Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK TERINTEGRASI

Penderita Diare Akut Akibat Amebiasis dengan


Kurangnya Pengetahuan tentang PHBS

Batch III, Kelompok 29-N

Oleh:

Aldiya Jamila NIM. 1830912320065


Apidha Kartinasari NIM. 1830912320122
Dwika Fresty Dian M. S. NIM. 1830912320098
Kurniawati NIM. 1830912320061
Larissa Faisa NIM. 1830912320025
Rahmatulloh Pujo Widodo NIM. 1830912310032
Septiyan Dimas Putra Akbar NIM. 1830912310082
Tiara S. R. Hutagalung NIM. 1830912320062

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
JUNI, 2021

DAFTAR PEMBIMBING
1. dr. Meldy Muzada Elfa, Sp. PD

2. Dr. dr. Meitria Syahadatina Noor, M.Kes

3. dr. Azka Hayati, Sp.KFR

4. Dr. dr. Nelly Al-Audhah, M.Sc

ii
RINGKASAN

Amebiasis adalah penyebab utama ketiga kematian akibat penyakit parasit

di seluruh dunia setelah malaria dan schistosomiasis. Amebiasis merupakan

penyakit endemis di seluruh dunia, di Indonesia sendiri prevalensi Entamoeba

histolytica sekitar 10-18%. Menurut estimasi sekitar 48 juta individu menderita

amebiasis di seluruh dunia. Pada tahun 1984, setidaknya 40.000 kematian.

Penyakit ini sering ditemukan di negara berkembang dengan iklim tropis dan

subtropis.1

World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan amebiasis menurut

gejalanya antara lain simptomatik dan asimptomatik. Amebiasis tanpa gejala

terjadi pada 90% penderita yang terinfeksi dan Penderita dengan tanpa gejala

inilah yang berpotensi sebagai sumber penularan dari manusia ke manusia karena

didalam tubuh penderita terdapat kista Entamoeba histolytica sehingga skrining

pada suatu komunitas sangat penting dilakukan. Penatalaksanaan skrining pun

dapat bermanfaat apabila metode yang dipakai dapat mendeteksi jumlah penderita

yang tidak menunjukkan gejala, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah

antisipasi untuk mencegah berkembangnya penyakit dan penularan ke individu

lainnya, amebiasis juga dapat menjalar diluar intestinal melalui aliran darah

menuju otak, hati, paru, dan limpa.2

Frekuensi infeksi amebiasis meningkat pada daerah yang memiliki sanitasi

yang buruk, selain itu penyakit ini banyak ditemukan pada golongan masyarakat

iii
ekonomi rendah, kekurangan gizi, daerah penduduk yang padat dan lingkungan

yang kurang sehat.2,3

Beberapa metode dapat digunakan untuk diagnosis amebiasis pada manusia,

seperti pemeriksaan mikroskopik, biokimia (kultur dan isoenzim), deteksi antibodi

dan antigen ELISA dan PCR. Setiap metode memiliki kelebihan dan

kekurangannya antara lain ELISA dan PCR biayanya mahal serta harus memiliki

fasilitas yang memadai.3

Pemeriksaan mikroskopik sering digunakan untuk diagnosis infeksi

Entamoeba histolytica karena biayanya murah dan dapat mendeteksi parasit

lainnya, namun harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan

berpengalaman. Pemeriksaan mikroskopik akan menjadi lebih sulit bila jumlah

parasitnya sedikit. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara mengkonsentrasikan

tinja sebelum dilakukan pemeriksaan mikroskopik. Dengan metode konsentrasi

tinja akan tersedimentasi dan kista akan mengendap sehingga kemungkinan untuk

mendeteksi kista akan lebih mudah.4

iv
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... i

DAFTAR PEMBIMBING...................................................................... ii

RINGKASAN......................................................................................... iii

DAFTAR ISI........................................................................................... v

DAFTAR TABEL................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................. vii

STATUS KESEHATAN INDIVIDU..................................................... 1

I. IDENTITAS PASIEN................................................................. 1

II. ANAMNESIS.............................................................................. 1

III. PEMERIKSAAN FISIK............................................................. 3

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................ 6

V. RESUME..................................................................................... 6

STATUS KESEHATAN KELUARGA.................................................. 9

ANALISIS............................................................................................... 16

DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF........................................ 35

INTERVENSI HOLISTIK KOMPREHENSIF...................................... 38

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 42

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Keluarga.................................................................... 9

2. Diagnosis dan Intervensi Aspek Personal .................................. 38

3. Diagnosis dan Intervensi Klinis.................................................. 38

4. Diagnosis dan Intervensi Risiko Internal.................................... 39

5. Diagnosis dan Intervensi Risiko Eksternal dan Psikososial........ 39

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema perjalanan penyakit pasien.......................................... 8

2. Genogram................................................................................ 9

3. Denah rumah........................................................................... 13

4. Segitiga epidemiologi yang seimbang..................................... 30

5. Jenis segitiga epidemiologi..................................................... 30

6. Segitiga epidemiologi.............................................................. 33

7. Skema diagnosis fungsional.................................................... 40

vii
STATUS KESEHATAN INDIVIDU

I. IDENTIFIKASI PASIEN

Nama : Ny. M

Usia : 49 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Kelayan B, Gang. Fatin, RT.01 RW.01 No.7

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

II. ANAMNESIS

Diambil dari : Heteroanamnesis (dengan anak pasien)

Tanggal : 22 Juni 2021, pukul 08.00 WITA

Keluhan Utama : BAB cair

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluhkan BAB cair sejak 5 hari SMRS. BAB sebanyak 6-7

kali dalam sehari dengan konsistensi cair, volume sedikit-sedikit, dan disertai

lendir dan berwarna kuning kemerahan, bau amis (-), darah (-). Keluhan disertai

dengan nyeri perut sejak 5 hari SMRS. Nyeri perut muncul mendadak dan

dirasakan hilang timbul, timbul saat pasien ingin BAB. Pasien juga merasakan

mual sejak 5 hari SMRS tanpa disertai adanya muntah. Keluhan demam

disangkal. Sebelumnya pasien mengaku ada makan cemilan dan makanan

bungkus yang dibeli dipinggir jalan. Pasien jarang mencuci tangan dengan sabun.

Pasien juga jarang mengkonsumsi buah dan sayur. Pasien belum ada meminum

1
obat apapun untuk mengatasi keluhannya. Keluhan mengganggu aktivitas sehari-

hari.

Pasien juga ada mengeluhkan nyeri pinggang sejak 3 bulan SMRS. Nyeri

pinggang muncul perlahan dan hilang timbul. Nyeri pada pinggang kanan dan

kiri, nyeri bertambah bila pasien mengedan atau saat berdiri. Pasien sempat

terpeleset 2 minggu SMRS, setelah terpeleset pasien merasa pinggang bertambah

nyeri. Nyeri saat berkemih (-), kencing berwarna merah (-). Pasien belum ada

meminum obat untuk mengurangi keluhan ini.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien terdiagnosis CKD stadium V sejak 10 tahun SMRS, dan rutin minum

obat dan cuci darah di RSUD Ulin sebanyak 2x dalam seminggu, setiap hari

Selasa dan Jumat. Awalnya pasien mengeluhkan kedua kaki bengkak dan sesak

nafas, kemudian dibawa berobat ke IGD RSUD Ulin. Pada saat itu pasien

terdiagnosis hipertensi serta CKD stadium V, dan langsung disarankan rutin

berobat per poli serta rutin cuci darah. Sebelumnya pasien tidak pernah

memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan manapun.

Pasien juga telah mengalami kebutaan di kedua matanya sejak 7 tahun

SMRS. Awalnya pandangan kabur di kedua mata, kemudian pasien dirujuk ke RS

Bhayangkara dan sempat dilakukan laser pada mata kanan, namun karena

keterbatasan biaya dan transportasi menuju ke fasilitas kesehatan, maka pasien

tidak memeriksakan matanya kembali. Kemudian perlahan pandangan pasien

menjadi buram hingga tidak dapat melihat lagi di kedua mata. Pasien masih bisa

2
buang air dan mandi sendiri dengan berjalan menggunakan tali menuju kamar

kecil di rumahnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga yang mengalami keluhan atau penyakit serupa dengan

pasien disangkal.

Riwayat Sosial :

- Riwayat minum alkohol tidak ada.

- Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

- Pasien setiap harinya beraktivitas dirumah saja.

