Disusun Oleh :
Kelompok 4
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat , Inayah, Taufik
dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Deteksi Dini
Komplikasi Dalam Kehamilan.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, Petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini. Sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalahini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 4
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................................ii
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………... iii
BAB I ……………………………………………………………………………………………. 1
BAB II ………….………………………………………………………………………………... 4
2.2 Tanda-tanda Dini Bahaya/Komplikasi Ibu dan Janin Masa Kehamilan Muda …...……….. 5
2.3 Tanda-tanda Dini Bahaya/Komplikasi Ibu dan Janin Masa Kehamilan Lanjut………….. 27
BAB IV …………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………..
iii
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………….…………………………………………...
……………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………...…
…………………………………………………………………………..
iv
BAB I
Pendahuluan
v
kehamilannya sangat dibutuhkan sepertipengetahuan terhadap tanda resiko perdarahan,
pre eklampsia,serta tanda resiko infeksi dalam kehamilan. [ CITATION Ton19 \l 1033 ]
Tanda bahaya kehamilan adalah tanda-tanda yang mengindikasikan adanya
bahaya yang dapat terjadi selama kehamilan/periode antenatal, yang apabila tidak
dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu. Macam-macam tanda
bahaya kehamilan diantaranya: perdarahan pervaginam, sakit kepala yang hebat, masalah
penglihatan, bengkak pada muka dan tangan, nyeri perut yang hebat, gerakan janin
berkurang atau menghilang, demam, mual muntah yang berlebihan, keluar cairan banyak
pervaginam secara tiba-tiba (keluar air ketuban sebelum waktunya). [ CITATION Lar17 \l
1033 ]
Salah satu cara pemberian pendidikan kesehatan adalah dengan penyuluhan
tentang tanda bahaya kehamilan yang tujuan dari penyuluhan tersebut dapat
meningkatkan pengetahuan ibu hamil terutama ibu hamil primigravida tentang tanda
bahaya kehamilan sehingga mereka dapat mengenali tanda bahaya tersebut sejak awal
dan mereka bisa segera mencari pertolongan ke bidan, dokter, atau langsung ke rumah
sakit untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi. [ CITATION Mau20 \l 1033 ]
Salah satu asuhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan adanya risiko ini yaitu
melakukan pendeteksian dini adanya komplikasi/penyakit yang mungkin terjadi selama
hamil. Pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan merupakan hal yang penting untuk
diketahui oleh masyarakat, khususnya ibu hamil. Pengetahuan tentang tanda bahaya
kehamilan seperti perdarahan pervaginam, hiperemesis gravidarum, preeklamsi dan
eklamsi, ketuban pecah dini, sakit kepala yang lebih dari biasa,gangguan penglihatan,
pembengkakan pada wajah dan tangan, nyeri abdomen serta janin tidak bergerak seperti
biasanya ini penting karena apabila tanda-tanda bahaya tersebut diketahui sejak dini,
maka penanganan akan lebih cepat. Mendeteksi secara dini tentang tanda bahaya tersebut
dengan cara mengetahui apa saja tanda-tanda bahaya dari kehamilan tersebut. [ CITATION
Mau20 \l 1033 ]
Bentuk sikap yang positif dalam deteksi dini komplikasi kehamilan adalah segera
membawa ketempat layanan kesehatan terdekat apabila ada tanda gejala kehamilan.
Selain itu sikap positif juga ditunjukkan dengan melakukan kunjungan antenatal untuk
memeriksakan kehamilannya, sehingga apabila terjadi risiko pada masa kehamilan
vi
tersebut dapat di tangani secara dini dan tepat oleh tenaga kesehatan. Sebaliknya sikap
negatif ditunjukkan dengan ibu tidak tahu bagaimana bertindak jika mengetahui tanda
bahaya kehamilan.[ CITATION Mau20 \l 1033 ]
vii
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian
Tanda bahaya kehamilan adalah tanda-tanda yang mengindikasikan adanya bahaya
yang dapat terjadi selama kehamilan/ periode antenatal, yang apabila tidak dilaporkan atau
tidak terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu (Asrinah dalam Lit dan Limoy, 2020).
Dalam buku karangan Syaiful dan Fatmawati, 2019 menyatakan bahwa kehamilan
merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan yang normal dapat berubah menjadi
patologi. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk menapis adanya
risiko ini yaitu melakukan pendeteksian dini adanya komplikasi/ penyakit yang mungkin
terjadi selama hamil.
Pada umumnya 80-90 % kehamilan akan berlangsung normal dan hanya 10-12 %
kehamilan yang disertai dengan penyulit atau berkembang menjadi kehamilan patologis.
Kehamilan patologis tidak terjadi secara mendadak karena kehamilan dan efeknya terhadap
organ tubuh berlangsung secara bertahap dan berangsurangsur. Deteksi dini gejala dan tanda
bahaya selama kehamilan merupakan upaya terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan
yang serius terhadap kehamilan ataupun keselamatan ibu hamil. Faktor predisposisi dan
adanya penyulit penyerta sebaiknya diketahui sejak awal sehingga dapat dilakukan berbagai
upaya maksimal untuk mencegah gangguan yang berat baik terhadap kehamilan dan
keselamatan ibu maupun bayi yang dikandungnya (Tibu, 2019).
Tanda-tanda bahaya kehamilan adalah tanda-tanda yang mengindikasikan adanya
bahaya yang dapat terjadi selama kehamilan atau periode antenatal, yang apabila tidak
terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu (Prawirohardjo dalam Purwanti dan Larasaty
2016).
