Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

GINEKOLOGI (MIOMA UTERI)

Disusun Oleh:

REZALADY SURATAMA
202220729135

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2022
A. Pengertian
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-
sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Dalam
kepustakaan ginekologi mioma uteri terkenal dengan istilah-istilah
fibrimioma uteri, leiomyoma uteri atau uterine fibroid
(Prawirohardjo,1996:281). Mioma ini berbentuk padat karena jaringan ikat
dan otot rahimnya dominan. Mioma uteri merupakan neoplasma jinak
yang paling umum dan sering dialami oleh wanita. Neoplasma ini
memperlihatkan gejala klinis berdasarkan besar dan letak mioma
(Manuaba,2004).
B. Etiologi
Penyebab mioma uteri belum diketahui pasti dan diduga merupakan
penyakit multifaktorial. Mioma merupakan sebuah tumor monoklonal
yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal.
Tumbuh mulai dari benih multiple yang sangat kecil dan tersebar pada
miometrium sangat lambat tetapi progresif. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri (Manuaba, 2004):
1. Estrogen
Mioma uteri kaya akan reseptor estrogen. Meyer dan De Snoo
mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast, teori ini menyatakan
bahwa untuk terjadinya mioma uteri harus terdapat dua komponen
penting yaitu: sel nest (sel muda yang terangsang) dan estrogen
(perangsang sel nest secara terus menerus). Percobaan Lipschutz yang
memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan
tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain
dalam abdomen. Hormon estrogen dapat diperoleh melalui
penggunaan alat kontrasepsi yang bersifat hormonal (Pil KB, Suntikan
KB, dan Susuk KB). Peranan estrogen didukung dengan adanya
kecenderungan dari tumor ini menjadi stabil dan menyusut setelah
menopause dan lebih sering terjadi pada pasien yang
nullipara.
2. Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang
siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis
natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor
dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17 – Beta hidroxydesidrogenase
dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

C. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak
menyusun semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi
tumor di dalam uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma
biasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam
korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila
terletak pada dinding depan uterus, uterus mioma dapat menonjol ke depan
sehingga menekan dan mendorong kandung kencing ke atas sehingga
sering menimbulkan keluha. Masalah akan timbul jika terjadi
berkurangnya pemberian darah pada mioma uteri yang
menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan
mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan
abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini
bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah, sehingga
kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan
perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang mengalami
kekurangan volume cairan. (Sastrawinata S: 151).
D. Tanda Gejala
1. Gejala Subjektif
Pada umumnya kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologi karena tumor ini tidak mengganggu.
Timbulnya gejala subjektif dipengaruhi oleh: letak mioma uteri, besar
mioma uteri, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala subjektif
pada mioma uteri yaitu:
a. Perdarahan abnormal, merupakan gejala yang paling umum
dijumpai. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah:
menoragia, dan metrorargia. Beberapa faktor yang menjadi
penyebab perdarahan ini antara lain adalah: pengaruh ovarium
sehingga terjadilah hiperplasia endometrium, permukaan
endometrium yang lebih luas dari pada biasa, atrofi endometrium,
dan gangguan kontraksi otot rahim karena adanya sarang mioma di
antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. Akibat perdarahan
penderita dapat mengeluh anemis karena kekurangan darah,
pusing, cepat lelah, dan mudah terjadi infeksi.
b. Rasa nyeri, gejala klinik ini bukan merupakan gejala yang khas
tetapi gejala ini dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada
sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.
Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan dan
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan juga dismenore.
c. Tanda penekanan, Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat
mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan
poliuria, pada uretra dapat menyebabkan retensi urine, pada ureter
dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum
dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
2. Gejala Objektif
Gejala Objektif merupakan gejala yang ditegakkan melalui diagnosa
ahli medis. Gejala objektif mioma uteri ditegakkan melalui:
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat berupa pemeriksaan Abdomen dan
pemeriksaan pelvik. Pada pemeriksaan abdomen, uterus yang besar
dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor teraba sebagai nodul
ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya
perubahan degeneratif. Pada pemeriksaan Pelvis, serviks biasanya
normal, namun pada keadaan tertentu mioma submukosa yang
bertangkai dapat mengakibatkan dilatasi serviks dan terlihat pada
ostium servikalis. Uterus cenderung membesar tidak beraturan dan
noduler. Perlunakan tergantung pada derajat degenerasi dan
kerusakan vaskular. Uterus sering dapat digerakkan, kecuali
apabila terdapat keadaan patologik pada adneksa.
b. Pemeriksaan Penunjang; Apabila keberadaan masa pelvis
meragukan maka pemeriksaan dengan ultrasonografi akan dapat
membantu. Selain itu pemeriksaan dengan laporoskopi juga dapat
dilakukan untuk mengetahui ukuran dan lokasi tumor dan biopsi
untuk mengetahui adanya keganasan.
E. Pemeriksaan Penunjang
Timbulnya miom baru diketahui ketika pemeriksaan rutin oleh dokter
kandungan melalui pemeriksaan penunjang seperti:
1. USG
Salah satu cara mendiagnosis mioma uteri bisa melalui USG perut atau
Transvaginal.
2. MRI
MRI atau Magnetic Resonance Imaging merupakan hasil pencitraan
yang bisa memperlihatkan ukuran dan lokasi miom dengan jelas.
3. Histeroskopi
Tindakan ini dilakukan untuk mencari miom yang menonjol ke rongga
rahim menggunakan selang kecil berkamera dan memasukannya
kedalam rahim lewat vagina.
4. Biopsi
Tindakan mengambil sampel jaringan tumor setelah melakukan
histeroskopi kemudian sampel ini akan diteliti di laboraturium untuk
mengetahui apakah tumor bersifat ganas atau jinak.
F. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada mioma
uteri, diantaranya:
1. Pada mioma kecil dan tidak menimbulkan keluhan, tidak diberikan
terapi hanya diobservasi tiap 3 – 6 bulan untuk menilai
pembesarannya. Mioma akan lisut setelah menopause.
2. Radioterapi.
3. Pemberian GnRH agonis selama 6 minggu.
4. Miomektomi dengan atau tanpa histerektomi bila uterus melebihi
seperti kehamilan 12 – 14 minggu.
5. Estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi setiap 6
minggu.
G. Pengkajian, Masalah Keperawatan dan Rencana Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan efek sekunder
dari mioma uteri.
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
pervaginam, perdarahan uterus yang berlebihan atau abnormal.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik,
keterbatasan pergerakan.
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Ganguuan Rasa Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
Nyaman asuhan keperawatan 1.08238
selama …x… hari Edukasi
diharapkan status - identifikasi lokasi,
kenyamanan meningkat karakteriktik, durasi,
dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
- kesejahteraan fisik intensitas
meningkat - identifikasi skala nyeri
- kesejahteraan fisiologi - identifikasi faktor
meningkat yang memperberat dan
- dukungan sosial dari memperingan
keluarga meningkat - identifikasi pengaruh
- gelisah menurun nyeri pada kualitas
- keluhan tidur menurun hidup
- pola hidup membaik Terapeutik
- berikan terapi non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
- kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
- fasilitasi istirahat tidur
Edukasi
- jelaskan penyebab
- jelaskan strategi
meredakan nyeri
- ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
meredakan nyeri
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian
analgetik
2. Risiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan
Ketidakseimbangan asuhan keperawatan 1.03098
Cairan selama…x… hari Observasi
diharapkan - monitor status
keseimbangan cairan dehidrasi
meningkat dengan - monitor hasil
kriteria hasil: pemeriksaan
- asupan cairan laboraturium
meningkat - monitor status
- haluaran urin hemodinamik
meningkat Terapeutik
- asupan makanan - catat intake output
meningkat cairan dan hitung
- edema menurun balance cairan
- dehidrasi menurun - berikan asupan cairan,
- tekanan darah sesuai kebutuhan
membaik Kolaborasi
- kolaborasi pemberian
diuretik
3. Defisit Perawatan Setelah dilakukan Dukungan Perawatan
Diri asuhan keperawatan Diri 1.11348
selama …x… hari Observasi
diharapkan perawatan - identifikasi kebiasaan
diri meningkat dengan aktivitas perawatan diri
kriteria hasil - monitor tingkat
- kemampuan mandi kemandirian
meningkat - identifikasi kebutuhan
- kemampuan alat bantu
mengenakan pakaian Terapeutik
meningkat - sediakan lingkungan
- kemampuan makan yang terapeutik
meningkat - fasilitasi untuk
- kemampuan toileting menerima keadaan
meningkat ketergantungan
- melakukan perawatan - fasilitasi kemandirian
diri meningkat Edukasi
Mempertahankan - anjurkan melakukan
kebersihan diri perawatan diri secara
meningkat konsisten sesuai
kemampuan
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I. B. (2004). Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekolog.


Jakarta: EGC.
PPNI (2018). Standar Luaran keperawatan Indonesia:definisi dan kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1 Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai