Anda di halaman 1dari 17

SISTEM PERSARAFAN (STROKE)

Fasilitator : Mar’atus Sholikhah, S.Kep, Ns., M.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 6

1.Ayu Nita Sari (1702012443)


2. Era Marantika (1702012449)
3. Heny Sri Utami (1702012452)
4. Lailatul Mukarromah (1702012459)
5. Nidya Apriliani (1702012467)
6. Putri Dwi Anjani (1702012472)
7. Wahyu Prayogi (1702012482)

Kelas : 4C Keperawatan

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
TAHUN AJAR 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Sistem
Persarafan”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III Program Studi S1- Keperawatan. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, Mar’atus
Solikhah, S.Kep., Ns., M,Kep . yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak
masukan dalam penyusunan makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada
waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Lamongan, 11
September 2019

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................3
1.3 Tujuan..........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Sistem Persarafan

2.1.1 Pengertian .........................................................................................5

2.1.2 Anatomi Fisiologi .............................................................................5

2.1.3 Patofisiologi.......................................................................................7

2.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko................................................................8

2.1.5 Klasifikasi Stroke..................................................................……….8

2.1.6 Tanda dan Gajala...............................................................................11

2.1.7 Penatalaksanaan ................................................................................11

2.1.8Terapi Diet..........................................................................................14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................15

3.2 Saran ..............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. .Latar Belakang

Sistem Saraf merupakan suatu sistem dalam tubuh yang vital. Sistem saraf terdiri
atas tiga bagian, yaitu susunan saraf pusat, susunan saraf tepi, dan susunan saraf otonom.
Susunan saraf pusat meliputi otak dan sum-sum tulang belakang. Susunan saraf tepi terdiri
atas urat saraf yang berasal dari otak dan sum-sum tulang belakang. Susunam saraf otonom
dari saraf simpatik dan saraf para simpatik.

Fungsi utama sistem saraf adalah untuk mendeteksi, menganalisis, dan mentransfer
informasi. Informsi digabungkan oleh sistem sensori dan diintergrasikan oleh otak
kemudian digunakan untuk ditransmisikan kesistem motorik untuk kontrol pergerakan,
funngsi feseral dan endokrin. Aksi ini dikendalikan oleh neuron yang merupakan
penghubungan antara sistem sensori dan motorik.

Terhambatnya aliran darah menuju sel neuron dapat mengakibatkan neurologis.


Pemahaman tentanng penyebab gangguan neurologi memerlukan pengetahuan mekanisme
melakular dan biokimia. Terdapat beberapa gangguan neurologi antara lain, parkin son,
mayasthenia gravis, epilepsi, alzheimer, dementia, hidrosepalus, cidera medulla sepinalis,
hernia nukleus .

Sroke merupakan masalah kesehatan yang sudah lama, sekali dikenal didunia
kedokteran. Namun demikian, hingga kini, stroke masih menjadi masalah kesehaatan yang
serius dan belum dapat di turunkan angka kejadiannya secaara siknifikan. Stroke adalah
terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi daarah.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari stroke ?


2. Bagaimana anatomi fisiologi stroke ?
3. Bagaimana patofisiologi stroke ?
4. Apa saja etiologi dan faktor resiko dari stroke ?
5. Bagaimana klasifikasi stroke ?
6. Apa saja tanda dan gejala penyakit stroke ?
7. Bagaimana penatalaksanaan stroke ?
8. Apa saja tetrapi diet pada penyakit stroke ?

