Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“MAKALAH ANEMIA”

OLEH KELOMPOK 4 :
1. Arventa Ravictor (223110245)
2. Nissa Chairani (223110262)
3. Nur fadilah arifani (223110263)
4. Nurul Husna (223110264)
5. Resti Futri Zularmi (223110269)
6. Savana JPP Rafel (223110272)
7. Vina Stevanova Jherny (223110277)

KELAS 2A

Dosen Pembimbing :
Ns.Hj. Sila Dewi A,M.Kep.Sp.MB

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG


D3 KEPERAWATAN PADANG
TA.2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya kepada
kita semua sehingga tugas makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik. Makalah ini kami
buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medical bedah
dengan judul “makalah anemia”

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.

Kami menyadari makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Kami
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga akhirnya
makalah ini dapat dikembangkan lagi lebih lanjut.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO (2015), anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang rendah
dalam darah. Menurut Jitowiyono (2018), anemia adalah kondisi dimana seseorang tidak
memiliki cukup sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen yang cukup ke jaringan
tubuh. Menurut Kemenkes RI (2013), anemia merupakan suatu keadaan ketika jumlah sel
darah merah atau konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah hemoglobin tidak mencukupi
kebutuhan fisiologis tubuh. Jadi dapat disimpulkan anemia merupakan kurang darah atau
kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah yang sehat atau ketika sel darah merah tidak
berfungsi dengan baik.

Prevelensi anemia remaja di negara-negara berkembang sebesar 27%, sedangkan di negera


maju sebesar 6%. Menurut WHO (2013), apabila prevelensi 40% termasuk katagori berat,
sedangkan 20-39% sedang, 5-19,9% ringan, dan besar <5% normal (WHO, 2015). Menurut
hasil Riskesdes tahun 2013, prevelensi anemia di Indonesia yaitu 21,7%, Kemenkes RI
(2014) yang dikutip oleh (Listiani, 2016) data survey kesehatan rumah tangga dilakukan
tahun 2012 menyatakan bahwa penderita anemia usia 19-45 tahun (laki-laki dan perempuan)
sebesar 39,5%. Wanita mempunyai resiko terkena anemia paling tinggi terutama

pada remaja putrim Kemenkes RI (2014) yang di kutip oleh (Listiani, 2016). Berdasarkan
study lapangan selama tiga hari pada tanggal 10-12 Februari 2020 di ruang Dahlia B Rumah
Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara didapatkan data bahwa pasien
dengan kasus anemia. Pada terapi transfusi darah dapat berupa meningkatkan kadar
hemoglobin dan untuk mengantikan darah yang hilang. Pasien harus mendapatkan bantuan
dari perawat dan juga keluarga dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Dalam hal ini perawat
memiliki peran sebagai care giver dalam memberikan asuhan keperawatan secara optimal dan
komprehensif.Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menguraikan pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada Ny. M dengan anemia di Ruang Perawatan Dahlia Rumah Sakit
Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu definisi anemia ?
2. Apa itu penyebab anemia ?
3. Apa itu gejala dan tanda tanda anemia ?
4. Apa saja jenis dan klasifikasi anemia ?
5. Apa patofisiologi anemia?
6. Apa itu etiologi anemia ?
7. Apa WOC anemia ?
8. Apa pencegahan primer,sekunder,tersier ?
9. Apa pemeriksaan fisik/diagnostic/penunjang anemia ?
10. Bagaimana penatalaksanaan anemia ?
11. Apa contoh kasus dan asuhan keperawatan nya ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Anemia

Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah SDM,
kuantitas hemo- globin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah.
Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan
patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan
fisik, dan korfirmasi laboratorium. Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada
anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada (1) kecepatan
timbulnya anemia, (2) usia individu, (3) mekanisme kompensasi, (4) tingkat aktivitasnya, (5)
keadaan penyakit yang mendasarinya, dan (6) beratnya anemia.

Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O, ke jaringan menurun.


Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, mengakibatkan
gejala-gejala hipovolemia dan hipoksemia, termasuk kegelisahan, diaforesis (keringat
dingin), takikardia, napas pendek, dan berkembang cepat menjadi kolaps sirkulasi atau syok.
Namun, berkurangnya massa SDM dalam waktu beberapa bulan (bahkan pengurangan
sebanyak 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien
biasanya asimtomatik, kecuali pada kerja fisik berat. Tubuh beradaptasi dengan (1)
meningkatkan curah jantung dan pernapasan, oleh karena itu meningkatkan pengiriman O, ke
jaringan- jaringan oleh SDM, (2) meningkatkan pelepasan O oleh hemoglobin, (3)
mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan (4)
redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (Guyton 2001).

Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini
umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan
vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O,ke organ-organ vital. Warna kulit bukan
merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit,
suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan
membran mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untuk
menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna merah muda, hemoglobin biasanya
kurang dari 8 gram.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan aliran
darah) mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (nyeri dada),
khususnya pada orang tua dengan stenosis koroner, dapat disebabkan oleh iskemia
miokardium. Pada anemia berat, gaga jantung kongestif dapat terjadi karena otot jantun yang
anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beba kerja jantung yang meningkat. Dispnea
(kesulita bernapas), napas pendek, dan cepat lelah wakt melakukan aktivitas jasmani
merupakan manifesta si berkurangnya pengiriman O₂. Sakit kepala, pusing, pingsan, dan
tinitus (telinga berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya oksigenasi pada sistem saraf
pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timb gejala-gejala saluran cerna seperti anoreksia,
mual, konstipasi atau diare, dan stomatitis (nyeri pada lidah dan membran mukosa mulut);
gejela-gejala umumny disebabkan oleh keadaan defisiensi, seperti defisiensi zat besi.

Anemia, dalam bahasa yunani tanpa darah adalah penyakit kurang darah yang ditandai
dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal.Jika kadar hemoglobin kurang dari 14g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria,
maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita, wanita yang memiliki
kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu
dikatakan anemia. Berikut ini katagori tingkat keparahan pada anemia.

- Kadar Hb 10 gram- 8 gram disebut anemia ringan.

-Kadar Hb 8 gram -5 gram disebut anemia saedang

-Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat

Karena hemoglobin terdapat dalam sel darah merah ganguan pembentukan sel darah merah
jumlahnya setiap baik ukuran maupun dapat menyebabkan terjadinya anemia.ganguan
tersebut dapat terjadi "pabrik" pembentukan sel (sumsum tulang) maupun ganguan karena
kekurangan komponen penting seperti zat besi, asam folat maupun vitamin B 12 (Soebroto
Ikhsan,Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia, Cetakan 1, Yogyakarta 2009)

2.1 Penyebab Anemia

Penyebab Anemia
Menurut (Hasdianah & Suprapto, 2016) Penyebab umum dari anemia antara lain :
kekurangan zat besi, pendarahan, genetik, kekurangan asam folat, gangguan sumsum tulang.

Secara garis besar, anemia dapat disebabkan karena :

a. Peningkatan destruksi eritrosit, contohnya pada penyakit gangguan sistem imun,


talasemia.
b. Penurunan produksi eritrosit, contohnya pada penyakit anemia aplastik, kekurangan
nutrisi.
c. Kehilangan darah dalam jumlah besar, contohnya akibat perdarahan akut, perdarahan
kronis, menstruasi, trauma.

Penyebab anemia dapat di bagi menjadi dua yaitu penyebab secara langsung maupun tidak
langsung :

1. Penyebab secara langsung

Penyebab langsung ini merupakan faktor-faktor yang langsung mempengaruhi kadar


hemoglobin pada seseorang meliputi :

a Menstruasi pada remaja putri.

Menstruasi yang dialami oleh remaja putri setiap bulannya merupakan salah satu penyebab
dari anemia. Keluarnya darah dari tubuh remaja pada saat menstruasi mengakibatkan
hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah juga ikut terbuang, sehingga cadangan
zat besi dalam tubuh juga akan berkurang dan itu akan menyebabkan terjadinya anemia
(Dodik, 2014).

b Intake makanan yang tidak cukup bagi tubuh.

Faktor ini berkaitan dengan asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh.Seperti anemia
defiensi besi yaitu kekurangan asupan besi pada saat makan atau kehilangan darah secara
lambat atau kronis.Zat besi adalah komponen esensial hemoglobin yang menutupi sebagaian
besar sel darah merah.Tidak cukupnya suplai zat besi dalam tubuh yang mengakibatkan
hemoglobinnya menurun. Kekurangan asam folat dalam tubuh dapat ditandai dengan adanya
peningkatan ukuran eritrosit yang disebabkan oleh abnormalitas pada proses hematopoeisis
(Hasdianah & Suprapto, 2016)
c. Gaya hidup seperti sarapan pagi.

