Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP TEORI
A. Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan  dikenal dengan
istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid (Mansjoer, 2007)
Mioma Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul,
yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang paling sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita,terutama wanita usai produktif. Walaupun tidak sering, disfungsi
reproduksi yang dikaitkan dengan mioma mencakup infertilitas, abortus spontan,
persalinan prematur, dan malpresentasi (Crum, 2003)
B. Etiologi
Walaupun myoma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti,
namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa myoma uteri
terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang
selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen.
Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah
menopause jarang ditemukan sebelum menarke (Crum, 2005).
Faktor Risiko terjadinya mioma uteri yaitu:
1. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun (Suhatno, 2007). Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan
pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Joedosaputro,
2005).
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi daripada jaringan
miometrium normal. (Djuwantono, 2005)
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. (Parker, 2007)
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. (Parker, 2007)
5. Makanan
Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging
babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan
insiden mioma uteri (Parker, 2007).
6. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini
mempercepat pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2003).
7. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2
(dua) kali (Khashaeva, dalam Wirantika (2017)).
C. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul diantaranya:
1. Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia. Faktor-
faktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:
a. Terjadinya hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium
karena pengaruh ovarium
b. Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
c. Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di
antara serabut miometrium
e. Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada
sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri
terutama saat menstruasi
f. Pembesaran perut bagian bawah
g. Uterus membesar merata
h. Infertilitas
i. Perdarahan setelah bersenggama
j. Dismenore
k. Abortus berulang
l. Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.
(Chelmow, 2005)
D. Lokalisasi Mioma Uteri
1. Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal
dalam dinding uterus.
2. Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh ke arah kavum uteri dan
menonjol dalam kavum itu.
3. Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh ke arah luar dan menonjol pada
permukaan uterus.
E. Komplikasi
1. Pertumbuhan leimiosarkoma.
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar,
sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause
2. Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau
proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut
dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
3. Nekrosis dan Infeksi
Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang
dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina, dalam hal ini
kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun /
meningkat, Eritrosit : turun
2. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa,
konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat
menghambat tindakan operasi.
6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi
tindakan operasi.
G. Cara Penanganan Mioma Uteri
Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum
bertangkai. Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang
mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan
pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan. Adapun cara
penanganan pada myoma uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan
operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan
histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan
nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy
(TAH-BSO). TAH–BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat
uterus, serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada
dinding, perut pada malignan neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic
endrometriosis (Tucker, Susan Martin, dalam Wirawati (2017)).

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Konsep dasar keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang
merupakan bagian integrasi dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial, dan spiritual yang komprehensif
ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sehat.
A. Pengkajian
Pengkajian fokus pada pasien refluks gastroesofagus, meliputi:
1. pengkajian anamnesa (keluhan utama, riwayat yang berhubungan dengan
keluhan utama, dan pengkajian psikososiospiritual ),
2. pemeriksaan fisik dan pengkajian diagnostik. Pada keluhan utama sering
didapatkan keluhan pirosis (nyeri dengan sensai terbakar pada esofagus ),
dispepsia (indigesti), regurgitasi, disfagia/osinofagia (kesulitan
menelan/nyeri saat menelan ). Keluhan ini penting untuk disedkrepsikan,
apakah keluhan ini merupakan keluhan gastrointestinal atau tidak karena
keluhan ini dapat menyerupai serangan jantung.
3. Pengkajian riwayat dapat mendukung penggalian masalah pada pasien.
Pengkajian nyeri yang khas pada refluks gastroesofagus dapat secara
lengkap dengan pendekatan PQRST. Keluhan regurgitasi adanya keluhan
material esofagus masuk kedalam jalan napas. Pada pengkajian disfagia,
tentukan berapa lama keluhan muncul dan apakah disertai penurunan berat
badan. Pengakajian psikologis sering didapatkan kecemasan akan kondisi
yang dialami. Perawat juga mengkaji faktor yang dapat menurunkan /
menambah keluhan.
4. Kaji mengenai pengetahuan pasien bagaiamana cara pasien untuk menurunkan
keluhan, apakah dengan mengobati sendiri, atau meminta pertolongan
kesehatan.

