Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan kasih
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“KEHAMILAN EKTOPIK” (KET) dengan baik dan semaksimal mungkin.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun tugas makalah ini kami banyak
menemukan berbagai hambatan ataupun kesulitan. Namun atas bantuan dari
banyak pihak maka kami pun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen dan
teman-teman yang telah membantu penyelesaian dari makalah ini

Tak lupa kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dalam
penulisan makalah ini. kami sadar bahwa manusia tidak ada yang sempurna oleh
karena itu kami mengharapkan kebesaran hati dari para pembaca dengan
memberikan kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan

Bengkulu, 19 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
BAB I
1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 1
1.4 Metode Penulisan .............................................................................. 1
1.5 Sistematika Penulisan ....................................................................... 2
BAB II
2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3
2.1 Pengertian ........................................................................................ 3
2.2 Klasifikasi ......................................................................................... 3,4
2.3 Etiologi .............................................................................................. 4,5
2.4 Patofisiologi ...................................................................................... 6,7
2.5 Manisfestasi / Tanda dan Gejala ...................................................... 7,8
2.6 Pemeriksaan penunjang ................................................................... 8
2.7 Komplikasi ........................................................................................ 8
2.8 Pencegahan .................................................................................... 8
2.9 Penatalaksanaan .............................................................................. 8
BAB III ............................................................................................................
3. ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................... 9
3.1 Pengertian ........................................................................................ 9
3.2 Pengkajian ....................................................................................... 10
Pengkajian Primer ............................................................................. 10-12
Pengkajian Sekunder ........................................................................ 13-18
3.3 Diagnosa Keperawatan .................................................................... 18
3.4 Perencanaan dan Intervensi ............................................................ 19-20
3.5 Evaluasi ........................................................................................... 21

BAB IV ............................................................................................................ 22
4. PENUTUP ................................................................................................ 22
4.1 Kesimpulan ...................................................................................... 22
4.2 Saran ............................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 23

ii
BAB I
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

KET atau Kehamilan Ektopik Terganggu adalah setiap implantasi yang telah dibuahi
diluar cavum uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan
abdomen. Namun kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah dituba falopi.
(Murria, 2002)
Tidak sedikit ibu hamil dengan berbagai gangguan yang dapat membahayakan
kesehatan ibu dan janin yang dikandung, salah satu gangguan tersebuat adalah
KET.
Dan jika seorang ibu hamil telah didiagnosis sebagai KET, maka ia perlu
mendapatkan perawatan lebih lanjut. Karena KET terbanyak berada dituba falopi,
sehingga dapat terjadi beberapa kemungkinan, yaitu hasil konsepsi mati dini, terjadi
abortus, dan tuba falopi pecah.
Oleh sebab itu kelompok kami membuat makalah tentang “Askep pada Pasien
dengan KET” agar mahasiswa lebih memahami tentang pasien dengan KET,
sehingga dapat memberikan askep sesuai dengan konsep yang ada.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah membahas pengertian
kehamilan ektopik dan asuhan keperawatan pada pasien dengan kehamilan ektopik.

1.3 Tujuan Penulisan


a) Untuk mengetahui definisi KET
b) Untuk mengetahui klasifikasi dari KET
c) Untuk mengetahui etiologi dari KET
d) Untuk mengetahui manifestasi klinis dari KET
e) Untuk mengetahui patofisiologi dari KET
f) Untuk mengetahui penatalaksanaan dari KET
g) Untuk mengetahui askep pada pasien dengan KET

1.4 Metode Penulisan


Dalam metode penulisan makalah ini, penulis menggunakan beberapa sumber yaitu
berbagai buku.

