Anda di halaman 1dari 12

Epidemiologi Penyakit Menular

“Epidemiologi Pertusis”

Dosen Mata Kuliah : Gusni Rahma M.Epid

Disusun Oleh Kelompok 12 Kelas 4A:

1. Riri Alpiani 2113201038

2. Leni Marlina 2113201024

3. Serli Marlina 2113201040

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang

2022/2023

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkandalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun
merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Padang, 05 Juni 2023

2
Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………
Daftar Isi………………………………………….
Bab I Pendahuluan………………………………..
A. Latar Belakang…………………………..
B. Rumusan Masalah……………………….
C. Tujuan……………………………………
Bab II Pembahasan……………………………….
A. Definisi Penyakit Pertusis………………
B. Determinan Penyakit Pertusis……………
C. Frekuensi Penyakit Pertusis……………..
D. Penyebab Penyakit Pertusis……………..
E. Gejala Penyakit Pertusis………………..
F. Etiologi dan Patogenesis………………..
G. Diagnosis Penyakit Pertusis……………
H. Komplikasi Penyakit Pertusis…………..
I. Pencegahan Penyakit Pertusis………….
J. Pengobatan Penyakit Pertusis……….
Bab III Penutup…………………………………
A. Kesimpulan dan Saran………………………
Daftar Pustaka
3
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang

Pertusis merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh


Bordetella pertusis.
Pertusis atau batuk rejan disebut juga
whooping cough, tussis
quinta, violent cough,
dan di Cina disebut batuk seratus hari.
1.Pertusis dapat
diderita oleh orang dari semua kelompok usia, namun insidensi pertusis banyak
didapatkan pada bayi dan anak kurang dari 5 tahun. Insidensi terutama terjadi
pada bayi atau anak yang belum diimunisasi.
2.Di Indonesia angka kejadian pertusis jarang ditemukan berkat
terselenggaranya program Imunisasi Nasional dimana lebih dari 87% anak di
Indonesia sudah mendapatkan imunisasi secara lengkap. Begitu dianggap
pentingnya pemberian kekebalan pada anak-anak sehingga imunisasi standar
diberikan secara gratis di Puskesmas. BCG untuk menangkal TBC, DPT untuk
menangkal Dipteri Pertusis (batuk) dan Tetanus, lalu vaksin Polio, Campak dan
Hepatitis D. Program imunisasi ini diperkuat oleh program imunisasi gratis di
sekolah-sekolah, yaitu vaksinasi Dipteri Tetanus untuk siswa kelas I SD dan
vaksinasi TT untuk siswa kelas II dan III SD. Program ini merupakan perwujudan
Pasal 10 UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, dimana upaya kesehatan juga
dilakukan lewat pencegahan penyakit.
3.Pertusis pertama kali ditemukan pada tahun 1900 oleh Bordet dan Gengou.
Penyebab pertusis adalah
B. pertussis
Genus Bordetella mempunyai 4 spesies
yaitu
B. pertussis
,
B. parapertussis
,
B. bronchiseptica
, dan
B. avium
Bordetella
pertussis
termasuk
coccobacillus
, gram negatif, kecil, ovoid, ukuran panjang 0,5-1
µm dan diameter 0,2-0,3 µm, tidak bergerak, dan tidak berspora.

4
Penularan
pertusis adalah melalui udara atau secara kontak langsung dari droplet penderita
selama batuk.
4.Gejala awalnya yaitu pilek dengan lendir cair berwarna jernih,
mata merah dan berair, batuk ringan, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Pada
stadium ini, bakteri paling mudah ditularkan. Setelah 1-2 minggu, stadium kedua
dimulai dimana frekuensi dan derajat batuk mulai bertambah.