Pada pemeriksaan fisik walaupun tidak spesifik, bisa didapatkan adanya


batuk dan bunyi napas tambahan wheezing akibat aspirasi ke jalan napas.Pada
beberapa pasien didapatkan adanya perubahan suara bicara akibat iritasi pita
suara oleh cairan refluks terutama pada pagi hari.  

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh
massa jaringan neoplasm pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik /
motorik.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot
3. Ganguan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang
ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat
pada hubungan seksual.
4. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan terjadinya perdarahan
yang berulang-ulang.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
C. Perencanaan keperawatan.

Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan criteria
Keperawatan Intervensi
hasil
Gangguan rasa Klien dapat 1. Observasi adanya nyeri dan tingkat
nyaman (nyeri) mengontrol nyerinya nyeri.
berhubungan dengan dengan criteria hasil 2. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta
kerusakan jaringan mampu tindakah untuk mengatasi nyeri
otot dan system saraf mengidentifikasi cara 3. Ajarkan teknik relaksasi
akibat penyempitan mengurangi nyeri, 4. Anjurkan untuk menggunakan
kanalis servikalis mengungkapkan kompres hangat
oleh myoma keinginan untuk 5. Kolaborasi pemberian analgesik
mengontrol nyerinya.
Gangguan eliminasi Pola eliminasi urine 1. Catat pola miksi dan monitor
urine (retensio) ibu kembali normal pengeluaran urine
berhubungan dengan dengan criteria hasil 2. Lakukan palpasi pada kandung
penekanan oleh ibu memahami kemih, observasi adanya
massa jaringan terjadinya retensi ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
neoplasma pada urine, bersedia 3. Anjurkan klien untuk merangsang
daerah sekitarnnya, melakukan tindakan miksi dengan pemberian air hangat,
gangguan sensorik / untuk mengurangi mengatur posisi, mengalirkan air
motorik. atau menghilangkan keran.
retensi urine.
Ganguan konsep diri Konsep diri klien 1. Beritahu klien tentang siapa saja yang
berhubungan dengan tidak mengalami bisa dilakukan histerektomi dan
kekawatiran tentang gangguan dengan anjurkan klien untuk mengekpresikan
ketidakmampuan criteria hasil perasaannya tentang histerektomi
memiliki anak, menerima keadaan 2. Kaji apakah klien mempunyai konsep
perubahan dalam dirinya, menyatakan diri yang negatif.
masalah kewanitaan, bersedia untuk 3. Memotivasi klien untuk
akibat pada dilakukan tindakan mengungkapkan perasaannya
hubungan seksual. termasuk tindakan mengenai tindakan pembedahan dan
pembedahan pengaruhnya terhadap diri klien
4. Ciptakan lingkungan atau suasana
yang terbuka bagi klien untuk
membicarakan keluhan-keluhannya.

E. Implementasi
Implementasi harus sesuai dengan rencana yang ditetapkan sebelumnya
dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam pelaksanan
keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan:
1. Tindakan mandiri
2. Tindakan observasi
3. Tindakan Health Education
4. Tindakan Kolaborasi
F. Evaluasi
Tahapan evaluasi merupakan proses menentukan dimana tujuan dapat
dicapai, sehingga dalam mengevaluasi tindakan keperawatan, perawat perlu
mengetahui kriteria keberhasilan, dimana kriteria ini harus dapat diukur dan
diamati agar kemajuan perkembangan keperawatan kesehatan yang menentukan
keperawatan selanjutnya:
1. Masalah klien dapat terpecahkan
2. Sebahagian masalah klien dapat terpecahkan
3. Masalah klien tidak dapat dipecahkan
4. Dapat muncul masalah baru
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC.
Jakarta
Hartono, Poedjo. 2000. Kanker Serviks/Leher Rahim & Masalah Skrining di Indonesia.
Kursus Pra kongres KOGI XI Denpasar. Mimbar Vol.5 No.2 Mei 2001
Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai