Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus Fetomaternal

Ketuban Pecah Dini

Oleh:
Egi Erico Perangin-angin

Pembimbing:

DIVISI FETOMATERNAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD PIRNGADI MEDAN
MEDAN
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Anatomi Fisiologi Ketuban.............................................................. 3
2.2 Definisi Ketuban Pecah Dini ............................................................ 3
2.3 Klasifikasi Ketuban Pecah Dini ....................................................... 4
2.4 Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini .................................................. 4
2.5 Etiologi Ketuban Pecah Dini ............................................................ 5
2.6 Patogenesis Ketuban Pecah Dini ...................................................... 8
2.7 Tanda dan Gejala Ketuban Pecah Dini ............................................ 11
2.8 Diagnosis Ketuban Pecah Dini ......................................................... 12
2.9 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini............................................... 13
2.10 Komplikasi Ketuban Pecah Dini .................................................... 15
2.11 Prognosis Ketuban Pecah Dini ....................................................... 18
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................... 19
BAB IV ANALISIS KASUS.......................................................................... 20
BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 22

i
DA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature rupture of Membranes
(PROM) merupakan ruptur atau pecahnya ketuban yang terjadi sebelum proses
persalinan. Risiko terjadinya infeksi bagi ibu dengan PROM meningkat dengan
bertambahnya durasi pecahnya ketuban. Pada janin akan meningkatkan risiko
terjadinya kompresi tali pusat sebanyak 73,1% dan ascending infection sebanyak
28,2%.1 Menurut WHO, kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) berkisar 5-10% dari
semua kelahiran. Insidensi Ketuban Pecah Dini (KPD) di Indonesia berkisar 4,5%
sampai 7,6% dari seluruh kehamilan, sedangkan di Negara India antara 6%
sampai 12%.2
Penyebab ketuban pecah dini masih belum jelas, namun terdapat beberapa
kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya KPD seperti infeksi, malpresentasi
janin, kehamilan multiple, polihidramnion, inkompetensi servik dan trauma pada
abdomen. Dalam penatalaksanaan KPD terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu memastikan diagnosis, menentukan umur kehamilan,
mengevaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin, serta apakah
ada tanda-tanda inpartu atau terdapat kegawatan janin.3
Ketuban pecah dini (KPD) sering kali menimbulkan konsekuensi yang
berimbas pada morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama pada
kematian perinatal yang cukup tinggi. Ketuban pecah dini dapat menyebabkan
berbagai macam komplikasi pada neonatus meliputi prematuritas, respiratory
distress syndrome, pendarahan intraventrikel, sepsis, hipoplasia paru serta
deformitas skeletal.3 Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi pada saat sebelum
persalinan berlangsung Ketuban pecah dini aterm dapat terjadi pada atau setelah
usia gestasi 37 minggu. Jika terjadi sebelum usia gestasi 37 minggu disebut KPD
preterm atau preterm premature rupture membranes (PPROM).1
Penyebab dari ketuban pecah dini tidak atau masih belum jelas.
Menjelang usia kehamilan cukup bulan, terjadi kelamahan pada selaput janin
yang memicu robekan. Selain itu hal-hal yang bersifat patologis seperti
perdarahan dan infeksi juga dapat menyebabkan terjadinya KPD. Penyebab

1
DA

terjadinya KPD diantaranya karena trauma pada perut ibu, kelainan letak janin
dalam rahim, atau pada kehamilan grande multipara. KPD disebabkan oleh
berkurangnya kekuatan membran karena suatu infeksi yang dapat berasal dari
vagina dan serviks atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor
tersebut.4

2
DA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Ketuban


Dalam amnion yang diliputi oleh sebagian selaput janin yang terdiri dari
lapisan selaput ketuban (amnio) dan selaput pembungkus (chorion) terdapat air
ketuban (liquor amnio). Volume air ketuban pada hamil cukup bulan 1000-1500
ml, warna agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak amis, cairan ini
dengan berat jenis 1.007-1.008 terdiri atas 97-98% air, sisanya terdiri atas garam
anorganik serta bahan organik dan bila di teliti benar protein ini ditemukan rata-
rata 2,6% perliter, sebagian besar sebagai albumin. Warna air ketuban ini menjadi
kehijauhijauan karena tercampur meconium (kotoran pertama yang dikeluarkan
bayi dan mengeluarkan empedu).5
Amnion manusia dapat berkembang dari delaminasi sitotrofobulus, ketika
amnion membesar perlahan-lahan kantong ini meliputi embrio yang sedang
berkembang yang akan prolaps kedalam rongganya. Distensi kantong amnion
akhirnya mengakibatkan kontong tersebut menempel dengan bagian didalam
ketuban (interior korion), dan amnion dekat akhir trimester pertama
mengakibatkan kantong tersebut menempel dengan bagian didalam ketuban
(entrior korion), amnion dan korion walaupun sedikit menempel tidak pernah
berhubungan erat dan biasanya dapat dipisahkan dengan mudah bahkan pada
waktu atterm, amnion normal mempunyai tebal 0.02 sampai 0.5 mm.5

