Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-
Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan proposal laporan rencana
strategis pelayanan kesehatan reproduksi pada perempuan dan anak pada situasi khusus ini
dengan lokasi laporan yaitu Anak Jalanan di Yayasan Pendidikan Mata Pena. Proposal laporan
rencana strategis ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir dari mata kuliah Pelayanan
Kesehatan Reproduksi pada Perempuan dan Anak pada Situasi Khusus.
Penulisan ini telah kami susun dengan maksimal dan melalui diskusi kelompok serta
dukungan dari berbagai pihak sehingga penulisan ini dapat dibuat dengan lancar. Selama
pembuatan penulisan ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi
susunan, kalimat, tata bahasa maupun isi dari penulisan ini.
Oleh karena itu, kami terbuka untuk menerima segala saran dan kritik agar kami dapat
memperbaiki penulisan untuk tugas-tugas selanjutnya. Semoga penulisan Rencana Strategis
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Anak Jalanan di Yayasan Pendidikan Mata Pena Ini dapat
bermanfaat baik untuk penulis maupun pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................................................3
1.3 Landasan Hukum...............................................................................................................................3
BAB II.........................................................................................................................................................6
TUGAS POKOK DAN FUNGSI BIDAN PADA SITUASI KHUSUS......................................................6
2.1 Konsep Kesehatan Reproduksi..........................................................................................................6
2.2 Konsep Anak Jalanan........................................................................................................................7
2.2.1 Pengertian Anak Jalanan.............................................................................................................7
2.2.2 Kategori Anak Jalanan................................................................................................................9
2.2.3 Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan..............................................................................10
2.2.4 Masalah kesehatan Anak Jalanan..............................................................................................11
2.3 Program Pemerintah Sebagai Upaya Pemenuhan Hak Anak Jalanan...............................................12
2.4 Kewenangan Bidan Pada Remaja....................................................................................................15
BAB III......................................................................................................................................................16
ANALISIS SITUASI.................................................................................................................................16
3.1 Kajian Literatur..........................................................................................................................16
3.2 Analisis SWOT..........................................................................................................................18
BAB IV.....................................................................................................................................................20
PROGRAM KERJA..................................................................................................................................20
4.1 Rencana Program Kerja...................................................................................................................20
4.2 Susunan Acara.................................................................................................................................21
BAB V.......................................................................................................................................................23
PENUTUP.................................................................................................................................................23
5.1 Jadwal Kerja....................................................................................................................................23
5.2 Kesimpulan......................................................................................................................................23
iii
5.3 Saran dan Rekomendasi...................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................25
LAMPIRAN..............................................................................................................................................28
iv
BAB I
PENDAHULUAN
v
banyak perubahan baik perubahan fisik maupun perubahan kejiwaan. Perubahan fisik pada
remaja ditandai dengan tanda seks primer dan tanda seks sekunder dan perubahan kejiwaan
ditandai dengan perubahan emosi dan perubahan intelegensia. (Ayu, DecySitungkir, Nitami,
& Nadiyah, 2020)
Saat remaja pertumbuhan fisik baik laki-laki maupun perempuan sangatlah cepat
tumbuhnya. Pada saat ini pertumbuhan tinggi badan terjadi amat cepat. Perbedaan
pertumbuhan fisik laki-laki dan perempuan adalah pada organ reproduksinya, dimana akan
