Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Difteri
Dosen Pengampu :Dinda Anindita, SKM,MKM

Disusun oleh :
Kelompok 2
No Nama NIM
1. Novita Rahmayanti 2022-01-13201-016
2. Vivi Arfanisa 2022-01-13201-022
3. Yakub Pebrianto 2022-01-13201-023
4. Yerie 2022-01-13201-024

YAYASAN EKA HARAP

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT TINGKAT I

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, dan
karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Difteri ini sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada ibu Dinda Anindita, SKM,MKM
selaku dosen Mata Kuliah Dasar Epidemiologi yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap Makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan- kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya,
Makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata- kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan kami di masa
depan.

Palangkaraya, 15 Mei 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR`.....................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2

A. Pengertian Difteri....................................................................................................2
B. Etiologi Difteri........................................................................................................2
C. Gejala Klinis Difteri................................................................................................4
D. Patofisiologi Difteri................................................................................................4
E. Epidemiologi Difteri...............................................................................................5
F. Pencegahan Difteri..................................................................................................7

BAB III KESIMPULAN.................................................................................................8

A. Kesimpulan ............................................................................................................8
B. Saran.......................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah denganimunisasi
(PD3I). Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium
diphtheriaoleh karena itu penyakitnya diberi nama serupa dengankuman penyebabnya.
Sebelum era vaksinasi, racun yang dihasilkan oleh kuman inisering meyebabkan penyakit
yang serius, bahkan dapat menimbulkan kematian.Tapi sejak vaksin difteri ditemukan dan
imunisasi terhadap difteri digalakkan, jumlahkasus penyakit dan kematian akibat kuman
difteri menurun dengan drastis.
Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relatif rendah.Rendahnya kasus
difteri sangat dipengaruhi adanya program imunisasi.
.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan difteri?
2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya penyakit difteri
3. Bagaimanakah tanda dan gejala pada individu yang terkena penyakit difteri?
4. Bagaimanakah patofisiologi penyakit difteri?
5. Bagaimanakah epidemiologi penyakit difteri?
6. Bagaimanakah penanganan penyakit difteri?

C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Difteri
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya Difteri
3. Untuk mengetahui apa saja Tanda dan Gejala Difteri
4. Untuk mengetahui Patofisiologis Penyakit Difteri
5. Untuk mengetahui faktor Epidemiolog Difteri
6. Untuk mengetahui upaya pencegahan Difteri

BAB II
1
PEMBAHASAN

A. Definisi
Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring,laring,
hidung, ada kalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang kadangkonjunngtiva
atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifikyang dilepas oleh
bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan
daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit, sekalipu pada difteria faucial atau pada difteri
faringotonsiler diikuti dengan kelenjar limfe yangmembesar dan melunak. Pada kasus-kasus
yang berat dan sedang ditandai denganpembengkakan dan edema dileher dengan
pembentukan membran pada tracheasecara ektensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas.
Difteri hidung biasanyaringan dan kronis dengan satu rongga hidung tersumbat dan terjadi
ekskorisasi(ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakan kasus terbanyak. Toksin
dapatmenyebabkan myocarditis dengan heart block dan kegagalan jantung kongestif
yangprogresif, timbul satu minggu setelah gejala klinis difteri. Bentuk lesi pada difteri
kulitbermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisaseperti
atau merupakan bagian dari impetigo

B. Etiologi

Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang terutama menyerang tonsil, faring, laring,
hidung, dan adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang pula menyerang
konjungtiva atau vagina Namun kasus yang lebih banyak terjadi yaitu berupa infeksi akut
yang menyerang saluran pernapasan atas. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheriae. Bakteri tersebut merupakan salah satu jenis bakteri gram-
positif yang tidak membentuk spora. Pada kedua ujungnya bakteri ini memiliki granula
metakromatik yang memberi gambaran pada pewarnaan. C. diphtheriae berdiameter 0,5-1
µm dan panjangnya beberapa mikrometer, tidak berspora, tidak bergerak, dan termasuk pada
organisme yang tidak tahan asam. Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan
maksimal diperoleh pada suasana aerob. Dibandingkan dengan kuman lain yang tidak
berspora, C. diphtheriae lebih tahan terhadap pengaruh cahaya, pengeringan, dan pembekuan.

