Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PERTUSIS

Fasilitator :Ns. Sylvi Harmiardilah, SKep., M.Kep

Kelas: 4C Keperawatan
Oleh Kelompok 10:

1. Ayu Dwi Lestari (17.02.01.2442)


2. Ayu Nita Sari (17.02.01.2443)
3. Nia Islamita Hapsari (17.02.01.2466)
4. Nidya Apriliani (17.02.01.2467)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah perilaku manusia tentang “Asuhan Keperawatan
Pertusis”.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan


tentunya dengan bantuan berbagai media, sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak kelompok yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini dan dapat selesai tepat pada waktuya.

Semoga makalah ini memberikan informasi pengetahuan bagi pembaca


dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Lamongan, 01 Mei 2019

Penyusun,

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR………………………………………………..…………. ii

DAFTAR ISI……………………………………………………,…..………….. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………….…….…..……..……


1.2 Rumusan Masalah……………………………….……..…...……….......
1.3 Tujuan Penulisan…………………….…………………..…...………….

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian pertusis……………………………………………………….


2.2 Penyebab pertussis……………………………………………………….
2.3 Gejala pertussis ………………………………………………………….
2.4 Patofisiologi Pertusis ……………………………………………………
2.5 Komplikasi………………………………………………………………
2.6 Cara pencegahan ………………………………………………………..
2.7 Penatalaksanaan………………………………………………………….

BAB III PATHWAY

BAB IV KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian…………………………………………………….…..…..
3.2 Diagnosa……………………………………………………..….........
3.3 Perencanaan…………………………………………………….…..…
3.4 Implementasi…………………………………………………….……
3.5 Evaluasi…………………………………………………….…..……..

iii
BAB V PENUTUP

4.1 Kesimpulan…………………………………………………………..
4.2 Saran ………………………………………………………………....

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertusis adalah penyeakit infeksi akut pada saluran pernapasan yang
sangat menular,ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang
bersifat spasmodik dan proksimal disertai nada yang yang meninggi,karena
penderita berupaya keras untuk menarik napas sehingga pada akhir batuk
sering disertai bunyi khas (whoop) sehingga penyakit ini disebut whooping
cough.
Pertusis disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis yang berbentuk
batang gram negatif, tidak berspora, berkapsul, dan dapat dimatikan pada
pemanasan 50°C tetapi bertahan pada suhu 0° – 10° C.
Di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, sebelum
ditemukannya vaksin, angka kejadian dan kematian akibat menderita pertusis
cukup tinggi. Ternyata 80% anak-anak dibawah umur 5 tahun pernah
terserang penyakit pertusis, sedangkan untuk orang dewasa sekitar 20% dari
jumlah penduduk total.
Dengan kemajuan perkembangan antibiotic dan program imunisasi maka
mortalitas dan morbiditas penyakit ini mulai menurun. Namun demikian
penyakit ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan terutama
mengenai bayi-bayi dibawah umur.
Pertusis sangat infesius pada orang yang tidak memiliki kekebalan.
Penyakit ini mudah menyebar ketika si penderita batuk. Sekali seseorang
terinfeksi pertusis maka orang tersebut kebal terhadap penyakit untuk
beberapa tahun tetapi tidak seumur hidup, kadang-kadang kembali terinfeksi
beberapa tahun kemudian.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pertussis?
2. Apa saja penyebab dari penyakit pertussis?

1
3. Apa saja gejala dari penyakit pertussis?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit pertussis?
5. Apa saja komplikasi dari penyakit pertussis?
6. Bagaimana cara mencegah terkena penyakit pertussis?
7. Bagaimana penatalaksanaan medik dan keperawatan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari penyakit pertussis
2. Untuk mengetahui apa penyebab dari penyakit pertussis
3. Untuk mengetahui apa saja gejala dari penyakit pertussis
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari penyakit pertussis
5. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari penyakit pertussis
6. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan terkena penyakit pertussis
7. Untuk mengetahui pentalaksanaan medik dan keperawatan