2.2 Definisi Ketuban Pecah Dini


Ketuban Pecah Dini (KPD) atau premature rupture of membrans (PROM)
merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukan tanda-tanda persalinan / inpartu atau bila satu jam kemudian tidak
timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan
kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi saat kehamilan aterm maupun preterm.
Saat aterm sering disebut dengan ketuban pecah dini aterm atau aterm premature

3
DA

rupture of membrans. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut


ketuban pecah dini preterm atau preterm premature rupture of membrans
(PPROM), dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.4
Ketuban pecah dini ditandai dengan keluarnya cairan berupa air-air dari
vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu dan dapat dinyatakan pecah dini
terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Cairan keluar melalui selaput
ketuban yang mengalami robekan, muncul setelah usia kehamilan mencapai 28
minggu dan setidaknya satu jam sebelum waktu kehamilan yang sebenarnya.
Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami KPD. 6
Jadi ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan.
Ketuban pecah dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan.
Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten
atau dengan sebutan Lag Period. Ada beberapa perhitungan yang mengukur Lag
Period, diantaranya 1 jam atau 6 jam sebelum intrapartum, dan diatas 6 jam
setelah ketuban pecah. Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah
pecah, maka dapat terjadi infeksi pada ibu dan juga bayi.7

2.3 Klasifikasi Ketuban Pecah Dini


Klasifikasi ketuban pecah dini dibagi atas usia kehamilan yaitu:6
a. Ketuban pecah dini atau disebut juga Premature Rupture of Membrane
atau Prelabour Rupture of Membrane (PROM), adalah pecahnya selaput
ketuban pada saat usia kehamilan aterm.
b. Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran korioamniotik sebelum
usia kehamilan yaitu kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm
Premature Rupture of Membrane atau Preterm Prelabour Rupture of
Membrane (PPROM).

2.4 Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini


Penyebab terjadinya KPD masih belum dapat ditentukan secara pasti.
Dalam kebanyakan kasus, berbagai faktor risiko saling berinteraksi sebagai
penyebab KPD, mesikupun secara garis besar KPD dapat terjadi karena lemahnya
selaput ketuban, di mana terjadi abnormalitas berupa berkurangnya ketebalan

4
DA

kolagen atau terdapatnya enzim kolagenase dan protease yang menyebabkan


depolimerisasi kolagen sehingga elastisitas dari kolagen berkurang.8
Kelemahan selaput ketuban dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri
yang terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu infeksi asenderen oleh bakteri,
aktifitas enzim phospolipase A2 yang merangsang pelepasan prostaglandin,
interleukin maternal, endotoksin bakteri, dan produksi enzim proteolitik yang
menyebabkan lemahnya selaput ketuban. Sedangkan dilepaskannya radikal bebas
dan reaksi peroksidase dapat merusak selaput ketuban. Kehamilan kembar dan
polihidramnion dapat meningkatkan tekanan intrauterin. Ketika terdapat juga
kelainan selaput ketuban, seperti kehilangan elastisitas dan pengurangan kolagen,
peningkatan tekanan tersebut jugs akan memperlemah kondisi selaput ketuban
janin dan dapat menyebabkan KPD. Kondisi posisi janin yang abnormal dan
Cephalo Pelvic Disproportion (CPD) dapat menyebabkan kegagalan kepala janin
memasuki pintu masuk panggul. Panggul yang kosong dapat mengakibatkan
tekanan intrauterin yang tidak merata disebabkan oleh cairan ketuban yang
memasuki rongga kosong tersebut sehingga dapat menyebabkan KPD. Faktor
rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum juga berpengaruh terhadap
produksi struktur kolagen yang menurun pada kulit ketuban. Faktor-faktor seperti
trauma kelahiran dan kelainan kongenital pada struktur serviks yang rentan dapat
merusak fungsi otot pada serviks. Konsekuensinya adalah serviks akan melonggar
sehingga membuat bagian depan kulit cairan ketuban dapat dengan mudah
mendesak ke dalam, menyebabkan tekanan yang tidak merata pada kapsul cairan
ketuban.9

2.5 Etiologi Ketuban Pecah Dini


Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia
yang terjadi dalam kolagen matriks eksra selular amnion, korion, dan apoptosis
membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti
infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti
prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix
degrading enzyme.10
Faktor yang menyebabkan kejadian ketuban pecah dini antara lain:11

5
DA

a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban yang bisa menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini. Koreoamnitis adalah keadaan dimana
koreon amnion dan cairanketuban terkena infeksi bakteri. Amnionitis
sering disebebkan group bakteri streptococus, selain itu bakteroide
fragilis, laktobacilli dan stapilococus epidermis adalah bakteri-bakteri
yangserng ditemukan pada cairan ketuban. Bakteri tersebut melepaskan
mediator inflamasi yang menyebebkan kontraksi uterus. Hal ini
akanmenyebabkan pembukaan sercix dan pecahnya selaput ketuban
b. Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka karena
kelainan pada servik uteri akibat persalinan atau curetage.
c. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan Tekanan intra
uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya:
1) Trauma: saat berhubungan badan, pememeriksaan yang dilakukan saat
kehamilan untuk memeriksa sampel air ketuban untuk mengetahui ada
atau tidaknya kelainan pada janin (amniosintesis), trauma saat
berkendara.
2) Gemelli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan Gemelli terjadinya distensi uterus yang
berlebihan sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan, hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang
lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
d. Kelainan letak
Hubungan kelainan letak dengan adalah lebih dominan pada kelainan
letak sungsang karena pada letak sungsang posisi janin berbalik, kepala
berada dalam ruangan yang besar yaitu di fundus uteri sedangkan bokong
dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar di paksa untuk menepati
ruang yang kecil yaitu disegmen bawah rahim, sehingga dapat membuat
ketuban bagian terendah langsung menerima tekanan intrauteri dan

6
DA

ketegangan rahim meningkat, sedangkan letak lintang bagian terendah


adalah bahu sehingga tidak dapat menutupi pintu atas panggul (PAP) yang
dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah maupun
pembukaan serviks.
e. Faktor golongan darah
Inkompatibilitas rhesus dapat terjadi jika ibu yang bergolongan darah
rhesus negatif mengandung janin yang bergolongan darah rhesus positif,
perbedaan golongan darah ini terjadi akibat ayah memiliki golongan darah
rhesus positif. Inkompatibilitas rhesus jarang terjadi pada kehamilan
pertama. Hal ini karena ibu hamil dengan rhesus negatif baru membentuk
antibodi terhadap rhesus positif setelah kehamilan pertama. Oleh karena
itu, anak pertama ibu dengan kondisi ini umumnya terlahir normal.
Sedangkan pada kehamilan kedua dan seterusnya, antibodi yang sudah
terbentuk dalam tubuh ibu akan menyerang darah bayi dengan golongan
rhesus positif, hal ini menyebabkan sel-sel darah bayi hancur.
f. Infeksi lokal pada saluran kelamin: infeksi saluran kemih.
g. Faktor sosial seperti: peminum minuman keras dan keadaan sosial
ekonomi rendah.
h. Terdapat sefalopelvik disproporsi yaitu kepala janin belum masuk pintu
atas panggul dan kelainan letak janin, sehingga ketuban bagian terendah
langsung menerima tekanan intrauteri yang dominan.
i. Riwayat ketuban pecah dini
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Hal ini karena akibat adanya
penurunankandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu
terjadinya ketubanpecah dini dan pada preterm terutama pada pasien yang
beresiko tinggi karena membran yang menjadi mudah rapuh dan
kandungan kolagenyangsemakin menurun pada kehamilan berikutnya.
j. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun ( primi tua)
Pada ibu hamil dengan usia yang terlalu muda keadaan uterus
kurangmatur untuk melahirkan sehingga rentan untuk mengalami ketuban
pecahdini dan pada ibu hamil dengan usia lebih 35 tahun tergolong usia

7
DA

terlalutua untuk melahirkan (primitua) sehingga beresiko tinggi untuk


terjadi ketuban pecah dini.
k. Anemia
Anemia pada kehamilan merupakan adalah anemia karena kekurangan zat
besi. Jika persendian zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan
mengurangi persendian zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia.
Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami
hemodelusi atau pengencangan dengan penigkatan volume 30% sampai
40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Pada ibu
hamil yang mengalami anemia biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat,
cepat lelah, mata berkunang-kunang. Pemeriksaan darah dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan yang pada trimester pertama dan
trimester ke tiga. Dampak anemia pada janin antara lain abortus, terjadi
kematian intrauterin, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat bawaan
dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat mengakibatkan
abortus, persalinan prematuritas, ancaman dekompensasikordis dan
ketuban pecah dini.
l. Perilaku merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi
dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok menggandung lebih
dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida,
amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa
kehamilan dapat menyebabkan gangguan-gangguan seperti kehamilan
ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati yang lebih tinggi.

2.6 Patogenesis Ketuban Pecah Dini


Kekuatan selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan
degradasi matriks ekstraseluler. Bila terjadi perubahan di dalam selaput ketuban,
seperti penurunan kandungan kolagen, perubahan sruktur kolagen dan
peningkatan aktivitas kolagenolitik maka KPD dapat terjadi.12
Degradasi kolagen yang terjadi diperantarai oleh Matriks
Metalloproteinase (MMP) dan dihambat oleh Penghambat Matriks

