pada uterus tampak AF uk > normal 7,8 x 4,5 x 5,27 cm, EL (+) 2.9

berbatas tidak tegas, tampak massa berbatas tidak tegas dengan ukuran 3.2 x 3.14

cm, dan tampak massa hipoechoic berbatas tegas padat ukuran 3 x 2,2 cm. Pasien

dilakukan Laparatomi sampai dengan Histerektomi pada tanggal 16/04/2021.

Setelah dilakukan laparatomi ditemukan mioma uteri intramural sebanyak 1 buah

ukuran 5x4 cm di corpus anterior, dan 1 buah mioma uteri subserous ukuran 2x1

cm di fundus. Kemudian diputuskan untuk dilakukan Total Abdominal

Hysterectomy.

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi

padat

kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau

multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri,

41
atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga

berhubungan dengan keganasan.15,16

Pada kasus ini, pasien berumur 42 tahun yang merupakan salah satu dari

faktor risiko terjadinya mioma uteri. Faktor risiko yang dapat mencetuskan

pertumbuhan uterine fibroids seperti nulipara, menarke yang lebih awal, frekuensi

menstruasi yang lebih sering, riwayat dismenorea, riwayat keluarga dengan

uterine fibroids, dan usia (terutama usia 40 hingga 50 tahun). Adapun kondisi

klinis yang dapat berisiko menjadi mioma uteri adalah adanya hipertensi dan

diabetes.18

Mioma uteri ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang . Pada pasien ditemukan gejala nyeri perut bawah yang muncul

perlahan dan hilang timbul sejak 1 bulan ini. Menurut kepustakaan, sebenarnya

hampir sebagian besar penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di

dalam uterusnya, terutama sekali pada penderita dengan obesitas. Keluhan

penderita sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis mioma yang diderita.

Berbagai keluhan penderita dapat berupa: Perdarahan abnormal uterus, nyeri dan

efek penekanan. Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali

apabila kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan

proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau

kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum
17
uteri. . Sesuai dengan Kasus ini, setelah dilakukan Laparatomi, didapatkan

adanya mioma subserosa sehingga ini merupakan salah satu penyebab nyeri.

42
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung pada lokasi,

arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20 – 50

% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh

apapun. Hipermenoroe, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari

gejala mioma uteri.20

Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien ditemukan 44%

gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65

% wanita dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta

nyeri pinggang.20

Pada pemeriksaan Fisik status generalis dan status ginekologis tidak

ditemukan adanya massa. sesuai kepustakaan, mioma uteri mudah ditemukan

melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas

bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi

sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.
20

Dari pemeriksaan Penunjang, Terutama pada USG TAS ditemukan pada

uterus tampak massa berbatas tidak tegas dengan ukuran 3.2 x 3.14 cm, dan tampa

k massa hipoechoic berbatas tegas padat ukuran 3 x 2,2 cm. Sesuai teori bahwa

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan

adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus

yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui

ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran

ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran

43
uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan

akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.20

Pada kasus ini pasien dilakukan laparatomi dan histerektomi. sesuai

kepustakaan Histerektomi adalah terapi yang direkomendasi sebagai profilaksis

untuk mengurangi angka morbiditas akibat pertumbuhan tumor selanjutnya.18

Tipe-tipe histerektomi dapat menjadi pilihan seperti abdominal,

laparoskopik, dan melalui vaginal. Tipe histerektomi dapat bergantung pada

keahlian dokter, pengalaman, dan dapat mengikuti pedoman yang ada.

Histerektomi menjadi tatalaksana paing efektif pada mioma uteri simtomatik. 18

Pada kasus ini dilakukan total abdominal histerektomi.

Histerektomi perut total terutama diindikasikan pada wanita lanjut usia dan

jarang diindikasikan pada wanita usia subur yang lebih muda. Pada wanita yang

lebih muda sebagian besar pendekatan konservatif digunakan tetapi jika

kondisinya bersifat kanker, maka histerektomi perut total dilakukan terutama

untuk menyelamatkan pasien. Kelemahan dari melakukan operasi histerektomi

perut total pada wanita yang lebih muda adalah dia tidak akan bisa melahirkan

anak dan akan mengalami depresi emosional sepanjang hidupnya. Histerektomi

perut total dilakukan jika pasien mengalami Fibroid di rahim, Endometriosis,

Adenomiosis dan Menoragia Prolaps Vagina. 18

44
Algoritma manajemen mioma uteri

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan seorang wanita berusia 42 tahun dengan diagnosis awal

adenomiosis uteri + mioma uteri . Pasien datang MKB pukul 12.30 WITA pasien

datang ke Poli RSUD ulin banjarmasin dengan keluhan nyeri perut bawah sejak

kurang lebih 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik yatiu status generalis dan

stastus ginekologi dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang pada USG

ditemukan VU terisi , Uterus AF uk > normal 7,8 x 4,5 x 5,27 cm, EL (+) 2.9

berbatas tidak tegas, tampak massa berbatas tidak tegas dengan ukuran 3.2 x 3.14

cm, dan tampak massa hipoechoic berbatas tegas padat ukuran 3 x 2,2 cm.. Pasien

direncanakan untuk dilakukakn laparatomi dan histerektomi. Diagnosis post

operatif yaitu post Op Total abdominal histerektomi a/I multiple mioma uteri.