Riwayat Alergi : Riwayat alergi makanan dan obat (-).

Riwayat Persalinan Ibu : Pasien dilahirkan di dukun kampung, menangis

kuat dan gerak aktif pasien tidak mengetahuinya.

Riwayat Imunisasi : Pasien tidak mengetahui riwayat imunisasi pasien

saat pasien kecil.

Riwayat Nutrisi : Pasien sekarang makan dua sampai tiga kali sehari

dengan nasi yang lembek dan lauk pauk, setiap

porsi, nasi pasien hanya ½ centong nasi. Pasien

jarang mengonsumsi sayur dan buah. Sebelum

terkena CKD, pasien makan lebih banyak dan juga

tidak ada pantangan.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

3
Kesadaran : Komposmentis, GCS ExV5M6

Berat Badan : 48 kg

Tinggi Badan : 154 cm

BMI : 20,2 kg/m2 (Status gizi baik)

TD : 130/70 mmHg

Nadi : 84x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 36,9oC

2. Pemeriksaan Fisik

Kepala

Rambut : Hitam beruban, tidak mudah dicabut.

Mata : Sklera ikterik (-), konjungtiva pucat (+), mata cekung (-), pupil

isokor, enoftalmus (+/-), proyeksi iluminasi(-/-), refleks cahaya

langsung (-/-), refleks cahaya tidak langsung(-/-).

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-), sekret (-)

Telinga : Perdarahan dari liang telinga (-/-), sekret (-/-), gangguan

pendengaran (-/-)

Mulut : Mukosa bibir lembab, perdarahan gusi (-), stomatitis (-)

Leher

Tekanan vena jugularis (JVP) : 5+2 cm H2O

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba pembesaran

Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran

4
Kelenjar Getah Bening Submandibula, Leher, Supraklavikula, Ketiak dan Paha

tidak ada pembesaran.

Thorax

Paru

Inspeksi : Simetris hemitorak kanan-kiri, depan-belakang saat statis dan

dinamis, dan tidak ada kelainan kulit

Palpasi : Tidak teraba adanya masa ataupun benjolan, tidak terdapat

nyeri tekan dan nyeri lepas, fremitus vokal dan taktil simetris

kanan dan kiri.

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan, depan-belakang.

Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba

Perkusi : Batas jantung kanan ICS V linea midclavicula dextra

Batas jantung kiri ICS VI line midclavicula sinistra

Batas pinggang jantung ICS III linea parasternal sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, tidak membuncit dan tidak ada luka

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Terdengar suara timpani di seluruh kuadran abdomen, Shifting

dullness (-), nyeri ketok CVA (-)

5
Palpasi : Nyeri tekan pada regio hipokondrium dekstra dan lumbal

dekstra. Tidak terdapat nyeri lepas di seluruh kuadran

abdomen, pembesaran hepar, lien, ginjal, kandung kemih tidak

teraba, undulasi (-)

Ekstremitas : Akral hangat, turgor cepat kembali, CRT <2 detik, edema (-/-),

pulsasi a. dorsalis pedis (+/+), kuat angkat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah Lengkap (6 Juni 2021)

- Anemia mikrositik hipokromik (Hb = 6,9 gr/dl)

- Peningkatan faal ginjal (LFG = 4,70 ml/menit/1,73m2)

- Hiponatremia ringan (Na = 132 Meq/L)

2. Faeces Lengkap (7 Juni 2021)

Entamoeba histolytica (+)

3. Foto Lumbosacral AP/Lateral (10 Juni 2021)

Spondylosis lumbalis (OA) dengan osteoporosis dan kompresi VTh XII

V. RESUME

Pasien mengeluhkan BAB cair sejak 5 hari SMRS. BAB sebanyak 6-7

kali dalam sehari dengan konsistensi cair, volume yang sedikit-sedikit, dan

disertai lendir dan berwarna kuning kemerahan, bau amis(-), darah (-). Keluhan

disertai dengan nyeri perut sejak 5 hari SMRS. Nyeri perut muncul mendadak dan

dirasakan hilang timbul, timbul saat pasien ingin BAB. Pasien juga merasakan

mual sejak 5 hari SMRS tanpa disertai adanya muntah. Keluhan demam

disangkal. Sebelumnya pasien mengaku ada makan cemilan dan makanan

6
bungkus yang dibeli dipinggir jalan. Pasien jarang mencuci tangan dengan sabun.

Pasien juga jarang mengkonsumsi buah dan sayur. Pasien belum ada meminum

obat apapun untuk mengatasi keluhannya. Keluhan mengganggu aktivitas sehari-

hari.

Pasien juga ada mengeluhkan nyeri pinggang sejak 3 bulan SMRS. Nyeri

pinggang muncul perlahan dan hilang timbul. Nyeri pada pinggang kanan dan

kiri, nyeri bertambah bila pasien mengedan atau saat berdiri. Pasien sempat

terpeleset 2 minggu SMRS, setelah terpeleset pasien merasa pinggang bertambah

nyeri. Nyeri saat berkemih(-), kencing berwarna merah(-). Pasien belum ada

meminum obat untuk mengurangi keluhan ini.

Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan CKD stadium V sejak

10 tahun SMRS, rutin meminum obat dan cuci darah 2x dalam seminggu setiap

hari Selasa dan Jumat. Pasien juga telah mengalami kebutaan di kedua matanya

sejak 7 tahun SMRS.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital TD: 130/70 mmHg, Nadi:

84x/menit, Pernapasan: 20x/menit, Suhu: 36,90C. Pada pemeriksaan kepala,

didapatkan normosefali, kedua pupil isokor, refleks cahaya tidak ada, proyeksi

iluminasi negatif. Konjungtiva pucat, tidak didapatkan mata cekung, sklera pasien

tidak tampak ikterik. Turgor kulit pasien cepat kembali dan mukosa bibir lembab.

Pemeriksaan leher dan cor tidak didapatkan adanya kelainan. Pada pemeriksaan

toraks terlihat gerak dada simetris. Pada perkusi dada ditemukan sonor diseluruh

lapang paru. Bunyi pernapasan tidak adanya rhonki di kedua lapang paru. Pada

abdomen didapatkan abdomen tampak datar, dengan peristaltik yang kesan

7
normal, hepar dan lien tidak teraba. Terdapat nyeri tekan abdomen pada regio

hipokondrium dekstra dan lumbal dekstra, tidak ada nyeri tekan lepas. Pada

ekstremitas tidak ditemukan kelainan.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan oleh pasien berupa pemeriksaan

darah lengkap, faeces lengkap, foto lumbosakral. Pada pemeriksaan darah lengkap

didapatkan hasil anemia mikrositik hipokromik (Hb = 6,9 gr/dl), hiponatremia

ringan (Na = 132 Meq/L), dan adanya peningkatan faal ginjal (LFG = 4,70

ml/menit/1,73m2). Pada pemeriksaan faeces lengkap didapatkan hasil positif

mengandung Entamoeba histolytica. Pada pemeriksaan foto lumbosakral

didapatkan adanya spondylosis lumbalis (OA) dengan osteoporosis dan kompresi

VTh XII.

Tahun 2010 :
Pasien mengeluhkan bengkak
di kedua kaki dan sesak nafas
Pasien terdiagnosis hipertensi
dengan CKD stadium V Maret 2021:
Pasien rutin meminum obat Pasien mengeluhkan
dan cuci darah nyeri pinggang kanan
dan kiri. Ada riwayat
jatuh terpeleset

1 Juni 2021:
Pasien mengeluhkan BAB
Tahun 2014:
cair 6-7x/hari
Pasien mengalami
Pasien mengeluhkan nyeri
kebutaan di kedua
perut dan mual
matanya
Riwayat makan makanan
dari pinggir jalan

Gambar 1. Skema perjalanan penyakit pasien

8
9
STATUS KESEHATAN KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Ramli

Alamat : Jl. Kelayan B, Gang. Fatin, RT.01 RW.01 No.7

A. KOMPOSISI KELUARGA

Tabel 1. Komposisi keluarga

Hubungan
N Tingkat
Nama dengan Usia L/P Pekerjaan Agama Ket
o Pendidikan
KK
Kepala
1. Ramli 67 th L SD Pedagang Islam -
Keluarga
2. Masriah Istri 49 th P SD IRT Islam Pasien
Andre
SLTA / Belum
3. Wahyud Anak 21 th L Islam -
Sederajat bekerja
i