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.Pengertian
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh
berdetellah pertusis (Nelson, 2000 : 960). Pertusis adalah penyakit saluran
nafas yang disebabkan oleh berdetella pertusisa, nama lain penyakit ini adalah
Tussisi Quinta, whooping cough, batuk rejan. (Arif Mansjoer, 2000 : 428) Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertusis adalah infeksi saluran
pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis, nama lain penyakit
ini adalah Tussis Quinta, whooping cough, batuk rejan.
2.2.Penyebab
Pertusis disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis yang berbentuk
batang gram negatif, tidak berspora, berkapsul, dan dapat dimatikan pada
pemanasan 50°C tetapi bertahan pada suhu 0° – 10° C. Bakteri ini menyangkut
pada bulu dari saluran pernapasan (Cahyono dkk, 2010).
2.3.Gejala
Pertusis biasanya mulai seperti pilek saja, dengan hidung beringus, rasa
lelah dan adakalanya demam parah. Kemudian batuk terjadi, biasanya sebagai
serangan batuk, diikuti dengan tarikan napas besar (atau “whoop”). Adakalanya
penderita muntah setelah batuk. Pertusis mungkin serius sekali di kalangan
anak kecil. Mereka mungkin menjadi biru atau berhenti bernapas ketika
serangan batuk dan mungkin perlu ke rumah sakit. Anak yang lebih besar dan
orang dewasa mungkin menderita penyakit yang kurang serius, dengan
serangan batuk yang berlanjut selama berminggu-minggu tanpa memperhatikan
perawatan. (…………….)

3
Masa inkubasi pertusis 6-20 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan perjalanan
penyakit ini berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih. Perjalanan klinis
penyakit ini dapat berlangsung dalam tiga stadium, yaitu stadium kataralis
(prodromal,pra paroksismal), stadium akut paroksismal (spasmodik), dan
stadium konvalesens. Manifestasi klinis tergantung dari etiologi spesifik, usia,
dan status imunisasi.
Pertusis pada remaja dapat dikenali dengan gejala sebagai berikut: 72-
100% batuk paroksismal, susah tidur dan sesak, 50-70% muntah setelah abtuk,
30-65% mengalami whoop, 1-2% rawat inap karena pneumonia atau fraktur
tulang iga, dan 0,2-1% kejang atau penurunan kesadaran. Laporan dari Kanada
menunjukkan manifestasi batuk hingga >3 minggu bahkan 47% mengalami
batuk >9 minggu. Di AS, rata-rata batuk akibat pertusis 3,4 bulan setelah
munculnya gejala. Sehingga bukanlah hal yang jarang, bila petugas kesehatan
terlambat mengenali pertusis pada remaja. Beberapa penelitian prospektif
memperlihatkan bahwa bila remaja berobat akibat batuk nonspesifik >1
minggu, kemungkinan akibat pertusis sekitar 13-20% dengan hampir 20% tidak
memperlihatkan manifestasi paroksismal, whoop, atau muntah setelah batuk.
Dengan demikian, remaja diyakini memiliki peranan penting pada penyebaran
pertusis pada bayi baru lahir dan anak. Kesulitan mengenali gejala pada awal
timbulnya penyakit, meningkatkan angka penularan dan keterlambatan
memberikan profilaksis. Berikut ini adalah gejala klasik dari pertusis:
1. Stadium kataralis (1-2 minggu)
Gejala awal menyerupai gejala infeksi saluran napas bagian atas yaitu
timbulnya rinore dengan lendir yang cair dan jernih, injeksi pada
konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan, dan panas tidak begitu tinggi.
Pada stadium ini biasanya diagnosis pertusis belum dapat ditegakkan
karena sukar dibedakan dengan common cold. Sejumlah besar
organisme tersebar dalam droplet dan anak sangat infeksius, pada
tahap ini kuman mudah diisolasi
2. Stadium paroksismal/stadium spasmodic