1
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini ialah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN :
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian
2.2 Klasifikasi
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
2.5 Pathway
2.6 Tanda dan Gejala
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.8 Komplikasi
2.9 Penatalaksanaan

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengertian
3.2 Pengkajian
3.3 Diagnosa Keperawatan
3.4 Intervensi
3.5 Evaluasi

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB II
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
KET atau Kehamilan Ektopik Terganggu adalah setiap implantasi yang telah dibuahi
diluar cavum uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan
abdomen. Namun kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah dituba falopi.
(Murria, 2002)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila sel telur dibuahi
berimplamentasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri.(Ilmu Kebidanan,
2002:323)

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain pada:
- Tuba falopi
- Pars-interstisialis
- Isthmus
- Ampula
- Infundibulum
- Fimbrae
- Uterus
- Kanalis servikalis
- Difertikulum
- Kornu
- Tanduk rudimeneter
- Ovarium
- Intraligameneter
- Abdominal
- Primer
- Skunder
- Kombinasi kehamilan dalam uterus
- Kombinasi kehamilan luar uterus
(Prawirohadjo,1999)
- Kehamilan tuba
Fertilisasi yakni penyatuan ovum dengan spermatozoon terjadi di ampulla tuba.
Dari sini ovum yang telah dibuahi digerakkan ke kavum uteri dan di tempat yang
terakhir ini mengadakan implantasi terjadi pada endosalping. Selanjutnya ada
kemungkinan pula bahwa kelainan pada ovum yang dibuahi memberi
predisposisi untuk implantasi diluar kavum uteri, akan tetapi hal ini kiranya tidak
banyak terjadi. (Prawirohardjo, Sarwono 2005)
- Kehamilan heterotipik
Kehamilan ektopikdi sebuah lokasi dapat koeksis dengan kehamilan intrauterine.
kehamilan heterotipik ini sangat langka. Hingga satu decade yang lalu insidens
kehamilan heterotipik adalah 1 dalam 30.000 kehamilan, namun dikatakan
3
bahwa insidennya sekarang telah meningkat menjadi 1 dalam 70000, bahkan 1
dalam 900 kehamilan, berkat perkembangan teknik-teknik reproduksi.
- Kehamilan ovarial
Kehamilan ovarial sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan
atas dasar 4 kriterium dari spigelberg, yakni :
a. tuba pada sisi kehamilan harus normal
b. kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. ovarium di hubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary propium
d. histopatologis ditemukan jarinagn ovarium di dalam dinding kantong janin
- Kehamilan servikal
kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kanalis servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan
muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri
eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu
dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan.
- Kehamilan abdominal
Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal jarang terjadi kira-kira 1 diantar
1.500 kehamilan. Kehamilan abdominal ada 2 macam yaitu :
a. Kehamilan abdominal primer, terjadi bila telur dari awal mengadakan
implantasi dalam rongga perut
b. Kehamilan abdominal sekunder, berasal dari kehamilan tuba dan setelah
rupture baru menjadi kehamilan abdominal. (UN-OAD, 2005)

2.3 Etiologi
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba sehingga setiap gangguan pada
tuba yang disebabkan infeksi akan menimbulkan gangguan dalam perjalanan hasil
konsepsi menuju rahim. Sebagai gambaran penyebab kehamilan ektopik dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Gangguan pada lumen tuba
- Infeksi menimbulkan pelekatan endosalting sehingga menyempitkan lumen
- Hipoplasia tuba sehingga lumennya menyempit
- Operasi plastik pada tuba(rekonstruksi) atau melepaskan perlekatan dan
tetap menyempitkan tuba.
b. Gangguan di luar tuba
- Terdapat endometriosis tuba sehingga memperbesar kemungkinan implantasi
- Terdapat divertikel pada lumen tuba
- Terdapat perlekatan sekitar tuba sehingga memperkecil lumen tuba
- Kemungkinan migrasi eksternal, sehingga hasil konsepsi mencapai tuba
dalam keadaan blastula

