Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENCEMARAN UDARA

“Kejadian Pertusis Akibat Paparan Bakteri


Bordetella Pertussis”

Oleh:

Jihan Fauz Maulida (1706045474)

Program Studi Sarjana Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat

UNIVERSITAS INDONESIA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


Maha Panyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah sebagai tugas mata kuliah
pencemaran udara mengenai “Kejadian Pertusis Akibat Bakteri Bordetella
Pertussis” ini.
Makalah ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah “Kejadian Pertusis
Akibat Bakteri Bordetella Pertussis” ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Depok, 27 Mei 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................1

DAFTAR ISI............................................................................................................2

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................3

DAFTAR TABEL....................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5

1.1 Latar Belakang..........................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................6

BAB II ISI................................................................................................................7

2.1 Pengertian.......................................................................................................7

2.2 Gejala..............................................................................................................7

2.3 Patofisiologis..................................................................................................8

2.4 Epidemiologi...................................................................................................8

2.5 Diagnosis......................................................................................................10

2.6 Pengobatan....................................................................................................11

2.7 Pencegahan...................................................................................................11

BAB III PENUTUP...............................................................................................13

3.1 Kesimpulan.................................................................................................13

3.2 Saran...........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Laporan Tahunan Pertussis di Dunia................................................................................9

3
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Epidemiologi Pertussis di Asia Pasifik..............................................................................10

4
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertusis adalah penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan


oleh spesies bakteri Gram negatif Bordetella pertussis (Saudi Medical
Journal, 2016). Pertusis sering disebut sebagai batuk rejan, batuk seratus
hari, tussis quinta, atau violent cough. Penyakit ini merupakan penyakit
menular biasanya melalui droplet. Gejala yang muncul setelah masa
inkubasi penderita akan timbul demam, batuk selama lebih dari 2 minggu,
dan keluar cairan di hidung (ICHRC, 2016). Orang yang berisiko terhadap
penyakit ini yaitu orang yang tinggal dengan penderita pertussis dan yang
paling rentan terkena adalah anak-anak (NSW Government of Health,
2008).
Di Amerika Serikat ditemukan sebanyak 15.000 kasus pada tahun
2006 dengan usia tertinggi bayi di bawah 4 bulan. Di Inggris angka
kejadian pertussis mengalami penurunan sejak cakupan vaksinasi tinggi
pada tahun 1970. Namun, angka kejadian kembali meninggi saat cakupan
vaksinasi menurun. Hal ini membuktikan dibutuhkannya vaksinasi untuk
mencegah pertussis (Marcdante et al., 2011). WHO (2016) telah
melaporkan 200.868 kasus pertusis pada 2012, 95% kasus terjadi di negara
berkembang. Berdasarkan data surveilans Kemenkes tahun 2012, angka
kasus pertussis tertinggi di Indonesia terdapat di Papua sebanyak 129,87
kasus dan Aceh sebanyak 56,61 kasus. 

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari penyakit pertussis?


2. Apakah gejala yang ditimbulkan oleh penderita pertussis?
3. Siapa sajakah kelompok yang rentan terhadap penyakit pertussis?
4. Bagaimana cara penularan/patofisiologis penyakit pertussis?

5
5. Bagaimana gambaran penyebaran pertussis di dunia dan Indonesia?
6. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit pertussis pada penderita?
7. Bagaimana cara pengobatan terhadap penderita pertussis?
8. Apa saja cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pertussis?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian dan penyebab dari pernyakit pertussis.


2. Mengetahui gejala-gejala yang timbul pada penderita pertussis.
3. Mengetahui kelompok yang berisiko terhadap penyakit pertussis.
4. Mengetahui cara penularan/patofisiologis pertussis.
5. Mengetahui epidemiologi pertussis di dunia dan Indonesia.
6. Mengetahui cara diagnosis pertussis pada penderita.
7. Mengetahui cara pengobatan penyakit pertussis.
8. Mengetahui langkah-langkah pencegahan pertussis melalui program-
program yang diterapkan.
9. Memenuhi tugas mata kuliah Pencemaran Udara.