4
Frekuensi dan derajat batuk bertambah, terdapat pengulangan 5-10
kali batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi
masif yang mendadak dan menimbulkan bunyi melengking (whoop),
udara yang dihisap melalui glotis yang menyempit. Pada remaja,
bunyi whoop sering tidak terdengar. Selama serangan wajah merah
dan sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi, dan
distensi vena leher bahkan sampai terjadi petekia di wajah (terutama
di konjungtiva bulbi). Episode batuk paroksismal dapat terjadi lagi
sampai mucous plug pada saluran napas menghilang. Muntah sesudah
batuk paroksismal cukup khas, sehingga seringkali menjadi
kecurigaan apakah anak menderita pertusis walaupun tidak disertai
bunyi whoop.
3. Stadium konvalesens ( 1-2 minggu)
Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya whoop dan
muntah dengan puncak serangan paroksismal yang berangsur-angsur
menurun. Batuk biasanya masih menetap untuk beberapa waktu dan
akan menghilang sekitar 2-3 minggu. Pada beberapa pasien akan
timbul serangan batuk paroksismal kembali. Episode ini terjadi
berulang-ulang untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan dengan
infeksi saluran napas bagian atas yang berulang.

2.4.Patofisiologi
Peradangan terjadi pada lapisan mukosa atau saluran nafas. Organism
hanya akan berkembang baik jika terdapat kongesti dan infitrasi mukosa
berhubungan dengan epitel bersilia dan menghasilkan toksin serta penimbunan
peradanagn pada lumen bronkus. Pada awal penyakit terjadi hyperplasia limfosit
penbronklas yang disusun dengan nekrosis yang mengenai lapisan tengah
bronkus. Obstruksi bronkhioulus dan atelektasis terjadi akibat dari penimbunan
mucus. Akhirnya terjadi bronkiaktasis yang bersifat menetap.

5
Cara penularan penyakit ditularkan melalui percikan ludah penderita pada
saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan
yang dicemari kuman penykit tersebut. (Rampengan,2008)

2.5.Komplikasi
1. Alat pernapasan :
1) Bronkopneumonia
Merupakan komplikasi berat yang paling sering terjadi dan
menyebabkan kematian pada anak dibawah 3 tahun, terutama bayi yang
lebih kecil dari 1 tahun. Gejala ditandai dengan batuk, sesak napas dan
panas. Pada foto toraks terlihat bercak-bercak infiltrate tersebar.
2) Otitis media
Karena batuk-batuk hebat, kuman masuk melaluituba eustaki ke telinga
tengah sehingga menyebabkan otitis media
3) Bronkitis
Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lender jernih
kemudian menjadi purulent. Pada auskultasi terdengar suara pernapasan
kasar atau ronki kasar atau ronki kering.
4) Atelektasis
Timbul akibat lender kental yang menyumbat bronkioli
5) Emfisema pulmonum
Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah
6) Bronkiektasis
Terjadi pelebaran bronkus akibat tersmbat oleh lender yang kental dan
dapat disertai dengan infeksi sekunder
7) Kolaps alveoli paru

6
Akibat batuk paroksismal ang lama pada anak-anak sehingga dapat
menyebabkan hipoksia berat dan pada bayi dapat menyebabkan
kematian yang tiba-tiba.
2. Alat pencernaan :
1) prolaps rectum adalah kondisi di mana adanya bagian dinding rektum
keluar dari anus. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat
mengakibatkan buang air besar yang tidak terkontrol secara
permanen.
2) Hernia adalah kondisi yang terjadi ketika organ dalam tubuh menekan
dan mencuat melalui jaringan otot atau jaringan ikat di sekitarnya yang
lemah. Jaringan ikat tubuh seharusnya cukup kuat untuk menahan organ
tubuh di dalamnya agar tetap berada di posisinya masing-masing.
Namun, beberapa hal menyebabkan jaringan ikat melemah sehingga
tidak dapat menahan organ di dalamnya dan mengakibatkan hernia.
3) stomatitis adalah luka lecet yang terdapat dalam mulut dan gusi yang
disebabkan oleh proses peradangan (inflamasi). Dalam masyarakat kita
dikenal dengan sariawan. Lokasinya bisa terdapat pada pipi
bagian, gusi, bibir bagian dalam, lidah atau langit-langit mulut.
3. Pada sistem saraf pusat
Terjadi kejang karena :
1) Hipoksia dan anoksia akibat apnu yang lama
2) Perdarahan subaraknoid yang massif
3) Ensefalopati akibat atrofi kortikal yang difus
4) Gangguan elektrolit karena muntah
4. Kompikasi-komplikasi yang lain:
1) Epistaksis atau mimisan adalah pendarahan yang terjadi dari hidung.
Darah dapat keluar dari salah satu atau kedua lubang hidung dengan
durasi yang berbeda-beda. Ada yang mengalaminya hanya selama
beberapa detik, dan ada yang lebih dari 10 menit.
2) Hemoptisis atau batuk darah adalah keadaan ketika seseorang
mengalami batuk yang disertai darah. Batuk darah sendiri merupakan