4
Dengan terjadinya implantasi di dalam lumen tuba dapat terjadi beberapa
kemungkinan:
a. Hasil konsepsi mati dini
- Tempatnya tidak mungkin memberikan kesempatan tumbuh kembang
hasil konsepsi mati secara dini
- Karena kecilnya kemungkinan diresorbsi
b. Terjadi abortus
- Kesempatan berkembang yang sangat kecil menyebabkan hasil konsepsi
mati dan tepat dalam lumen
- Lepasnya hasil konsepsi menimbulkan pendarahan dalam lumen tuba
atau keluar lumen tuba serta membentuk timbulnya darah
- Tuba tampak berwarna biru pada saat dilakukan operasi
c. Tuba falopi pecah
- Karena tidak berkembang dengan baik maka tuba dapat pecah
- Jonjot villi menembus tuba, sehingga terjadi ruptura yang menimbulkan
timbunan darah kedalam ruangan abdomen
- Ruptura tuba menyebabkan hasil konsepsi terlempar keluar dan
kemungkinan untuk melakukan implantasi menjadi kehamilan abdominal
skunder
- Kehamilan abdominal dapat mencapai cukup besar

5
2.4 Patofisiologi
Faktor dalam Faktor dalam Faktor luar Faktor lain
Lumen tuba dinding tuba dinding tuba

Perjalanan
Lumen Implantasi Menghamba telur
tuba telur t perjalanan diperpanjan
menyempit dalam telur g ke uterus

Bernidasi secara kolumner interkolumner

Kurang vaskularisasi

Desidua tidak tumbuh dengan sempurna

Ovum mati Tropoblast dan Tropoblast dan


villi korialis villi korialis
menembus menembus
diresorbsi
lapisan lapisan
muskularis dan
Pendarahan sedikit
Pembesaran tuba
(terlambat haid)
(hematosalping)

Perdarahan ke
Mengalir ke rongga
rongga peritonium
peritonium

Berkumpul di cavum doglasi


MK :
Nyeri
Hematokele retrouterina

(Pengaruh hormon) Uterus


lembek, membesar

Pembetukan desidua

Janin mati

Perdarahan lebih
banyak

MK : Kurang
volume cairan,
Perubahan perfusi
jaringan,
Kelemahan

6
Penjelasan patofisiologi
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum
uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi
secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi
antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan
dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang
sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba
dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya
tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan
banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel
membesar, nucleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler.
Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati
sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga
terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut
sebagai reaksi Arias-Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua
yang degeneratif.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janintumbuh secara utuh seperti dalam uterus.

2.5 Manisfestasi Klinis / Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis dengan kehamilan ektopik adalah sebagai berikut :
1) Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada umumnya
ibu menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin merasa nyeri
sedikit diperut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada
pemeriksaan vaginal , uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin
besarnya tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil
konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual
2) Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapat gejala yang tidak
jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya.
3) Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada
ruptur tuba nyeri perut bagan bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitas
yang kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan dan
masuk kedalam syok.

7
4) Perdarahan per vagina merupakan salah satu tanda penting yang kedua pada
kehamilan ektopik terganggu (KET). Hal ini menunjukkan kematian janin.
5) Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik.
Lamanya amenore tergantug pada kehidupan janin sehingga dapat
bervariasi.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1) Usg
2) Kadar HCG menurun
3) Laparaskopy
4) Hb
5) Leukosit
6) Kuldossintesis

2.7 Komplikasi
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi secara sekunder akibat kesalahan
diagnosis, diagnosis yang terlambat, atau pendekatan tata laksana. Kegagalan
penegakan diagnosis secara cepat dan tepat dapat menyebabkan ruptur tuba dan
uterus, tergantung lokasi kehamilan dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan
masif, syok, DIC dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan adalah perdarahan, infeksi, kerusakan
organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter dan pembuluh darah besar)

2.8 Pencegahan
Berhenti merokok akan menurunkan resiko kehamilan ektopik. Wanita yang merokok
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik.
Berhubungan seks secara aman seperti menggunakan kondom akan mengurangi
kehamilan ektopik dalam arti beruhubngan seks secara aman akan mengurangi
seseorang terkena resiko penyakit menular seksual, yang pada akhirnya akan
menyebabkan penyakit radang panggul. Radang panggul meningkatkan resiko
terjadinya kehamilan ektopik.