1.3. Tujuan

1. Memahami apa yang dimaksud dengan stroke


2. Memahami anatomi dan fisiologi penyakit stroke
3. Memahami patofisiologi stroke
4. Mengetahui etiologi dan faktor resiko dari penyakit stroke
5. Memahami apa saja klasifikasi dari penyakit stroke
6. Mengetahui tanda dan gejala penyakit stroke
7. Memahami bagaimana cara penatalaksanaan penyakit stroke
8. Mengetahui apa saja terapi diet dari penyakit stroke
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian Stroke
Stroke merupakan gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf
(defisit neurologik) akibat adanya sumbatan yang menyebabkan aliran
darah tidak sampai ke otak. Secara sederhana, stroke akut didefinisikan
sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena
sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi,
2011)

2.2.Anatomi fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara,
1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses
dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus
oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi
penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya
dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat
refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan
hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari
batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf
asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang
ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf
otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price,
1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi
oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam
rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem
anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada
struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula
interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis
dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri
serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis
korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak
tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula
oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri
serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula
(yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris.
Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.
(Satyanegara, 1998)

2.3.Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).
Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis
Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau
cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1) Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran
darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
2) Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan
(hemorrhage).
3) Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
4) Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan
otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang
masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui
jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat
oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan
aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema
pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan
darah arteri. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan
memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara
permanen.
2.4.Etiologi dan Faktor Resiko
Stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat kejadian seperti
thrombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), embolisme
serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh
yang lain), iskemia (penurunan aliran darah ke area otak),dan hemoragi serebral
(pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) (Smeltzer dkk,
2001).
Faktor resiko yang menyebabkan stroke dibagi menjadi dua yaitu
faktor resiko yang dapat diubah dan faktor resiko yang tidak dapat diubah.
Faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes mellitus,
pemakaian alkohol, penyakit jantung, hiperkolesterol, merokok, serangan
sepintas (TIA), penggunaan obat bersifat adiksi (heroin, kokain dan
amfetamin), faktor lifestyle (obesitas, aktivitas, diet, stress), migrain,
kontrasepsi oral, faktor hemostatik dan inflamasi.
Faktor resiko yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin, ras, etnik
dan genetik (Dipiro dkk,2005).

2.5.Klasifikasi Stroke
1. Stroke Infark (Stroke Iskemik)
Stroke iskemik dapat terjadi akibat penurunan atau berhentinya
sirkulasi darah sehingga neuron-neuron tidak mendapatkan substrat yang
dibutuhkan. Efek iskemia yang cukup cepat terjadi karena otak
kekurangan pasokan glukosa (substrat energi yang utama) dan memiliki
kemampuan melakukan metabolisme anaerob (Sid Shah, 2010).
Pada keadaan normal, aliran darah ke otak adalah 58 ml/100 gram
jaringan otak setiap menit. Bila hal ini turun sampai 18 mU/100 gram
jaringan otak setiap menit maka aktivitas listrik neuron terhenti tetapi
struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversible. Apabila
penurunan aliran darah terjadi semakin parah akan menyebabkan
jaringan otak mati, disebut sebagai infark. Infark otak terjadi karena
iskemik otak yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak
yang ireversible (Setyopranoto, 2011).
Perjalanan klinis pasien dengan stroke infark akan sebanding
dengan tingkat penurunan aliran darah ke jaringan otak. Perjalanan klinis
ini akan dapat mengklasifikasikan iskemik serebral menjadi 4, yaitu :
1) Transient Ischemic Attack (T.I.A)
T.I.A menggambarkan terjadinya suatu defisit neurologik secara
tiba-tiba dan defisit tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih
dari 24 jam). Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa lesi vaskuler yang
terjadi bersifat reversible dan disebabkan oleh embolisasi. Sumber
utama emboli ialah „plaque atheromatosa‟ diarteria karotis interna
atau arteria vertebrobasilaris (Sidharta, 2004).
2) Reversible Ischemic Neurological Deficit (R.I.N.D)
Seperti halnya dengan T.I.A, gejala neurologi dari R.I.N.D juga
akan menghilang tetapi waktu berlangsungnya lebih lama, yaitu lebih
dari 24 jam bahkan sampai 21 hari. Jika seorang pasien terkena T.I.A
dokter jarang melihat sendiri peristiwanya sehingga pada T.I.A
diagnosis ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien saja, maka
pada R.I.N.D ini ada kemungkinan dokter dapat mengamati atau
menyaksikan sendiri. Biasanya R.I.N.D membaik dalam waktu 24-48
jam. Sedangkan P.R.I.N.D (Prolonged Reversible Ischemic
Neurological Deficit) akan membaik dalam beberapa hari, maksimal
3-4 hari (Sidharta, 2004)
3) Stroke In Evolusion (S.I.E)
Diagnosa S.I.E menggambarkan perkembangan defisit
neurologik yang berlangsung secara bertahap-tahap dan berangsurangsur dalam
waktu beberapa jam sampai 1 hari. S.I.E berimplikasi
bahwa lesi lesi intravaskuler yang sedang menyumbat arteri serebral
berupa „plaque atheromatosa‟ yang sedang ditimbun oleh fibrine dan
trombosit. Penimbunan tersebut disebabkan oleh hiperviskositas darah
atau karena perlambatan arus aliran darah (Shidarta, 2004).
4) Completed Stroke Iskemik (C.S.I)
Kasus C.S.I adalah kasus hemiplegia yang disajikan kepada
pemeriksa pada tahap dimana tubuh penderita sudah terjadi
kelumpuhan sesisi yang sudah tidak memperlihatkan progresi lagi.
Dalam hal ini kesadaran tidak terganggu. Lesi vaskuler bersifat
iskemik serebri regional (Shidarta, 2004).