Sarapan pagi sangatlah penting bagi seorang remaja karena dengan sarapan tenaga dan pola
berfikir seorang remaja menjadi tidak terganggu.Ketidak seimbangan antara gizi dan aktifitas
yang dilakukan. Remaja dengan status gizi yang baik bila beraktifitas berat tidak akan ada
keluhan, dan bila status gizi seorang remaja itu kurang dan selalu melakukan aktifitas berat
maka akan menyebabkan seorang remaja itu lemah, pucat, pusing kepala, karena asupan gizi
yang di makan tidak seimbang dengan aktifitasnya (Yuni & Erlina, 2015).

d. Infeksi dan parasit

Infeksi dan parasit yang berkontribusi dalam peningkatan anemia adalah malaria, infeksi
HIV, dan infeksi cacing.Di daerah tropis, infeksi parasit terutama cacing tambang dapat
menyebabkan kehilangan darah yang banyak, karena cacing tambang menghisap
darah.Defisiensi zat gizi spesifik seperti vitamin A, B6, B12, riboflavin dan asam folat,
penyakit infeksi umum dan kronis termasuk HIV/AIDS juga dapat menyebabkan
anemia.Malaria khususnya Plasmodium falciparum juga dapat menyebabkan pecahnya sel
darah merah. Cacing seperti jenis Trichuris trichiura dan Schistosoma haematobium dapat
menyebabkan kehilangan darah (Nestel,2012).

2. Penyebab tidak langsung

Penyebab tidak langsung ini merupakan faktor-faktor yang tidak langsung mempengaruhi
kadar hemoglobin pada seseorangmeliputi :

 Tingkat pengetahuan
Pengetahuan membuat pemahaman seseorang tentang penyakit anemia beserta
penyebab dan pencegahannya menjadi semakin baik. Seseorang yang memiliki
pengetahuan yang baik akan berupaya mencegah terjadinya anemia seperti
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi guna menjaga kadar
hemoglobin dalam kondisi normal.
 Sosial ekonomi
Sosial ekonomi berkaitan dengan kemampuan suatu keluarga dalam memenuhi
kebutuhan pangan keluarga baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Keluarga
dengan tingkat ekonomi tinggi akan mudah memberikan pemenuhan kebutuhan
asupan makanan bagi keluarganya dengan makanan yang memenuhi gizi seimbang,
namun hal berbeda jika permasalahan tersebut dialami oleh keluarga dengan ekonomi
rendah, sehingga seringkali jumlah makanan yang dipentingkan sementara kualitas
dengan pemenuhan kebutuhan gizi seimbang kurang mendapat perhatian.

2.2 Gejala dan Tanda Tanda Anemia

Gejala dan tanda yang umum pada anemia adalah rasa lemah,lesu,cepat lelah, telinga
mendenging, mata berkunang kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia. Muka
tampak pucat dapat dilihat pada konjungtiva,mukosa mulut,telapak tangan dan jaringan di
bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena juga bisa diakibatkan oleh
penyakit lain selain anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin
yang berat (Hb< 7 gr/dl) (Sudoyo,2009). Gejala anemia pada kehamilan ibu hamil merasa
cepat lelah, sering pusing, palpitasi, mata berkunang kunang, malaise, lidah luka, nafsu
makan turun (anoreksia) konsentrasi hilang,nafas pendek (pada anemia parah), keluhan mual
muntah lebih hebat pada hamil muda, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem
neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.Ini diakibatkan
karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan,karena gangguan reabsopsi,gangguan
pencernaan atau karena banyaknya zat besi yang keluar dari badan seperti pada
perdarahan( Sudoyo,2009).

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh

a. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang yang disebabkan karena


kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit yang terbagi menjadi anemia defisiensi besi,
anemia defisiensi asam folat dan anemia defisiensi vitamin B12. Diakibatkan juga gangguan
penggunaan (utilisasi ) besi yaitu anemia akibat penyakit kronik dan anemia sideroblastik.
Disebabkan juga karena kerusakan sumsum tulang antara lain anemia aplastik, anemia
mieoplastik, anemia pada keganasan hematologi, anemia diseritropoetik dan anemia pada
sindrom mielodisplastik. Kehilangan darah juga bisa menjadi penyebab anemia.

b. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)

c. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang komplek.
1. Anemia Ringan Berdasarkan WHO, anemia ringan merupakan kondisi dimana kadar
Hb dalam darah diantara Hb 8 g/dl – 9,9 g/dl. Sedangkan berdasarkan Depkes RI,
anemia ringan yaitu ketika kadar Hb diantara Hb 8 g/dl - sehingga tubuh beradaptasi
dan mengimbangi perubahan. Gejala akan muncul bila anemia berlanjut menjadi lebih
berat.

Gejala anemia yang mungkin muncul :

1) Kelelahan

2) Penurunan energi

3) Kelemahan

4) Sesak nafas ringan

5) Palpitasi

6) Tampak pucat (Damayanti, 2017)

2. Anemia Berat Menurut WHO anemia berat merupakan kondisi dimana kadar Hb
dalam darah dibawah < 6 g/dl. Sedangkan berdasarkan Depkes RI, anemia berat yaitu
ketika kadar Hb dibawah < 5 g/dl.

Beberapa tanda yang mungkin muncul pada penderita anemia berat yaitu:

1) Perubahan warna tinja, termasuk tinja hitam dan tinja lengket dan berbau busuk,
berwarna merah marun, atau tampak berdarah jika anemia karena kehilangan darah
melalui saluran pencernaan.

2) Denyut jantung cepat

3) Tekanan darah rendah

4) Frekuensi pernapasan cepat

5) Pucat atau kulit dingin

6) Kulit kuning disebut jaundice jika anemia karena kerusakan sel darah merah
7) Murmur jantung

8) Pembesaran limpa dengan penyebab anemia tertentu (Damayanti, 2017)

2.3 Jenis dan klasifikasi anemia

Anemia dapat dikelompokkan menjadi kedalam tiga kategori yakni, dikatakan anemia ringan
apabila kadar hemoglobin dalam darah berkisar pada 9-10 gr %, anemia sedang apabila kadar
hemoglobin dalam darah berkisar pada 7-8 gr %, dan anemia berat apabila kadar hemoglobin
dalam darah kurang dari 7 gr %. Secara morfologis (menurut ukuran sel darah merah dan
hemoglobin yang dikandungnya)anemia dapat dikelompokkan menjadi:

 Makrositik, ketika ukuran sel darah merah bertambah besar sebagaimana


jumlah hemoglobin di setiap sel yang juga bertambah. Anemia makrositik
dibagi menjadi dua yakni megaloblastik yang dikarenakan kekurangan vitamin
B12asam folatdan gangguan sintesis DNAdan anemia non megaloblastik yang
disebabkan oleh eritropoesis yang dipercepat dan peningkatan luas permukaan
membran.
 Mikrositik, yakni kondisi dimana mengecilnya ukuran sel darah merah yang
disebabkan oleh defisiensi zat besi, gangguan sintesis globin, profirin dan
heme serta gangguan metabolisme besi lainnya
 Normositik, dimana ukuran sel darah merah tidak berubahnamun terjadi
kehilangan darah yang parah, peningkatan volume plasma darah berlebih,
penyakit hemolitik dan gangguan endokrinhati dan ginjal.

Berdasarkan penyebabnya anemia dikelompokkan sebagai berikut:

 anemia defisiensi zat besi


Merupakan salah satu jenis anemia yang diakibatkan oleh kurangnya zat besi
sehingga terjadi penurunan sel darah merah.
 Anemia pada penyakit kronik
Jenis anemia ini adalah anemia terbanyak kedua setelah anemia defisiensi zat besi dan
biasanya terkait dengan penyakit infeksi
 Anemia pernisius
Biasanya diderita orang usia 50-60 tahun yang merupakan akibat dari kekurangan
vitamin B12Penyakit ini bisa diturunkan
 Anemia hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hancurnya sel darah merah yang lebih cepat dari
proses pembentukannya dimana usia sel darah merah normalnya adalah 120 hariAM
 Anemia defisiensi asam folat
Disebabkan oleh kurangnya asupan asam folatSelama masa kehamilan, kebutuhan
asam folat lebih besar dari biasanya.
 anemia aplastic, anemia yang terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang dalam
membentuk sel darah merah

2.4 Patofisiologi Anemia

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan atau kehilangan sel darah merah serta
kelebihan atau keduanyaKegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab banyak yang tidak diketahuiSel darah
merah dapat hilang melalui pendarahan atau hemplisis (destruksi)hal ini dapat akibat defek
sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebbabkan
detruksi sel darah merah

Krisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera di refleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (kosentrasi normal kecil sama dari
1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera)Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia)Apabila kosentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikan untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan bedifusi (hemoglobinuria)dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin.

2.5 Etiologi Anemia


Penyebab anemia dipengaruhi status gizi yang diperngaruhi oleh pola makan, sosial ekonomi,
lingkungan dan status kesehatan (Rizal, 2007). Menurut hasil penelitian Ansari (2008) bahwa
penyebab utama anemia selama kehamilan di seluruh dunia adalah kekurangan zat besi
sekunder karena asupan makanan kronis yang tidak memadai, diperkuat oleh tuntutan
fisiologis dari janin dan ekspansi volume darah ibu selama kehamilan. Anemia sangat
ditentukan oleh absorpsi zat besi, diet yang mengandung zat besi, kebutuhan zat besi yang
meningkat dan jumlah zat besi yang hilang.

Beberapa faktor yang menyebabkan anemia, dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan
tidak langsung. Penyebab langsung meliputi kecukupan makanan dan infeksi penyakit,
sedangkan penyebab tidak langsung antara lain perhatian terhadap wanita yang masih rendah
di keluarga. Kurangnya zat besi di dalam tubuh dapat disebabkan oleh kurang makan sumber
makanan yang mengandung zat besi, makanan cukup namun yang dimakan bioavailabilitas
besinya rendah sehingga jumlah zat besi yang diserap kurang, dan makanan yang dimakan
mengandung zat penghambat absorbsi besi (Roosleyn, 2013).

Beberapa infeksi penyakit memperbesar risiko menderita anemia pada umumnya adalah
cacing. Perhatian terhadap wanita yang masih rendah di keluarga oleh sebab itu wanita di
dalam keluarga masih kurang diperhatikan dibandingkan laki-laki. Anemia gizi lebih sering
terjadi pada kelompok usia dengan kriteria pendidikan yang rendah, kurang memahami kaitan
anemia dengan faktor lainnya, kurang mempunyai akses mengenai informasi anemia dan
penanggulangannya, kurang dapat memilih bahan makanan yang bergizi, khususnya yang
mengandung zat besi relatif tinggi, kurang dapat menggunakan pelayanan kesehatan yang
tersedia, ekonomi yang rendah; karena: kurang mampu membeli makanan sumber zat besi
karena harganya relatif mahal, kurang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan yang
tersedia,. Status sosial wanita yang masih rendah di masyarakat; mempunyai beberapa akibat
yang mempermudah timbulnya anemia gizi,

Menurut Stropler (2017) bahwa anemia disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang
dibutuhkan untuk sintesis eritrosit normal terutama zat besi, vitamin B12, dan asam folat.
Banyak faktor yang menyebabkan anemia yaitu

 Asupan makanan yang tidak memadai sekunder akibat diet buruk tanpa suplementasi
 Penyerapan yang tidak adekuat akibat diare, achlorhydria, intestinal (Penyakit seperti
penyakit celiac, atrophic gastritis, parsial atau total gastrektomi.
 Penggunaan yang tidak memadai akibat gangguan gastrointestinal kronis
 Meningkatnya kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan volume darah, yang terjadi
selama masa kanak-kanak, masa remaja, kehamilan, dan menyusui.
 Peningkatan ekskresi karena darah menstruasi yang berlebihan (pada perempuan);
perdarahan dari luka; atau kehilangan darah kronis akibat pendarahan tukak,
pendarahan wasir, varises esofagus, enteritis regional, penyakit celiac, penyakit
Crohn, kolitis ulserativa, parasit.
 Peningkatan kerusakan besi dari ketersediaan besi di plasma dan penggunaan zat besi
yang rusak akibat peradangan kronis atau kronis lainnya.

Selain defisiensi zat gizi, Reactive Oxygene Species (ROS) pada sel darah merah
merupakan salah satu faktor penyebab utama anemia. Peningkatan ROS pada sel darah
merah dapat terjadi baik dengan aktivasi ROS atau dengan penekanan sistem antioksidan.
Saat sel darah merah mengalami peningkatan ROS yang berlebihan, maka menyebabkan
stres oksidatif (Luchi, 2012).
2.6 WOC Anemia
2.7 Pencegahan primer,sekunder,tersier
a. Pencegahan Primer

Segala sesuatu aktifitas yang dapat dilakukan ketika seseorang belum terkena penyakit
dan gangguan fungsi tubuh. Pencegahan primer ini diberikan kepada orang sehat baik
secara mental dan fisik .

Pencegahan primer pada penyait anemia ini berdasarkan etiologi penyebab terjadinya
anemia yaitu dengan pemberian pendidikan kesehatan pada wanita menstruasi tentang
pencegahan anemia defisiensi zat besi yaitu:

1. Factor makanan
a) Mengonsumsi makanan yang membantu penyerapan zat besi bukan hem (vitamin C :
daging, uanggas, ikan dan makanan laut yang lain : ph rendah (asam laktat).
b) Modifikasi makanan
 Tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengurangi penyerapan
zat besi. Namun semua gangguan penyerapan zat besi dapat dinetralisir
dengan penggunaan asam askorbat (vitamin C)
 Memberikan pendidikan kesehatan agar orang yang mengalami anemia
mengkonsumsi makanan yang lebih banyak dari makanan yang biasa
dikonsumsi oleh mereka.
 Meningkatkan asupan buah buahan dan sayuran.
 Masukkan zat besi wanita dengan usia subur yang sedang mengalami haid
memiliki kebutuhan asupan zat besi yang lebih besar dibandingkan kategori
yang usia lain.
 Obat yang mengandung antasida tidak boleh dibarengi dengan makanan yang
mengandung zat besi karena akan membentuk zat kompleks
 Menggunakan pemilihan diit yang seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh

2. Faktor penjamu
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan yang dlakukan pada individu yang memiliki risiko terhadap penyakit
tertentu. Individu ini telah mengalami masalah kesehatan atau terkena penyakit.
Pencegahan sekunder ini bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi atau
memburuknya suatu kondisi penyakit.

Pencegahan sekunder pada anemia adalah dengan memberikan pengobatan pada


penyakit anemia berdasarkan penyebab anemia yaitu :
 Pengobatan zat besi secara oral, dosis yang dianjurkan untuk remaja adalah 60
mg perhari pada kasus anemia ringan dan 120 mg per hari (2 x 60 mg) pada
anemia sedang sampai berat.
 Konsumsi dikombinasikan dengan zat zat gizi lain pengguanaan zat besi
dikombinasikan dengan folat.
 Suplementasi vitamin B12
 Pengobatan penyakit virus dengan bakteri secara efektif dapat mencegah
terjadinya anemia.

c. Pencegahan Tersier

Dilakukan pada individu yang sudah mengalami komplikasi, perburukan, cacat secara
permanen dan tidak dapat disembuhkan. Pencegahan tersier ini berfungsi untuk mencegah
terjadinya suatu komplikasi dari penyakit dan terjadinya penurunan fungsi kondisi
kesehatan individu

Pencegahan tersier dilakukan agar penyakit anemia ini tidak menyebabkan terjadinya
komplikasi dan penurunan fungsi kondisi kesehatan individu, yaitu:

 Pengobatan zat besi secara parental : dilakukan jika pemebrian secara oral tidak
bisa dilakukan

2.8 Pemeriksaan fisik/diagnostic/penunjang anemia

pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa


anemia?
Tes yang pertama adalah tes hitung darah lengkap atau istilah medisnya complete blood
count (CBC). Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui jumlah sel darah merah, kadar
hemoglobin, dan hematokrit atau persentase sel darah merah dalam darah.

Jenis Pemeriksaan Anemia

Secara umum, berikut beberapa jenis pemeriksaan anemia yang biasa dilakukan:

1. Tes Darah Lengkap

Tes hitung darah lengkap atau complete blood count (CBC) adalah bagian penting dari
pengujian anemia. Tes ini akan mengukur berbagai jenis sel dalam darah. Untuk
mendeteksi anemia, dokter akan mencari tahu tingkat hematokrit dan hemoglobin dalam
darah.

2. Tes Zat Besi

Tes zat besi berguna untuk mengukur kadar zat besi dalam tubuhmu. Zat besi sendiri
adalah mineral yang penting untuk membuat sel darah merah yang akan membawa
oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Zat besi juga penting untuk kesehatan otot,
sumsum tulang, dan fungsi organ. Kadar zat besi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi
dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

Adapun beberapa jenis tes zat besi terbagi menjadi:

 Serum iron test


 Transferrin test
 Total iron-binding capacity (TIBC)
 Ferritin blood test

3. Tes Hitung Retikulosit

Tes hitung retikulosit bertujuan mengukur jumlah sel darah merah yang belum matang
(retikulosit) di sumsum tulang. Kegunaan utama mengukur retikulosit adalah mengetahui
apakah sumsum tulangmu mampu menghasilkan cukup sel darah merah yang sehat atau
tidak.

Prosedur Pemeriksaan Anemia


Untuk memastikan apakah gejala yang kamu tunjukkan adalah anemia atau tidak, dokter akan
melakukan serangkaian pemeriksaan.Hal pertama yang dilakukan oleh dokter adalah
menanyakan tentang riwayat kesehatan dan gejala yang mungkin terkait dengan anemia.

Lalu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik anemia seperti memeriksa denyut nadi,
tekanan darah, dan tinggi badan.Selanjutnya, dokter akan melakukan pengambilan sampel
darah untuk diuji di lab. Sampel darah ini biasanya diambil dari pembuluh vena.Jika
serangkaian pemeriksaan di atas sudah dilakukan, barulah dokter dapat melakukan diagnosis
pasti. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa prosedur pemeriksaan anemia bisa
saja berbeda untuk setiap individu tergantung pada kondisi dan gejala.

Dalam beberapa kasus, dibutuhkan pemeriksaan penunjang anemia untuk memastikan


diagnosis. Salah satu contoh pemeriksaan penunjang anemia adalah tes sumsum tulang untuk
menganalisis apakah tulang sumsum belakang bekerja dengan normal atau tidak. Kamu dapat
berkonsultasi lebih lanjut untuk mendapatkan informasi terkait prosedur pemeriksaan yang
sesuai untukmu.

2.9 Penatalaksaan

- Penatalaksanaan Kesehatan

Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi

Oleh :

Josephine Darmawan

Penatalaksanaan anemia defisiensi besi (ADB) dilakukan berdasarkan derajat keparahan dan
gejala penyerta, meliputi:

 Modifikasi Diet
 Penanganan kondisi penyerta
 Terapi besi oral
 Terapi besi parenteral
 Transfusi darah
Keberhasilan terapi ADB ditandai dengan peningkatan hemoglobin sebanyak 2 g/dL dalam 3
minggu. Pengobatan harus dilanjutkan selama paling tidak 6 bulan untuk memastikan
persediaan besi dalam darah sudah kembali normal dan menghindari rekurensi. [4,5,7]

Modifikasi Diet

Defisiensi besi sering kali terjadi karena kurangnya asupan besi. Modifikasi diet dapat
membantu untuk mencegah rekurensi ADB dan dapat diterapkan bersamaan dengan terapi
besi. Makanan seperti roti, teh, atau susu sering kali menghambat penyerapan besi. Pasien
dengan pica juga harus dilakukan edukasi dan konseling untuk modifikasi diet.

Terapi Kondisi Penyerta

Terapi anemia harus meliputi penanganan kondisi yang menyebabkan. Penyakit yang sering
kali menyertai ADB adalah:

 Gangguan haid
 Perdarahan gastrointestinal
 Perdarahan saluran kemih
 Infeksi cacing
 Gangguan ginjal

Pengobatan dilakukan sesuai dengan masing-masing kondisi tersebut. Bila kondisi penyerta
tidak dapat ditangani, pikirkan untuk merujuk pasien. [4,6,13]

Terapi Besi Oral

Terapi oral zat besi merupakan terapi yang efektif dan paling terjangkau untuk ADB. Dosis
rekomendasi asupan besi untuk ADB adalah besi elemental 150 – 200 mg per hari. Sediaan
yang ada antara lain:

Besi elemental (garam besi) : Dapat diberikan dengan dosis 50-65 mg sebanyak 3-4 kali
sehari pada dewasa. Pada anak dapat diberikan 3 mg/kgBB sebelum makan atau 5 mg/kgBB
setelah makan. Tablet besi harus disimpan dengan baik agar jauh dari jangkauan anak-anak,
karena satu tablet dewasa dapat mengakibatkan kematian pada anak.

2.10 Asuhan Keperawatan


KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

Ny. R masuk RSUD Depok pada malam hari tanggal 20 Mei 2016 melalui ruang IGD,
lalu masuk ruang rawat inap bedah. Keesokan harinya pada pukul 10.30 WIB dengan
kesadaran Compos Mentis, dan keluhan utama pusing, klien mengeluh pandangan
kabur, badannya terasa lemah, dan cepat lelah saat beraktivitas, klien tampak pucat,
lemah, konjungtiva anemis dan akral klien dingin dan berkeringat, HB awal 6,1 gr/dl,
CTR >3dtk, Klien mengatakan cemas dengan penyakitnya dan ingin cepat pulang.
Hasil TTV: TD: 80/60 mmHg, N : 120 x/menit, RR : 22x/menit, S: 36,5°c. Saat di
timbang berat badannya 62kg, klien mengatakan berat badan menurun karena tidak
nafsu makan. Klien mengeluh mual dan muntah. Diagnosa Anemia

1.Pengkajian

Data fokus

Data Subjektif Data Objektif


1. Klien mengeluh mual dan muntah 1. 1. TTV :
2. Klien mengeluh lemas dan letih TD : 80/60 mmHg
3.Klien mengeluh sakit kepala N : 120 x/menit
4. Klien mengeluh pandangan kabur RR : 22x/menit
5. Klien mengeluh cepat lelah saat S : 37°c
beraktivitas
2. 2. Kesadaran compos mentis
6.Klien mengeluh tidak nafsu makan
3. 3. HB awal 6,1 gr/dL
7. Klien mengatakan cemas dengan
4. 4. CRT klien > 3 detik
penyakitnya dan ingin cepat pulang
5. 5. Anoreksia
6. 6. Konjungtiva anemis
7. 7. Klien tampak pucat
8. 8. Akral klien teraba dingin dan
berkeringat
9. 9. BB menurun dari 64kg menjadi 62kg
10.10. Diagnosa Anemia
Analisa Data

No. Data Fokus Masalah Etiologi

1 Data Subjektif: Keletihan Kondisi Fisiologis


(Anemia)
Klien mengeluh:

- Lemas dan letih

- Pusing

- Pandangan kabur

- Cepat lelah saat


beraktivitas

- Tidak nafsu makan

Data Objektif:

- TTV :