2.9 Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi, namun dalam
keadaan syok lebih baik dilakukan tindakan salpingektomi. Dalam tindakan
demikian, beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu sebagai
berikut:
1) Kondisi ibu pada saat itu
2) Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya
3) Lokasi kehamilan ektopik
4) Kondisi anatomis organ pelvis
5) Kemampuan teknik bedah mikro dokter
6) Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat

8
BAB III
3. ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengertian
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan
kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten untuk
memberikan asuhan keperawatan untuk di ruangan gawat darurat. Asuhan ini
diberikan untuk mengatasi masalah biologi, psikologi dan sosial klien, baik aktual
maupun yang potensial yang timbul secara bertahap maupun mendadak. Kegiatan
asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan sistematika proses
keperawatan yang merupakan suatu metode ilmiah dan panduan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang berkualitas dalam rangka mengatasi masalah kesehatan
pasien. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi : pengkajian,
diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi. asuhan keperawatan
di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh karakteristik ruang gawat darurat
itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan keperawatan spesifik yang sesuai
dengan keadaan ruangan.

Karakteristik ini dari ruangan gawat darurat yang dapat mempengaruhi sistem
asuhan keperawatan antara lain :
1) Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan jumlah
klien yang datang ke ruang gawat darurat.
2) Keterbatasan sumber daya dan waktu
3) Pengkajian, diagnosis dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh
usia, seringkali dengan data dasar yang sangat terbatas.
4) Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan
kecepatan dan ketepatan yang tinggi
5) Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang
bekerja di ruang gawat darurat.

Berdasarkan kondisi di atas, prinsip umum keperawatan yang diberikan oleh


perawat di ruang gawat darurat meliputi :

1). Penjaminan keamanan diri perawat dan klien terjaga : perawat harus
menerapkan prinsip universal precaution dan men cegah penyebaran infeksi.
2). Perawat bersikap cepat dan tepat dalam melakukan triase, menetapkan
diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan.
3). Tindakan keperawatan meliputi : resucitasi dan stabilisasi diberikan untuk
mengatasi masalah biologi dan psikologi klien.
4). Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien-perawat.
5). Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan
6). Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah, cepat dan
tepat

9
8). Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu
dijaga.

3.2 Pengkajian

A. Pengkajian Primer

a) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan
jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas
pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi
endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi
jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak
sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
- Adanya snoring atau gurgling
- Stridor atau suara napas tidak normal
- Agitasi (hipoksia)
- Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
- Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
- Muntahan
- Perdarahan
- Gigi lepas atau hilang
- Gigi palsu
- Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
- Chin lift/jaw thrust
- Lakukan suction (jika tersedia)
- Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
- Lakukan intubasi

10
b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai,
maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan
drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan
ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
- Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-
tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking
chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
- Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema,
- perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
- Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
- Pemberian terapi oksigen
- Bag-Valve Masker
- Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
- Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan
terapi sesuai kebutuhan.

c) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock
didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh
karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang
cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab
lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax,
cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan
eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara
memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..

11
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara
lain :
h. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
i. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
j. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
k. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
- Menentukan ada atau tidaknya
- Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
- Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
- Regularity
l. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
m. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities


Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
- A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang
diberikan
- V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa
dimengerti
- P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
- U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.

e) Expose, Examine dan Evaluate


Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien
diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk
dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam
jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
- Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
- Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.
(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)

12
B. Pengkajian Sekunder
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan
setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-
tanda syok telah mulai membaik.

a) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan
utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga,
sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007). Pengkajian riwayat
pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan
bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan
dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat
kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan
gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh:
a. Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman: cedera
wajah, maksilo-fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai bawah.
b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal
atau vertebra lain, fraktur ekstremitas.
c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.