Tujuan pentingnya mengetahui tanda bahaya kehamilan menurut Pusdiknakes-WHO-
JHPIEGO dalam Tibu, 2019 yaitu :
1) Mengenali tanda-tanda yang mengancam bagi ibu hamil dan janinnya sejak dini.
viii
2) Dapat mengambil tindakan yang tepat yaitu menghubungi tenaga kesehatan terdekat bila
menemui tanda bahaya kehamilan untuk mendapat perawatan segera
2.2 Tanda-Tanda Dini Bahaya/Komplikasi Ibu dan Janin Masa Kehamilan Muda
ix
Kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan yang berbahaya bagi
wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi
keadaan yang gawat.
3. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa merupakan kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialis mengalami perubahan hidrofik.
I. Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram.[ CITATION TIB17 \l 1033 ]
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi biasanya menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini
adalah:
- Kelainan kromosom
Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi,
poliploidi,kelainan kromosomsex serta kelainan kromosom lainnya.
- Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang
sempurna sehingga menyebabkan pemberian zat-zat makanan pada
hasil konsepsi terganggu
- Pengaruh dari luar
Adanya pengaruh dari radiasi, virus, obat-obat,dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya
dalam uterus.Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen.
b. Kelainan pada plasenta
Misalnya end-arteritis dapat terjadi dalam vili korialis dan menyebabkan
oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
x
pertumbuhan dan kematian janin.Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan
muda misalnya karena hipertensi menahun.
c. Faktor maternal
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis,
malaria, dan lain-lain dapat menyebabkan abortus.Toksin, bakteri, virus atau
plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan
kematian janin dan kemudian terjadilah abortus.Anemia berat, keracunan,
laparotomi, peritonitis umum,dan penyakit menahun juga dapat menyebabkan
terjadinya abortus.
d. Kelainan traktus genitalia
Retroversi uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus.
Patologi Abortus
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya.Hal tersebut yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian
atau seluruhnya, sehingga menjadibenda asing dalam uterus.Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Klasifikasi Abortus
Abortus dapat digolongkan atas dasar:
1. Abortus Spontan
a. Abortus imminens
b. Abortus insipiens
c. Missed abortion
d. Abortus habitualis
e. Abortus infeksiosa & Septik
f. Abortus inkompletus
g. Abortus kompletus.
2. Abortus Provakatus (induced abortion
a. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
xi
b. Abortus Kriminalis
1. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului
faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh
faktor-faktor alamiah.
a. Abortus Imminens
Merupakan peristiwa terjadinya perdarahan pervaginam pada
kehamilan kurang dari 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam
uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks.Diagnosis abortus imminens
ditentukan dari:
- Terjadinya perdarahan melalui ostiumuteri eksternum dalam jumlah
sedikit
- Disertai sedikit nyeri perut bawah atau tidak sama sekali
- Uterus membesar, sesuai masakehamilannya
- Serviks belum membuka, ostium uteri masih tertutup
- Tes kehamilan (+).
xii
Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin
janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup.
Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg.
Pasien tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih
kurang 2 minggu.
b. Abortus Insipiens
Merupakan peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang
dari 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat dan
ostium uteri telah membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam
uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat,
perdarahan bertambah. Ciri dari jenis abortus ini yaitu:
- Perdarahan pervaginam dengan kontraksi makin lama
makin kuat dan sering
- Serviks terbuka
- Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan
- Tes urin kehamilan masih positif.
- Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan
kuret vakum ataudengan cunam ovum, disusul dengan
kerokan.
- Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan
tidak banyak dan bahaya peforasi pada kerokan lebih besar,
maka sebaiknyaproses abortus dipercepat dengan
pemberian infus oksitosin.
xiii
Gambar Abortus Insipiens
c. Abortus Inkomplet
Merupakanpengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam
uterus.Perdarahan abortus ini dapat banyak sekali dan tidak berhenti
sebelum hasil konsepsi dikeluarkan. Ciridari jenis abortus ini yaitu:
xiv
- Perdarahan yang banyak disertai kontraksi
- Kanalis servikalis masih terbuka
- Sebagian jaringan keluar.
- Perdarahan padaabortus inkomplit dapat banyak sekali
sehingga menyebabkan syok
- Perdarahantidak akan berhenti sebelum sisa konsepsi
dikeluarkan.
d. Abortus Komplet
Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah
dikeluarkan.Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri
sebagian besar telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
Ciridari abortus ini yaitu:
- Perdarahan pervaginam
xv
- Kontraksi uterus
- Ostium serviks menutup
- Tidak ada sisa konsepsi dalam uterus.
- Uterus sudah banyak mengecil.
e. Missed Abortion
Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati didalam rahim selama
≥8 minggu.Missed abortion ialah kematian janinberusia sebelum 20
minggu, tetapi janin matiitu tidak dikeluarkan selama 8 minggu
ataulebih. Ditandai dengan:
- Tinggi fundus uteri yang menetap bahkan mengecil
- Biasanya tidak diikuti tanda–tanda abortus seperti perdarahan
- Pembukaan serviks
- Kontraksi.
xvi
Gambar Missed Abortion
f. Abortus Habitualis
xvii
Merupakan abortus spontan yang terjadi 3x atau lebih secara
berturut-turut. Pada umumnya penderita tidak sulit untuk menjadi
hamil, tetapi kehamilan berakhir sebelum mencapai usia 28
minggu.Etiologi abortus habitualisyaitu:
- Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi
pembuahan hasilnya adalah pembuahan patologis.
- Kesalahan-kesalahan pada ibu yaitu disfungsi tiroid,
kesalahan korpus luteum, kesalahan plasenta, yaitu tidak
sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah
korpus luteum atrofi. Ini dapat dibuktikan dengan mengukur
kadar pregnadiol dalam urin. Selain itu juga bergantung pada
gizi ibu (malnutrisi), kelainananatomis dalam rahim,
hipertensi oleh karena kelainan pembuluh darah sirkulasi
pada plasenta/vili terganggu dan fetus menjadi mati. Dapat
juga gangguan psikis, serviks inkompeten, atau rhesus
antagonisme.
- Kelainan kromosom.Diketahui bahwa adanya trisomi pada
kromosom ke 9, 12, 15, 16, 21, 22dan X akan menyebabkan
anomali genetik pada kejadian abortus habitualis.Akhir-akhir
ini teknik analisis molekulermembantu dalam
mengidentifikasi banyak polimorfisme genetik bertanggung
jawab akan terjadinya abortus habitualis.
xix
Sulbenicilin 3 x 1-2 gram.
Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam karena pengeluaran
sisa-sisa abortus mencegah perdarahan dan menghilangkan
jaringan nekrosis yang bertindak sebagai medium
perkembangbiakanbagi jasad renik.
Pada abortus septik diberikan antibiotik dalam dosis yang lebih
tinggi misalnya Sulbenicillin 3 x 2 gram.
Pada kasus tetanus perlu diberikan ATS, irigasi dengan H2O2,
2. Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai
obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
A. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa
ibu (berdasarkan indikasi medis).
B. Abortus Kriminalis
Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi
medis.
Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok:
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian tranfusi darah.Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
xx
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiporetrofleksi.Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan teliti.Jika
ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luar dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau histerektomi.Perforasi uterus pada abortus yang
dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus
biasanya luas, mungkin juga terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus.Dengan
adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan
untuk menentukanluasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan
seperlunya guna mengatasi komplikasi.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya
ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang
dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.Apabila infeksi menyebar lebih
jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).
xxi
Faktor Risiko
xxii
d. Faktor ovum
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
e. Faktor lainPemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada
endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik
xxiii
ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah
peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini
disebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat
mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan
bagian ismus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,
perdarahannya akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikitnya oleh darah,
sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus
menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan
selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di
kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.
c. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis
terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan
ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus
ke peritoneum.Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma
ringan.Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba
abdominal.Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi.Dalam
hal ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena
tekanan darah dalam tuba.Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum
latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum
tersebut.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi
bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan
dari tuba.Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan
yangdiderita.Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan
bila besar dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau kehamilan
xxiv
abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin,
plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya
misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.
xxv
Alat Bantu Kehamilan Ektopoik
Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau
kuldoskopi:
1. Kuldosentesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah dalam
kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
terganggu.Teknik kuldosentesis yaitu:
Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum,
kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior
ditampakkan
Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang
tidak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.
xxvi
spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan menggunakan modalitas ini
mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu.
3. Laparoskopi
Hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik
apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur
laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai.Secara sistematis dinilai
keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah
dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi
indikasi untuk dilakukan laparotomi
xxvii
Tanda dan Gejala Mola Hidatidosa
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Yang harus diperhatikan pada hasil laboratorium adalah hormon -hCG, karena
karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya dalam
memproduksi hormon -hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih meningkat bila
dibandingkan dengankehamilan normal pada usia kehamilan tersebut.Terdapat tiga jenis
pemeriksaan -hCG, yaitu
- -hCG kualitatif serum, terdeteksi jika kadar hCG > 5 –10 mIU/ml
- -hCG kualitatif urin, terdeteksi jika kadar hCG > 25-50 mIU/ml
- -hCG kuantitatif urin, terdeteksi jika kadar hCG > 5-2 juta mIU/ml
b. USG
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran seperti “badai
salju“ tanpa disertai kantong gestasi atau janin. USG dapat menjadi pemeriksaan yang
spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa.
c. Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara transabdominal
akan memberikan gambaran radiografik khas. Pada kasus mola hidatidosa kavum uteri
xxviii
ditembus dengan jarum untuk amniosentesis.20 ml Hypaque disuntikkan segera dan 5-10
menit kemudian dibuat foto anteroposterior.khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang
mengelilingi gelombang-gelombang korion
d. Uji sonde Hanifa
Pada mola hidatidosa sonde mudah masuk ke dalam kavum uteri, sedangkan pada
kehamilan biasa ada tahanan oleh janin.Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke
dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah
ditarik sedikit,bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola.
e. Foto thorax
Pada kehamilan 3-4 bulan, tidak ditemukan adanya gambaran tulang-tulang janin.
Organ-organ janin mulai dibentuk pada usia kehamilan 8 minggu dan selesai pada usia
kehamilan 12 minggu. Oleh karena itu pada kehamilan normal seharusnya dapat terlihat
gambaran tulang-tulang janin pada foto rontgen.Selain itu juga untuk melihat
kemungkinan adanya metastase.
f. F. T3 dan T4
Untuk membuktikan gejala tirotoksikosi
xxix
pada sedikitnya 2 spesimen urine yang diambil secara acak dan pada selang waktu 6
jam atau lebih. Wanita yang menderita pra eklamsia jarang mengalami proteinuria
sebelum ada kenaikan dalam tekanan darahnya. Edema sendiri bukanlah tanda pra
eklamsi yang dapat dipercaya kecuali jika edema terjadi pada tangan atau wajah,
edema ini dapat termanifestasi sendiri dalam bentuk kenaikan berat badan mendadak
sebanyak 1 kg atau lebih dalam seminggu.
a. Preeklamsia ringan Tanda dan gejala sama pada hipertensi tapi hasil protein urine
+1
b. Preeklamsia berat Tanda dan gejala tekanan diastolik > 110 mmHg, protein urine
+2, oliguria, hiperrefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrum.
Eklamsi adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang/koma. Eklamsia
merupakan kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan
preeklamsia. Untuk mendeteksi prenatal dini secara tradisional waktu pemeriksaan
perinatal dijadwalkan setiap 4 minggu sampai usia kehamilan 28 minggu.