6
BAB II ISI

2.1 Pengertian

Menurut Center For Disease Control and Prevention, pertusis atau


batuk rejan adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh bakteri Bordetella
pertussis. B. pertussis adalah bakteri cocobacillus, menginfeksi saluran
nafas dan sangat mudah menular melalui droplet (Espinoza, 2015; Gabutti
dan Rota, 2012). B. pertussis adalah batang gram negatif aerobik. B.
pertussis menghasilkan banyak antigenik dan produk aktif biologi termasuk
pertussis toxin (PT), filamentous hemagglutinin (FHA), agglutinogens,
adenylate cyclase, pertactin, dan tracheal cytotoxin. Zat-zat tersebut
bertanggung jawab atas gambaran klinis pertussis dan respon imun saat
terinfeksi (CDC, tanpa tahun).
Penyakit ini dapat menyerang semua kelompok umur, terutama
anak-anak, dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak berusia <
1 tahun (Gabutti dan Rota, 2012). Banyak anak yang menderita pertusis
mengalami batuk yang berlangsung 4 – 8 minggu. Penyakit ini paling
berbahaya pada bayi. Pertusis menyebar dengan sangat mudah dari anak ke
anak di tetesan yang dihasilkan oleh batuk atau bersin (WHO, 2018).
Kelompok rentan lainnya adalah orang yang berada dekat atau tinggal
dengan penderita pertussis, hal tersebut dapat mempercepat proses
penularan pertussis.

2.2 Gejala
Gejala pada pertusis biasanya seperti pilek, dengan hidung
beringus, rasa lelah dan adakalanya demam parah setelah masa inkubasi 7 –
10 hari. Kemudian batuk terjadi, biasanya sebagai serangan batuk, diikuti
dengan tarikan napas besar (atau “whoop”). Adakalanya penderita muntah
setelah batuk. Pertusis mungkin serius sekali di kalangan anak kecil. Mereka
mungkin menjadi biru atau berhenti bernapas ketika serangan batuk dan

7
mungkin perlu ke rumah sakit. Anak yang lebih besar dan orang dewasa
mungkin menderita penyakit yang kurang serius, dengan serangan batuk
yang berlanjut selama berminggu-minggu tanpa memperhatikan perawatan
(NSW Government, tanpa tahun).

2.3 Patofisiologis
Masa inkubasi pertusis 6–21 hari, rata-rata 7-10 hari. Manifestasi
klinis tergantung tergantung dari etiologi spesifik, umur, dan status
imunisasi. Perjalanan klinis penyakit terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium
kataralis berlangsung 1-2 minggu, stadium paroksismal atau spasmodik
berlangsung 2-4 minggu, dan stadium konvalesens selama 1-2 minggu
(Fakultas Kedokteran Unair, Tanpa tahun). Pertusis adalah penyakit yang
sangat menular yang hanya ditemukan pada manusia. Pertusis menyebar
dari orang ke orang. Orang dengan pertusis biasanya menularkan penyakit
kepada orang lain dengan batuk atau bersin atau ketika menghabiskan
banyak waktu di dekat satu sama lain di mana saat berbagi ruang bernapas.
Banyak bayi yang menderita pertusis terinfeksi oleh saudara kandung yang
lebih tua, orang tua, atau pengasuh yang bahkan mungkin tidak tahu mereka
menderita penyakit ini. Orang yang terinfeksi paling menular hingga sekitar
2 minggu setelah batuk dimulai. Antibiotik dapat mempersingkat waktu
seseorang menular (CDC, 2017).

2.4 Epidemiologi
Pertusis menjadi epidemi pada era sebelum adanya vaksin, yaitu
sebelum pertengahan 1940-an. Ketika sudah digunakannya vaksin DPT
secara rutin, pertussis bias dicegah dan morbiditas serta mortalitas pertussis
menurun drastis (Muloiwa et al, 2015). Menurut WHO pada tahun 2008,
pertussis tetap menjadi masalah kesehatan utama di kalangan anak-anak di
negara berkembang, dengan 195.000 kematian akibat penyakit tersebut.
Pada abad ke-20, pertussis adalah salah satu penyakit di masa kecil
yang menyebabkan kematian di Amerika Serikat. Sebelum ketersediaan
vaksin pada tahun 1940-an, lebih dari 200.000 kasus pertussis dilaporkan

8
setiap tahun. Sejak vaksin digunakan secara meluas, insiden telah menurun
lebih dari 80% dibandingkan sebelum menggunakan vaksin.
Sementara menurut Espinoza et al (2015) dan Gabutti dan Rota
(2012), di seluruh dunia, setiap tahun terdapat sekitar 16 juta kasus
pertussis, 95% diantaranya terjadi di Negara berkembang, dan
mengakibatkan 195.000 anak meninggal setiap tahunnya. Menurut data
laporan tahunan kasus pertussis dari WHO (2018), kejadian pertussis di
dunia mengalami penurunan dari tahun 1990-2017 karena semakin banyak
vaksin DPT yang diberikan pada kelompok rentan terutama anak-anak.