Anamnesis juga harus meliputi riwayat SAMPLE yang bisa didapat dari pasien dan
keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
S : (Sign and Symptom) Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks,
yaitu ada jejas pada thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat
inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat
palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek,
Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan,
Penurunan tekanan darah
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau p
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernahdiderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk
dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)

13
b) Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang dengan
cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala
penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya
pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan,
nyeri tekan serta adanya sakit kepala (Delp & Manning. 2004).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri. Apabila
terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena
pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi
sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil
apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya,
apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya
ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies
campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya
kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis,
exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta
diplopia
2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,
penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan)
lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu
fraktur.
3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter
mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya
hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur,
warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur,
warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang,
pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa
ada massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi
amati adanya tonsil meradang atau tidak
(tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri

14
c) Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi,
edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan)
dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan
pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan,
emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap
jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan
oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder..

d) Toraks
Inspeksi: Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya
trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan
kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot
pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker,
frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005)
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi
jantung (murmur, gallop, friction rub)

e) Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada keadaan
cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan
(penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri
tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk
adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi
abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen,
untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui
adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,,
nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan
intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage,
ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus
halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-
evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi
bila diperlukan (Tim YAGD 118, 2010).

f) Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa
untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat
pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat
menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen
(tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan

15
aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan
kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya
kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis,
atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada
pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan
berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat
menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu
pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat
disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin
menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat
didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila
belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul
adalah
a. Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga
terjadi syok yang dpat berakibat fatal
b. Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam
keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah
kelainan ini dikenali.
c. Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah
penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).

Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegi


atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam
mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan
respon sensori

Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien yang
kemudian digolongkan dalam SAMPLE.

a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop,
nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman
(bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam
mediastinum).
c. Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan

16
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat
karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau
nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot
aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun/
hilang (auskultasi à mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga
pleura), fremitus menurun, perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi
dan palpasi dada : gerakan dada
tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah,
bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit
paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi
tumor).
g. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur lokasi implantasi


sebagai efek dari pembedahan.
2. Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, perdarahan
intraperitoneal.

17
3.4 Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1
Rencana Keperawatan
DiagnosaKeperawatan/
Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Volume Cairan Noc : Nic :

Berhubungan dengan :  Fluid balance  Pertahankan catatan


- Kehilangan  Hydration intake dan output yang
Volumecairan  Nutritional Status : akurat
secara aktif Food and Fluid Intake  Monitor status hidrasi (
- Kegagalan  Setelah dilakukan
kelembaban membran
tindakan
mekanisme mukosa, nadi adekuat,
keperawatan
pengaturan selama….. defisit tekanan darah ortostatik
volume cairan ), jika diperlukan
DS : teratasi dengan  Monitor hasil lab yang
kriteria hasil: sesuai dengan retensi
- Haus  Mempertahankan cairan (BUN , Hmt ,
urine output sesuai
osmolalitas urin,
dengan usia dan BB,
DO : albumin, total protein )
BJ urine normal,
- Penurunan turgor  Tekanan darah, nadi,  Monitor vital sign setiap
kulit / lidah suhu tubuh dalam 15menit – 1 jam
Peningkatan denyut batas normal  Kolaborasi pemberian
nadi,  Tidak ada tanda cairan IV
- Penurunan tekanan tanda dehidrasi,
 Monitor status nutrisi
darah, Penurunan Elastisitas turgor kulit
baik, membran  Berikan cairan oral
volume/tekanan
mukosa lembab,  Berikan penggantian
nadi tidak ada rasa haus nasogatrik sesuai
- Pengisian vena yang berlebihan output (50 – 100cc/jam)
menurun  Orientasi terhadap  Dorong keluarga untuk
- Perubahan status waktu dan tempat
membantu pasien
mental baik
 Jumlah dan irama makan
- Konsentrasi urine
pernapasan dalam  Kolaborasi dokter jika
meningkat
batas normal tanda cairan berlebih
- Temperatur tubuh
 Elektrolit, Hb, Hmt muncul meburuk
meningkat dalam batas normal  Atur kemungkinan
- Kehilangan berat  pH urin dalam batas tranfusi
badan secara normal
 Persiapan untuk
tibatiba  Intake oral dan
intravena adekuat tranfusi
- Penurunan urine
output  Pasang kateter jika
- HMT meningkat perlu
- Kelemahan  Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam

18
Diagnosa Keperawatan 2
Rencana Keperawatan
DiagnosaKeperawatan/
Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan Noc : Nic :
dengan: Agen injuri (biologi,  Pain Level,
kimia, fisik, psikologis),  pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
kerusakan jaringan  comfort level Setelah secara komprehensif
dilakukan tinfakan termasuk lokasi,
DS: keperawatan selama …. karakteristik, durasi,
- Laporan secara verbal Pasien tidak mengalami frekuensi, kualitas dan
nyeri, dengan kriteria faktor presipitasi
DO hasil:  Observasi reaksi
- Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
- Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu  Bantu pasien dan keluarga
- Gangguan tidur (mata menggunakan tehnik untuk mencari dan
sayu, tampak capek, sulit nonfarmakologi untuk menemukan dukungan
atau gerakan kacau, mengurangi nyeri, Kontrol lingkungan yang
menyeringai) mencari bantuan) dapat mempengaruhi nyeri
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa nyeri seperti suhu ruangan,
- Fokus menyempit berkurang dengan pencahayaan dan
(penurunan persepsi menggunakan kebisingan
waktu, kerusakan proses manajemen nyeri  Kurangi faktor presipitasi
berpikir, penurunan  Mampu mengenali nyeri nyeri
interaksi dengan orang (skala, intensitas,  Kaji tipe dan sumber nyeri
dan lingkungan) frekuensi dan tanda untuk menentukan
- Tingkah laku distraksi, nyeri) intervensi
contoh : jalan jalan,  Menyatakan rasa  Ajarkan tentang teknik non
menemui orang lain nyaman setelah nyeri farmakologi: napas dala,
dan/atau aktivitas, aktivitas berkurang relaksasi, distraksi,
berulang-ulang)  Tanda vital dalam kompres hangat/ dingin
- Respon autonom (seperti rentang normal  Berikan analgetik untuk
diaphoresis, perubahan  Tidak mengalami mengurangi nyeri: ……...
tekanan darah, perubahan gangguan tidur  Tingkatkan istirahat
nafas, nadi dan dilatasi
 Berikan informasi tentang
pupil)
nyeri seperti penyebab
- Perubahan autonomic
nyeri, berapa lama nyeri
dalam tonus otot (mungkin
akan berkurang dan
dalam rentang dari lemah
antisipasi
ke kaku)
ketidaknyamanan dari
- Tingkah laku ekspresif
prosedur
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada,  Monitor vital sign sebelum
iritabel, nafas dan sesudah pemberian
panjang/berkeluh kesah) analgesik pertama kali
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

19
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan
tujua yang hendak dicapai.

20
BAB IV
4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari makalah tersebut dapat disimpulkan bahwa KET atau Kehamilan Ektopik
Terganggu adalah setiap implantasi yang telah dibuahi diluar cavum uterus.
Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan abdomen. Namun
kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah dituba falopi.
Tindakan kepada pasien dengan KET harus dipercepat supaya tidak terjadi
beberapa kemungkinan jika janin berada diluar cavum uterus atau mayoritas berada
dituba falopi, diantara kemungkinan tersebut yaitu hasil konsepsi mati dini, terjadi
abortus, dan tuba falopi pecah dan sebagai seorang perawat harus memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan sop yang ada.

4.2 Saran

Dari makalah diatas diharapkan kita dapat meningkatkan belajar dan memperbanyak
literatur, serta dapat mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien dengan KET.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh Rukiyah, L. Y. (2010). Asuhan Kebidana 4 (Patologi). Jakarta: Trans Info


Media.
Manuaba, I. B. (2010). Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan, & Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mitayani. (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

22

Anda mungkin juga menyukai