Peningkatan kunjungan prenatal selama trimester terakhir memungkinkan untuk
mendeteksi dini preeklamsi.
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi kronik dan disertai proteinuria
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah3 bulan pasca persalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeklamsia tanpa proteinuria.Hipertensi gestasional biasanya
pada wanita yang tekanan darahnya mencapai 140/ 90 mmHg atau lebih untuk
pertama kali selama kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi
gestasional disebut hipertensi transien apabila tidak terjadi preeklampsia dan tekanan
darah kembali normal dalam 12 minggu postpartum. Hipertensi gestasional dapat
memperlihatkan tanda-tanda lain yang berkaitan dengan preeklampsia, seperti nyeri
kepala, nyeri epigastrium, trombositipenia.
xxx
apendisitis, kehamilan ektopik, abortus, penyakit radang pelvik, persalinan preterm,
gastritis, penyakit kantong empedu, infeksi saluran kemih atau infeksi lain.
2.3 Tanda-Tanda Dini Bahaya/Komplikasi Ibu dan Janin Masa Kehamilan Lanjut
Perdarahan pada kehamilan lanjut adalah perdarahan pada trimester terakhir dalam
kehamilan sampai bayi dilahirkan. Perdarahan antepartum pada umumnya disebabkan oleh
kelainan implantasi plasenta (letak rendah dan previa), kelainan insersi tali pusat atau
pembuluh darah pada selaput amnion (vasa previa) dan separasi plasenta sebelum bayi
lahir (Saifuddin, 2018).
Pada akhir kehamilan perdarahan yang tidak normal adalah merah, banyak dan
kadang-kadang tidak disertai dengan rasa nyeri. Perdarahan semacam ini berarti plasenta
previa. Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang
abnormal yaitu segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
interna. Penyebab lain adalah solusio plasenta dimana keadaan plasenta yang letaknya
normal, terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir, biasanya dihitung sejak kehamilan
28 minggu (Retmayanti, 2018).
xxxi
Menurut Kusmiyati ada beberapa jenis perdarahan antepartum pada kehamilan
lanjut yaitu:
1. Plasenta Previa
(a) Plsenta previa totalis yaitu posisi plasenta menutupi ostium internal secara
keseluruhan,
xxxii
(b) Plasenta previa parsialis yaitu posisi plasenta yang menutupi ostium interna
sebagian saja,
(c) Plasenta previa marginalis yaitu posisi plasenta yang berada di tepi ostium
interna,
(d) Plasenta previa letak rendah. yaitu posisi plasenta yang berimplantasi di segmen
bawah uterus
xxxiii
Menurut FKUI dalam Apolonia, 2016, tanda dan gejala plasenta previa diantaranya
adalah :
1. Perdarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
2. Darah biasanya berwarna merah segar
3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering di jumpai kelainan letak janin.
5. Perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan
berikutnya (recurrent bleeding) biasanya lebih banyak.
Sifat perdarahannya tanpa rasa nyeri, tanpa sebab, dan berulang. Perdarahan
kadang banyak dan kadang sedikit. Pada pemeriksaan inspeksi, adanya perdarahan
pervaginam dengan jumlah banyak atau sedikit dan berwarna merah segar. Pada
pemeriksaan palpasi abdomen, bagian bawah janin teraba belum masuk, kepala masih
bisa digoyangkan, sering dijumpai dengan kelainan letak. Sedangkan pada
pemeriksaan USG terlihat letak plasenta di segmen bawah rahim (Rukiyah dalam
Maryani dan Elisa, 2018). Perdarahan yang cukup besar dapat mengancam kehidupan
ibu janin sehingga persalinan segera baik secara elektif atau darurat harus dilakukan.
Plasenta previa berhubungan dengan konsekuensi yang merugikan bagi ibu dan anak,
seperti Intra Uterine Growth Restrictio (IUGR), kelahiran prematur, antenatal dan
intra-partum perdarahan, transfusi darah ibu dan histerektomi darurat (Pawa dkk,
2017).
xxxiv
2. Solusio Plasenta
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui dengan jelas.
Meskipun demikian, beberapa hal di bawah ini diduga merupakan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kejadiannya, antara lain sebagai berikut:
xxxv
k. Tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior.
l. Uterus yang sangat kecil.
m. Umur ibu (< 20 tahun atau > 35 tahun)
n. Ketuban pecah sebelum waktunya.
o. Mioma uteri.
p. Defisiensi asam folat.
q. Merokok, alkohol, dan kokain.
r. Perdarahan retroplasenta.
s. Kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas.
t. Peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin tidak ada.
u. Pengecilan yang tiba-tiba pada hidromnion dan gameli. (Sarwono dalam Indayani
dkk, 2018).
Dalam laporan Indiyani dkk, 2018, Solusio plasenta dibagi menurut tingkat gejala
klinik yaitu :
a. Kelas 0 : asimptomatik
xxxvi
Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma atau
daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Rupture sinus marginal juga
dimasukkan dalam kategori ini.
b. Kelas 1 : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 % kasus.
Solusio plasenta ringan yaitu rupture sinus marginalis atau terlepasnya sebagian
kecil plasenta yang tidak berdarah banyak sama sekali tidak mempengaruhi
keadaan ibu atau janinnya.
Gejala: perdarahan pervaginam yang berwarna kehitamhitaman dan sedikit sekali
bahkan tidak ada, perut terasa agak sakit terus-menerus agak tegang, tekanan
darah dan denyut jantung maternal normal, tidak ada koagulopati, dan tidak
ditemukan tanda-tanda fetal distress.
c. Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.
Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari seperempatnya
tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya.