Gambar 1. Laporan Tahunan Pertussis di Dunia

Di Asia Pasifik, persebaran penyakit pertussis digambarkan seperti


gambar 2 di bawah ini pada rentang usia anak-anak. Di Indonesia
penderita pertussis terbanyak adalah usia > 1 tahun (Hartzel dan Joshua,
2014).

9
Tabel 1. Epidemiologi Pertussis di Asia Pasifik

2.5 Diagnosis
Menurut Hospital Care For Children (2016), curiga pertusis jika
anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika penyakit diketahui
terjadi lokal. Tanda diagnostik yang paling berguna, yaitu:
a. Batuk paroksismal diikuti suara whoop saat inspirasi, sering disertai
muntah
b. Perdarahan subkonjungtiva
c. Anak tidak atau belum lengkap diimunisasi terhadap pertusis
d. Bayi muda mungkin tidak disertai whoop, akan tetapi batuk yang diikuti
oleh berhentinya napas atau sianosis, atau napas berhenti tanpa batuk
e. Periksa anak untuk tanda pneumonia dan tanyakan tentang kejang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesis perlu ditanyakan
riwayat kontak dengan pasien pertusis, riwayat imunisasi, dan serangan
paroksismal dan bunyi whoop yang khas. Gejala klinis tergantung dari
stadium saat pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaa laboratorium didapatkan
leukositosis 20.000- 50.000/Ul dengan limfositosis absolut yang khas pada
akhir stadium kataral dan selama stadium paroksismal. Diagnosis banding
yang harus dipikirkan adalah bronkiolitis, pneumonia bakterial, sistik
fibrosis, tuberkulosis, serta adanya benda asing. Infeksi B. Parapertussis
dan B bronkiseptika dan adenovirus dapat menyerupai sindrom klinis B.

10
Pertussis. Penyulit dapat terjadi terutama pada sistem saluran pernafasan
berupa pneumonia dan sistem saraf pusat yaitu kejang, koma, ensefalitis,
dan hiponatremia sekunder terhadap SIADH (syndrome of inappropriate
diuretic hormon) (Fakultas Kedokteran Unair, tanpa tahun).

2.6 Pengobatan
Kasus ringan pada anak-anak umur ≥ 6 bulan dilakukan secara
rawat jalan dengan perawatan penunjang. Umur < 6 bulan
dirawat di rumah sakit (ICHRC, 2016). Pengobatan antibiotik dengan
eritromisisn (50 mg/kgBB/hari) atau ampisilin (100 mg/kgBB/hari),
maksimum 2gram perhari diberikan selama 14 untuk mencegah relaps.
Pemberian antibiotik tidak memperpendek stadium paroksismal. Terapi
suportif ditujukan untuk mengurangi serangan batuk, mengatur hidrasi dan
nutrisi (Fakultas Kedokteran Unair, tanpa tahun).

2.7 Pencegahan
Menurut Centers For Disease Controls and Prevention (2017) Cara
terbaik untuk mencegah pertusis (batuk rejan) di antara bayi, anak-anak,
remaja, dan orang dewasa adalah mendapatkan vaksinasi. Juga, jauhkan
bayi dan orang lain pada risiko tinggi untuk komplikasi pertusis dari orang
yang terinfeksi. Di Amerika Serikat, vaksin pertusis yang direkomendasikan
untuk bayi dan anak-anak disebut DTaP. Ini adalah vaksin kombinasi yang
membantu melindungi terhadap tiga penyakit: difteri, tetanus dan pertusis.
Perlindungan dengan vaksin untuk ketiga penyakit ini memudar seiring
waktu. Sebelum 2005, satu-satunya booster (disebut Td) yang tersedia berisi
perlindungan terhadap tetanus dan difteri. Vaksin ini direkomendasikan
untuk remaja dan dewasa setiap 10 tahun. Saat ini ada booster (disebut
Tdap) untuk praremaja, remaja, dan orang dewasa yang mengandung
perlindungan terhadap tetanus, difteri dan pertusis.
Di Indonesia juga berkomitmen pada lingkup ASEAN dan SEARO
untuk mempertahankan cakupan imunisasi DPT. Hasil Riskesdas tahun
2010 menunjukkan penurunan cakupan imunisasi DPT, kondisi ini diikuti
peningkatan jumlah kasus difteri pada tahun 2010-2012. Namun imunisasi

11
tahun 2012 dari Subdit Imunisasi menunjukkan peningkatan, hal ini diikuti
penurunan jumlah kasus difteri pada tahun 2013 (Kementerian Kesehatan
RI, 2014). Selain itu pencegahan juga dapat dilakukan dengan memberikan
penyuluhan mengenai penyakit pertussis ke masyarakat luas.