B. Rumusan Masalah

A. Apa itu Definisi Penyakit Pertusis?

B. Apa Determinan Penyakit Pertusis?

C. Apa Itu Frekuensi Penyakit Pertusis?

D. Apa Saja Penyebab Penyakit Pertusis?

E. Apa Saja Gejala Penyakit Pertusis?

F. Apa Etiologi dan Patogenesis?

G. Apa Diagnosis Penyakit Pertusis?

H. Apa Komplikasi Penyakit Pertusis?

I. Apa Pencegahan Penyakit Pertusis?

J. Apa Pengobatan Penyakit Pertusis?

C. Tujuan
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang penyakit pertusis

5
Bab II Pembahasan
A. Definisi
Pertusis, atau batuk rejan, adalah penyakit infeksi saluran napas akut yang paling
sering disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis atau juga oleh Bordetella
parapertussis dan Bordetella holmesii. Batuk rejan dapat menyerang seluruh usia,
namun lebih sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini terutama berbahaya
pada bayi yang belum mendapatkan vaksin pertussis.

B. Determinan
Tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap

Mengalami penurunan daya imunitas

C. FREKUENSI
Epidemi penyakit ini pernah terjadi di beberapa negara, seperti di Amerika Serikat
sejak tahun 1980 - 1989 rata-rata kasus yang dilaporkan pertahun adalah 2.800
kasus, namun jumlah kasus ini meningkat pada tahun 1995- 1998 menjadi rata-rata
6.500 kasus. Dengan peningkatan cakupan imunisasi di Amerika Latin, kasus pertusis
yang dilaporkan menurun dari 120.000 kasus pada tahun 1980 menjadi 40.000 kasus
pada tahun 1990. Di Jepang pada tahun 1947 terdapat 152.600 kasus dengan
kematian 17.000 orang.

Pada tahun 1999, diperkirakan sekitar 48,5 juta kasus pertusis dilaporkan terjadi
pada anak-anak di seluruh dunia. WHO memperkirakan sekitar 600.000 kematian
setiap tahun disebabkan oleh pertusis, terutama pada bayi yang tidak diimunisasi.

Di indonesia pada tahun 1983 diperkirakan 819.500 kasus dengan kematian 23.100
orang. Data yang diambil dari profil kesehatan Jawa Barat 1993, jumlah pertusis
tahun 1990 adalah 4.970 kasus dengan CFR (Case Fatality Rate) 0,20%, menurun
menjadi 2.752 kasus pada tahun 1991 dengan CFR 0%, kemudian turun lagi menjadi
1.379 kasus dengan CFR 0% pada tahun 1992.

Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, kasus pertusis mulai dari tahun 2009 sampai
dengan 2012 yakni sebanyak 42 kasus. Kasus tersebut hanya terjadi pada tahun 2010
khususnya di Kabupaten Sumba Timur (17 kasus) dan Flores Timur (25 kasus) (Dinkes
Provinsi NTT, 2009-2012). Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan di Kabupaten
Sumba Timur dan Kabupaten Flores Timur mendukung perkembangan bakteri
Bordetella pertussis, standar kemanjuran dan keamanan dari vaksin yang diperoleh di
Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Flores Timur tidak terpenuhi, serta

6
berpindahnya seseorang yang menderita pertusis ke Kabupaten Sumba Timur dan
Kabupaten Flores Timur tersebut sehingga dapat meningkatkan frekuensi terjadinya
penularan pertusis.

D. Penyebab Batuk Rejan


Batuk rejan disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis di saluran
pernapasan. Bakteri ini menyebar ketika seseorang menghirup percikan ludah
(droplet) penderita batuk rejan atau menyentuh benda yang terpapar.
Semua orang bisa terkena batuk rejan, tetapi risiko terkena penyakit ini lebih tinggi
pada beberapa orang dengan kondisi di bawah ini:
* Usia di bawah 1 tahun atau di atas 65 tahun
* Belum menjalani atau melengkapi vaksinasi pertusis
* Tinggal atau berkunjung di wilayah dengan wabah pertusis
* Sedang hamil
* Sering melakukan kontak dengan penderita pertusis
* Menderita obesitas
* Memiliki riwayat asma