Namun kuman ini mudah dimatikan oleh desinfektan Di alam C. diphtheriae terdapat dalam
saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal
yang membawa bakteri (karier) Bakteri ini terdiri dari beberapa tipe atau varian jenis yaitu
tipe mitis, intermedius, dan gravis. Sementara itu WHO sendiri menambahkan tipe belfanti
menggenapkannya menjadi 4 varian bakteri. Tipe mitis merupakan tipe yang paling sering
menimbulkan penyakit diantara tipe lainnya Sementara untuk keganasannya, bakteri ini
dibagi menjadi bakteri toksigenik dan bakteri non toksigenik. Perbedaan keduanya yaitu pada
strain toksigenik terinfeksi oleh coryne bacteriophage yang mengandung diphtheria toxin
gene tox Tipe bakteri nontoksigenik tidak bersifat patogenik, hanya saja dapat berubah
sewaktu-waktu menjadi toksigenik bila terinduksi dengan bakteriofag. Pada dasarnya
produksi toksin hanya terjadi bila bakteri tersebut mengalami lisogenasi oleh bakteriofag
yang mengandung informasi genetik toksin, hanya galur toksigenik yang dapat menyebabkan
penyakit gelap Spesies bakteri coryneform lain yang dapat juga menimbulkan manifestasi
klinis difteri yaitu Corynebacterium ulcerans Strain toksigenik mampu menghasilkan toksin

2
berupa eksotoksin. Eksotoksin inilah yang merupakan faktor virulensi dari C. diphtheria
Masa inkubasi biasanya 2-5 hari tapi dapat juga lebih lama Gejala klinisnya tergantung dari
tempat terjadinya infeksi, status imunisasi, dan penyebaran toksin

mengklasifikasikan difteri menjadi dua jenis difteri, yaitu:


a. Difteri Tipe Respirasi
Difteri tipe ini disebabkan oleh strain bakteri yang memproduksi toksin (toksigenik).
Biasanya dapat menyebabkan gejala yang berat sampai meninggal. Difteri tipe respirasi
terbagi lagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
1) Difteri hidung (anterior nasal diphteria)
Difteria ini umumnya timbul pada bayi.

2) Difteri faucial
Merupakan bentuk paling umum dari difteri. Gejala dapat berupa tonsilitis disertai
dengan pseudomembran yang berwarna kuning keabuan pada salah satu atau kedua
tonsil. Pseudomembran dapat membesar hingga ke uvula, palatum mole, orofaring,
nasofaring, atau bahkan laring. Gejala dapat disertai dengan mual, muntah, dan
disfagia.

3) Difteri tracheolaryngeal
Difteri laring biasanya terjadi sekunder akibat difteri faucial. Difteri tracheolaryngeal
dapat menimbulkan gambaran bullneck pada pasien difteri akibat cervical adenitis
dan edema yang terjadi pada leher. Timbulnya bullneck merupakan tanda dari difteri
berat, karena dapat timbul obstruksi pernapasan akibat lepasnya pseudomembran
sehingga
pasien membutuhkan trakeostomi.

4) Difteri maligna
Hal ini merupakan bentuk difteri yang paling parah dari difteri. Toksin secara cepat
menyebar dengan demam tinggi, denyut nadi cepat, penurunan tekanan darah dan
sianosis. Biasanya penyebaran membran meluas dari tonsil, uvula, palatum, hingga
lubang hidung. Gambaran bullneck dapat terlihat, dan timbul perdarahan dari mulut,
hidung, dan kulit. Gangguan jantung berupa heart block muncul beberapa hari
sesudahnya

b. Difteri Kutan/Kulit

Difteri ini menyerang pada kulit dengan gejala yang ringan disertai peradangan yang
tidak khas dan sulit untuk dikenali sehingga seringkali tidak masuk dalam catatan kasus
maupun program penanggulangan. Disebabkan oleh strain bakteri toksigenik maupun
nontoksigenik. Difteri kutan saat ini lebih sering muncul daripada penyakit nasofaring di
negara barat. Hal ini berkaitan dengan alkoholisme dan kondisi lingkungan yang tidak
higienis