12
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pertussis disebut juga dengan batuk rejan, “whooping cough”,


yaitu batuk yang ditandai dengan suara tarikan nafas yang keras yang
mengikuti serangan batuk yang hebat sebelumnya. Penyakit ini merupakan
penyakit yang sangat menular, disebabkan oleh bakteri Bordetella
pertussis yang merupakan suatu cocobasilus gram negatif aerobik dan
tidak membentuk spora dengan pertumbuhan sangat rumit dan tidak
bergerak. Bordetella pertussis ditularkan melalui droplet kemudian
melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Masa inkubasi sekitar 6-20
hari sedangkan lama sakitnya berlangsung 6-8 minggu atau lebih. Pertussis
dapat menyerang semua kelompok umur, terutama anak-anak. Gejala yang
timbul berupa hidung berair (pilek), diikuti batuk yang sangat hebat, sesak
nafas, lemas, dan kadang disertai muntah. Pencegahan untuk penyakit
pertussis ini dapat dilakukan vaksin DPT (Difteri, Pertussis, Tetanus)
secara berkala terutama pada anak-anak.

3.2 Saran
Tingkat kejadian pertussis sangat berpengaruh kepada tingkat
pemberian vaksin DPT. Maka dari itu saran yang diberikan oleh penulis
yaitu perlunya aplikasi imunisasi DPT terhadap kelompok rentan yaitu
anak-anak yang merata di seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Serta
pengobatan dan teknik diagnosa pertussis harus lebih canggih yang dapat
menyembukan dan mendeteksi seseorang terkena pertussis atau tidak. Hal-
hal tersebut dapat berkontribusi terhadap penurunan jumlah kejadian
pertussis di dunia. Serta perlunya sosialisasi kepada masyarakat luas
mengenai penyakit pertussis ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anon, (n.d.). Pertussis. [online] Available at:


http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/RS09_Pertusis-
q.pdf [Accessed 28 May 2019].

CDC. (2017). Pertussis | Whooping Cough | Prevention | CDC. [online] Available


at: https://www.cdc.gov/pertussis/about/prevention/index.html [Accessed 28 May
2019].

Centers For Disease Controls. (n.d.). Pertussis. [online] Available at:


https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/pert.pdf [Accessed 27
May 2019].

Gabutti G, Rota MC (2012). Pertussis: A Review of Disease Epidemiology


Worldwide and Italy. International Journal of Environmental Research and Public
Health, 9: 4626-4638

Hartzell, Joshua D et al (2014). Whooping Cough in 2014 and Beyond An Update


and Review. CHEST, 146 (1) : 205-214

ICHRC. (2016). 4.7. Pertusis | ICHRC. [online] Available at:


http://www.ichrc.org/47-pertusis [Accessed 26 May 2019].

Mhcs health. (n.d.). Pertussis (Batuk Rejan). [online] Available at:


http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/publication-
pdfs/diseases-and-conditions/7170/doh-7170-ind.pdf [Accessed 26 May 2019].

Muloiwa R, Kagina BM, Engel ME, Hussey GD (2015). The burden of pertussis
in low- and middle- income countries since the inception of the Expanded
Programme on Immunization (EPI) in 1974: a systematic review protocol.
Systematic Reviews (2015) 4:62

14
Negara, F. (2016). Kementerian BUMN. [online] Kementerian BUMN. Available
at: http://bumn.go.id/biofarma/berita/0-Kenali-Pertusis-dan-Ketahui-Cara-
Pencegahannya [Accessed 26 May 2019].

Noureen F. Bana, M. (2014). Pertussis A reemerging and an underreported


infectious disease. Saudi Medical Journal, [online] 35(10), pp.1181–1187.
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4362115/
[Accessed 26 May 2019].

Pusdatin.kemkes.go.id. (2014). Situasi dan Analisis Imunisasi. [online] Available


at:
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodati
n-imunisasi.pdf [Accessed 28 May 2019].

WHO. (2005). Indonesia Communicable Disease Profile. [online] Available at:


https://www.who.int/diseasecontrol_emergencies/toolkits/Indonesia_Profile.pdf
[Accessed 26 May 2019].

World Health Organization. (2018). Pertussis. [online] Available at:


https://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/burden/vpd/surveilla
nce_type/passive/pertussis/en/ [Accessed 27 May 2019].

15

Anda mungkin juga menyukai