E. Gejala Klinis
Terdapat empat fase klinis klasik pertusis:
* Fase inkubasi, berlangsung selama 7—10 hari tanpa disertai gejala.
* Fase katarhal, berlangsung selama 1—2 minggu. Pada fase ini, jumlah bakteri
mencapai puncak sehingga paling berisiko terjadi penularan selama fase ini.
Gejalanya:
* Rhinorrhea (pikel)
* Malaise (lemas)
* Demam (ringan atau tidak sama sekali)
* Bersin-bersin
* Anoreksia (tidak nafsu makan)
* Fase paroksismal, berlangsung selama 2—4 minggu. Gejalanya:
* Batuk rejan (khas pada pertusis, berupa batuk berulang-ulang yang diikuti oleh
suara melengking saat inspirasi)
* Muntah
* Leukositosis (peningkatan leukosit)
* Fase penyembuhan, berlangsung selama 3—4 minggu atau bisa lebih lama. Pada
tahap ini, hampir sudah tidak ditemukan adanya bakteri. Gejalanya:
* Batuk yang sudah berkurang frekuensi dan keparahannya
* Dapat terjadi komplikasi sekunder (pneumonia, kejang, ensefalopati, dll.)
Perlu diketahui bahwa gejala klinik klasik di atas tidak selalu terlihat pada pasien
dengan kekebalan parsial atau orang dewasa.

7
F. Etiologi & Patogenesis
Batuk rejan disebabkan oleh Bordetella, suatu bakteri kokobasil gram negatif aerobik.
Bordetella pertussis merupakan bakteri utama penyebab batuk rejan. Bakteri
Bordetella lain juga dapat menyebabkan pertusis, yaitu B. parapertussis dan B.
holmesii. B. pertussis merupakan penyakit manusia yang tidak memiliki reservoir
lingkungan atau hewan.
Infeksi dimulai dengan paparan terhadap droplet dari orang yang terinfeksi B.
pertussis. Bakteri ini memiliki preferensi mukosa epitel respiratorius dan berkoloni di
sana sehingga menyebabkan inflamasi dan imobilisasi silia.[3] B. pertussis memiliki
banyak faktor virulensi yang menyebabkan terjadinya penyakit. Bakteri melekat
dengan sel epitel menggunakan protein-protein adhesin, contohnya pertaktin dan
filamentous hemagglutinin. B. pertussis juga menghasilkan banyak toksin yang
berperan dalam melawan imunitas tubuh, antara lain toksin pertusis, toksin
hemolisin, sitotoksin trakeal, dan lipopolisakarida (LPS).
Patofisiologi
Bordetella pertussis menghasilkan toksin pertusis yang menyebabkan leukositosis
dengan limfositosis. Saat ini, belum ditemukan toksin yang khusus menyebabkan
terjadinya batuk rejan pada pertusis.i Bakteri juga menginvasi makrofag alveolar
sehingga menyebabkan gangguan klirens sekresi paru

G. Diagnosis
Berdasarkan gejalanya, pertusis dapat dicurigai pada pasien dengan gejala klinis
berikut:
* Batuk lama (≥ 2 minggu)
* Episode batuk mendadak
* Muntah setelah batuk
* Suara inspirasi melengking
* Apnea dengan atau tanpa sianosis pada bayi
Selanjutnya, dapat dilakukan pemeriksaan lab untuk memastikan diagnosis pertusis.
Pengumpulan Spesimen
Spesimen diambil dari aspirat nasofaring. Apusan/swab nasofaring sebaiknya tidak
digunakan karena tidak dapat mengambil epitel bersilia dengan jumlah cukup. Jika
hendak dikultur, spesimen diinokulasi ke media isolasi (misalnya agar Regan-Lowe)
atau pada medium transpor (misalnya medium transpor Regan-Lowe) dan segera
dibawa ke laboratorium.
Kultur
Kultur dianggap sebagai baku emas karena merupakan satu-satunya metode
identifikasi yang 100% spesifik. Kultur sebaiknya diperoleh dalam 2 minggu pertama
batuk karena setelah itu, sensitivitas berkurang dan risiko negatif palsu meningkat.

8
PCR
PCR merupakan tes cepat yang sangat sensitif, namun spesifisitasnya bervariasi. Hasil
PCR cukup akurat hingga minggu ke-4 batuk. Setelahnya, jumlah DNA bakteri di
nasofaring akan menurun sehingga berisiko negatif palsu.