1. Anggota keluarga yang meninggal 5 bulan terakhir (-)

2. Penyebab kematian: (-)

3. Usia kematian: (-)

Gambar 2. Genogram

Keterangan :

: Perempuan : Laki-laki : Pasien : Meninggal

10
Data Ekonomi

1. Penghasilan rata-rata perbulan?

(X) < Rp1.000.000,-

( ) Rp1.000.000,- s/d Rp3.000.000,-

() >Rp3.000.000,-

2. Apakah keluarga menabung?

(X) Ya ( ) Tidak

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, suami bekerja sebagai pedagang dengan

penghasilan rata-rata per bulan sebanyak Rp800.000. Pasien mengatakan bahwa

dengan pendapatan tersebut sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

B. DALAM KELUARGA TIDAK TERDAPAT PUS (PASANGAN USIA

SUBUR)

C. DALAM KELUARGA TIDAK TERDAPAT IBU HAMIL (BUMIL)

D. DALAM KELUARGA TIDAK TERDAPAT IBU NIFAS

E. DALAM KELUARGA TIDAK TERDAPAT IBU MENYUSUI

F. DALAM KELUARGA TIDAK TERDAPAT BALITA (0-5 TAHUN)

G. DALAM KELUARGA TIDAK TERDAPAT ANAK USIA

PRASEKOLAH DAN USIA SEKOLAH (5-12 TAHUN)

H. DALAM KELUARGA TIDAK TERDAPAT ANAK REMAJA (12-18

TAHUN)

I. DALAM KELUARGA TERDAPAT USIA DEWASA (18-55 TAHUN)

1. Kegiatan yang dilakukan oleh usia dewasa setelah lulus sekolah:

11
Sempat bekerja sebagai pelayan di Mall, kemudian berhenti bekerja untuk

merawat ibunya yang sakit-sakitan.

2. Bagaimana kondisi usia dewasa saat ini? (X)Sehat ( )Sakit

3. Bila sakit, apa yang dikeluhkan usia dewasa/diagnosis medisnya: (-)

J. DALAM KELUARGA TERDAPAT LANSIA (>55 TAHUN)

1. Berapa jumlah lansia dirumah saat ini? (X)1 ( )2 ( )>2

2. Adakah penyakit keturunan dalam keluarga? ( )Jantung ( )Hipertensi

( )Asma ( )Diabetes (X)Lain-lain, tidak diketahui

3. Pernahkah melakukan emeriksaan gula darah dalam 3 bulan terakhir?

( )Pernah (X)Tidak

4. Bila pernah, sebutkan berapa hasil pemeriksaannya: (-)

5. Bagaimana kondisi lansia saat ini? (X)Sehat ( )Sakit

6. Bila sakit, apa yang dikeluhkan lansia/diagnosis medisnya? (-)

7. Apa yang telah dilakukan lansia untuk mengatasi penyakitnya? (-)

8. Apakah kegiatan lansia sehari-hari? Berjualan pakaian menggunakan

gerobak

K. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

1. Apakah dalam keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa?

( ) Ya (X) Tidak

2. Bila Ya, apa kondisinya saat ini (-)

3. Apa yang dilakukan untuk mengatasinya? (-)

L. PERUMAHAN

1. Status kepemilikan: (X) Sewa ( )Numpang ( )Milik sendiri

12
2. Tipe rumah: ( )Permanen (X)Semi permanen ( )Tidak permanen

3. Lantai: ( ) Tanah (X)Papan ( )Tegel ( )Semen

4. Ada jendela disetiap kamar? ( )Ya (X)Tidak

5. Jika Ya, apakah dibuka setiap hari? ( )Ya (X)Tidak

6. Pencahayaan dalam rumah disiang hari: (X)Terang ( )Remang-remang

( )Gelap

7. Jarak rumah dengan tetangga: (X)Bersatu ( )Dekat ( )Terpisah

8. Halaman disekitar rumah: ( )Ada (X)Tidak

9. Jika ada, lokasinya : ( ) Depan ( ) Samping ( ) Belakang

10. Pemanfaatan pekarangan: ( ) Kebun ( ) Kolam ( ) Kandang ( ) Lain-lain

11. Berapa luas rumah? 5 X 3½ m2

Rumah merupakan bedakan yang bersambung sebanyak 7 pintu,

dihubungkan oleh satu teras. Setiap bedakan tidak memiliki kamar, namun

ada dapur dan kamar mandi. Dapurnya memiliki ukuran 2x1 m (2m2). Kamar

mandi sekaligus WC berukuran 1x1m (1 m 2). Terdapat 1 buah saja jendela

pada rumah tersebut, yakni di bagian depan rumah disebelah pintu masuk,

berukuran 110 cm x 50 cm. Di dalam rumah pasien terdapat 1 buah kipas

angin yang berada di ruang utama, yang membantu aliran udara di rumah

pasien.

Penerangan di dalam rumah cukup dengan menggunakan lampu dan

mendapatkan cahaya matahari. Terdapat teras di depan rumah dengan luas

sekitar 0,5x3,5 m yang digunakan sebagai tempat untuk menjemur pakaian.

13
Pintu
DAPUR
WC

RUANGAN UTAMA

Jendela

TERAS

Gambar 3. Denah Rumah

M. SUMBER AIR

1. Sumber air untuk masak dan minum: ( ) PAM (X) Sumur (X ) Air mineral

2. Jika dari PAM/sumur: (X) Dimasak ( ) Tidak

3. Sumber air mandi/mencuci: ( ) PAM (X) Sumur () Sungai ( ) Lain-lain

4. Jarak sumber air dengan septic tank: (X) <10 meter ( )10 meter

5. Tempat penampungan air sementara: ( ) Bak ( ) Gentong (X) Baskom/Ember

6. Kondisi tempat penampungan air: (X) Terbuka ( ) Tertutup

7. Kondisi air dalam penampungan: ( ) Berwarna ( ) Berasa (X) Tidak

berasa/berwarna

8. Ada jentik dalam penampungan air: ( ) Ya (X) Tidak

N. PEMBUANGAN SAMPAH

14
1. Dimana keluarga membuang sampah?

( ) Sungai ( ) Ditimbun ( ) Dibakar ( ) Sembarang tempat (X) Lain-lain,

dikumpulkan dalam satu bak plastik dibuang tiap 3 hari

2. Penampungan sampah sementara: (X) Ada ( ) Tidak ada/berserakan

3. Bila ada, keadaannya: ( ) Terbuka (X) Tertutup

4. Jarak dengan rumah: (X) Dekat (<5m) ( ) Jauh (>5m)

O. PEMBUANGAN LIMBAH

1. Kebiasaan keluarga BAK/BAB: (X) Jamban/WC ( ) Sungai ( ) Sembarang

2. Jenis jamban yang digunakan: ( ) Cemplung ( ) Plengsengan (X) Leher angsa

3. Pembuangan air limbah: (X) Resapan ( ) Got () Sembarangan

4. Kondisi saluran pembuangan: Di bagian bawah rumah

P. KANDANG TERNAK

1. Kepemilikan kandang ternak: ( ) Ya (X) Tidak

Q. PELAYANAN KESEHATAN

1. Sarana kesehatan terdekat:

( ) Rumah Sakit (X)Puskesmas (X) Dokter/perawat/bidan ( ) Balai

pengobatan

2. Kebiasaan keluarga untuk minta tolong bila sakit:

( ) Rumah sakit (X) Puskesmas ( ) Dokter praktek ( ) Perawat ( ) Bidan

3. Kebiasaan keluarga sebelum ke pelayanan kesehatan: ( ) Beli obat bebas

(X) Jamu

4. Sumber pendanaan kesehatan keluarga:( ) ASTEK/ASKES ( ) Tabungan

( ) Dana sehat ( ) JKN/JAMKESMAS (X) Lain-lain, BPJS PBI

15
5. Sarana transportasi ke pelayanan kesehatan keluarga: ( ) Jalan kaki ( ) Ojek ( )