Gejala: perdarahan pervaginam yang berwarna kehitamhitaman, perut mendadak
sakit terus-menerus dan tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan
pervaginam walaupun tampak sedikit tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan
di dalam, di dinding uterus teraba terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian
bagian janin sulit diraba, apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di dengar
dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic, terdapat fetal distress,
dan hipofibrinogenemi (150 – 250 % mg/dl).
d. Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.
Solusio plasenta berat, plasenta lebih dari dua pertiga permukaannya, terjadinya
sangat tiba-tiba biasanya ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal.
Gejala: ibu telah masuk dalam keadaan syok, dan kemungkinan janin telah
meninggal, uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, perdarahan
pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, perdarahan
pervaginam mungkin belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal, hipofibrinogenemi (< 150 mg/dl).
xxxvii
3. Ruptura Uteri
xxxviii
Klasifikasi ruptur uteri menurut keadaan robekan :
Gambaran klinis rupture uteri didahului oleh gejala-gejala rupture uteri yang
membakat, yaitu didahului his yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat di
perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah, nadi dan pernapasan cepat, segmen
bawah uterus tegang, nyeri pada perabaan, lingkaran retraksi (Van Bandle Ring)
meninggi sampai mendekati pusat, dan ligamentum rotunda menegang. Pada saat
terjadinya rupture uteri penderita dapat merasa sangat kesakitan dan seperti ada yang
robek dalam perutnya. Keadaan umum penderita tidak baik, dapat terjadi anemia
sampai syok (nadi filipormis, pernapasan cepat dangkal, dan tekanan darah turun)
(Sari, 2015).
Pemeriksaan luar:
a) Nyeri tekan abdominal.
b) Perdarahan pervaginam.
c) Kontraksi uterus biasanya akan hilang.
d) Pada palpasi bagian janin mudah diraba dibawah dinding perut ibu atau janin
teraba di samping uterus.
e) Di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi.
f) Denyut Jantung Janin (DJJ) biasanya negative (bayi sudah meninggal).
g) Terdapat tanda-tanda cairan bebas.
xxxix
h) Jika kejadian rupture uteri telah lama, maka akan timbul gejala-gejala
meteorismus dan defans muscular yang menguat sehingga sulit untuk meraba
bagian-bagian janin.
Pemeriksaan Dalam
Pada rupture uteri komplit:
a) Perdarahan pervaginam disertai perdarahan intra abdomen sehingga
didapatkan tanda cairan bebas dalam abdomen.
b) Pada pemeriksaan pervaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi atau teraba
tinggi dalam jalan lahir, selain itu kepala atau bagian terbawah janin dengan
mudah dapat didorong ke atas, hal ini terjadi akrena seringkali seluruh atau
sebagian janin masuk ke dalam rongga perut melalui robekan pada uterus.
c) Kadang-kadang kita dapat meraba robekan pada dinding rahim dan jika jari
tangan dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba omentum, usus, dan
bagian janin.
d) Pada katerisasi didapat urin berdarah.
Pada rupture uteri inkomplit:
a) Perdarahan biasanya tidak terlalu banyak, darah berkumpul di bawah
peritoneum atau mengalir keluar melalui vagina.
b) Janin umumnya tetap berada dalam uterus.
c) Pada katerisasi didapat urin berdarah.
xl
kepala di dahi disertai penglihatan kabur, nyeri ulu hati, mual dan muntah kemungkinan
merupakan tanda bahwa ibu hamil mengidap penyakit ginjal dan tekanan darah tinggi.
Keadaan ini tergolong berat, ibu harus dirawat di rumah sakit (Lalega dalam Laia, 2019)
xli
kadar Hb-nya, kandungan cairannya lebih tinggi dibandingkan dengan sel-sel darah
merahnya (Kusumawati dalam Sandra, 2018).
Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa sehingga tidak
seberapa penting untuk penentuan diagnosis preeklamsia. Selain itu, kenaikan BB ½ kg
setiap minggunya dalam kehamilan masih dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali, maka perlu kewaspadaan terhadap timbulnya preeklamsia. (Laia,
2019).
Yang dimaksud cairan di sini adalah air ketuban. Ketuban yang pecah pada kehamilan
aterm dan disertai dengan munculnya tanda-tanda persalinan adalah normal. Pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum dimulainya
tanda-tanda persalinan ini disebut ketuban pecah dini.
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan
dalam rahim sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Makin lama periode laten (waktu
sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim), makin besar kemungkinan kejadian
kesakitan dan kematian ibu atau janin dalam rahim.
Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina pada trimester 3. Cairan pervaginam
dalam kehamilan bisa dikatakan normal apabila tidak berupa perdarahan banyak, air
ketuban maupun leukhore yang patologis. Penyebab terbesar persalinan prematur adalah
ketuban pecah sebelum waktunya. Insidensi ketuban pecah dini 10% mendekati dari semua
persalinan dan 4% pada kehamilan kurang 34 minggu. Perdarahan vagina dalam kehamilan
jarang yang normal pada masa awal kehamilan. Ibu hamil mungkin akan mengalami
perdarahan yang sedikit di sekitar waktu pertama terlambat haidnya. Perdarahan ini adalah
implantasi, dan normal terjadi (Laia, 2019).
Ketuban pecah dini atau Premature Rupture Of The Membranes (PROM) adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Sebagian besar ketuban
pecah dini terjadi diatas 37 minggu kehamilan, sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu
banyak. Jika keluarnya cairan ibu tidak terasa, berbau amis, dan berwarna putih keruh,
berarti yang keluar adalah air ketuban. Jika kehamilan belum cukup bulan, hati-hati akan
xlii
adanya persalinan preterm dan komplikasi infeksi intrapartum. Pada awal kehamilan
perdarahan yang tidak normal adalah perdarahan yang merah, banyak, atau perdarahan
dengan nyeri. Perdarahan ini dapat berarti abortus, kehamilan mola atau kehamilan
ektopik. Pada kehamilan lanjut perdarahan yang tidak normal adalah merah, banyak,
kadang-kadang terjadi disertai dengan rasa nyeri. Perdarahan semacam ini bisa berarti
plasenta previa atau abrupsio plasenta.
Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37
minggu adalah sindroma distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.
Risiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini, selain itu juga terjadinya
prolapsus tali pusat. Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah
dini preterm. Hipoplasia baru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah
dini preterm.
Penatalaksanaan Ketuban Pecah dini, pada kehamilan preterm maupun aterm dengan
atau tanpa komplikasi harus dirujuk kerumah sakit. Bila janin hidup dan terdapat prolapse
tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi bersujud. Bila ada demam atau dikhawatirkan
terjadi infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti
penisilin prokain 1,2 IU intramuscular dan ampisilin 1 g peroral. Bila pasien tidak tahan
ampisilin berikan eritromicyn 1 g peroral. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu
dilakukan tindakan konservatif, yaitu tirah baring, diberikan fenobarbital 3 x 30 mg.
berikan antibiotik selama 5 hari dengan glukortikosteroid contoh deksametason 3 x 5mg
selama 2 hari. Berikan pula tokolisis. Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan, pada
kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam lalu induksi
persalinan, bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan.
Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin meneneran dan akselerasi
bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah
kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan
skor pelvik lebih dari 5. Lakukan seksio sesarea bila ketuban 5 jam dan skor pelvik kurang
dari 5 (Sukarni dalam Vitaloka, 2017).
Penanganan aktif Ketuban Pecah Dini adalah bia kehamilan > 37 minggu, induksi
dengan oksitosin. Bila gagal seksio secarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg – 50
µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4x. bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik
xliii
dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila skor pelvik 5, induksi persalinan (Prawirohardjo
dalam Vitaloka, 2017)
xliv
BAB III
Studi Kasus
Pada tanggal 26 Juni 2012 Seorang ibu hamil (G 1P0A0) berusia 28 tahun datang ke
Praktik Mandiri Bidan dengan keluhan keluarnya bercak-bercak darah dari jalan lahir dan
perut bagian bawah terasa nyeri sejak kemarin.
Tanggal 26 Juni 2012, pukul 17.00 WIB
S (Data Subjektif)
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. X
Umur : 28 tahun
Pernikahan Ke :1
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Islam
Golongan Darah :A
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan mengeluarkan flek-flek darah dari jalan lahir dan perut bagian bawah
terasa nyeri sejak kemarin siang
3. Riwayat Menstruasi
a. Menarche: Umur 12 tahun
b. Siklus: 28–30 hari
xlv
c. Banyaknya: 2 – 3 x ganti pembalut
d. Lamanya: 6 – 7 hari
e. Sifat darah: Encer, warna merah
f. Teratur/Tidak teratur: Teratur
g. Dismenorhea: Tidak dismenorhea
4. Riwayat Perkawinan
Ibu mengatakan kawin sah 1 kali pada umur 27 tahun dengan suami umur 29
tahun, lama perkawinan 1 tahun.
7. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan selama hamil tidak pernah menderita penyakit batuk, flu dan
demam.
b. Riwayat Kesehatan Sistemik
Jantung : Ibu mengatakan dada sebelah kirinya tidak terasa berdebar-debar
disaat melakukan aktivitas
Ginjal : Ibu mengatakan tidak pernah merasakan nyeri pada bagian pinggang
Asma/ TBC : Ibu mengatakan tidak pernah batuk yang disertai sesak nafas
dan tidak pernah batuk yang disertai dengan darah
Hepatitis : Ibu mengatakan kuku dan kulitnya tidak berwarna kuning
xlvi
DM : Ibu mengatakan tidak pernah merasakan haus dan lapar di saat malam
hari
Hipertensi : Ibu mengatakan tidak pernah mengalami pusing kepala yang
hebat
Epilepsi : Ibu mengatakan tidak pernah kejang disertai keluarnya busa dari
mulut
Lain-lain : Ibu mengatakan tidak terserang penyakit HIV, AIDS dan penyakit
lainnya.
8. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
a. Pola nutrisi
- Sebelum hamil : Ibu mengatakan mengkomsumsi nasi, sayur, lauk pauk sehari
3 kali dengan porsi sedang, ibu minum 6-7 gelas sehari dengan air putih, ibu
mengatakan tidak ada makanan pantangan
- Selama hamil : Ibu mengatakan mengkomsumsi nasi, sayur, lauk pauk 4-5
kali sehari dengan porsi kecil tapi sering. Ibu minum 8-9 gelas sehari dengan
air putih, 1 gelas susu ibu hamil, ibu mengatakan tidak ada makanan
pantangan.
9. Pola personal hygiene
Ibu mengatakan sebelum dan selama hamil tidak ada perubahan dalam personal
hygiene yaitu: Ibu mandi 2 kali sehari, keramas 3 kali dalam 1 minggu, gosok gigi 2
kali sehari, ganti pakaian 2 kali sehari dan tidak ada keluhan.
O (Data Objektif)
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Composmentisc
Vital Sign :
a. Tekanan darah : 120/ 80 mmHg
b. Nadi : 88 x/ menit
c. Respirasi : 20 x/ menit
d. Suhu : 36,70 C
xlvii
e. Tinggi badan : 158 cm
f. BB sebelum hamil : 47 kg
g. BB sekarang : 48 kg
h. LLA : 24 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan muka
Rambut: Hitam, panjang, halus, tidak mudah rontok,bersih tidak ada
ketombe.
Muka: Tidak ada Chloasma Gravidarum, pucat, tidak oedema, ekspresi
wajah tegang dan cemas.