H. Komplikasi
Pneumonia
Pneumonia merupakan komplikasi pertusis paling umum yang disebabkan oleh
infeksi bakteri sekunder atau aspirasi muntahan. Pada anak, dapat dicurigai terjadi
pneumonia jika terdapat takipneu di antara episode batuk, demam, dan terjadi
distres pernapasan yang cepat.
Kejang
Kejang dapat disebabkan anoksia akibat apneu, episode sianotik, atau ensefalopati
akibat pelepasan toksin.
Gizi Kurang
Karena berkurangnya asupan makan dan sering muntah, anak dengan pertusis
seringkali mengalami gizi kurang. Untuk mencegahnya, berikan asupan makanan
adekuat.
Perdarahan dan Hernia
Sering terjadi perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis (mimisan) pada pasien
pertusis. Hernia umbilikalis atau hernia inguinalis juga dapat terjadi akibat episode
batuk yang sangat kuat.

I. Pencegahan Batuk Rejan


Cara terbaik untuk mencegah batuk rejan adalah dengan melakukan vaksinasi atau
imunisasi pertusis. Vaksin ini biasa diberikan dokter atau bidan bersamaan dengan
vaksin difteri, tetanus, dan polio (vaksinasi DTP).
Imunisasi dasar untuk DTP diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Namun, jika ada
beberapa faktor yang menyebabkan bayi tidak bisa melakukan imunisasi, orang tua
disarankan untuk membawa anak untuk melakukan imunisasi kejaran (catch up)
sesuai jadwal yang diberikan oleh dokter.
Anak juga disarankan melakukan imunisasi lanjutan (booster) agar manfaatnya lebih
optimal. Imunisasi ini dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 18 bulan, 5 tahun,
10–12 tahun, dan 18 tahun. Imunisasi booster juga dianjurkan untuk diulangi tiap 10
tahun sekali.
Ibu hamil juga direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi booster di usia
kehamilan 27–36 minggu. Vaksinasi pertusis saat hamil bisa melindungi bayi
terserang batuk rejan pada minggu-minggu awal kelahirannya.

9
J. Pengobatan Pertusis
Pada stadium awal, memang sangat sulit untuk memastikan diagnosis pertusis.
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, melihat dari gejala-gejala dan melakukan
pemeriksaan penunjang, seperti:
* Pengambilan sampel lendir nasofaring - untuk mendeteksi adanya bakteri
B.pertussis dalam dahak.
* Uji immunofluorescent
* Pemeriksaan polymerase chain reaction(PCR)
* Tes darah - untuk menemukan adanya leukositosis dan limfositosis
* Pemeriksaan radiologi - untuk mendeteksi komplikasi paru-paru atau infeksi lainnya
Sedangkan pengobatan untuk mengatasi pertusis dapat diberikan dengan beberapa
cara, meliputi:
* Obat-obatan
* Eritromisin: 40-50mg/KgBB/hari per oral, terbagi menjadi 4 dosis (maksimal 2
gram) dan diberikan selama 14 hari.
* Trimetoprim-Sulfametoksasol: 6-8mg/KgBB/hari per oral, terbagi menjadi 2 dosis
(maksimal 1 gram).
* Terapi suportif: Menghindari faktor yang menimbulkan serangan batuk, pemberian
cairan, oksigen dan nutrisi cukup.
* Untuk bayi berusia <6 bulan: Dianjurkan untuk dirawat inap karena dapat
menimbulkan komplikasi serius seperti sianosis, apnea dan kejang-kejang

10
Bab III Penutup

A. Kesimpulan
1. Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan
ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksimal
disertai nada yang meninggi.
2. Penyakit pertusis disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis.
3. Penyakit pertusis dapat dicegah dengan cara pemberian imunisasi DPT.

B. Saran
Imunisasi sangat penting diberikan pada bayi karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap PD31, jadi sebaiknya bayi harus diberikan Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIDL) tanpa
ada yang terlewat.

11
Daftar Pustaka
https://beranisehat.com/pertusis/

https://www.alodokter.com/batuk-rejan

https://www.honestdocs.id/pertusis

https://id.scribd.com/doc/263998293/EPIDEMIOLOGI-PERTUSIS

12

Anda mungkin juga menyukai