3
C. Gejala Klinis

C. diphtheriae bersifat toxin-mediated disease yang artinya tanda dan gejala yang timbul
pada penyakit diakibatkan oleh toksin yang dihasilkan bakteri ini. Toksin ini dapat menyebar
melalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung
dan saraf. Akibat dari toksin difteri yaitu miokarditis, neuritis, trombositopenia, dan
proteinuria

Gejala klinis penyakit difteri ini adalah :

 1. Panas lebih dari 38oC


 2. Ada psedomembrane bisa di pharynx, larynx atau tonsil.
 3. Sakit waktu menelan
4. Leher membengkak seperti leher sapi,disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher.
5. Mengalami infeksi pada faring, laring, trakhea, atau kombinasinya
6. Mengeluarkan bunyi saat menarik napas (stidor)
7. Muncul selaput berwarna putih keabu-abuan yang tidak mudah lepas pada tenggorokan,
amandel, rongga mulut, atau hidung;

  Tidak semua gejala-gejala klinik ini tampak jelas, maka setiap anak panas yang sakit
waktu menelan harus diperiksa pharynx dan tonsilnya apakah adapsedomembrane. Jika pada
tonsil tampak membran putih keabu-abuan disekitarnya,walaupun tidak khas rupanya,
sebaiknya diambil sediaan (spesimen) berupa apusantenggorokan (throat swab) untuk
pemeriksaan laboratorium. Gejala diawali dengan nyeritenggorokan ringan dan nyeri
menelan. Pada anak tak jarang diikuti demam, mual,muntah, menggigil dan sakit kepala.
Toksin difteri adalah polipeptida tidak tahan panas yang dapat mematikan pada dosis 0,1
µm/kg. Toksin difteria diabsorbsi ke dalam selaput mukosa dan menyebabkan destruksi
epitel dan respons peradangan superfisial.

Epitel yang mengalami nekrosis tertanam dalam eksudat fibrin dan sel-sel darah merah
dan putih, sehingga terbentuk pseudomembran yang berwarna putih keabu-abuan yang sering
melapisi tonsil, faring, atau laring. Setiap usaha untuk membuang pseudomembran akan
merusak kapiler dan mengakibatkan pendarahan. Berdasarkan gejala dan ditemukannya
membran inilah diagnosis ditegakkan. Selain itu kelenjar getah bening regional pada leher
membesar, dan dapat terjadi edema yang nyata di seluruh leher dan juga Selain toksin yang
dihasilkan, ternyata keberadaan bakteri ini sendiri juga merugikan. Biasanya bakteri
berkembang biak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai ke hidung, lalu cairan hidung dapat
menyebarkannya dari tenggorokan ke pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan
sehingga saluran udara menyempit dan terjadi gangguan pernapasan

4
 
D. Patofisiologi
1.Tahap Inkubasi
Kuman difteri masuk ke hidung atau mulut dimana baksil akan menempel dimukosa
saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genitaldan biasanya
bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendirmulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai kehidung, hidung akan
meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke pitasuara (laring) dan menyebabkan
pembengkakan sehingga saluran udara menyempitdan terjadi gangguan pernafasan.Bakteri
ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita ataubenda maupun makanan
yang telah terkontaminasi
oleh bakteri. Ketika telahmasuk dalamtubuh, bakteri melepaskantoksin atau racun.Toksin ini 
akanmenyebar melaluidarah danbisa menyebabkan kerusakanjaringan di seluruhtubuh,teruta
ma jantung dan saraf. Masa inkubasi penyakit difteri dapat berlangsung antara 2-5 hari.
Sedangkanmasa penularan beragam, dengan penderita bisa menularkan antara dua
mingguatau kurang bahkan kadangkala dapat lebih dari empat minggu sejak masa
inkubasi.Sedangkan stadium karier kronis dapat menularkan penyakit sampai 6 bulan.

2. Tahap Penyakit Dini


Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan.Penderita
mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama kontaminasitoksin.Antara minggu ketiga
sampai minggu keenam, bisa terjadi peradangan padasaraf lengan dan tungkai, sehingga
terjadi kelemahan pada lengan dantungkai.Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) bisa
terjadi kapan saja selamaminggupertama sampai minggu keenam, bersifat ringan, tampak
sebagai kelainanringanpada EKG. Namun, kerusakan bisa sangat berat, bahkan menyebabkan
gagal jantungdan kematian mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secara
perlahanselama berminggu-minggu. Pada penderita dengan tingkat kebersihan buruk, tak
jarang difteri juga menyerang kulit. Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu
relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak
dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga.
Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel
lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi
kurus.