TD : 80/60 mmHg

N : 120 x/menit

RR : 22x/menit

S : 37°c

- Anoreksia

- Hb awal 6,1 gr/dl

- Konjungtiva anemis

- Klien tampak pucat

- Akral teraba dingin


dan berkeringat

- Diagnosa Anemia

2 Data Subjektif: Ketidakseimbangan Faktor biologis


nutrisi kurang dari
Klien mengeluh: kebutuhan tubuh
- Lemas dan letih
- Mual dan muntah

- Cepat lelah saat


beraktivitas

- Tidak nafsu makan

Data Objektif:

- TTV :

TD : 80/60 mmHg

N : 120 x/menit

RR : 22x/menit

S : 37°c

- Anoreksia

- Konjungtiva anemis

- Klien tampak pucat

- Akral teraba dingin dan


berkeringat

- Diagnosa Anemia
3 Data Subjektif : Intoleran aktivitas Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan
1. Klien mengeluh lmah oksigen
dan letih

2. Klien mengeluh tidak


nyaman saat beraktivitas

Data Objektif :

- Klien terlihat pucat

- TTV :

TD : 80/60 mmHg

N : 120 x/menit

RR : 22x/menit

S : 37°c

Diagnosa

Diagnosa

1. Keletihan b.d Kondisi Fisiologis (Anemia)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Faktor biologis

5. Intoleran aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

INTERVENSI
Hari/Tanggal, Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Jam Keperawatan
Keletihan b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi :
kondisi fisiologis keperawatan selama 3x24
(anemia) jam, diharapkan perfusi 1. Kaji status pasien yang menyebabkan
jarigan adekuat dengan kelelahan sesuai dengan konteks usia dan
kriteria hasil : perkembangan

1. Klien tidak tampak pucat2. Perbsiki defisit status fisiologis sebagai


prioritas utama
2. CRT < 3 detik
3. Tentutkan jenis dan banyak aktivitas yang
3. Konjungtiva tidak anemis dibutuhkan untuk menjaga ketahanan

4. Monitor intake nutrisi untuk mengetahui


sumber energi yang adekuat

Kolaborasi :

1. Konsulkan dengan ahli gizi mengenai cara


meningkatkan asupan energi dari makanan
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi :
nutrisi : kurang dari keperawatan 3X24 jam,
kebutuhan tubuh ketidakseimbangan nutrisi 1. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi
b.d. Faktor biologis dapat teratasi, dengan makanan yang dimiliki pasien
kriteria hasil :
2. Anjurkan pasien untuk memantau kalori
1. Keseimbangan asupan dan dan intake makanan
haluaran cairan
3. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan
2. Nafsu makan bertambah makanan tertentu berdasarkan
perkembangan atau usia
3. Meminimalkan tingkat
keparahan mual dan
4. Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
muntah

4. Berat badan meningkat

Intoleran aktivitas Setelah dilakukan tindakan Terapi aktivitas :


b.d. keperawatan 2X24 jam,
ketidakseimbangan intoleransi aktivitas dapat
1. Pertimbangkan kemampuan pasien dalam
antara suplai dan teratasi dengan kriteria berpartisipasi melalui aktivitas fisik
kebutuhan oksigen hasil :
2. Bantu pasien mengidentifikasi aktivitas
1. Klien dapat melakukan yang diinginkan
ambulasi
2. Penurunan tingkat 3. Bantu pasien memilih aktivitas
keletihan
Kolaborasi :
3. Peningkat kenyamanan
lingkungan 1. Kolaborasi dengan ahli fisik, okupasi dan
terapis rekreasional dalam perencanaan dan
pemantauan program aktivitas

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anemia atau kurang darah adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin
(protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah
mengandung hemoglobin yang berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru dan
mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.

Anemia selama kehamilan menyebabkan ibu hamil tidak begitu mampu untuk menghadapi
kehilangan darah dan membuatnya rentan terhadap infeksi. Anemia juga dapat menimbulkan
hipoksia fetal dan persalinan prematur. Bahaya terhadap janin, sekalipun tampaknya janin
mampu menyerap berbagai nutrisi dari ibunya, dengan adanya Anemia kemampuan
metabolisme tubuh akan berkurang sehinga pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim akan terganggu.

3.2 Saran

1. Bagi perawat

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan informasi sehingga dapat

meningkatkan pelayanan dalam kesehatan reproduksi remaja, khususnya

dalam menangani dan melakukan pencegahan anemia pada remaja putri.


2. Bagi peneliti selanjutnya

Apabila dilakukan penelitian lanjutan, disarankan untuk meneliti faktor-faktor anemia lain
yang berbeda dari penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber
informasi dan referensi, terutama mengenai faktor anemia pada remaja putri.

3. Bagi responden

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi

mengenai faktor yang mempengaruhi anemia remaja, sehingga menambah wawasan pada
remaja mengenai anemia.

Anda mungkin juga menyukai