2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi akibat adanya perdarahan. Perdarahan
tersebut dapat terjadi apabila arteri di otak pecah, darah tumpah ke
otakatau rongga antara permukaan luar otak dan tengkorak.
1) Perdarahan intraserebral
Stroke pendarahan intraserebral adalah ekstravasasi darah yang
berlangsung spontan dan mendadak kedalam parenkim otak yang
bukan disebabkan oleh trauma (non traumatis). Mekanisme
perdarahan intraserebral yang sering terjadi adalah faktor
hemodinamika yang berupa peningkatan tekanan darah. Hipertensi
kronis menyebabkan pembuluh darah arteriol yang berdiameter 100-
400 mikrometer mengalami perubahan yang patologik. Perubahan
tersebut berupa lipohyalinosis, fragmentasi, nekrosis, fibrinoid, dan
mikroaneurisme (Cahrcot Bouchard) pada arteria perforans kecil di
otak. Kenaikan tekanan darah secara mendadak ini dapat menginduksi
pecahnya pembuluh darah. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka
akan menyebabkan perdarahan. Perdarahan dapat berlanjut hingga 6
jam dan jika volume pendarahan besar sehingga akan menyebabkan
kerusakan pada struktur anatomi otak justru menyebabkan gejala
klinis. Perdarahan yang luas ini menyebabkan destruksi jaringan otak,
peningkatan tekanan intrakarnial (TIK), penurunan perfusi ke otak,
gangguan drainase otak dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
2) Perdarahan subarachnoid
Perdarahan Subarakhnoid (PSA) adalah ekstravasasi darah ke
dalam ruang subarakhnoid yang meliputi sistem saraf pusat yang diisi
dengan cairan serebrospinal (Munir, 2015). Perdarahan subarakhnoid
biasanya timbul karena pecahnya dinding pembuluh darah yang
lemah. Apakah karena suatu malformasi arteriovenosa ataupun suatu
aneurisma (pelebaran setempat pada arteri) (Aliah dkk, 1996).

2.6 Tanda dan Gejala Stroke

 Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.

 Kesulitan menelan

 Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)

 Nyeri kepala

 Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran

 Penglihatan ganda.

 Sulit memikirkan atau mengucapkan kata -kata yang tepat.

 Pergerakan yang tidak biasa.

 Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

 Ketidakseimbangan dan terjatuh.

 Pingsan.

 Rasa mual, panas dan sangat sering muntah -muntah.