Tatalaksana yang diberikan yaitu IVFD RL; D5 2:1 /24 jam, Inj. Ceftriaxone 1

45
gr/12 jam IV, Inj. Keterolac 30 mg/ 8 jam IV, Inj. Asam Traneksamat 500 mg/ 8

jam IV, Inj. Furamin 1 am/8 jam IV, monitoring KU, TTV dan akut abdomen,

antar jaringan ke patologi anatomi dan rawat luka. Pasien dijadwalkan kontrol

ulang setelah hasil PA sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz, SI. Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6,

Jakarta: EGC; 2000.

2. Hadibroto, BR. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara.

2005; 38(3).

3. Bano SN, Jafri MA, Kazmi QA, Begum W, ZA Ansari. Uterine

Myoma Symptoms & Quality of Life. J Gynecol Women's Health. 2017;

4(1): 1-3.

46
4. Guyton AC. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. 2007.

5. Adriaansz, G. Ilmu Kandungan (Edisi Ketiga). Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono. 2011; p.12, 274-278.

6. Baziad A. Endokrinologi Ginekologi. Edisi ketiga. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI. 2008: 2015-23.

7. Zimmermann, et al. Prevalence, symptoms, and management of

uterine fibroids: an international internet-based survey of 21,746 women.

BioMed Central Women. 2012:1-2.

8. Aleksandrovych V, Bereza T, Sajewicz M, Walocha JA, Gil K.

Uterine fibroids: common feature of widespread tumor. Folia Medica

Cracoviensa. 2016; 40(1): 61-75.

47
9. Pratiwi, Lilis. Hubungan usia reproduksi dengan kejadian mioma

uteri di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado [Skripsi]. Manado: FKU-

Unsrat; 2012.

10. Sparic R, Mirkovic L, Malvasi A, Tinelli A. Epidemiology of

Uterine Myomas: A Review. Int J Fertil Steril. 2016; 9(4): 424-435.

11. Lilyani, D.I. Hubungan faktor resiko dan kejadian mioma uteri di

RSUD Tugurejo Semarang [Skripsi]. Semarang: FKU-Universitas

Muhammadiyah Semarang; 2015.

12. Ginting LYB. Karakteristik penderita mioma uteri yang dirawat

inap RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2009-2011 [Skripsi]. Medan: FKM-

USU; 2015.

13. Benson R. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Jakarta:

EGC, 2008.

48
14. Hillegas KB. Gangguan Sistem Reproduksi Perempuan. Dalam:

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi Keenan, vol. 2. Alih Bahasa

Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA. Jakarta: Penerbit EGC.

2006: 1276-1310.

15. Suwiyoga K. et all., 2003. Mioma Uterus dalam Buku Pedoman

Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. SMF Obsgin FK

UNUD RS Sanglah, Denpasar.

16. Sutoto J. S. M., 2005. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam

Buku Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo,

Jakarta.

17. Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. 2011. PT. Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.

18. Vilos GA, Allaire C, Laberge PY, Leyland N. SOGC Clinical

Practice Guideline: The Management of Uterine Leiomyomas. J Obstet

Gynaecol Can. 2016; 37(2): 157-78.

49
19. Kurniaty R, Sunarsis. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Mioma Uteri di RSUD H. Abdul Moeloek Bandar Lampung

Tahun 2016. Jurnal Kesehatan. 2018; 4(3): 100-105.

20. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog

GnRH. Dalam : Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesc

ulapius FKUI, 2003: 151 – 156.

21. Thomas, EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw

RW. eds. Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids. England

– New Jersey : The Phartenon Publishing Group, 2015; 1 – 8.

22. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In

Marie Chesmy,Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology. Phil

adelphia. Lippincott Williams and Wilkins. 2015: 314 – 315.

23. Sivecney G, Shaw RW. Attempts at medical treatment of uterine fi

broids. In : R.W. Shaw, eds. Advences in reproductive endocrinology uterin

e fibroids. England – New Jersey: The Phartenon Publishing Group. 2015:

95 – 101.

50
24. Chaves, Stewart, Medical treatment of uterine fibroids. In : Marie

Chesmy, Heather Whary eds. Clinical Obstetric and Gynecologi. Philadelph

ia: Lippincott Williams and Wilkins. 2017: 374 – 379.

51

Anda mungkin juga menyukai