3.Tahap Penyakit lanjut


Pada serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisanselaputyang
terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, didekat amandel dan bagian
tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek dan berwarna abu-abu. Jika
membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendirdibawahnya akan berdarah. Membran
inilah penyebab penyempitan saluran udaraatau secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat
saluran udara, sehinggaanak mengalami kesulitan bernafas.

E. Epidemiologi
Dalam epidemiologi klasik kita kenal dengan sebutan trias epidemiologi untuk
memberikan gambaran akan hubungan antara faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya
penyakit. Dalam Teori Fenomena Gordon ini, penyakit akan timbul ketika terdapat gangguan

5
interaksi atau ketidakseimbangan antara faktor-faktor tersebut Ketika salahsatu faktor tidak
seimbang, misal ketika imunitas pejamu rentan atau lingkungan berubah, serta jumlah
sumber penyakit lebih ganas atau bertambah akan menyebabkan ketidakseimbangan dan
akan menimbulkan sakit

Terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya penyakit, diantaranya:


1. Agen
Agen yang merupakan unsur penting yang berperan penting dalam menyebabkan
terjadinya penyakit. Pada penyakit difteri agen yang dimaksud yakni C. diphtheriae.
Bakteri ini dianggap sebagai penyebab kausal primer yang artinya pada setiap kasus
difteri akan selalu ditemukan bakteri ini. Meskipun adanya bakteri ini belum tentu
terjadi penyakit C. diphtheriae secara alami terdapat pada tubuh manusia yang
merupakan satu-satunya reservoir bakteri ini. Reservoir merupakan tempat atau habitat
tempat agen biasanya hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Reservoir dapat menjadi
sumber agen ditularkan kepada pejamu (Najmah, 2016). Bakteri ini memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan tubuh manusia sebagai inangnya dan
kemudian mampu memproduksi toksin difteri yang sangat berbahaya Infektifitas dari
bakteri ini juga menyebabkan penyebaran penyakit difteri melalui orang ke orang
terutama orang-orang terdekat melalui droplet penderita. Selain itu, bakteri ini memiliki
kemampuan menyebabkan penderita karier dimana tidak nampak sama sekali tanda dan
gejala penyakit ini.

2. Pejamu (host)
Dalam epidemiologi, pengertian host memiliki dua arti, yakni di satu pihak host
merupakan sumber infeksi (reservoir) di lain pihak ia bisa diartikan sebagai host
kelompok rentan yang mudah terserang penyakit sebagai susceptible host. Beberapa hal
yang dipertimbangkan dapat menjadi faktor risiko seseorang menjadi rentan terhadap
penyakit yaitu faktor genetik, riwayat penyakit, umur, jenis kelamin, psikologi, fisiologi,
dan imunitas Penjelasan mengenai faktor pejamu yang dapat mempengaruhi kejadian
difteri, sebagai berikut:
a. Umur
Umur yaitu lama waktu hidup sejak seseorang dilahirkan. Umur dalam hal ini
berkaitan erat dengan kemampuan tubuh menghasilkan imunitas pada penyakit
difteri. Difteri sendiri umumnya merupakan penyakit saluran pernapasan akut yang
sering terjadi pada anak-anak. Hal ini karena sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin yang banyak terkena penyakit ini adalah wanita. Beberapa studi telah
membuktikan bahwa wanita beresiko lebih tinggi dari laki-laki karena daya tahan
tubuh yang lebih rendah
c. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan keseimbangan tubuh akibat asupan yang masuk ke dalam
tubuh yang ditampilkan dalam suatu bentuk variabel tertentu.Gizi dan penyakit