Angkot (X) Kendaraan pribadi (X) Lain-lain, diantar oleh tetangga

6. Jarak rumah dengan sarana kesehatan: ( ) <1km (X) 1-2km ( ) >2-5 km ( )

>5km

R. MASALAH KESEHATAN KHUSUS

1. Penyakit yang paling sering diderita keluarga dalam 6 bulan terakhir:

( ) Demam berdarah (X) Batuk pilek ( ) Asma ( ) TBC ( ) Thypoid

( ) Infeksi Menular Seksual

16
ANALISIS

1. Amebiasis

1.1 Definisi

Amebiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya Entamoeba histolytica

dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut juga sebagai penyakit bawaan

makanan. Entamoeba histolytica juga dapat menyebabkan penyakit disentri

Amoeba. Penyebaran penyakit ini lebih banyak dijumpai di daerah tropis dan

subtropis, terutama pada daerah yang tingkat perekonomiannya rendah serta

buruknya sistem sanitasi. Penyakit ini sering ditemukan di tempat-tempat

pelayanan umum seperti penjara, rumah sosial, dan rumah sakit jiwa. 1 Sumber

infeksi terutama carrier yakni penderita amebiasis tanpa gejala klinis yang dapat

bertahan lama mengeluarkan kista dalam jumlah ratusan ribu per hari. Kista-kista

tersebut mampu bertahan lama diluar tubuh, serta dapat menginfeksi manusia

melalui saluran air yang buruk. Aliran air yang melalui tumbuhan seperti sayuran

dan buah-buahan dapat menyebabkan penyakit terhadap orang-orang yang

mengonsumsinya.5,6

1.2 Epidemiologi

Prevalens infeksi amuba di seluruh dunia bervariasi dari 5-81%,

diperkirakan 10% dari populasi di seluruh dunia pernah terinfeksi E. histolytica,

terutama di negara dengan iklim tropis yang mempunyai kondisi lingkungan yang

buruk, sanitasi perorangan yang jelek, dan hidup dalam kemiskinan. Infeksi

E.histolytica dapat mencapai 50 juta kasus di seluruh dunia, dengan kematian 70-

17
100 ribu per tahun. Disentri amuba disebabkan oleh invasi pada mukosa usus

yang terjadi kira-kira 1-17% dari subyek yang terinfeksi. Penyebaran parasit ke

organ lain seperti hati terjadi pada sebagian kecil individu dan pada anak lebih

jarang dibandingkan dewasa. Meskipun amebiasis sangat endemik di Afrika,

Amerika Latin, India dan Asia Tenggara, amebiasis juga terjadi di Amerika

Serikat dengan prevalens 1-4% dan terutama terjadi pada anak dengan retardasi

mental, laki-laki homoseksual, imigran (terutama Meksiko) dan yang telah

bepergian dari daerah endemik. Manusia merupakan pejamu alami (natural host)

dan recervoar E. histolytica, meskipun pernah juga dilaporkan terdapat pada

anjing, kucing, babi dan ikan. Infeksi disebarkan melalui kontaminasi makanan

dan minuman, juga dapat melalui kontak langsung dengan feses yang terinfeksi.7

1.3 Etiologi

Entamoeba histolytica1

Kingdom : Protozoa

Filum : Protozoa

Sub filum : Sarcodina

Kelas : Lobosa – Amoebas / Amibes

Ordo : Amoebida

Famili : Entamoebidae

Genus : Entamoeba

Spesies : Entamoeba histolytica

Entamoeba histolytica merupakan salah satu jenis protozoa usus yang

dapat mengakibatkan penyakit dalam tubuh manusia. Berikut merupakan

18
penjelasan lebih lanjut mengenai patologi klinis, morfologi, diagnosis serta daur

hidup E. histolityca:

a. Patologi klinis

Umumnya seseorang yang terinfeksi oleh E histolytica tidak mengalami

perubahan yang signifikan dan dapat menghilangkan parasit tersebut tanpa

menimbulkan penyakit. Akan tetapi, ada juga yang dapat menimbulkan

penyakit dalam kurun waktu lebih dari satu tahun. Penyakit tersebut harus

diobati agar tidak menular kepada lingkungan sekitar. Diare akan didahului

dengan kontak antara stadium trofozoit E. histolytica dan sel epitel kolon,

melalui antigen Gal/Gal Nacletin yang terdapat di permukaan trofozoit.

Antigen terdiri dari dua kompleks disulfida. Kedua rantai tersebut

dihubungkan dengan protein. Sel epitel usus yang berikatan dengan trofozoit

akan berikatan tidak bergerak dalam waktu beberapa menit yang kemudian

akan menghilang. Invensi ameba berlanjut menuju jaringan ekstra sel melalui

sistem proteinase yang dikeluarkan trofozoit. Sistein proteinase akan

melisiskan matriks protein ekstra sel, sehingga invensi trofozoit ke jaringan

submukosa akan mudah. Trofozoit akan menembus dan bersarang di

submukosa dan membuat kerusakan yang lebih luas pada mukosa usus,

akibatnya terjadi luka yang disebut ulkus ameba. Bentuk klinis amebiasis yang

banyak dikenal adalah amebiasis intestinal (amebiasis kolon/usus) dan

amebiasis ekstra-intestinal. Amebiasis ekstraintestinal biasanya terjadi pada

abses hati.

19
2. Morfologi Entamoeba histolytica memiliki tiga stadium yaitu: Bentuk

histolitika, bentuk minuta, bentuk kista, bentuk histolitika dan minuta

merupakan bentuk trophozoid, bedanya bentuk histolitika bersifat patogen

dan lebih besar apabila dibandingkan dengan bentuk minuta. Bentuk

histolitika memiliki ukuran dua puluh sampai empat puluh mikron,

mempunyai inti entameba yang terdapat di endoplasma. Ektoplasma bening

homogen terdapat di bagian tepi sel, dan dapat dilihat secara nyata.

Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebih seperti daun,

dibentuk secara mendadak, dan pergerakannya cepat. Endoplasma berbutir

halus, biasanya tidak mengandung bakteri atau sisa makanan, tetapi

mengandung sel darah merah. Bentuk kista ini patogen dan dapat hidup di

jaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit dan vagina. Bentuk ini berkembang

biak secara belah pasang di jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut

sesuai dengan nama spesiesnya. Bentuk minuta adalah bentuk pokok, dengan

besaran sepuluh sampai dua puluh mikron. Inti entameba terdapat pada

endoplasma yang berbutir-butir. Endoplasma tidak mengandung sel darah

merah, tetapi mengandung bakteri sisa makanan. Ektoplasma tidak nyata,

hanya tampak bila terbentuk pseudopodium. Minuta berkembang biak secara

belah pasang dan hidup sebagai komensal di rongga usus besar, tetapi dapat

berubah menjadi histolitika yang patogen . Bentuk kista dibentuk di rongga

usus besar, ukurannya sepuluh sampai dua puluh mikron, berbentuk bulat

lonjong, mempunyai dinding kista dan ada inti entamoeba. Pada tinja bentuk

ini biasnya berinti satu atau dua, ada pula yang berinti dua. Di dalam inti

20
terdapat benda kromatid yang cukup besar menyerupai lisong, dan terdapat

vakuola glikogen. Kromatid dan vakuola glikogen merupakan tempat

cadangan makanan, karena itu terdapat pada kista muda. Namun demikian

kista matang tidak ada vakuola glikogen dan kromatid. Bentuk kista tidak

patogen, namun menjadi faktor infektif. Entamoeba histolytica biasanya

hidup sebagai bentuk minuta di rongga usus besar manusia, berkembang biak

secara belah pasang, kemudian dapat membentuk dinding dan berubah

menjadi bentuk kista. Kista dikeluarkan bersama tinja. Bentuk kista dapat

bertahan lama diluar tubuh manusia.

1.4. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya amebiasis terbagi menjadi dua

1. Sanitasi Lingkungan

Penduduk dari sebagian besar negara berkembang, hidup dipedesaan.