2.7 Penatalaksanaan Stroke


a. Penatalaksanaan Stroke Iskemik Akut
1) Terapi non farmakologi
a) Pembedahan (Surgical Intervention)
Pembedahan yang dilakukan meliputi carotid endarcerectomy,
dan pembedahan lain. Tujuan terapi pembedahan adalah mencegah
kekambuhan TIA dengan menghilangkan sumber oklusi.
Carotidendarterectomy diindikasikan untuk pasien dengan stenois
lebih dari 70%.
b) Intervensi Endovaskuler
Intervensi Endovaskuler terdiri dari : angioplasty and stenting,
mechanical clot distruption dan clot extraction. Tujuan dari intervensi
endovaskuler adalah menghilangkan trombus dari arteri intrakarnial.
2) Terapi Farmakologi
Pendekatan terapi pada stroke akut adalah menghilangkan sumbatan
pada aliran darah dengan menggunakan obat. Terapi yang dilakukan
antara lain :

a) Terapi Suportif dan Terapi Komplikasi Akut


1. Pernafasan, Ventilatory support dan suplementasi oksigen.
2. Pemantauan temperatur.
3. Terapi dan pemantauan fungsi jantung.
4. Pemantauan tekanan darah arteri (hipertensi atau hipotensi).
5. Pemantauan kadar gula darah (hipoglikemia atau hiperglikemia).
b) Terapi Trombolitik
1. Trombolitik Intravena
Terapi trombolitik intravena terdiri dari pemberian
Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rtPA), pemberian
agen trombolitik lain dan enzim defibrogenating. Pemberian rtPA
dapat meningkatkan perbaikan outcame dalam 3 bulan setelah
serangan stroke apabila diberikan pada golden period yaitu dalam
onset 3 jam. rtPA memiliki mekanisme aksi mengaktifkan plasmin
sehingga melisiskan tromboemboli. Penggunaan rtPA harus
dilakukan dengan hati-hati karena dapat menimbulkan resiko
perdarahan. Agen trombolitik yang lain seperti streptokinase,
tenecteplase, reteplase, urokinase, anistreplase dan staphylokinase
masih prlu dikaji secara luas (Ikawati, 2014).
2. Trombolitik Intraarteri
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan outcame terapi
stroke dengan perbaikan kanal middle cerebral artery (MCA).
Contoh agen trombolitik intrarteri adalah prourokinase (Ikawati,
2014)
3. Terapi Antiplatelet
Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan kecepatan
rekanalisasi spontan dan perbaikan mikrovaskuler. Agen
antiplatelet ada oral dan intravena. Contoh agen atiplatelet oral
yaitu aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin (ASA), tiklopidin.
Agen antiplatelet intravena adalah platelet glikopotein IIb/IIIa,
abvicimab intravena (Ikawati, 2014)
4. Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan bertujuan mencegah kekambuhan
stroke secara dini dan meningkatkan outcame secara neurologis.
Contoh agen atikoagulan adalah heparin, unfractionated heparin,
low- molecular-weight heparins (LMWH), heparinoids warfarin
(Ikawati, 2014)

b. Penatalaksanaan Stroke hemoragik


1) Terapi Non Farmakologi
Pembedahan (Surgical Intervention), contoh pembedahan nya
adalah carotid endarcerectomy dan carotid stenting. Pembedahan hanya
efektif bila lokasi perdarahan dekat dengan permukaan otak.

2) Terapi farmakologi
a) Terapi suportif dengan infus manitol bertujuan untuk mengurangi
edema disekitar perdarahan

b) Pemberian Vit K dan fresh frozen plasma jika perdarahannya


karena komplikasi pemberian warfarin.
c) Pemberian protamin jika perdarahannya akibat pemberian heparin.
d) Pemberian asam traneksamat jika perdarahnnya akibat komplikasi
pemberian trombolitik (Ikawati, 2014)
2. Terapi Pencegahan Stroke
a. Terapi Antiplatelet
Antiplatelet dapat diberikan secara oral contohnya aspirin, memiliki
mekanisme aksi menghambat sintesis tromboksan yaitu senyawa yang
berperan dalam proses pembekuan darah. Apabila aspirin gagal maka
dapat diganti dengan pemberian klopidogrel atau tiklopidin (Ikawati,
2014)
b. Terapi Antikoagulan
Terapi antikoagulan sebagai pencegahan masih dalam penelittian.
Antikoagulan diperkirakan efektif untuk pencegahan emboli jantung pada
pasien stroke yang mengalami fibrilasi artrial dan memiliki riwayat
transient ischemic attack (TIA) (Saxena, 2004).
c. Terapi Antihipertensi
Penggunaan antihipertensi harus memperhatikan aliran darah otak
dan aliran darah perifer untuk menjaga fungsi serebral. Obat antihipertensi
untuk pencegahan stroke adalah golongan AIIRA (angiostensin II receptor
antagonis) contohnya candesartan atau golongan ACE inhibitor (Kirshner,
2005).