Mata: Simetris, conjungtiva pucat, sklera putih, tidak ada kelainan
bentuk pada mata.
Hidung: Bersih tidak ada polip, bentuk normal, tidak ada kelainan.
Telinga: Bentuk simetris, bersih, tidak ada serumen, tidak ada
kelainan.
Mulut: Bibir pucat, lidah pucat,cariesdentis tidak ada, stomatitis tidak
ada, tidak ada kelainan.
b. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan limfe.
c. Dada dan Axilla
1. Mammae
Membesar: Normal
Benjolan: Tidak ada
Simetris: Simetris kanan kiri
Areola: Hyperpigmentasi
Puting susu: Datar
Kolostrum: Belum keluar
2. Axilla
Benjolan: Tidak ada
Nyeri: Tidak ada
d. Ekstremitas
xlviii
Tangan: Tidak ada oedema, simetris, kuku pendek, bersih, tidak ada
kelainan
Kaki: Simetris, kuku pendek, bersih, tungkai tidak ada oedema, tidak
ada varices, tidak ada kelainan
3. Pemeriksaan Obstetri
a. Abdomen
1. Inspeksi
Pembesaran perut : Membesar normal
Linea Alba/ Nigra : Tidak ada lineaalba maupun nigra
Striae albican/ livide : Tidak ada striaealbican maupun livide
Kelainan : Tidak ada kelainan
Pergerakan anak : Tidak ada pergerakan anak
2. Palpasi
Kontaksi : Uterus keras
Leopold I : TFU 1 jari di atas simfisis
Anogenital
a. Vulva vagina : Tidak ada varices dan penonjolan pada vulva.
b. Perineum : Tidak ada luka pada perineum.
c. VT : Portio lunak, pembukaan 1 cm teraba jaringan hasil
konsepsi di kanalisservikalis
d. PPV : Ada pengeluaran darah dan stolselpervaginam
e. Anus : Tidak ada hemoroid
4. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 13,4 gr%
Leukosit: 9800/ ul
Golongan darah : A
Trombosit: 255000/ ul
USG : Terlihat kantong kehamilan di luar uterus
xlix
Tanggal 27 Juni 2012 pukul 07.00 WIB
1. S: Data Subyektif
Ibu mengatakan hamil pertama, 10 minggu, mengeluarkan flek-flek darah dari jalan lahir
dan merasakan nyeri perut bagian bawah.
2. O: Data Objektif
a. Keadaan Umum : Sedang
b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital Sign :
Tekanan darah : 110/ 70 mmHg
Respirasi : 18 x/ menit
Nadi : 82 x/ menit Suhu : 36,40 C
d. Terpasang infus RL 20 tpm
e. TFU 1 jari di atas simfisis
f. Pengeluaran pervaginam berupa flek-flek darah
g. Hb: 11,1 gr/ dl
h. Angka Leukosit: 9800/ ul dan Trombosit: 255000/ ul.
3. A: Assesment
Ny. S G1 P0 A0 umur 28 tahun hamil 10 minggu dengan kehamilan ektopik terganggu.
4. P: Planning
Tanggal 27 Juni 2012 pukul 07.15 WIB
a. Mengobservasi keadaan umum dan vital sign ibu.
b. Melanjutkan terapi dokter spesialis obstetri dan ginekologi.
c. Melakukan persiapan operasi berupa mencukur rambut pubis daerah genetalia
eksterna, memasang dauer catheter, serta memberikan obat supositoria untuk
merangsang BAB ibu.
d. Menganjurkan pada ibu untuk istirahat.
e. Menganjurkan ibu untuk puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
l
f. Menganjurkan pada keluarga ibu untuk menyiapkan darah sebanyak dua colf jika
dibutuhkan.
g. Melakukan konsultasi dengan bagian anestesi.
5. Evaluasi
Tanggal 27 Juni 2012 pukul 11.15 WIB
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital sign :
Tekanan darah : 110/ 70 mmHg
Respirasi : 18 x/ menit
Nadi : 82 x/ menit
Suhu : 36,50 C
d. Melanjutkan terapi dokter spesialis obstetri dan ginekologi.
1. Terpasang infus RL 20 tpm
2. Per oral :
Premaston 1 x 5 mg
Cefadroxil 1 x 500 mg
Asam folat 1 x 50 mg
3. Ibu bersedia minum obat sesuai aturan.
e. Ibu sudah mencukur rambut pubis daerah genetalia eksterna, sudah terpasang dauer
catheter, obat supositoria sudah dimasukkan dan ibu sudah BAB.
f. Ibu bersedia untuk beristirahat.
g. Ibu bersedia untuk puasa.
h. Keluarga ibu sudah mempersiapkan darah sebanyak dua colfg. Sudah dilakukan
konsultasi bagian anestesi dan akan dilakukan laparotomi.
li
BAB IV
Analisis dan Pembahasan Kasus
Pada kasus diatas, seorang ibu (G 1P0A0) dengan usia kehamilan 10 minggu
mengeluh adanya bercak darah yang keluar dari jalan lahir dan juga terdapat nyeri perut
pada bagian bawah. Dalam Sandra, 2018 dijelaskan bahwa gejala awal kehamilan ektopik
adalah perdarahan pervaginam dan bercak darah, dan kadang-kadang nyeri panggul.
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasi janin
tidak memberi janin kesempatan untuk berrkembang hingga mencapai aterm. Tanda dan
gejala pada kehamilan muda, dapat atau tidak ada pendarahan pervaginam, ada nyeri
perut kanan/kiri bawah.