8
DA

Metalloproteinase (TIMP) serta penghambat protease. Keutuhan selaput ketuban


terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP
yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme yang menginfeksi host dapat
membentuk enzim protease disertai respon imflamasi dari host sehingga
mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP yang menyebabkan melemahnya
ketegangan selaput ketuban dan pecahnya selaput ketuban.13
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban
pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi
degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan
fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari membran
fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi
prostaglandin oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh
monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang
berfungsi mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin
mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas
MMP-1 dan MMP-3.14
Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam mekanisme ketuban pecah
dini, diantaranya:15
1. Peran infeksi pada KPD
Infeksi merupakan penyebab tersering pada persalinan preterm dan
ketuban pecah dini. Bakteri dapat menyebar ke uterus dan cairan amnion
memicu terjadinya inflamasi dan mengakibatkan persalinan preterm dan
ketuban pecah dini. Membran amniochorionic merupakan tempat
diproduksinya inflammatory cytokine sebagai respon terhadap infeksi,
oleh karena itu infeksi, inflamasi berhubungan dengan infeksi. Terdapat
beberapa macam bakteri yang dihubungkan dengan persalinan preterm
dan ketuban pecah dini diantaranya Chlamydia, Mycoplasma homnis,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, dan Hempohilus vaginalis.
Mikroorganisme dapat menyebar secara ascending dari vagina dan
serviks, penyebaran secara hematogen melalui plasenta, serta paparan
secara tidak sengaja saat dilakukan operasi/tindakan. Pada vagina ibu

9
DA

hamil terdapat berbagai macam mikroorganisme berupa pathogen maupun


flora normal di vagina. Mikroorganisme pathogen pada vagina dapat
menyebabkan infeksi maupun masalah medis lainnya. Beberapa
organisme pada vagina yang dapat menyebabkan infeksi neonatal adalah
Gonorrhoe, Trachomatis, Group B Strptococus, E.coli yang menyebabkan
terjadi septicemia dan kematian.
2. Peran nutrisi pada KPD
Faktor nutrisi seperti kekurangan gizi merupakan salah satu faktor
predisposisi untuk terjadinya gangguan struktur kolagen yang
meningkatkan resiko pecahnya selaput ketuban. Vitamin C meupakan
kofaktor pembentukan kolagen. Defisiensi vitamin C menyebabkan
struktur kolagen tidak sempurna. Selaput ketuban mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C di dalam darah ibu. Kurangnya
asupan vitamin C selama kehamilan merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pemberin vitamin C 100 mg per hari
setelah umur kehamilan 20 minggu efektif menurunkan insiden terjadinya
KPD.
3. Peran hormon relaksin pada KPD
Relaksin adalah hormone peptide kolagenolitik yang diproduksi oleh
korpus luteum dan plasenta selama kehamilan sebagai respon terhadap
rangsangan oleh human gonadotropin (hCG). Kenaikan kadar hormon
relaksin di dalam plasenta beresiko mengalami persalinan prematur atau
PPROM.
4. Peran mekanik pada KPD
Peregangan secara mekanis seperti polihidramnion, kehamilan ganda dan
berat badan bayi besar akan menyebabkan regangan pada selaput ketuban.
Distensi uterus yang berlebihan juga mengakibatkan meningkatnya
tekanan intrayterine sehingga mengakibatkan menlemahnya selaput
membrane ketuban.
5. Peran ROS pada KPD
Reactive oxygen species (ROS) merupakan molekul tidak stabil yang
diproduksi dalam tubuh, yang sedang dipertimbangkan bertanggung jawab

10
DA

atas kerusakan kantung chorioamniotic yang akhirnya akan menyebabkan


rupture. Normalnya terdapat keseimbangan antara produksi dan eleminasi
ROS. Ibu perokok, infeksi, perdarahan antepartum diketahui bisa
memproduksi ROS yang akan menyebabkan kolagenolisis dari membran
janin.
6. Peran apoptosis pada KPD
Pecahnya selaput ketuban tidak hanya berkaitan dengan faktor mekanis
dan kimia. Namun adanya proses kematian sel terprogram (apoptosis) dari
sel-sel yang terdapat pada selaput ketuban juga berperan serta didalamnya.
Selaput ketuban dari ibu hamil dengan ketuban pecah dini menunjukan
indeks apoptosis yang tinggi. Proses apoptosis berpotensi melemahkan
selaput ketuban dengan mengeliminasi sel fibroblas yang berfungsi
menyusun kolagen baru dan secara secara simultan mengkativasi enzim
yang mengurai kolagen yang ada.

2.7 Tanda dan Gejala Ketuban Pecah Dini


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna
pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai
kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah
terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk
sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,
denyut jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang
terjadi.16
Tanda dan gejala ketuban pecah dini antara lain:17
a. Keluarnya cairan yang berisi meconium. Cairan dapat keluar saat tidur, duduk,
berdiri atau saat berjalan. Cairan berwarna putih, keruh, jernih dan hijau.
b. Apabila ketuban telah lama pecah dan terjadi infeksi, maka pasien akan
demam.
c. Bercak darah vagina yang banyak. Kondisi ini terjadi apabila plasenta berada di
bagian bawah saluran vagina dan menyebabkan jalan lahir bayi terhalang.
Pelepasan plasenta adalah kondisi yang terjadi apabila plasenta terlepas dari

11
DA

dinding uterus sebelum atau pada saat melahirkan dan darah mengumpul di antara
plasenta dan uterus.
d. Nyeri perut: ketuban pecah dini menyebabkan kontraksi yang mengakibatkan
nyeri atau kram pada perut.
e. Denyut jantung janin bertambah cepat: DJJ bertambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi.