2.8 Diet Penderita Stroke


Menurut Almatsier (2004) dalam Farida (2009), Diet khusus pasien stroke
memiliki beberapa syarat, diantaranya:
1. Energi yang cukup, yaitu 24-45 kkal/kgBB. Pada fase akut, diberikan 1500
kkal/hari.
2. Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB. Jika pasien berada dalam kondisi gizi
kurang, berikan protein sebanyak 1,2-1,5 g/kgBB.
3. Lemak cukup, sebesar 20%-25% dari kebutuhan energi total. Upayakan
untuk mengonsumsi lemak tidak jenuh ganda, dengan membatasi
konsumsim lemak jenuh, yaitu kurang dari 10% dari kebutuhan energi total.
Sedangkan, batas kolestrol kurang dari 300 mg.
4. Karbohidrat cukup, yaitu 60%-70% dari kebutuhan energi total.
5. Cukup akan vitamin, terutama vitamin A, riboflamin, vitamin B6, asam
folat, vitamin B12, serta vitamin C dan E.
6. Mineral yang cukup, seperti kalsium, magnesium dan kalium.
7. Konsumsi serat yang cukup untuk membantu menurunkan kadar kolesterol
dan pencegahan terhadap sembelit.
8. Cairan cukup, sebanyak enam sampai delapan gelas sehari, kecuali pada
pasien dengan keadaan edema (pembengkakan) harus dibatasi asupan
cairannya.
9. Makanan diberikan dalam porsi kecil (sedikit) dan sering (pada jeda waktu
yang tidak terlalu lama).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Stroke merupakan penyekit yang menyerang sistem syaraf manusia, yang dapat
berakibat pada kelumpuhan sistem-sistem lainnya secara umum patologi stroke
berlangsung secara progresif dan bertahap, mulai dari gejala stroke, hingga menyebabkan
kematian. Secara garis besar, stroke dibagi menjadi stroke iskemik (karena penyumbatan
pembuluh darah) dan stroke gemoragi (karena pecahnya pumbuluh darah) yang memiliki
gejala bervariasi sesuai daerah yang terserang.

Stroke memiliki beberapa faktor resiko yang dapat mendukung berkembang stroke
yang terdiri dari dua jenis faktor, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (usia,
jenis kelamin, herediter, dan ras) dan yang dapat di modifikasi (berbagai penyakit
degeneratif dan gaya hidup) peyegahan penyekit stroke dapat dilakukan dengan
memanimalisir faktor resiko yng dapat dimodifikasi tersebut. Seperti mengatur pola hidup
dan mengkonsumsi makanan yang di sesesuaikan dengan faktor resiko yang tidak dapat di
modifikasi.

3.2 Saran

Gejala stroke umumnya sulit untuk di bedakan dengan gejala penyakit lainnya
apa bila belum mencapai stodiun lanjut.oleh karna itu pencegahan primer sangat di
sarankan karena setelah mengalami stroke lemah seorang sulit untuk pulih total, apabila
pada usia lanjut .salah satu cara pencegagah primer yang paling di sarankan yaitu konsumsi
buah - buhan ,sayuran,dan produk susu rendah lemak seratai mengurangi konsumsi lemak
jenuh dan aktivitas fisik secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikawati, Z. 2014. Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat. Yogyakarta:


Bursa ilmu
2. Junaidi, Iskandar. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI.
3. Setyopranoto, L. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia
Kedokteran 185.38(4): 247-250

Anda mungkin juga menyukai