Umumnya mereka hidup dari bertani dalam lingkungan flora dan fauna serta iklim

yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit. Keadaan lingkungan rumah juga

berpengaruh terhadap timbulnya penyakit diare seperti: keadaan sekitar rumah,

lantai rumah, menjaga kebersihan rumah, dan air yang digunakan dalam

kebutuhan kesehariannya. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat

mendukung terjangkitnya diare. Keadaan lingkungan yang tidak mendukung akan

menyebabkan penyebaran penyakit secara terus menerus.5,7

2. Higiene Perorangan

Higiene perorangan adalah kebiasaan hidup dengan selalu memperhatikan

kebersihan perorangan antara lain adalah: mencuci tangan dengan bersih sesudah

21
mencuci anus dan sebelum makan, memakai alas kaki, memotong kuku, kebiasaan

mandi, serta ganti pakaian. Kebersihan meliputi memasak air minum sampai

mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran sampai bersih atau memasaknya

sebelum dimakan, buang air besar dijamban, tidak menggunakan tinja untuk

pupuk, menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari

kontaminasi oleh lalat.5,7

1.5. Patogenesis

Entamoeba histolytica merupakan parasit obligat dengan manusia

sebagai host definitifnya. Infeksi dari protozoa ini terjadi secara peroral, karena

tertelanya kista yang masak, baik dari makanan, air, maupun tangan yang

tercemar. Kista tersebut tahan terhadap suasana asam pada lambung dan dapat

mengurangi sekresi asam lambung (walaupun hanya dalam kadar yang

insignifikan) karena mempunyai enzim proteolitik berupa enzim fosfolipase A

tipe kalsium-independen yang aktif pada suasana asam. Enzim ini akan

mendegradasi enzim karbonik-anhidrase yang berfungsi untuk mengkatalisis

reaksi antara karbon dioksida dengan air yang akan menghasilkan asam

karbonat. Asam karbonat yang seharusnya berdifusi menjadi ion H⁺ dan

HCO₃⁻ yang akan berfungsi untuk mengaktifkan H⁺/K⁺ antiporter pump

ATPase yang akan mensekresikan asam lambung. Setelah melewati lambung,

Entamoeba histolytica akan melewati usus halus yang memiliki suasana basa,

enzim fosfolipase A tipe kalsium-dependen akan teraktivasi dan menyebabkan

Entamoeba histolytica mengalami decyst (melepas kistanya) dan menjadi

metakista. Metakista tersebut akan membelah menjadi 4 entamoeba yang akan

22
langsung menuju usus besar. Di usus besar, amoeba-amoeba ini akan

mengalami encyst (kembali membentuk kista) dan melakukan mitosis.5,8

Sebagian besar dari amoeba ini akan terbawa keluar dari tubuh saat

terjadi defekasi, namun ada beberapa amoeba yang tetap berada dalam usus

besar karena sudah menginvasi jaringan usus besar dengan menggunakan

enzim proteolitik, yaitu ACP (Amoeba-Cysteine Protease) yang berfungsi

untuk merusak lapisan mucin kolon, mendegradasi IgA dan IgG dengan cara

memotong-motong enzim immunoglobulin tersebut, sehingga tidak dapat

menjalankan fungsi imunitasnya; mengaktifkan sitokin-sitokin proinflamasi

(IL-1β dan IL-18), destruksi sel darah merah, dan menghindari fagosit dari

netrofil dan makrofag.8

Jaringan kolon yang telah dirusak oleh Entamoeba histolytica ini

mempunyai bentuk khusus, yaitu flask / bottle-neck lesion. Lesi ini terlihat

kecil bila dilihat dari permukaan, namun di bagian dasarnya melebar (botol

berleher sempit). Darah yang keluar dari jaringan rusak tersebut akan difagosit

oleh Entamoeba histolytica untuk diambil nutrisinya.8

1.6. Diagnosis

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan

pemeriksaan yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat

penyakit, latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama

antibiotik, riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 9

Gejala klinik amebiasis bergantung pada lokalisasi dan beratnya infeksi.

Pada Sebagian besar orang yang terinfeksi, E. histolytica hidup sebagai organisme

23
komensal di dalam usus besar dan tidak menimbulkan gejala. Bentuk klinis yang

dikenal ada dua, yaitu amebiasis intestinal (akut dan kronis) dan amebiasis ekstra

intestinal.10

Gejala amebasis intestinal akut meliputi10

1. Gejalanya berlangsung < 1 bulan

2. Infeksi terjadi secara perlahan, nyeri dan rasa tidak enak pada bagian

abdomen paling bawah

3. Seringnya keinginan untuk buang air besar. Diare yang terjadi disertai darah

dan lendir dan dapat terjadi sampai 10 kali/hari. Kombinasi adanya darah

dalam tinja, nyeri perut dan seringnya keinginan buang air besar merupakan

ciri khas terkenanya disentri amuba..

4. Sekitar sepertiga penderita amebiasis intestinal akut dapat disertai gejala

demam tinggi.

Penderita amebiasis akut yang tidak diobati akan sembuh dengan

sendirinya. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan seseorang menjadi penderita

amebiasis kronik. Gejala amebiasis kronik umumnya menderita kejadian diare

bercak berdarah, kehilangan berat badan dan nyeri pada bagian abdomen yang

samar-samar. 10

Infeksi amuba dari E. histolytica ekstraintestinal yang paling sering

ditemukan adalah di hati. Penyebarannya terjadi melalui aliran darah, trofozoit

masuk ke aliran darah dan sampai di hati sehingga mengakibatkan abses.

Pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan pada abses hepar saat palpasi

adalah nyeri tekan pada kuadran kanan atas, dan disertai dengan demam .11

24
Amebiasis ekstraintestinal dapat juga dijumpai di penis, vulva, perineum, kulit

dekat hati, kulit dekat kolon atau di tempat lain yang berupa ulkus dengan bagian

tepi yang tegas, sakit dan mudah berdarah, meskipun jarang juga dapat ditemukan

di paru-paru atau otak, jika ditemukan di otak biasanya menunjukkan berbagai

tanda dan gejala seperti abses atau tumor otak.10

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin.

Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil,

keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon.9

Diagnosis pasti amebiasis ditentukan dengan adanya trofozoit atau kista di

dalam feses atau trofozoit di dalam pus hasil aspirasi atau dalam spesimen

jaringan. Semua penderita tersangka amebiasis sebaiknya dilakukan pemeriksaan

feses 3-6 kali untuk menemukan trofozoit atau kista. Pemeriksaan trofozoit

sebaiknya dilakukan maksimum dalam 1 jam sejak feses diambil, bila tidak

memungkinkan maka sebaiknya disimpan dalam lemari es. Identifikasi trofozoit

Entamuba histolytica memerlukan tenaga yang berpengalaman, karena trofozoit

kadangkadang tidak ditemukan dalam feses. Leukosit dan makrofag yang telah

memfagosit eritrosit dapat dikelirukan dengan trofozoit.12,13

Diagnosis amebiasis ekstraintestinal sulit untuk ditegakkan, tinja yang

diperiksa sering negatif terhadap adanya trofozoit dan kista. diagnosis yang pasti

adalah dengan melakukan aspirasi jarum rongga abses yang akan menemukan

trofozoit. 10

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan

harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa

25
gas darah dan pemeriksaan darah lengkap. Biasanya didapatkan peningkatan

leukosit, eosinophilia, peningkatan bilirubin dan enzim transaminase, Anemia

ringan, LED yang meningkat11

Studi pencitraan mungkin diperlukan tergantung pada presentasi. USG

dapat mengidentifikasi abses hati. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi,

kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut

infeksi.9

1.7. Tata Laksana

Prinsip pengobatan adalah menghilangkan kausa diare dengan

memberikan antimikroba yang sesuai dengan etiologi, terapi suportif atau fluid

replacement dengan intake cairan yang cukup atau dengan Oral Rehidration

Solution (ORS) yang dikenal sebagai oralit, dan tidak jarang pula diperlukan obat

simtomatik untuk menyetop atau mengurangi frekuensi diare. Beberapa pilihan

antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan amebiasis pada orang dewasa

adalah 9,11

 Per oral Metronidazole 500 mg setiap 6 sampai 8 jam selama 7 sampai 10

hari. 

 Per oral Tinidazole 2 gram per hari selama 3 hari.