2.8 Diagnosis Ketuban Pecah Dini


Diagnosis KPD secara tepat sangat penting untuk menentukan
penanganan selanjutnya. Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan diagnosis
adalah:18
1. Anamnesis
Pasien merasakan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari jalan
lahir atau basah pada vagina. Cairan ini berwarna bening dan pada tingkat
lanjut dapat disertai mekonium.
2. Pemeriksaan vaginal touche
Perlu dipertimbangkan pemeriksaan dalam (VT) pada kehamilan kurang
bulan yang belum dalam persalinan. Pemeriksaan dalam dilakukan pada
kasus KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi
persalinan.
3. Pemeriksaan inspekulo
Terdapat cairan ketuban yang keluar melalui bagian yang bocor menuju
kanalis servikalis atau forniks posterior, pada tingkat lanjut ditemukan
cairan amnion yang keruh dan berbau.
4. Pemeriksaan USG
Ditemukan volume cairan amnion yang berkurang / oligohidramnion,
namun dalam hal ini tidak dapat dibedakan KPD sebagai penyebab
oligohidramnion dengan penyebab lainnya.
5. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang
digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (lebih dari 15.000/uL),
adanya peningkatan C-reactive protein cairan ketuban serta amniosentesis

12
DA

untuk mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan ketuban yang


mengandung leukosit yang banyak atau bakteri pada pengecatan gram
maupun pada kultur aerob maupun anaerob). Tes lakmus (Nitrazine Test)
merupakan tes untuk mengetahui pH cairan, di mana cairan amnion
memiliki pH 7,0-7,5 yang secara signifikan lebih basa daripada cairan
vagina dengan pH 4,5-5,5. jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban. Normalnya pH air ketuban berkisar
antara 7-7,5. Namun pada tes ini, darah dan infeksi vagina dapat
menghasilkan positif palsu. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah
Tes Fern. Untuk melakukan tes, sampel cairan ditempatkan pada slide
kaca dan dibiarkan kering. Pemeriksaan diamati di bawah mikroskop
untuk mencari pola kristalisasi natrium klorida yang berasal dari cairan
ketuban menyerupai bentuk seperti pakis.

2.9 Komplikasi Ketuban Pecah Dini


Berbagai komplikasi yang dapat terjadi terkait dengan KPD meliputi :19,20
1. Komplikasi Maternal
Infeksi sering terjadi pada pasien dengan KPD. Bukti keseluruhan
korioamnionitis berkisar dari 4,2% hingga 10,5%. Diagnosis
korioamnionitis secara klinis ditandai dengan adanya demam 38 ° C dan
minimal 2 dari kondisi berikut takikardia pada ibu, takikardia pada janin,
nyeri tekan uterus, cairan ketuban berbau busuk, atau darah ibu
mengalami leukositosis. Rongga ketuban umumnya steril. Invasi mikroba
dari rongga ketuban mengacu pada hasil kultur mikroorganime cairan
ketuban yang positif, terlepas dari ada atau tidaknya tanda atau gejala
klinis infeksi. Pasien dengan KPD memiliki kejadian solusio plasenta
sekitar 6%. Solusio plasenta biasanya terjadi pada kondisi
oligohidroamnion lama dan berat. Data sebuah analisis retrospektif yang
didapatkan dari semua pasien dengan KPD berkepanjangan menunjukkan
risiko terjadinya solusio plasenta selama kehamilan sebesar 4%. Alasan
tingginya insiden solusio plasenta pada pasien dengan KPD adalah
penurunan progresif luas permukaan intrauterin yang menyebabkan

13
DA

terlepasnya plasenta. Prolaps tali pusat yang dikaitkan dengan keadaan


malpresentasi serta terjadinya partus kering juga merupakan komplikasi
maternal yang dapat terjadi pada KPD.
Definisi korioamnionitis dimodifikasi sesuai dengan kriteria
diagnostik yang didapat secara klinis, mikrobiologi, atau histopatologi.
Korioamnionitis klinis adalah kondisi akut yang didiagnosis ketika
terdapat tanda-tanda klinis yang khas demam maternal ditambah 2 temuan
tambahan dari ibu dan / atau janin yang mengalami takikardi, leukositosis
ibu, nyeri tekan uterus, dan berbau busuk atau bernanah pada cairan
ketuban. Korioamnionitis mikrobiologis ditentukan melalui hasil kultur
mikroba dari cairan atau kulit ketuban pasien. Korioamnionitis histologis
adalah diagnosis berdasarkan temuan patologis pada pemeriksaan
mikroskopis dari plasenta berupa infiltrasi granulosit akut ke dalam
rongga rahim atau jaringan janin.
2. Komplikasi Neonatal
Kematian neonatal setelah mengalami KPD aterm dikaitkan
dengan infeksi yang terjadi, sedangkan kematian pada KPD preterm
banyak disebabkan oleh sindrom gangguan pernapasan. KPD
berkepanjangan meningkatkan risiko infeksi pada neonatal sekitar 1,3%
dan sepsis sebesar 8,7%. Infeksi dapat bermanifestasi sebagai septikemia,
meningitis, pneumonia, sepsis dan konjungtivitis. Insiden keseluruhan dari
kematian perinatal dilaporkan dalam literatur berkisar dari 2,6 hingga
11%. Ketika KPD dikelola secara konservatif, sebagian besar pasien
mengalami oligohidramnion derajat ringan hingga berat seiring dengan
kebocoran cairan ketuban yang terus menerus. Sedikitnya cairan ketuban
akan membuat rahim memberikan tekanan terus-menerus kepada janin
sehingga tumbuh kembang janin menjadi abnormal seperti terjadinya
kelainan bentuk tulang.
3. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera timbul persalinan. Periode
latentergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah, sedangkan pada kehamilan 28-34