diproduksi hormone yang berbeda, penampilan yang berbeda, serta bentuk tubuh yang
berbeda akibat berkembangnya tanda seks sekunder. (Kusumawati, et al., 2018)
Masalah yang terjadi pada kesehatan reproduksi remaja bisa berupa hubungan seks
sebelum menikah, sekolah karena hamil, pasangan tidak bertanggung jawab, penggunaan alat
kontrasepsi, aborsi, terinfeksi HIV/AIDS, penyakit menular seksual dan penggunaan obat-
obat terlarang. (Ernawati, 2018)
Riskesdas (2013) menunjukkan adanya pernikahan pada usia dini. Angka pernikahan
pertama kali pada umur kurang dari 15 tahun sebesar 2,6 % sementara 23,9 % menikah pada
umur 15-19 tahun.Angka kehamilan pada usia 10 –54 tahun sebesar 2,68%, terdapat
kehamilan umur kurang 15 tahun sebesar 0,02 % dan kehamilan pada umur remaja (15 –19
tahun) sebesar 1,97 %.Sebanyak 6,4% remaja laki-laki pernah melakukan hubungan seksual
sebelum menikah dan 1,3% remaja perempuan mengaku pernah melakukan hubungan
seksual sebelum menikah. (Dewi, Istianah, & Hendarsih, 2019)
Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap perlindungan anak dengan
mengadopsi kebijakan-kebijakan dan memperkuat kerangka hukum yang menjamin
perlindungan hak-hak anak. Hak-hak perlindungan anak telah dijamin dengan diadakannya
Konvensi Hak Anak yang memuat empat hak yaitu Survival Rights, Development Rights,
Protection Rights, dan Participation Rights. Indonesia menindaklanjuti dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention
on the Right of the Child (Kovensi Hak Anak). (Apriatin, Mappong, & Milono)
Salah satu rumah singgah yang berfungsi untuk membentuk kembali sikap dan
perilaku agar sesuai norma yang berlaku di masyarakat serta memberikan alternatif dalam
pemenuhan kebutuhan anak jalanan juga untuk menyiapkan hidup mereka di masa
mendatang dan dapat pula hidup produktif di masyarakat. Dengan adanya rumah singgah ini,
vi
anak jalanan diupayakan agar menjadi pribadi yang memiliki kepedulian kepada sesama,
bertanggung jawab, dan mandiri dalam meraih cita-cita. (Vitriani & Suryani, 2019)
Mempertimbangkan berbagai masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
pada remaja maka penting untuk dilakukan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja.
Salah satu cara untuk memberikan pendidikan kesehatan adalah melalui penyuluhan
mengenai kesehatan reproduksi remaja. Pendidikan kesehatan tersebut akan bermanfaat bagi
remaja untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan yang benar dan akurat mengenai
kesehatan reproduksi sehingga dapat melalui masa pubertas dengan baik dan menghindarkan
diri dari perilaku berisiko. (Dewi, Istianah, & Hendarsih, 2019)
1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi besaran masalah terkait kesehatan reproduksi remaja jalanan pada
situasi di rumah yayasan anak jalanan.
2. Menganalisis masalah kesehatan reproduksi remaja jalanan pada situasi di rumah
yayasan anak jalanan.
3. Mengetahui upaya pemerintah dalam mengatasi dan memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi remaja pada situasi di yayasan anak jalanan.
4. Menyusun rencana kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi pada situasi
di rumah yayasan anak jalanan.
vii
berencana dan pelayanan kontrasepsi oral, kondom, dan suntikan. (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2017)
Dalam program pemerintah, bidan memiliki kekuatan untuk mendorong
partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan
remaja, dan kesehatan lingkungan.) serta informasi dan edukasi untuk mencegah
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Praktik Kebidanan menyebutkan
bahwa peran bidan meliputi pemberi pelayanan kebidanan, edukator kebidanan, konselor
dan pembimbing, edukator, pembimbing dan fasilitator klinik, menggerakkan partisipasi
masyarakat dan pemberdayaan perempuan. Dalam bidang kesehatan reproduksi, bidan
dapat melayani dengan memberikan komunikasi, informasi, pendidikan, konseling, dan
pelayanan kesehatan reproduksi sesuai kebutuhan. (Presiden Republik Indonesia, 2019)
2. Ruang Lingkup bidan
Adapun ruang lingkup praktik kebidanan, sebagai berikut:
a. Peningkatan kesehatan (promotif)
b. Pencegahan (preventif)
c. Deteksi dini komplikasi dan pertolongan kegawatdaruratan
d. Meminimalkan kesakitan dan kecacatan
e. Pemulihan kesehatan (rehabilitasi)
f. Kemitraan dengan LSM setempat, organisasi masyarakat, organisasi sosial,
kelompok masyarakat yang melakukan upaya untuk mengembalikan individu ke
lingkungan keluarga masyarakat. (Wahyuni & Dwi, 2018)
3. Perlindungan Anak
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak Bab 3 Hak dan Kewajiban Anak Pasal 4 Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara layak sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan. Mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Menurut Pasal 13, setiap anak selama diasuh oleh orang tua, wali atau
penanggung jawab lainnya, berhak atas perlindungan dari: (1) Diskriminasi; (2)
Eksploitasi Ekonomi dan Seksual; (3) Penelantaran; (4) Kekejaman, kekerasan dan
viii
penganiayaan; (5) Ketidakadilan; (6) Perlakuan salah lainnya. (Presiden Republik
Indonesia, 2002)
ix
BAB II
x
(d) Kesehatan reproduksi remaja,
(e) Pencegahan dan penanganan infertile,
(f) Kanker pada usia lanjut,
(g) Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker servik, mutilasi genital,
fistula, dan lain-lain.
Peran bidan sangat penting, karena bidan terjun langsung pada persoalan
masyarakat terkait dengan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana. Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan
paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan
pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainya unuk senantiasa
siap melayani siapa saja yang membutuhkanya, kapan dan dimanapun dia berada.
xi
marginais (kriminal atau marginal); di Peru disebut pa’jaros frutero (burung pemakan
buah), di Bolivia disebut polillas (ngengat); di Honduras disebut resistoleros
(perampok kecil); di Vietnam disebut bui doi (anak dekil), di Rwanda disebut
saligoman (anak menjijikkan); di Kamerun disebut poussing (anak ayam) atau
moustique (nyamuk); di Zaire dan Kongo disebut balados (pengembara). (Astri, 2018)
Istilah-istilah tersebut secara tidak langsung menggambarkan posisi anak jalanan
dalam masyarakat. Meskipun memiliki hak penghidupan yang layak seperti anak-anak
pada umumnya, tetapi realitanya berbeda dan hampir semua anak jalanan mengalami
marginalisasi pada aspek-aspek kehidupannya. Istilah-istilah tersebut kemudian
didefinisikan sesuai dengan kondisi dan situasi yang melingkupi anak jalanan.
Beberapa definisi anak jalanan, antara lain:
1. UNICEF (1986) dalam S.Sumardi (1996:2), mendefinisikan anak jalanan sebagai
children who work on the streets of urban area, without reference of the time they
spend there or reasons for being there.
2. A. Sudiarja (1997:13), menyatakan bahwa sulit menghapus anggapan umum bagi
anak jalanan, yang sudah terlanjur tertanam dalam masyarakat dimana mereka itu
maling kecil, anak nakal, pengacau ketertiban, jorok dan mengotori kota.
3. Indrasari Tjandraningsih (1995:13), mengungkapkan bahwa anak yang bekerja
secara informal di perkotaan yang lebih dikenal dengan anak jalanan, juga
dilaporkan dalam kondisi yang lebih rentan terhadap eksploitasi, kekerasan,
kecanduan obat bius, dan pelecehan seksual.
4. Teresita L. Silva (1996:1), memberikan tiga kategori untuk mengidentifikasi anak
jalanan sebagai berikut:
a) Children who actually live and work on the street and are abandoned and
neglected or have run away form their families;
b) Children who maintain regular contact with their families, but spend a majority
of their time working on the street; dan
c) Children of families living on the streets. (Astri, 2018)
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah
anak-anak yang sebagian waktunya mereka gunakan di jalan atau tempat-tempat
umum lainnya baik untuk mencari nafkah maupun berkeliaran. Dalam mencari nafkah,
xii
ada beberapa anak yang rela melakukan kegiatan mencari nafkah di jalanan dengan
kesadaran sendiri, namun banyak pula anak-anak yang dipaksa untuk bekerja di jalan
(mengemis, mengamen, menjadi penyemir sepatu, dan lain-lain) oleh orang-orang di
sekitar mereka, entah itu orang tua atau pihak keluarga lain, dengan alasan ekonomi
keluarga yang rendah.