Pada kasus ini juga dilakukan diagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang. Kemungkinan kehamilan ektopik terganggu dapat ditegakkan
berdasarkan keluhan nyeri perut bawah yang hebat dan tiba-tiba, ataupun nyeri perut
bawah yang muncul bertahap, disertain dengan keluhan perdarahan pervaginam. Pada
kasus kehamilan ektopik ini potensial terjadi ruptur tuba, abortus dan syok, namun pada
kasus ini tidak terjadi karena adanya penanganan yang baik dan tepat. Dalam hal ini,
bidan melakukan antisipasi dengan melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis
obstetrik dan ginekologi untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Perencanaan
yang diberikan pada kasus ini yaitu persiapan tindakan operatif gawat darurat,
merestorasi cairan tubuh, pemberian terapi dan observasi TTV jumlah cairan masuk dan
keluar. Pelaksanaan pada ibu hamil dengan kehamilan ektopik terganggu ini dilakukan
sesuai rencana, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
Evaluasi dari kasus ini setelah dilakukan tindakan operasi laparatomi selama 4
hari dengan hasil keadaan umum ibu baik, telah dilakukan observasi jumlah cairan yang
masuk dan keluar, ibu bersedia miring kiri dan kanan serta hasil yang diharapkan adalah
tidak terjadi perdarahan/ komplikasi pada ibu.
lii
BAB V
Penutup
5.1 Kesimpulan
Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan yang normal dapat
berubah menjadi patologi.Salah satu asuhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk
menapis adanya risiko ini yaitu melakukan pendeteksian dini adanya komplikasi/ penyakit
yang mungkin terjadi selama hamil.
Tanda bahaya kehamilan adalah tanda-tanda yang mengindikasikan adanya bahaya
yang dapat terjadi selama kehamilan/ periode antenatal, yang apabila tidak dilaporkan atau
tidak terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu.
5.2 Saran
Diharapkan para pembaca makalah ini dapat mengerti serta memahami tanda tanda
kehamilan pada masa kehamilan muda maupun kehamilan lanjut.Dan para ibu dapat
memeriksa sedini mungkin terhadap kehamilannya.
liii
DAFTAR PUSTAKA
1. Amri , M. (2019). Medis Sebagai Pendekatan Dalam Pengkajian Islam (Studi Kasus
Aborsi). Jurnal Al-Qadau Peradilan Dan Hukum Keluarga Islam.
2. Ayu, S., & Kurniawati, T. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang
Aborsi Dengan Sikap Remaja Terhadap Aborsi Di Man 2 Kediri Jawa Timur .
3. Dahlan, A. K., & Umrah, A. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu
Hamil Primigravida Dalam Pengenalantanda Bahaya Kehamilan.
5. Indayani R., Indrawati N., Prakasiwi S., (2018). Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Pada Ny.T
G2P1A0 Umur 34 Tahun Hamil 38 Minggu Dengan Solusio Plasenta Di Puskesmas
Bangsri I Kabupaten Jepara.
6. Keluli, K. (2019). Kasus Pasien Muda Yang Kepergok Aborsi Di Blitar Seorang
Mahasiswa.
8. Lit K., Limoy M., (2020). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tanda
Bahaya Kehamilan Dengan Kepatuhan Kunjungan Kehamilan Di Puskesmas Banjar
Serasan Kota Pontianak Tahun 2019.
9. Laia C.N., (2019). Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Tentang Tanda Bahaya
Selama Kehamilan Di Klinik Romauli Tahun 2019.
10. Larasaty, & Dyah, N. (2017). Pengetahuan Tentang Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan
Sebagai Evaluasi Hasil Pendidikan Kesehatan.
11. Maryani D., Elisa M., (2018). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Plasenta
Previa Totalis Di Ruang Melati Rumah Sakit Bhayangkara TK. III Kota Bengkulu.
liv
12. Mauluddina, F., & Sari , S. O. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil
Primigravida Tentang Tanda Bahaya Kehamilan Dengan Deteksi Dini Komplikasi
Kehamilandi Puskesmas Sukarayabaturaja Timur.
13. Nadeak M.M., (2018). Asuhan Kebidanan Pada Ny. L Masa Hamil Sampai Dengan Masa
Nifas Dan Keluarga Berencana Di PMB Wipa Medan Helvetia Tahun 2018.
14. Pranata, B. A., Sujana , I., & Sudibya , D. G. (20). Sanksi Pidana Terhadap Tindak
Pidana Aborsi . Jurnal Analogi Hukum.
15. Puspitasari, R. D., Ayu, P. R., Utami, N., & Graharti, R. (2018). Hubungan Antara Polip
Serviks Dengan Ancaman Abortus Pada Kehamilan Muda.
16. Retmayanti T., (2018). Pengaruh Pemberian Terapi Infrared (Ir) Dan Trancutaneus
Electrical Nerve Stimulation (Tens) Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Low Back Pain
Mekanik.
17. Saifuddin A. B., (2018). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta; Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
18. Syaiful Y., Fatmawati L., (2019). Asuhan Keperawatan Kehamilan. Surabaya: CV Jakad
Publishing.
19. Tibu, R. (2017). Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tanda-Tanda bahaya Dalam Kehamilan
Di Puskesmas Lepo-Lepokota Kendari Tahun 2017.
20. Tongko, M. (2019). Analisis Pengetahuan Ibu Hamil Terhadap Tanda Tanda Bahaya
Kehamilan Di Wilayah Puskesmas Batui Kabupaten Banggai Tahun 2017. Jurnal
Kermas.
21. Vitaloka F., (2017). Asuhan Kebidanan Berkesinambungan Pada Ibu Hamil Uk 29 +3
Minggu G3P0AB2AH0 Dengan Risiko Tinggi Di Puskesmas Ngampilan.
22. Wijayati, M. (2015). Aborsi Akibat Kehamilan Yang Tak Diinginkan (Ktd): Kontestasi
Antara Pro-Live Dan Pro-Choice. Jurnal Studi Keislaman.
lv