 Diiodohydroxyquin 650 mg setiap 8 jam selama 10 hari

 Paramomomycin 500mg setiap 8 jam selama 10 hari

 Diloxanide furoate 500 mg setiap 8 jam selama 10 hari

Amebiasis extraluminal seperti abses hepar dapat ditangani dengan

aspirasi menggunakan CT scan dan dikombinasikan dengan pemberian

26
metronidazole. Pembedahan kadang kadang diperlukan untuk menangani

pendarahan gastrointestinal massif, toksik megacolon, perforasi kolon, atau abses

liver yang tidak dapat ditangani dengan drainase percutaneous.11

1.8. Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Kehilangan elektrolit melalui feses

berpotensi mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik. Pada kasus-kasus

yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang

terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut

pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga

terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tercapai

rehidrasi yang optimal.10komplikasi lain yang dapat terjadi yaitu toksik

megacolon, nekrosis kolitis fulminant, fistula rektovagina, ameboma, rupture

intraperitoneal akibat abses hepar, infeksi bakteri sekunder, perluasan infeksi ke

pericardium atau pleura, perforasi usus, striktur kolon, pendarahan

gastrointestinal, empyema.11

1.9. Prognosis

Prognosis diare akut dewasa sangat ditentukan oleh ketepatan

penanggulangan dehidrasi. Kalau pasien dalam keadaan dehidrasi ringan, jangan

sampai jatuh ke dehidrasi sedang. Kalau pasien dalam keadaan dehidrasi sedang,

jangan sampai jatuh ke dehidrasi berat. Dan selanjutnya pasien dengan dehidrasi

berat harus cepat didiagnosis dan dilakukan rehidrasi yang adekuat agar tidak

terjadi syok hipovolemik yang ireversible. Dengan penggantian cairan yang

27
adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimicrobial sesuai indikasi,

prognosis diare akut infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan

mortalitas yang minimal.9 Namun infeksi amubiasis dapat menjadi lebih berat

pada kelompok seperti, wanita hamil, wanita pasca melahirkan, neonates, individu

yang kekurangan gizi, individu yang menggunakan kortikosteroid, dan individu

dengan keganasan.11

Ketika kondisi ini diobati, prognosisnya baik, tetapi infeksi berulang

sering terjadi di beberapa bagian dunia. Angka kematian setelah pengobatan

kurang dari 1%. Namun, abses hati amuba dapat diperumit oleh ruptur

intraperitoneal pada 5% hingga 10% kasus, yang berpotensi meningkatkan angka

kematian. Perikarditis amuba dan amebiasis paru memiliki angka kematian yang

tinggi melebihi 20%.11

1.10. Pencegahan

Kondisi higiene perorangan dan sanitasi lingkungan merupakan faktor

utama pencegahan disentri amuba. Selain itu faktor perilaku dari individu dalam

menjalani pola hidup bersih dan sehat merupakan hal penting dalam menghindari

infeksi amebiasis intestinal. Pada prinsipnya pencegahan penyebaran infeksi

amebiasis adalah terputusnya rantai penularan dari sumber infeksi (tinja) ke

manusia. Ada dua aspek utama pencegahan yaitu dari aspek higiene perorangan

dan sanitasi lingkungan. Higiene perorangan lebi terfokus dalam hal perilaku

individu dalam upaya memutus rantai penularan. Sedangkan sanitasi lingkungan

fokus pencegahan terletak dalam hal rekayasa lingkungan dalam mengisolir

sumber infeksi.10

28
Pencegahan terhadap aspek higiene perorangan adalah: 10

 Mencuci tangan dengan sabun setelah keluar dari kamar kecil dan sebelum

menjamah makanan.

 Mengkonsumsi air minum yang sudah dimasak (mendidih). Jika minum air

yang tidak dimasak, dalam hal ini air minum kemasan hendaknya

diperhatikan tutup botol atau gelas yang masih tertutup rapi dan tersegel

dengan baik.

 Tidak memakan sayuran, ikan dan daging mentah atau setengah matang.

 Mencuci sayuran dengan bersih sebelum dimasak.

 Mencuci dengan bersih buah-buahan yang akan dikonsumsi.

 Selalu menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan secara teratur dan

menggunting kuku.

 Mencuci alat makan (piring, sendok, garpu) dan alat minum (gelas, cangkir)

dengan menggunakan sabun dan dikeringkan dengan udara. Jika

menggunakan kain lap, hendaknya menggunakan kain lap yang bersih dan

kering.

 Mencuci dengan bersih alat makan-minum bayi/anak-anak dan merendam

dalam air mendidih sebelum digunakan.

 Bagi para pengusaha makanan (restoran, katering) menerapkan aturan yang

ketat dalam penerimaan terhadap calon penjamah makanan (food handler)

yang akan bekerja dengan mensyaratkan pemeriksaan tinja terhadap

kemungkinan adanya carrier atau penderita asimptomatik pada para calon

penjamah makanan. Selama para penjamah makanan tersebut bekerja,

29
minimal 6 bulan sekali dilakukan pemeriksaan tinja.

 Membuang kotoran, air kotor dan sampah organik secara baik dengan tidak

membuangnya secara sembarangan.

 Segera berobat ke petugas kesehatan jika frekuensi buang air meningkat,

sakit pada bagian abdomen dan kondisi tinja encer, berlendir dan terdapat

darah. Sebelum berobat atau minum obat, minum cairan elektrolit guna

mencegah timbulnya kekurangan cairan tubuh

Pencegahan terhadap aspek sanitasi lingkungan adalah10

 Pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat. Prinsip pembuangan

kotoran manusia yang memenuhi syarat adalah tinja yang dibuang terisolir

dengan baik sehingga tidak dihinggapi serangga (lalat, kecoak, lipas), tidak

mengeluarkan bau, dan tidak mencemari sumber air.

 Menggunakan air minum dari sumber air bersih yang sanitair (air ledeng,

pompa, sumur dangkal atau dalam, penampungan air hujan).

 Menghidari pemupukan tanaman dengan kotoran manusi dan hewan. Jika

menggunakan pupuk kandang dan kompos, pastikan bahwa kondisi pupuk

kandang dan kompos tersebut benr benar kering.

 Menutup dengan baik makanan dan minuman dari kemungkinan kontaminasi

serangga (lalat, kecokak) hewan pengerat (tikus), hewan peliharaan (anjing,

kucing) dan debu.

2. Segitiga Epidemiologi

Konsep dasar dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi

berkembang dari rantai sebab akibat menuju suatu proses kejadian penyakit yaitu

30
proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis,

fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis), dan dengan penyebab (agent)

serta lingkungan (enviroment). Menurut John Gordon, model segitiga

epidemiologi menggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu manusia

(Host), penyebab (Agent) dan lingkungan (Enviroment).14

Gambar 4. Segitiga epidemiologi yang seimbang

Gambar diatas menunjukkan kondisi seimbang dimana tidak ada masalah

kesehatan karena terjadi keseimbangan antara host, agent dan environment.

Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar ketiga

komponen tersebut. Model ini lebih dikenal dengan model triangle epidemiologi

atau triad epidemiologi dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi

sebab peran agent (yakni mikroba) mudah diisolasikan dengan jelas dari

lingkungan.14,15

31
Gambar 5. Jenis segitiga epidemiologi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang dalam

ilmu epidemiologi dikenal dengan segitiga epidemiologi yaitu Agent-Host-

Environment (AHE). Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para

ahli dalam menjelasakan kosep berbagai permasalahan kesehatan termasuk salah

satunya adalah terjadinya penyakit. Hal ini sangat komprehensif dalam

memprediksi suatu penyakit. Terjadinya suatu penyakit sangat tergantung dari

keseimbangan dan interaksi ke tiganya.14,15

2.1 Agent

Agent dapat berasal dari berbagai unsur seperti unsur biologis yang

disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, parasit, protozoa,

metazoa, dll), unsur nutrisi karena bahan makanan yang tidak memenuhi standar

gizi yang ditentukan, unsur kimiawi yang disebabkan karena bahan dari luar tubuh

maupun dari dalam tubuh sendiri (karbon monoksida, obat-obatan, arsen,

pestisida, dll), unsur fisika yang disebabkan oleh panas, benturan, dll, serta unsur

psikis atau genetik yang terkait dengan heriditer atau keturunan. Demikian juga

dengan unsur kebiasaan hidup (rokok, alkohol, dll), perubahan hormonal dan

unsur fisiologis seperti kehamilan, persalinan, dll. Pada kasus kali ini, agen

disebabkan oleh agen biologi yaitu bakteri Entamoeba Histolytica yang

menyebabkan pasien ini menderita penyakit amebiasis.14,15

2.2 Host

32
Host atau penjamu adalah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga

menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh

faktor intrinsik. Faktor penjamu yang biasanya menjadi faktor timbulnya suatu

penyakit sebagai berikut:11,14,15,16

a. Keadaan imunitas dan respons imunitas. Pada laporan kasus kali ini, pasien

merupakan penderita gagal ginjal kronik stadium 5 dan rutin cuci darah 2

minggu sekali, dimana penyakit ini dapat menyebabkan penurunan sistem

imunitas selular.

b. Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial dari host sendiri:

 Kebiasaan makan pasien kurang higienis yang dapat dilihat dari riwayat

pasien sering membeli makanan di pinngir jalan dan jarang mencuci

tangan dengan sabun dimana meningkatkan risiko infeksi amebiasis.

 Pola diet yang kurang sehat dimana pasien jarang mengkonsumsi buah dan

sayur.