14
DA

minggu 50% persalinan terjadi dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari
26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. Periode laten, yang
merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai persalinan secara
umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia kehamilan pada
saat KPD terjadi. Sedangkan analisis terhadap studi yang mengevaluasi
pasien dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki
periode laten 4 minggu.
4. Sindrom deformitas janin
Bila ketuban pecah terlalu dini maka akan menyebabkan
pertumbuhanjanin terhambat. Komplikasi yang sering terjadi pada
ketuban pecahdini sebelum kehamilan 37 minggu adalah sindrom distres
pernafasan, ini terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi akan
meningkat pada kejadian ketuban pecah dini, semua ibu hamil dengan
ketuban pecahdini prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan
terjadinyakorioamnionitis. Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali
pusat bisaterjadi pada ketuban pecah dini. Resiko kecacatan dan
kematianjaninmeningkat pada ketuban pecah dini preterm, kejadiannya
hampir 100%, apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 23 minggu.

2.10 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini


Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur kehamilan,
evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin serta dalam keadaan
inpartu terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini dilakukan secara
konservatif dan aktif. Masalah berat pada ketuban pecah dini adalah kehamilan
dibawah 26 minggu karena mempertahankannya memerlukan waktu lama.
Apabila sudah mencapai berat 2000 gram dapat dipertimbangkan untuk diinduksi.
Apabila terjadi kegagalan dalam induksi makan akan disetai infeksi yang diikuti
histerektomi. Pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan akan menambah
reseptor pematangan paru, menambah pematangan paru janin. Pemberian
batametason 12 mg dengan interval 24 jam, 12 mg tambahan, maksimum dosis 24
mg, dan masa kerjanya 2-3 hari, pemberian betakortison dapat diulang apabila

15
DA

setelah satu minggu janin belum lahir. Pemberian tokolitik untuk mengurangi
kontraksi uterus dapat diberikan apabila sudah dapat dipastikan tidak terjadi
infeksi korioamninitis.21,22
Pada kehamilan kurang 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu
tidah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan antibiotik
selama 5 hari dan glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2
hari. Berikan pula tokolisis, apanila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan. Pada
kehamilan 33-35 miggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam kemudian
induksi persalinan. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu dan ada his maka
pimpin meneran dan apabila tidak ada his maka lakukan induksi persalinan.
Apabila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan kurang dari 5 cm atau
ketuban pecah lebih dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm (Sukarni, 2013).
Sedangkan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan > 37 minggu induksi
dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat diberikan
misoprostol 25µg – 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.23
Penanganan KPD memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi
pada kehamilan ibu dan janin, serta adanya tanda-tanda persalinan:24
1. KPD dengan kehamilan aterm (PROM)
a) Diberikan antibiotika prafilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari
b) Dilakukan pemeriksaan “admission test” bila ada kecendrungan
dilakukan terminasi kehamilan
c) Observasi temperature rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6 C, segera dilakukan terminasi
d) Bila temperature rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi.
e) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetric
f) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS):
(1) Bila PS ≥ 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip
(2) Bila PS > 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol
µ gr setiap 6 jam per oral maksimal 4 kali pemberian

16
DA

2. KPD dengan kehamilan preterm (PPROM):


a) Penanganan dirawat di rumah sakit
b) Diberikan antibiotika : Ampicilin 4x500 mg selama 7 hari
c) Untuk merangsang maturase paru diberikan kortikosteroid (untuk UK <
35 minggu) : Deksametason 5 mg setiap 6 jam
d) Observasi di kamar bersalin
(1) Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang
obstetri
(2) Dilakukan observasi temperature rektal tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan meningkat lebih atau sama dengan 37,6 C, segera
dilakukan terminasi
e) Di ruang obstetri :
(1) Temperatur rektal diperiksa tiap 6 jam
(2) Dilakukan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap
darah (LED) setiap 3 hari
f) Tata cara perawatan konservatif :
(1) Dilakukan sampai janin viable
(2) Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam
(3) Dalam observasi 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban, bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan,
dan bila air ketuban kurang (oligohidramnion) dipertimbangkan
untuk terminasi kehamilan.
(4) Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke 7
dengan saran tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan
manipulasi vagina, dan segera kembali ke RS bila ada keluar air
ketuban lagi
(5) Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan
dengan melihat pemeriksaan laboratorium. Bila terdapat
leukositosis dan oeningkatan LED, lakukan terminasi.
3. Terminasi kehamilan

17
DA

a. Induksi persalinan dengan drip oksitosin. Cara induksi yaitu 5 IU ositosin


dalam dektrose 5% dimulai 4 tetes / menit, tiap ¼ jam dinaikan 4 tetes
sampai maksimum 40 tetes/menit.
b. Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal
c. Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan
dengan Misoprostol 50µ gr oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali pemberian.

2.11 Prognosis Ketuban Pecah Dini


a. Prognosis Ibu
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada ibu yaitu infeksi intrapartal/
dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry labour/ partus lama,
perdarahan post partum, meningkatnya tindakan operatif obstetric (khususnya
SC), morbiditas dan mortalitas maternal.25
b. Prognosis Janin
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu yaitu prematuritas
(sindrom distes pernapasan, hipotermia, masalah pemberian makanan
neonatal), retinopati premturit, perdarahan intraventrikular, enterecolitis
necroticing, ganggguan otak dan risiko cerebral palsy, hiperbilirubinemia,
anemia, sepsis, prolaps funiculli/ penurunan tali pusat, hipoksia dan asfiksia
sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor APGAR rendah,
ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, gagal ginjal, distres
pernapasan), dan oligohidromnion (sindrom deformitas janin, hipoplasia paru,
deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat), morbiditas dan
mortalitas perinatal.25

18
DA

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Anamnesis
KU :
Telaah :
RPT :
RPO :
Riwayat operasi :
HPHT :
TTP :
ANC :
Riwayat Persalinan :

B. Pemeriksaan Fisik
Status Presents
Sens. : Anemis :
TD : mmHg Ikterus :
HR : x/i Dyspnoe :
RR : x/i Cyanosis :
Temp : oC Oedem :
Keadaan Umum : BB : kg
Keadaan Penyakit : TB : cm
Status Nutrisi : LLA : cm

Pemeriksaan Fisik
Kepala :
Leher :
Jantung :
Thorax : Suara Pernafasan :
Suara Tambahan:

19
DA

Abdomen :
Extremitas :

Pemeriksaan Obstetrikus
Abdomen :
TFU :
Teregang :
Terbawah :
HIS :
DJJ : x/i
Pergerakan janin :
TBJ :
Pemeriksaan Ginekologis

USG Transabdominal
Janin tunggal, Intrauteri, Anak hidup
Gerak janin , DJJ
BPD : mm
HC : mm
AC : mm
FL : mm
MVP : cm
EFW : gr
Placenta
Kesimpulan:

20
DA

Laboratorium
‐ Hb : N: 12-14 gr/dL
‐ Leukocyte : N: 4.000-11.000/uL
‐ Hematocrite : N: 36,0-42,0/%
‐ Platelet : N: 150.000-400.000/uL
‐ MCV : N: 82 – 92 fL
‐ MCH : N: 27 – 33.7 pg
‐ MCHC : N: 32 – 36 %
‐ Neutrofil : N: 50.00 – 70.00%
‐ Limfosit : N: 20.00 – 40.00%
‐ Monosit : N: 2.00 – 8.00%
‐ Eosinofil : N: 1.00 – 3.00%
‐ Basofil : N: 0.00 – 1.00%
‐ Neutrofil Abs : N: 2,7-6,5 10^3/ mcL
‐ Lymphocyte Abs : N: 1,5-3,7 10^3/ mcL
‐ Monosit Abs : N: 0,2-0,4 10^3/ mcL
‐ Eosinophyl Abs : N: 0-0,1 10^3/ mcL
‐ Basophyl Abs : N: 0-0.1 10^3/ mcL
‐ PT : N : 11.6-14.5
‐ APPT : N : 28.6-42.2
‐ INR : N : 1-1.3
‐ Glucose ad random : N: <140 mg/dl
‐ HbsAg : N: Non Reactive
‐ HIV : N: Non Reactive
‐ Rapid Antigen SARS-CoV-2 : N: Negative

C. Diagnosis
D. Terapi
E. Rencana

Follow Up

21
DA

S
O Sens : RR : x/i TD : mmHg T : C HR : x/i SpO2 :
Status Lokalisata
Abdomen :
TFU :
P/V :
Luka operasi :
BAK :, UOP: cc/ jam, warna
BAB :
A
P

R/

BAB IV

22
DA

ANALISIS KASUS

Teori Kasus

BAB V

23
DA

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

24
DA

1. Kaur BA, Vats U, Nandanwar YS. Role of serial ultrasound assessment in


prom patients and its outcome (prospective study). Bombay Hosp J.
2009;51(2):163– 6.
2. DepKes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta : Depks RI
3. POGI, Ketuban Pecah Dini, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia,
2016.
4. Duncan JR, Tobiasz AM, Dorsett KM, Aziz MM, Thompson RE, Bursac Z,
Talati AJ, Mari G, Schenone MH. Fetal pulmonary artery
acceleration/ejection time prognostic accuracy for respiratory complications in
preterm prelabor rupture of membranes. J Matern Fetal Neonatal Med. 2020
Jun;33(12):2054-2058.
5. Dayal S, Hong PL. Premature Rupture of Membranes. 2023 Jul 17. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023.
6. Tsakiridis I, Mamopoulos A, Chalkia-Prapa EM, Athanasiadis A, Dagklis T.
Preterm Premature Rupture of Membranes: A Review of 3 National
Guidelines. Obstet Gynecol Surv. 2018 Jun;73(6):368-375.
7. Dayal S, Hong PL. Premature Rupture of Membranes. [Updated 2023 Jul 17].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023.
8. Haiyan Y, Wang X, Gao H, et al. Perinatal outcomes of pregnancies
complicated by preterm premature rupture of the membranes before 34 weeks
of gestation in a tertiary center in China: a retrospective review. Biosci
Trends. 2015;9(1):35–41.
9. Zhang LX, Sun Y, Zhao H, et al. A Bayesian stepwise discriminant model for
predicting risk factors of preterm premature rupture of membranes: a case-
control study. Chin Med J. 2017;130:2416–2422.
10. Khade SA, Bava AK. Preterm premature rupture of membranes: maternal and
perinatal outcome. Int J Reprod Contracept Obstetr Gynecol.
2018;7(11):4499.
11. Varner M, Aris IM, Logan S, et al. Preterm prelabour rupture of membranes: a
retrospective cohort study of association with adverse outcome in subsequent
pregnancy. BJOG. 2017;124:1698–1707.

25
DA

12. Benli AR, Cetin benli N, Usta AT, et al. Preterm premature rupture of
membranes: diagnosis and management. J Clin Med Res. 2015;7(2):97–102.
13. Bazezew K, Worku W, Abebe Z. Timely initiation of complementary feeding
practices in Gondar Town Northwest Ethiopia: a cross-sectional study. Ecol
Food Nutr. 2020;59(3):329–341.
14. Workineh Y, Birhanu S, Kerie S, Ayalew E, Yihune M. Determinants of
premature rupture of membrane in Southern Ethiopia, 2017: case control
study design. BMC Res Notes. 2018;11(1):927.
15. Shazly SA, Ahmed IA, Radwan AA, et al. Middle-East Obstetrics and
Gynecology Graduate Education (MOGGE) Foundation Practice Group.
Middle-East OBGYN Graduate Education (MOGGE) Foundation Practice
Guidelines: Prelabor rupture of membranes; Practice guideline No. 01-O-19. J
Glob Health. 2020 Jun;10(1):010325.
16. Kuba K, Bernstein PS.ACOG Practice Bulletin No. 188: Prelabor Rupture of
Membranes. Obstet Gynecol. 2018;131:1163-4.
17. National Institute for Health and Care Excellence. Preterm labour and birth.
[London]: NICE; 2015 [updated 2019 Aug]. (Clinical guideline [NG25]).
18. Yudin MH, van Schalkwyk J, Van Eyk N.No. 233-Antibiotic Therapy in
Preterm Premature Rupture of the Membranes. J Obstet Gynaecol Can.
2017;39:e207-12.
19. Quist-Nelson J, de Ruigh AA, Seidler AL, van der Ham DP, Willekes C,
Berghella V, et al.Immediate delivery compared with expectant management
in late preterm prelabor rupture of membranes: An individual participant data
meta-analysis. Obstet Gynecol. 2018;131:269-79.
20. Thomson AJ, Royal College of Obstetricians and Gynaecologists Care of
women presenting with suspected preterm prelabour rupture of membranes
from 24+0 weeks of gestation. BJOG. 2019;126:e152-66.
21. American College of Obstetricians and Gynecologists, Society for Maternal-
Fetal Medicine Obstetric care consensus No. 6: Periviable Birth. Obstet
Gynecol. 2017;130:e187.
22. Cataño Sabogal PC, Fonseca J, García-Perdomo HA.Validation of diagnostic
tests for histologic chorioamnionitis: Systematic review and meta-

26
DA

analysis. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2018;228:13-26.


23. Menon R, Richardson LS. Preterm prelabor rupture of the membranes: A
disease of the fetal membranes. Semin Perinatol. 2017 Nov;41(7):409-419.
24. Emechebe CI. Determinants and complications of Pre-Labour Rupture of
Membranes (PROM) At the University of Calabar Teaching Hospital
(UCTH), Calabar, Nigeria. J App Med Sci. 2015;3(5B):1912–1917.
25. Boskabadi H, Zakerihamidi M. Maternal risk factors, delivery, and neonatal
outcomes of premature rupture of membrane. J Pediatr Rev. 2019;7(2):77–88.

27

Anda mungkin juga menyukai