xiii
2.2.3 Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan
Beberapa penyebab munculnya anak jalanan, antara lain:
1. Orang tua mendorong anak bekerja dengan alasan untuk membantu ekonomi
keluarga;
2. Kasus kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua semakin
meningkat sehingga anak lari ke jalanan;
3. Anak terancam putus sekolah karena orang tua tidak mampu membayar uang
sekolah;
4. Makin banyak anak yang hidup di jalanan karena biaya kontrak rumah
mahal/meningkat;
5. Timbulnya persaingan dengan pekerja dewasa di jalanan, sehingga anak terpuruk
melakukan pekerjaan berisiko tinggi terhadap keselamatannya dan eksploitasi
anak oleh orang dewasa di jalanan;
6. Anak menjadi lebih lama di jalanan sehingga timbul masalah baru
7. Anak jalanan jadi korban pemerasan, dan eksploitasi seksual terhadap anak
jalanan perempuan. (Astri, 2018)
Dengan situasi tersebut semestinya keluarga menjadi benteng utama untuk
melindungi anak-anak mereka dari eksploitasi ekonomi. Namun faktanya berbeda,
justru anak-anak dijadikan ”alat” bagi keluarganya untuk membantu mencari makan.
Orang tua sengaja membiarkan anak-anaknya mengemis, mengamen, berjualan, dan
melakukan aktivitas lainnya di jalanan. Pembiaran ini dilakukan agar mereka
memeroleh keuntungan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Kondisi keluarga yang tergolong miskin, membuat dan memaksa anak
jalanan untuk tetap “survive” dengan hidup di jalanan. Dapat dikatakan bahwa
keberadaan mereka di jalanan adalah bukan kehendak mereka, tetapi keadaan dan
faktor lingkungan luar termasuk keluarga yang mendominasi seorang anak menjadi
anak jalanan. (Astri, 2018)
Ada tiga tingkat faktor yang sangat kuat mendorong anak untuk turun ke jalanan,
yaitu:
1. Tingkat Mikro (Immediate Causes)
xiv
Faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarga. Sebab-sebab yang
bisa diidentifikasi dari anak jalanan lari dari rumah (sebagai contoh, anak yang
selalu hidup dengan orang tua yang terbiasa dengan menggunakan kekerasan:
sering memukul, menampar, menganiaya karena kesalahan kecil), jika sudah
melampaui batas toleransi anak, maka anak cenderung keluar dari rumah dan
memilih hidup di jalanan, disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah, dalam
rangka bertualang, bermain-main dan diajak teman. Sebab-sebab yang berasal
dari keluarga adalah: terlantar, ketidakmampuan orangtua menyediakan
kebutuhan dasar, kondisi psikologis karena ditolak orangtua, salah perawatan dari
orangtua sehingga mengalami kekerasan di rumah (child abuse).
2. Tingkat Meso (Underlying cause)
Yaitu faktor agama berhubungan dengan faktor masyarakat. Sebab-sebab
yang dapat diidentifikasi, yaitu: pada komunitas masyarakat miskin, anak-anak
adalah aset untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Oleh karena itu, anak-anak
diajarkan untuk bekerja. Pada masyarakat lain, pergi ke kota untuk bekerja.
3. Tingkat Makro (Basic Cause)
Yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur masyarakat (struktur ini
dianggap memiliki status sebab-akibat yang sangat menentukan –dalam hal ini,
sebab: banyak waktu di jalanan, akibatnya: akan banyak uang). (Astri, 2018)
xv
terhadap risiko dan masalah kesehatan daripada anak-anak yang tinggal di rumah; saat
mereka berkeliaran di jalan-jalan meminta makanan dan uang untuk memenuhi
kebutuhan dasar dan ditemukan tidur di rumah-rumah yang setengah hancur, ruang
bawah tanah yang ditinggalkan, di bawah jembatan dan di udara terbuka. (Zami &
Rossa, 2021)
Gaya hidup anak jalanan yang tidak terkontrol membuat mereka lebih rentan
terhadap resiko dan masalah kesehatan dibandingkan anak-anak yang tinggal dirumah.