 Aktivitas fisik pasien yang kurang, pasien hanya beraktifitas di rumah saja.

2.3 Environment

Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya

penyakit, hal ini karena faktor ini datangnya dari luar atau bisa disebut dengan

faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi:14,15

a. Lingkungan Biologis (Flora & Fauna)

b. Lingkungan Fisik

c. Lingkungan Sosial Ekonomi

33
Pada kasus ini, sumber air minum pasien berupa sumur berjarak < 10 m

dari septik tank, dengan kondisi tempat penampungan yang masih terbuka, serta

tempat pembuangan sampah masyarakat yang berjarak < 5 m dari rumah pasien

merupakan faktor risiko yang meningkakan penularan penyakit seperti infeksi

amebiasis.

Berdasarkan faktor agent, host dan environment yang ada pada kasus ini,

maka didapatkan gambatan segitiga epidemiologi pada gambar 6. Dimana

ketidakseimbangan disebabkan oleh bergesernya environment yang memberatkan

host.14,15

Agent

Host

Environment

Gambar 6. Segitiga epidemiologi

Untuk mencegah ketidakseimbangan antara agent, host dan

environment, diperlukan pencegahan, pencegahan terbagi menjadi pencegahan

primer, sekunder dan tersier.14

Pencegahan primer adalah upaya pencegahan dilakukan sebelum

sistem bereaksi terhadap stresor yang bertujuan untuk mencegah onset suatu

penyakit atau cedera selama masa pra patogenesis.15 Pencegahan primer pada

kasus ini dapat berupa; kepada pasien dan keluarga pasien, dapat dilakukan

34
edukasi mengenai aspek higiene perorangan seperti mencuci tangan dengan sabun

setelah keluar dari kamar kecil dan sebelum menjamah makanan, mengkonsumsi

air yang sudah dimasak mendidih, tidak memakan sayuran, ikan, daging mentah

atau setengah matang dan lainnya. Selain itu dapat dilakukan edukasi ataupun

penyuluhan pada tetangga dan masyarakat sekitar pasien tentang sanitasi

lingkungan seperti bagaimana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat,

sanitasi air bersih dan lainnya yang sudah dijelaskan di BAB sebelumnya.

Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat

proses telah berlangsung, namun belum timbul tanda atau gejala sakit dengan

tujuan proses penyakit tidak berlanjut.16 Pencegahan sekunder yang dapat

dilakukan pada kasus ini adalah segera berobat ke petugas kesehatan jika

frekuensi buang air meningkat, sakit pada bagian abdomen dan kondisi tinja

encer, berlendir dan terdapat darah. Sebelum berobat atau minum obat, minum

cairan elektrolit guna mencegah timbulnya kekurangan cairan tubuh.

Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses

penyakit sudah lanjut, untuk mencegah cacat dan mengembalikan penderita ke

status sehat.16 Pada kasus ini dapat dilakukan pencegahan tersier berupa, edukasi

dan konseling mengenai pencegahan terhadap infeksi amebiasis seperti tidak jajan

sembarangan lagi, dan perbaikan sanitasi air setelah selesai pengobatan.

35
DIAGNOSTIK HOLISTIK KOMPREHENSIF

1. Aspek Personal

a. Keluhan utama: BAB cair

b. Kekhawatiran: Pasien khawatir penyakit yang diderita akan menjadi lebih

parah sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

c. Persepsi: Pasien merasa sakit yang diderita dapat disembuhkan dengan

pertolongan dokter.

d. Harapan: Pasien berharap dapat keluhan utama pasien dapat disembuhkan

serta tidak terjadi kekambuhan kembali

2. Aspek Klinik

Diare akut tanpa dehidrasi e.c. amebiasis

Diagnosis banding:

- Disentri basiler

- Irritable bowel syndrome

- Kolitis ulseratif

3. Aspek Risiko Internal

a. Pasien merupakan penderita gagal ginjal kronik stadium 5 dan rutin cuci

darah 2 minggu sekali, hal ini dapat berpengaruh terhadap respon imunitas

pasien sehingga rentan terinfeksi.

b. Kebiasaan makan pasien yang kurang higienis dimana pasien sering tidak

mencuci tangan dengan sabun.

c. Kebiasaan pasien membeli jajanan di pinggir jalan

36
d. Pasien jarang mengkonsumsi buah dan sayur

e. Aktivitas fisik pasien yang kurang, pasien hanya beraktifitas di rumah saja

4. Aspek Risiko Eksternal

a. Psikososial keluarga: keluarga pasien kurang mengetahui tentang PHBS

b. Lingkungan tempat tinggal: sumber air minum pasien berupa sumur

berjarak <10 m dari septik tank, dengan kondisi tempat penampungan yang

masih terbuka, serta tempat pembuangan sampah masyarakat yang berjarak

< 5 m dari rumah pasien.

c. Sosial ekonomi: biaya hidup pasien ditanggung oleh suami pasien yang

bekerja sebagai pedagang.

5. Diagnosis Derajat Fungsional

- Body function (Fungsi tubuh): pasien mengeluhkan BAB cair sejak 5 hari

SMRS. BAB sebanyak 6-7 kali dalam sehari dengan konsistensi cair dan

volume yang sedikit, disertai lendir dan berwarna kuning kemerahan.

Keluhan disertai dengan nyeri perut yang timbul saat pasien ingin BAB.

Pasien juga merasakan mual tanpa disertai adanya muntah.

- Body structure (Struktur tubuh): pada pemeriksaan feses lengkap didapatkan

penyebab diare pasien adalah Entamoeba histolytica.

- Impairment: sistem gastrointestinal.

- Activity and participation: pasien tidak melakukan aktivitas kerja dan hanya

tergantung pada keluarga.

- Activity limitation: Dalam keadaan tertentu masih mampu merawat diri,

tetapi sebagian besar aktivitas hanya duduk dan berbaring.

37
- Environmental factors:

- Ekonomi pasien dibawa upah minimun kota Banjarmasin, yaitu sebesar

Rp800.000,- yang didapatkan dari suami pasien yang bekerja sebagai

pedagang dan keluarga dapat menabung.

- Lingkungan tempat tinggal: Rumah pasien merupakan rumah semi

permanen berukuran 5x3,5m2. Rumah berupa bedakan yang

bersambung sebanyak 7 pintu, dihubungkan oleh satu teras. Setiap

bedakan tidak memiliki kamar, namun ada dapur dan kamar mandi.

Terdapat 1 buah saja jendela pada rumah tersebut yang dapat dibuka,

yakni di bagian depan rumah disebelah pintu masuk. Di dalam rumah

pasien terdapat 1 buah kipas angin yang berada di ruang utama, yang

membantu aliran udara di rumah pasien. Penerangan di dalam rumah

cukup dengan menggunakan lampu dan mendapatkan cahaya matahari.

Terdapat teras di depan rumah yang digunakan sebagai tempat untuk

menjemur pakaian.

38
INTERVENSI HOLISTIK KOMPREHENSIF

1. Diagnosis Aspek Personal

Tabel 2. Diagnosis dan Intervensi Aspek Personal

No. Diagnosis Aspek Intervensi


Personal
1. Keluhan Utama: 1. Memberikan obat antibiotik untuk
BAB cair menghilangkan keluhan BAB cair pada
pasien.
2. Kekhawatiran: Pasien 2. Memberikan informasi mengenai penyakit
khawatir penyakit yang diare akut yang dialami oleh pasien,
diderita akan menjadi penyebab, gejala, pengobatan, pencegahan,
lebih parah sehingga serta prognosisnya.
mengganggu aktivitas 3. Konseling kepada pasien untuk melakukan
sehari-hari. kontrol rutin jika ada keluhan
3. Persepsi: Pasien merasa 4. Konseling kepada pasien untuk menerapkan
sakit yang diderita dapat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
disembuhkan dengan 5. Melakukan evaluasi terhadap keluhan,
pertolongan dokter. kekhawatiran, persepsi dan harapan dari
4. Harapan: Pasien berharap pasien.
dapat keluhan utama
pasien dapat disembuhkan
serta tidak terjadi
kekambuhan kembali

2. Diagnosa Klinis

Tabel 3. Diagnosis dan Intervensi Klinis

No. Diagnosis Klinis Intervensi


1. Diare akut tanpa dehidrasi 1. Memberikan terapi:
e.c. Amebiasis Metronidazole peroral 500 mg 3 kali sehari
(ICD 10; A06) selama 7 hari

2. Memberikan edukasi
- Cara mencuci tangan yang baik
- Konsumsi makanan yang bersih terutama
makanan hasil buatan rumah
- Konsumsi buah dan sayur.