7
suatu bentuk gejala yang bisa timbul akibat sejumlah kondisi. Jika
batuk darah dialami oleh kalangan usia muda yang memiliki riwayat
kesehatan baik, biasanya itu bukan merupakan pertanda dari suatu
penyakit serius
3) perdarahan subkonjungtiva adalah pecahnya pembuluh darah pada mata
sehingga menyebabkan sklera (area mata berwarna putih) menjadi
merah. Konjungtiva adalah membran tipis transparan yang menutupi
bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata.
Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar bola mata.
2.6.Cara Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah pertusis (batuk rejan) untuk bayi, anak-anak,
ataupun dewasa adalah dengan melakukan vaksinasi. Selain itu, kita juga harus
menjaga diri dari orang yang terinfeksi pertusis.
Di Indonesia, vaksin yang direkomendasikan untuk bayi dan anak-anak
adalah vaksin DPT. Vaksin tersebut merupakan kombinasi vaksin yang
berguna untuk melindungi tubuh dari tiga jenis penyakit, yaitu difteri, pertusis,
dan tetanus.
Vaksin tersebut terdiri dari lima kali injeksi, dimana vaksin tersebut
diberikan pada bayi dan anak-anak pada usia dua bulan, empat bulan, enam
bulan, 15 – 18 bulan, dan 4 – 6 tahun.
Efek samping dari vaksin tersebut termasuk ringan, seperti demam,
sensitive atau mudah tersinggung, sakit kepala, serta nyeri atau rasa pegal
ditempat yang disuntik.
Booster Shots
 Remaja
Karena kekebalan dari vaksin pertusis cenderung menurun pada
usia 11 tahun. Hal itu menyebabkan dokter merekomendasikan untuk
memberikan booster shot pada umur tersebut untuk meningkatkan kembali
kekebalan tubuh dari penyakit pertusis, dipteri, dan tetanus,
 Dewasa

8
Umumnya vaksinasi DPT dapat memberikan kekebalan tubuh
selama 10 tahun. Sehingga dokter menyarankan untuk memberikan
booster shot saat dewasa untuk meningkatkan kembali kekebalan tubuh.
Selain itu, pemberian vaksin DPT pada saat dewasa dapat mengurangi
risiko penularan pertusis dari orangtua ke anak/bayi.
 Ibu Hamil
Saat ini, para ahli kesehatan menyarankan para wanita hamil untuk
menerima vaksin DPT pada usia kehamilan antara 27 – 36 minggu. Hal ini
bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi selama beberapa
bulan pertama kehidupan.

2.7. Penatalaksanaan
1. Medik
1) Antibiotik
a. Eritromisin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis. Obat ini menghilangkan B. pertusis dari nasofaring
dalam 2-6 hari dengan demikian memperpendek
kemungkinan penyebaran infeksi.
b. Ampisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis.
c. Lain-lain: kloramfernikol, tetrasiklin, kotrimoksazol
2) Imunoglobulin
3) Ekspektoransia dan mukolitik
4) Kodein diberikan bila terdapat batuk-batuk berat
5) Luminal sebagai sedative (Rampengan,2008)
2. Keperawatan