6
infeksi berkaitan secara sinergistis serta membentuk suatu keadaan timbal balik
yang saling mempengaruhi. Malnutrisi memperparah penyakit infeksi, demikian
juga sebaliknya infeksi memperburuk malnutrisi
d. Status Imunisasi
Imunitas pada penyakit difteri bisa didapatkan baik secara aktif maupun pasif.
Imunitas aktif alami yakni imunitas setelah terinfeksi bakteri C. diphtheriae,
imunitas alami yang didapatkan secara pasif seperti imunitas akan penyakit difteri
yang diturunkan dari ibukepada anaknya melalui plasenta, serta imunitas aktif
buatan yakni dengan imunisasi
3. Lingkungan (Environment)
Lingkungan yang dimaksud adalah semua faktor luar dari suatu individu yang
dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial Lingkungan fisik yang berkaitan
dengan penyakit difteri diantaranya sinar matahari yang masuk ke rumah, luas ventilasi
rumah, kepadatan hunian ruang tidur, suhu dalam kamar, kelembaban dalam kamar, dan
jenis lantai rumah Lingkungan biologis seperti imunitas kelompok dan kepadatan
penduduk Serta lingkungan sosial seperti mobilisasi
F. Penanganan

1.Pencegahan
 
a.Isolasi Penderita
Penderita difteria harus di isolasi dan baru dapat dipulangkan setelahpemeriksaan sediaan
langsung menunjukkan tidak terdapat lagi
Corynebacteriumdiphtheriae.

b.Imunisasi 
Pencegahan dilakukan dengan memberikan imunisasi DPT (difteria, pertusis,dan tetanus)
pada bayi, dan vaksin DT (difteria, tetanus) pada anak-anak usiasekolah dasar.

c.Pencarian dan kemudian mengobati karier difteria


Dilakukan dengan uji Schick, yaitu bila hasil uji negatif (mungkin penderita karierpernah
mendapat imunisasi), maka harus diiakukan hapusan tenggorok. Jikaternyata ditemukan
Corynebacterium diphtheriae, penderita harus diobati dan bilaperlu dilakukan tonsilektomi.

2.Pengobatan
Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin yang belumterikat
secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadiminimal,
mengeliminasi C. diptheriae untuk mencegah penularan serta mengobatiinfeksi penyerta
dan penyulit difteria.
a. Pengobatan Umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif2
kali berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu.Istirahat
tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta dietyang
7
adekuat. Khusus pada difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta
dijagakelembaban udara dengan menggunakan humidifier.
b. Pengobatan Antitoksin : Anti Diptheriar Serum (ADS),Antibiotik dan Kortikosteroid
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium
diphtheriae,oleh karena itu penyakitnya diberi nama serupa dengan kuman
penyebabnya.

2.Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari, masa penularan penderita 2-4 minggu
sejak masainkubasi, sedangkan masa penularancarier bisa sampai 6 bulan
 
3. Pencegahan difteri dilakukan dengan cara, yaitu:
a. Isolasi penderita 
b. Imunisasi, dengan memberikan imunisasi DPT pada bayi dan vaksin DT pada anak
usia sekolah dasar
c. Pencegahan dan kemudian mengobati karier difteria

4.Pengobatan difteria dilakukan untuk menginaktivasi toksin yang belum terikat


secepatnya,mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal,
mengeliminasi C.diptheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi
penyerta dan penyulit difteria.

a. Pengobatan umum 
b. Pengobatan khusus, yaitu dengan memberikan antitoksin (Anti
Diptheriar Serum ), antibiotic dan kortikosteroidc.

B. SARAN
 Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk
anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada
anak, tetapikekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah imunisasi.
Sehingga orang dewasasebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun
sekali, dan harus dilakukan pencarian dan kemudian mengobati carier difteri dan
dilkaukan uji schic

8
DAFTAR PUSTAKA
Kadun I Nyoman, 2006,Manual Pemberantasan Penyakit Menular ,CVInfomedika,Jakarta
Sumber: Kartono (2008), Bustan (2006), Ryadi (2016), FK UI (2009), Chin, J.(2000),
Mardiana, D.E. (2018), Pracoyo (2011), Lestari, K.S. (2012), Brennan,dkk. (2000).
 http://id.scribd.com/doc/13758759/DIFTERI
http://rahmandally.wordpress.com/2010/04/04/difteri/
http://dedeyiyinzulhijjah.blogspot.com/2012/06/makalah-wabahdifteriepidemiologi.html

Anda mungkin juga menyukai