3. Melakukan evaluasi

39
3. Diagnosis Risiko Internal

Tabel 4. Diagnosis dan Intervensi Risiko Internal

No. Diagnosis Risiko Internal Intervensi


1. Pasien merupakan Memberikan edukasi dan konseling kepada
penderita gagal ginjal pasien mengenai penyakit gagal ginjal yang
kronik stadium 5 dan rutin diderita pasien.
cuci darah 2 minggu sekali,
hal ini dapat berpengaruh
terhadap respon imunitas
pasien sehingga rentan
terinfeksi.

2. Kebiasaan makan pasien Edukasi mengenai gaya hidup sehat yang bersih
yang kurang higienis dengan selalu melakukan cuci tangan sebelum
dimana pasien sering tidak dan sesudah makan.
mencuci tangan dengan
sabun.
3. Kebiasaan pasien membeli Memberikan edukasi mengenai penting nya
jajanan di pinggir jalan mengkonsumsi makanan yang terjamin
higienitas dan selama proses pengolahannya.
4. Pasien jarang Memberikan edukasi tentang pentingnya
mengkonsumsi buah dan kelengkapan nutrisi makanan.
sayur
5. Aktivitas fisik pasien yang Memberikan edukasi tentang penting
kurang, pasien hanya melakukan aktivitas fisik seperti olahraga untuk
beraktifitas di rumah saja membantu meningkatkan kebugaran.

4. Diagnosis Risiko Eksternal dan Psikososial

Tabel 5. Diagnosis dan Intervensi Risiko Eksternal dan Psikososial

No. Diagnosis Risiko Intervensi


Eksternal dan Psikososial
1. Psikososial keluarga: 1. Memberikan edukasi kepada keluarga
keluarga pasien kurang mengenai PHBS
mengetahui tentang PHBS.
2. Lingkungan tempat 1. Memberikan edukasi mengenai bagaimana
tinggal: sumber air minum cara mengolah air dengan baik sehingga bisa
pasien berupa sumur dikonsumsi dengan baik
berjarak <10 m dari septik 2. Memberikan edukasi mengenai pentingnya
tank, dengan kondisi mengelola dan membuang sampah dan
tempat penampungan yang memisahkan antara yang organic dan non
masih terbuka, serta tempat organik.
pembuangan sampah

40
masyarakat yang berjarak
< 5 m dari rumah pasien.
3. Sosial ekonomi: biaya 1. Memberikan keringanan dengan memberikan
hidup pasien ditanggung sedikit sembako dan pakaian pakaian yang
oleh suami pasien yang layak pakai agar dipergunakan oleh semua
bekerja sebagai pedagang. keluarga pasien
Penghasilan suami pasien
per bulan di bawah UMK
Banjarmasin.

5. Diagnosis Fungsional

Kondisi Kesehatan
Diare akut tanpa dehidrasi
e.c Amebiasis

Fungsi dan Struktur Aktivitas Partisipasi


Tubuh Terdapat limitasi pada Terdapat limitasi dalam
Impairment pada sistem kegiatan ringan-sedang, partisipasi pasien terhadap
gastrointestinal seperti berjalan jauh, kegiatan di lingkungan
melakukan pekerjaan sekitar.
rumah.

Faktor lingkungan Faktor Personal


Sumber air minum pasien Pasien merupakan penderita gagal ginjal kronik
berupa sumur berjarak stadium 5.
<10 m dari septik tank, Kebiasaan makan pasien yang kurang higienis
dengan kondisi tempat dimana pasien sering tidak mencuci tangan
penampungan yang masih dengan sabun.
terbuka. Kebiasaan pasien membeli jajanan di pinggir jalan
Tempat pembuangan Pasien jarang mengkonsumsi buah dan sayur
sampah masyarakat yang Aktivitas fisik pasien yang kurang, pasien hanya
berjarak < 5 m dari rumah beraktifitas di rumah saja
pasien. Keluarga pasien kurang mengetahui tentang
PHBS
Sosial-ekonomi rendah

Gambar 7. Skema Diagnosis Fungsional

Pada pasien ini memiliki keluhan berupa impairment pada sistem

gastrointestinal. Intervensi yang dapat dilakukan pada poin ini adalah memberikan

edukasi mengenai penyebab dan cara penularan dari diare tersebut.

41
Menyampaikan tentang penyakit diare bahwa dapat disebabkan oleh

makanan atau minuman yang terkontaminasi. Kontaminasi makanan disebabkan

bakteri patogen yang berasal dari tangan manusia sendiri yang tidak mencuci

tangan sebelum makan, tinja manusia/hewan, intoksikasi makanan, alergi,

penurunan daya tahan tubuh atau karena penggunaan obat-obatan tertentu.

Diare dapat dipicu dari kebersihan lingkungan sekitar yang kurang baik,

sehingga terdapat binatang-binatang pembawa seperti misalnya lalat yang bisa

mentransmisikan kontaminasi bakteri dari lingkungan ke makanan dan minuman.

Penularan dapat juga terjadi berupa transmisi dari manusia ke masnusia melalui

udara (droplet infection) misalnya rotavirus atau dari bahan muntahan penderita.

Pencegahan dapat berupa meningkatkan kondisi pertahan tubuh/imunitas

pasien dengan mengkonsumsi makanan dengan nutrisi yang seimbang dan rajin

melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang cukup. Memasak makanan dengan

baik sebelum dimakan, dan memasak air minum dengan benar sebelum diminum

berperan penting dalam meminimalisir kontaminasi bakteri pada makanan dan

minuman. Selain itu kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dapat mengurangi

risiko terjangkit penyakit diare. Tangan dapat berisi berbagai jenis bakteri yang

dapat menyebabkan penyakit, apabila tidak dicuci dengan benar, bakteri tersebut

dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang kita pegang saat

makan. Memberikan penjelasan dan informasi untuk selalu menjaga kebersihan

lingkungan, termasuk kebersihan alat makan, ruang kerja dan kamar mandi.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Sutanto I, Ismid I.S, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Dept.


Parasitologi, FKUI, Jakarta, 2011; 107:17

2. Reed SL. Amebiasis and infection with free living amebiasis. In: Kasper DL,
Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editoras.
Harrison's Principles of Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill
Companies Inc; 2017;194:1214-6.

3. Hsu MS. Association between amebic liver abscess and Human


Immunodefficiency virus infection in Taiwanese subject. BMC Infectious
Disease. 2018, 8:48.

4. Khairnar K, Parija SC. A novel nested multiplex polymerase chain reaction


(PCR) assay for differential detection of Entamoeba histolytica, E.
moshkovskii and E. dispar DNA in stool samples. BMC Microbiol.
2018;7:47.

5. Sutanto I, Ismid I.S, Sungkar S. Buku ajar Parasitologi Kedokteran.


Deptement. Parasitologi, FKUI, Jakarta, 2011; 107:17

6. Reed SL. Amebiasis and infection with free living amebiasis. In: Kasper DL,
Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editoras.
Harrison's Principles of Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill
Companies Inc; 2005;194:1214-6

7. James Chin. "Manual Pemberantasan Penyakit Menular". Editor Penterjemah:


I Nyoman Kandun. Infomedika. Edisi 17. Cetakan 11.2006. Jakarta.

8. Eddy Soewandojo. "Amebiasis -- Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam". Jilid I.


Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UJ. 2002. Jakarta.

9. Zein U. Diare Akut Pada Dewasa. Medan: USU Press. 2011

10. Andayasari, L. Kajian Epidemiologi Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan


yang disebabkan oleh Amuba di Indonesia. Media Litbang Kesehatan. 2011:
21(1)

11. Zulfiqar H, Mathew G, Horrall S. Amebiasis. [Updated 2021 Mar 14]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519535/

43
12. Amebiasis. Buku Ajar Infeksi dan Peny. Tropis, Sumarmo, Garna H,
Hadinegoro SR, penyunting. Edisi pertama. UKK PP IDAI, Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003.

13. Long SS, Pickering LK, Prober CG. Principles and practices of pediatrics
infectious diseases. Edisi ke-2. Philadelphia: Churchill Livingstone, 2003

14. Nadjib MB. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

15. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

16. Keputusan Menteri Kesehatan RI. Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta:


Kemenkes RI, 1999.

44

Anda mungkin juga menyukai