9
Masalah yang perlu diperhatikan adalah gangguan kebutuhan
nutrisi gangguan rasa aman dan nyaman, risiko terjadi komplikasi, dan
kurangnya kebutuhan orang tua mengenai penyakit.
1) Gangguan kebutuhan nutrisi
Serangan batuk berulang-ulang yang terjadi siang dan malam
akan sangat melelahkan dan menimbulkan anoreksia.keadaan
tersebut menyebabkan pasien batuk rejan menjadi sangat kurus
(kaheksia). Untuk mengurangi hal itu perlu diusahakan agar
masukan makanannya tidak terlalu kurang dengan cara sehabis
batuk dan muntah setelah beberapa saat berikan anak makan
atau minum susu.
2) Gangguan rasa aman dan nyaman
Pasien yang menderita batuk rejan sangat menderita gangguan
rasa aman dan nyaman karena adanya seranagn batuk panjang
dan berulang-ulang. Anak akan sangat kelelahan dan tidak
cukup istirahat. Pada saat batuk anak menderita kesukaran
bernafas sehingga sangat gelisah maka harus ada yang
menemani dan membantu saat anak muntah. Setelah serangan
reda berikan minuman serta usahakan agar anak dapat istirahat.
3) Risiko terjadi komplikasi
Penyakit batuk rejan menyebabkan daya tahan tubuh pasien
sangat menurun sehingga mudah terjadi komplikasi yang
kadang-kadang bahayanya lebih besar daripada batuk rejan.
Sehingga perlu batuk rejan perlu dicegah. Cara penjegahan
dengan pemberian imunisasi vaksin DPT dan polio. Selain
vaksin jika sakit batuk segera dibawa berobat agar dapat
didiagnosis sedini mungkin.
4) Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Pada umumnya orang awam tidak mengerti bahwa anaknya
menderita penyakit batuk rejan yang dapat menyebabkan
penderitaan lama bagi anaknya jika tidak segera mendapat

10
pengobatan yang tepat. Jika diagnosis telah ditentukan dokter,
perlu dijelaskan kepada orang tua pasien bahwa penyakit ini
mudah menular, penyakit ini juga berlangsung laam dan dapat
menyebabkan anak menjadi kurus. (Rampengan,2008)

BAB III

PATHWAY

Bordetella pertuis

Inhalasi droplet

Alveoulus

Reaksi antigen-antibodi

Tuberkel pecah Reaksi radang Peningkatan aktivitas


pada paru seluler

Eksudasi Peningkatan produksi Metabolisme meningkat


sekret
11
Fibrosis jaringan paru Pemecahan KH,
Akumulasi sekret Protein,lemak dan adanya
pennekanan pada saraf
Iksemia jaringan paru pusat lapar diotak
Obstruksi jalan nafas

Merangsang reseptor Batuk-batuk Kurang nafsu makan


saraf untuk
mengeluarkan Pola nafas tidak Asupan kurang
neurotransmiter efektif
bradikinin,serotinium
dan histamin BB menurun

Perubaan nuisi
Nyeri kurang dari
kebutuhan
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
1. Identitas
 Kaji identitas klien
 Kaji identitas penanggung jawab
2. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Klien mengeluh batuk terus-menerus
2. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengalami batuk keras dan terus menerus, berat badan
menurun, mual/muntah, tidak selera makan, nyeri tenggorokan
3. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah klien pernah mengalami penyakit ini sebelumnya

12
4. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah keluarga klien ada yang mengalami penyakit menular
atau tidak.
3. Pengkajian pola aktivitas sehari-hari
1. Pola nafas
Gejala : batuk, tarkan nafas panjang
Tanda : muka merah, sianosis
2. Nutrisi
Gejala : Nafsu makan hilang, mual / muntah, penurunan BB
Tanda : Turgor kulit buruk, penurunan massa otot
3. Pola aktivitas/istirahat
Gejala : batuk panjang, kelelahan, demam ringan
Tanda : sessak, kelelahan otot dan nyeri
4. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang

4. Pemeriksaan fisik
 Tanda-tanda vital
1) Keadaan umum
2) Tekanan darah
3) Nadi
4) Suhu
5) Respirasi
 Pemeriksaan kepala
1) Kulit dan rambut
Kaji warna kulit, ada lesi atau tidak, penyebaran merata
atau tidak, warna rambut, kebersihan
2) Kepala
Kaji bentuk, kesimetrisan, ukuran, ada nyeri tekan atau
tidak
3) Mata

13
Kaji kesimetrisan, warna, bentuk, ukuran, pergerakan,
respons pupil, drainase,edema, lesi
4) Telinga
Kaji bentuk, warna kulit, gendang telinga intake/tidak,
serumen, drainase
5) Hidung
Kaji patensi jalan napas, lesi, secret, edema
6) Mulut
Kaji bentuk, mukosa, gigi, gusi, lesi oral
7) Leher
Kaji bentuk, distensi vena jugularis, kelenjar getah benging,
pembesaran kelenjar tiroid, kisaran gerak (Range of
Motion, ROM)
8) Kardiovaskular
Kaji bunyi jantung, nadi, edema, kuku untuk sianosis atau
jari tabuh (clubbing).
9) Pernapasan
Kaji dada anterior/posterior untuk usaha bernapas,
kesimetrisan pernapasan, suara napas normalnya regular
dan bersih disemua lapang paru.
10) Gastrointestinal
Kaji kondisi kulit, distensi jaringan parut, obesistas,
herniasi, hemoroid. Palpasi adanya massa, nyeri tekan,
ketegangan. Perkusi adanya pekak, timpani, resonasi dan
datar (flatness). Auskultasi suara usus (normal setiap 15-20
detik).
11) Urin
Kaji kebersihan, kondisi kulit, lesi, jumlah, warna,
konsistensi.
12) Muskuloskeletal

14
Kaji adanya pembengkakan sendi, kesimetrisan sisi kanan
dan kiri, kekuatan otot, adanya deformitas, DVT, denyut
nadi distal.
5. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium
 Foto thorax, CT Scan.
 Periksa sputum.
6. Tabel Analisis Data

No. Data focus Etiologi Problem

1. DS : Radang paru Ketidak efektifan


↓ bersihan jalan nafas
- Klien mengatakan
Peningkatan reproduksi
batuk disertai lendir,
sekret
dan ingus, terkadang

juga sesak.
Akumulasi sekret
DO :

- Klien batuk-batuk Obstruksi jalan nafas

Batuk keras dan terus-
menerus

Ketidakefektifan jalan
nafas

15
2. DS : Batuk keras dan terus- Ketidakseimbangan
- Klien mengatakan menerus nutrisi kurang dari
tidak selera makan ↓ kebutuhan tubuh
karena batuk yang Nafsu
terus-menerus makan berkurang
- Klien mengatakan ↓
merasa mual dan Berat badan menurun
muntah ↓
DO: Ketidakseimbangan
- Batuk nutrisi kurang dari
- Berat badan menurun kebutuhan tubuh
- Klien terlihat pucat
dan lemah
3. DS : Batuk keras terus – Nyeri akut
- Klien mengatakan menerus
nyeri tenggorokan
DO :
- Klien terlihat
memegangi
tenggorokannya sambil
meringis
- Klien terlihat pucat
dan lemah

a. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus
berlebihan
2. Nyeri akut berhubungan dengan batuk menetap.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah

16
b. Intervensi keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


keperawatan
1. Ketidak efektifan Tujuan : setelah Intevensi yang akan
bersihan jalan nafas dilakukannya asuhan digunakan :
berhubungan keperawatan selama ONEC
dengan mucus 3x24 jam, 1. Monitor fungsi paru,
berlebihan ketidakefektifan jalan terutama kapasitas vital,
nafas teratasi. tekanan inspirasi
Kriteria hasil : maksimal,tekanan volume
 Rata-rata ekspiasi 1detik (FEV1)dan
pernafasan normal FEV1/FVC sesuai dengan
 Sputum keluar dari kebutuhan.
jalan nafas 2. Dukung klien untuk
 Pernafasan melakukan nafas dalam
menjadi mudah beberapa kali.

 Bunyi nafas 3. Dukung hidrasi cairan


normal yang sistemik, sesiai dengan

 Sesak nafas tidak kebutuhan.


terjadi lagi 4. Damping klien
menggunakan bantal atau
selimut yang dilipat untuk
menahan perut saat batuk.
5. Lakukan teknik‘chest
wall rib sping’selama fase
ekspirasi melalui maneuver
batuk, sesuai dengan
kebutuhan.

17
2. Nyeri berhubungan Tujuan : setelah 1. Kaji skala nyeri
dengan batuk dilakukan intervensi yang dialami klien
menetap 1x24 jam, diharapkan 2. Berikan hiburan
nyeri hilang untuk mengalihkan
Kriteria hasil : rasa nyeri
Nyeri berkurang 3. Berikan posisi yang
nyaman
4. Berikan lingkungan
yang tenang
5. Kolaboorasi
pemberian analgesik
sesuai indikasi
dokter
3. Nutrisi kurang dari Tujuan :  Pantau berat badan
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan klien
berhubungan intervensi 1x24 jam,  Catat status nutrisi
dengan berat badan meningkat klien
mual/muntah dan kebutuhan nutrisi  Awasi
teratasi pemasukan/pengelua
Kriteria hasil : ran makanan secara
 Berat badan periodik
meningkat  Dorong dan berikan
 Nutrisi periode istirahat
terpenuhi  Timbang berat badan
 Peningkatan klien secara rutin
nafsu makan  Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
meningkatkan
komposisi diit

c. Implementasi

18
No. Diagnosa keperawatan Implementasi
1. Ketidakefektifan  Memonitor fungsi paru, terutama
bersihan jalan nafas b.d kapasitas vital, tekanan inspirasi
mucus berlebihan maksimal,tekanan volume ekspiasi 1detik
(FEV1)dan FEV1/FVC sesuai dengan
kebutuhan.
 Mendukung klien untuk melakukan nafas
dalam beberapa kali.
 Mendukung hidrasi cairan yang sistemik,
sesiai dengan kebutuhan.
 Mendamping klien menggunakan bantal
atau selimut yang dilipat untuk menahan
perut saat batuk.
 Melakukan teknik ‘chest wall rib sping’
selama fase ekspirasi melalui maneuver
batuk, sesuai dengan kebutuhan.
2. Nyeri akut b.d batuk  Mengkaji skala nyeri yang dialami klien
menetap  Memberikan hiburan untuk mengalihkan
rasa nyeri
 Memberikan posisi yang nyaman
 Memberikan lingkungan yang tenang
 Mengkolaborasikan pemberian analgesik
sesuai indikasi dokter
3. Nutrisi kurang dari  Memantau berat badan klien
kebutuhan tubuh b.d  Mencatat status nutrisi klien
mual/muntah  Mengawasi pemasukan/pengeluaran
makanan secara periodic
 Mendorong dan memberikan periode
istirahat
 Menimbang berat badan klien secara

19
rutin
 Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk
meningkatkan komposisi diit

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan


oleh bordetella pertusis, nama lain penyakit ini adalah Tussis Quinta, whooping
cough, batuk rejan. Pertusis disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis yang
berbentuk batang gram negatif, tidak berspora, berkapsul, dan dapat dimatikan
pada pemanasan 50°C tetapi bertahan pada suhu 0° – 10° C. Bakteri ini
menyangkut pada bulu dari saluran pernapasan. Pertusis biasanya mulai seperti
pilek saja, dengan hidung beringus, rasa lelah dan adakalanya demam parah.
Kemudian batuk terjadi, biasanya sebagai serangan batuk, diikuti dengan
tarikan napas besar (atau “whoop”). Pertusis mungkin serius sekali di kalangan
anak kecil.

5.2 Saran

20
Dari makalah di atas diharapkan kita dapat meningkatkan belajar dan
memperbanyak literatur, serta dapat mengetahui dan mampu memberikan
perawatan yang baik kepada anak dengan pertusis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Aesculapius Cahyono, J B. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit
Infeksi. Yogyakarta: KANISIUS
2. Azhali M.S, dkk. 1993. Ilmu Kesehatan Anak Penyakit Infeksi Tropik.
Bandung: Indonesia. FK Unpad
3. Behram, klieman & Nelson. 2000. ”Ilmu kesehatan anak”. Jakarta : EGC
4. Irawan Hindra, Rezeki Sri, Anwar Zarkasih. 2008. Buku Ajar Infeksi Dan
Pediatrik Tropis. Edisi 2, Cetakan I. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI.
5. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : EGC
6. T.H.Rampengan. 2005.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Ed
2.Jakarta : EGC
7. Jackson, Marilynn., dan Jackson, Lee. 2011. Panduan Praktik
Keperawatan Klinis. Jakara : Penerbit Erlangga

21

Anda mungkin juga menyukai