Disusun Oleh :
Nurul Fatimah Saripudin
220112160094
A. Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpang, sehingga dalam kepustakaan dikenal dengan istilah Fibromioma,
leiomioma, atau fibroid (Mansjoer, 2007).
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos,
jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Dalam kepustakaan ginekologi mioma uteri terkenal dengan
istilah-istilah fibrimioma uteri, leiomyoma uteri atau uterine fibroid (Prawirohardjo,1996:281).
Mioma ini berbentuk padat karena jaringan ikat dan otot rahimnya dominan. Mioma uteri merupakan
neoplasma jinak yang paling umum dan sering dialami oleh wanita (Manuaba, 2004). Leimyomas
biasanya tumbuh pada korpus uterus: intramural, subserosal, dan submucosal. Ketiga fibroid muncul
dan membesar pada nonpregnant uterus.
B. Etiologi
Berikut adalapan penyebab terjadinya mioma uteri :
- Belum pasti diketahui
- Peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri mempengarui
pertumbuhan tumor
- Faktor predisposisi yang bersifat herediter, telah diidentifikasi kromosom yang membawa
145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Sebagian ahli
mengatakan bahwa fibroid uteri diwariskan dari gen sisi paternal.
- Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah menopause jarang
ditemukan sebelum menarche (Crum, 2005).
C. Faktor Risiko
Faktor resiko terjadinya mioma uteri yaitu:
1. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar 40%-50%
pada wanita usia di atas 40 tahun (Suhatno, 2007). Mioma uteri jarang ditemukan
sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause
mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Joedosaputro, 2005).
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi daripada jaringan
miometrium normal. (Djuwantono, 2005)
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita
tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. (Parker, 2007)
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. (Parker, 2007)
5. Makanan
Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi
menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma
uteri (Parker, 2007).
6. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam
kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat pembesaran
mioma uteri (Manuaba, 2003).
7. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan dengan
wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali
(Khashaeva, 1992).
D. Tanda dan Gejala
a
Gejala Subjektif
Pada umumnya kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik
karena tumor ini tidak mengganggu. Timbulnya gejala subjektif dipengaruhi oleh: letak
mioma uteri, besar mioma uteri, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala subjektif pada
mioma uteri yaitu:
Perdarahan abnormal, merupakan gejala yang paling umum dijumpai. Gangguan
perdarahan yang terjadi umumnya adalah: masa menstruasi menyakitkan atau berlebih.
Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat
dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaan dari endometrium yang
menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah
pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
Selain itu jika terjadi penekanan pada rahim maka akan muncul gejala seperti terasa berat
E. Klasifikasi
Mioma umumnya digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana mereka tumbuh.
Klasifikasinya sebagai berikut :
Mioma intramural : merupakan mioma yang paling banyak ditemukan. Sebagian
besar tumbuh di antara lapisan uterus yang paling tebal dan paling tengah, yaitu
miometrium.
Mioma subserosa : merupakan mioma yang tumbuh keluar dari lapisan uterus yang
paling luar, yaitu serosa dan tumbuh ke arah rongga peritonium. Jenis mioma ini
bertangkai (pedunculated) atau memiliki dasar lebar. Apabila terlepas dari induknya
dan berjalan-jalan atau dapat menempel dalam rongga peritoneum
disebut wandering/parasitic fibroid Ditemukan kedua terbanyak.
Mioma submukosa : merupakan mioma yang tumbuh dari dinding uterus paling
dalam sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau
berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan
melalui saluran serviks, yang disebut mioma geburt (Chelmow, 2005).
F. Diagnosis
Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan dari:
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan antara lain :
a. Timbul benjolan diperut bagian bawah dalam waktu relatif lama.
b. Kadang-kadang disertai gangguan haid
c. Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir mioma bertangkai, atau pecah.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pemeriksaan abdomen
Uterus yang membesar dapat dipalpasi pada abdomen
Teraba benjolan tidak teratur, tetap dan lunak
Ada nyeri lepas yang disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal
b. Pemeriksaan pelvis
Adanya dilatasi serviks
Uterus cenderung membesar, tidak beraturan dan berbentuk nodul
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis mioma uteri ,
sebagai berikut :
Ultra Sonografi (USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi
dengan Computerized Tomografi Scanning (CT scan) ataupun Magnetic Resonance
Image ( MRI), tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal.
Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP) pemeriksaaan ini
penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan
perjalanan ureter.
Histerografi dan histerokopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan
infertilitas.
Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
Laboratorium: hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai kadar
hemoglobin dan hematokrit serta jumlah leukosit.
Tes kehamilan adalah untuk tes hormon Chorionic gonadotropin, karena bisa
membantu dalam mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh karena
kehamilan atau oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan
pembesaran uterus menyerupai kehamilan.
* Diagnosis banding yang harus dipikirkan dengan adanya mioma uteri adalah
kehamilan, neoplasma ovarium, adenomiosis, keganasan uterus.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri secara umum, yaitu:
1. Degenerasi ganas
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila
terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi sindrom abdomen akut.
H. Penatalaksanaan
Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan
terbagi atas :
Penanganan konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
Monitor keadaan Hb
Pemberian zat besi
Penggunaan agonis GnRH untuk mengurangi ukuran mioma
Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah :
Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia
Nyeri pelvis yang hebat
Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma
berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa)
Gangguan buang air kecil (retensi urin)
Pertumbuhan mioma setelah menopause
Infertilitas
Meningkatnya pertumbuhan mioma (Moore, 2001).
Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus
(Rayburn, 2001). Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara
umum. Penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum memiliki
keturunan setelah penyebab lain disingkirkan (Chelmow, 2005).
b. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik
sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri
(Prawirohardjo, 2001). Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan
anak lagi, dan pada penderita Yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala. Ada dua cara histerektomi, yaitu :
Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma
intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi
Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravid 12
minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektokel, sistokel atau
enterokel (Callahan, 2005).
Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) untuk
histerektomi adalah sebagai berikut :
a) Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan
dikeluhkan oleh pasien.
b) Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan bergumpal-gumpal
atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat kehilangan darah akut
atau kronis.
c) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa
tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada
vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering (Chelmow, 2005).
Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil
Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan
observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai apabila janin
imatur. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan
kelainan letak janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1
Data dasar:
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan
4
5
6
7
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan efek sekunder darimioma uteri
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam,perdarahan uterus
intensitasnya
Ajarkan pasien latihan teknik relaksasi nafas dalam
Berikan pasien posisi yang nyaman
Kontrol tanda-tanda vital pasien
Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
: tidak terjadi hipovelemi (oliguri, kapilarirefil menurun,turgor jelek), tandatanda vital dalam batas normal (TD 120/80 mmHg, nadi 69 100 x/menit, RR
16 24 x/menit, suhu 37 C)
Intervensi :
a
b
c
d
e
f
Gangguan eliminasi : BAK berhubungan dengan adanya penekanan pada mioma uteri
terhadap kandung kemih
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkaneliminasi BAK lancar.
Kriteria hasil :urine dapat keluar lancar, klien tidak mengeluh sakit, klien merasa nyaman
Intervensi :
a Kaji pola BAK pasien
b Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine
c Anjurkan pasien untuk minum banyak
d Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat sesuai denganindikasi
b
c
d
e
Pathway
Daftar Pustaka
Manuaba, I. B. G. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.
Ompusunggu,
M.L.
2011.
Mioma
Uteri.
Available
at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25190/4/Chapter%20II.pdf
Porth, C. M. 2011. Essentials of Pathophysiology. USA: Wolters Kluwer.
Sastrawinata, S. 2004. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta: EGC.