Masalah kesehatan yang paling sering ditemukan adalah gangguan pertumbuhan dan
gizi, cedera fisik, parasit dan penyakit menular yang didapat masyarakat, gangguan
kesehatan reproduksi dan seksual, kekerasan dan pelecehan seksual, penggunaan dan
penyalahgunaan narkoba, kesehatan mental masalah akses ke layanan perawatan
kesehatan dan praktik seks transaksional dan konsekuensinya. (Zami & Rossa, 2021)
Masalah kesehatan fisik yang sering diderita oleh anak jalanan adalah demam,
influenza, bisul, kudis, iritasi kulit, batuk dan masalah pernapasan anak jalanan
memiliki sedikit atau bahkan sama sekali tidak memiliki akses ke perawatan kesehatan
untuk mengatasi masalah fisik yang mereka hadapi. Tingginya biaya rawat inap dan
konsultasi dengan dokter ahli merupakan penghalang utama bagi anak jalanan yang
berpenghasilan rendah atau tidak sama sekali. (Zami & Rossa, 2021)
Pemerintah Indonesia mempunyai peraturan tentang kesehatan bagi warga
negara yang tertuang dalam UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan di Indonesia
pasal 11 dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban berperilaku dengan cara yang
sehat untuk menyadai, memelihara, dan mempromosikan kesehatan setinggi mungkin.
Peraturan tersebut berlaku juga bagi anak jalanan. Peran dari institusi kesehatan
diperlukan untuk mencegah dan mengobati berbagai masalah kesehatan yang dihadapi
oleh anak jalanan karena bagaimanapun juga anak jalanan merupakan tanggung jawab
negara. (Zami & Rossa, 2021)
xvi
di Puskesmas dengan sasaran usia 10-18 tahun. Ruang lingkup PKPR adalah anak di
dalam sekolah maupun anak di luar sekolah (anak terlantar, anak jalanan, di
panti/LKSA/dirumah singgah, anak di lapas/LPKA, anak dengan HIV-AIDS, anak
dengan berkebutuhan khusus). Sampai dengan Tahun 2019 sudah ada 6650 (65,9%)
puskesmas PKPR yang tersebar di 34 Provinsi dengan target pencapaian adalah 90%.
Akan tetapi pengembangan dan pemberian pelayanan tidak dapat berjalan dengan baik
tanpa bantuan dari lintas program dan lembaga mitra terkait. (Nurbadlina et al., 2021)
Tujuan dari PKPR adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
kesehatan remaja dengan melibatkan remaja secara langsung pada proses perencanaan,
pelaksanaan, serta evaluasi. Pelayanan yang diberikan dalam PKPR meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Dimulai dari konseling, peningkatan
Pendidikan Ketrampilan Hidup Sehat (PKHS), peningkatan pengetahuan melalui
pemberian informasi dan edukasi, pelayanan medis, konselor sebaya dan pelayanan
rujukan serta kegiatan-kegiatan pendukung lainnya sesuai dengan ciri dan minat remaja.
(Nurbadlina et al., 2021)
2. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Anak jalanan dianggap sulit untuk mendapatkan akses ke pelayanan kesehatan
karena mereka berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah. Kementerian Sosial melalui
Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) memberikan akses pelayanan kesehatan
dasar dengan pemahaman pola hidup sehat dan pemberian jaminan kesehatan
masyarakat. Melalui program JKN, pemerintah membantu masyarakat miskin dengan
kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) sehingga mereka dapat mengakses layanan
kesehatan secara gratis. Namun, anak jalanan yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk
(KTP) dan Kartu Keluarga (KK) tidak akan dapat terdaftar dalam JKN. (Amalia, 2018)
3. Program Rumah Singgah
Kewajiban pemerintah dalam menangani masalah anak jalanan yaitu dapat
dilakukan dengan menyelenggarakan pemeliharaan, perawatan serta rehabilitasi terhadap
anak jalanan melalui program rumah singgah, yang mana para anak jalanan akan
mendapatkan pendidikan formal dan non formal. Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui
lembaga sosial yang diawasi oleh Kementerian Sosial. Melalui program tersebut
diharapkan mampu menjadikan anak agar dapat:
xvii
a. Berpartisipasi;
b. Bebas dalam berpikir dan menyatakan pendapat;
c. Menerima informasi sesuai dengan usia dan perkembangan anak; dan
d. Bebas berkumpul, beristirahat, bermain, berekreasi dan berkarya. (Laksmana &
Irawan, 2021)
4. Penyediaan Fasilitas Kesehatan
Penyelenggaraan fasilitas kesehatan diberikan kepada keluarga tidak mampu
secara gratis dan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Upaya Kesehatan
dilakukan secara komprehensif yaitu dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif agar anak mendapatkan derajat Kesehatan yang optimal. (Laksmana &
Irawan, 2021)
5. Penyediaan Pendidikan Gratis
Pendidikan sangat penting untuk masa depan seorang anak, karena dengan
pendidikan seorang anak mampu mengenal potensi yang dimiliki, serta menjadi manusia
yang bertanggung jawab, mengembangkan rasa hormat dan cinta terhadap
lingkungannya. Pada umumnya pendidikan dasar minimal bagi anak yaitu sembilan tahun
untuk semua anak. Akan tetapi, banyak anak yang putus sekolah akibat rendahnya
ekonomi keluarga. Pemerintah bertanggung jawab dalam memberikan biaya pendidikan
atau bantuan kepada keluarga kurang mampu dan anak terlantar secara gratis. (Laksmana
& Irawan, 2021)
6. Pemberian Identitas Anak
Anak jalanan yang terpaksa turun ke jalan salah satunya karena dibuang oleh
orang tuanya. Melalui Program Kesejahteraan Sosial Anak, pemerintah memberikan
bantuan berupa pembuatan akta kelahiran serta peningkatan tanggung jawab orang tua
maupun keluarga dalam hal pengasuhan anak dan perlindungan anak. Namun jika orang
tuanya tidak diketahui keberadaannya maka, pembuatan akta kelahiran dibuat
berdasarkan keterangan orang yang menemukan. (Laksmana & Irawan, 2021)
7. Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Komisi Perlindungan Anak Indonesia memiliki tugas-tugas yang berhubungan
mengenai pendataan dan informasi pelanggaran hak anak, yaitu mengawasi, memberikan
usulan, mengumpulkan data dan informasi, menelaah atas pengasuhan dari masyarakat,
xviii
melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak, melakukan kerja sama dengan
lembaga masyarakat dan memberikan laporan kepada pihak berwajib jika ada dugaan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. (Laksmana & Irawan, 2021)
xix
BAB III
ANALISIS SITUASI
ANALISA SITUASI
Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada
anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan
dengan keluarganya. Sedangkan Fransinata (2018) menyatakan bahwa anak jalanan adalah anak-
anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan berpindah-pindah di jalan raya. Anak
jalanan, anak gelandangan, atau marginal sesungguhnya mereka adalah anak yang terabaikan
dari perlakuan kasih sayang. Marginal, rentan dan eksploitatif adalah istilah-istilah untuk
menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan. Marginal karena mereka melakukan jenis
pekerjaan yang tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai, dan umumnya juga tidak
menjanjikan prospek apapun di masa depan. Eksploitatif karena kebanyakan dalam usia yang
relatif dini mereka sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan
xx
sangat tidak bersahabat. Di berbagai sudut kota, sering terjadi anak jalanan harus bertahan hidup
dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum.
Dan rentan karena resiko yang harus ditanggung akibat jam kerja yang sangat panjang, dari segi
kesehatan maupun sosial.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada anak jalanan di Kampung Topeng Kota Malang
didapatkan hasil bahwa anak jalanan yang berada di Kampung Topeng berjumlah sekitar 40
anak. Mereka diambil dan dibangunkan rumah oleh Dinas Sosial Kota Malang agar tidak terjun
lagi ke jalanan, disana mereka di bimbing untuk membuat kerajinan tangan seperti gantungan
kunci yg terbuat dari kayu berbentuk topeng pewayangan zaman dahulu yang dijual berkisar
Rp.5000-15.000 per gantungan.
Sedangkan Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Kementerian Sosial, hingga Agustus
2017 jumlah anak jalanan tersisa sebanyak 16.290. Sebelumnya, jumlah anak jalanan di seluruh
Indonesia pada 2006 sebanyak 232.894 anak, pada 2010 sebanyak 159.230 anak, pada 2011
turun menjadi 67.607 anak, dan pada 2015 menjadi 33.400 anak yang tersebut tersebar di 21
provinsi (Parawansa, 2017).
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga nirlaba kota Medan, PKPA (Pusat
Kajian dan Perlindungan Anak) tahun 2017 diketahui jumlah anak jalanan yang yang putus
sekolah yakni 49,8%. Angka putus sekolah banyak dialami anak-anak usia sekolah (6-12) tahun.
Usia sekolah dikenal dengan fase berkarya vs rendah diri. Pada masa ini anak akan mengalami
rasa kemandirian dan perasaan ingin terlibat dalam tugas yang diberikan. Termasuk pada anak
jalanan, beban atau masalah yang dihadapi oleh orang tua seolah menjadi kewajibannya untuk
diselesaikan. Anak memerlukan interaksi yang baik dengan teman sebaya untuk membantu
mengembangkan ketrampilan sosial. Hambatan atau kegagalan dalam mencapai tugas
perkembangan tersebut dapat membuat anak merasa gagal dan rendah diri, hambatan
bersosialisasi pada masa dewasa. Permasalahan diatas dan kondisi anak jalanan yang berbeda
inilah yang nantinya membuat anak pada akhirnya sering mengalami masalah emosi dan
perilaku.
Masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja merupakan masalah yang cukup serius
karena berdampak terhadap perkembangan, serta menimbulkan hendaya dan menurunkan
produktivitas serta kualitas hidup mereka. 1,5 juta anak di Amaerika Serikat dilaporkan oleh
orangtuanya memiliki masalah emosional, perkembangan, dan perilaku yang persisten. Di
xxi
Singapura, 12,5% anak usia 6-12 tahun memiliki masalah emosi dan perilaku. Beberapa faktor
yang dikaitkan dengan masalah ini adalah kehidupan di kota besar yang penuh dengan tuntutan
dan tekanan bagi pertumbuhan anak dan remaja. Berbagai stressor psikososial seperti penyakit
fisik, kurangnya kesejahteraan, kekerasan dan kemiskinan juga sering dikaitkan dengan masalah
perilaku dan emosi pada anak. Yang nantinya masalah tersebut dapat mempengaruhi proses
perkembangan kognitif anak sehingga anak memnadang negatif pada lingkungan dan kepada
dirinya. Melihat permasalahn tersebut tentunya anak perlu mendapatkan pertolongan baik dari
guru, orang tua, maupun pihak lain yang peduli. Pelayanan kesehatan dalam keperawatan
diberikan di samping melalui asuhan keperawatan juga dalam berbagai bentuk terapi baik bagi
individu, keluarga dan kelompok. Berbagai terapi pada anak yang dapat diberikan perawat
diberikan sesuai tahap perkembangan anak seperti terapi bermain, terapi lingkungan dan terapi
kelompok. (Priasmoro & Aloysia, 2019)
xxii
25 Tahun 2014 bahwa setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi sehingga perlu dilakukan
upaya kesehatan anak secara terpadu,
menyeluruh, dan berkesinambungan
xxiii
BAB IV
PROGRAM KERJA
xxiv
4.2 Susunan Acara
xxv
untuk bertanya layanan dan Informasi
2. Melakukan posttest dengan Publik bagi remaja Anak
kuesioner dalam bentuk jalanan.
Pilihan Ganda (PG)
3. Memberikan terima kasih
kepada peserta atas waktu dan
kesempatan yang telah
diberikan serta memberikan
pujian atas semangat dan
antusiasnya dalam
mempelajari kesehatan
reproduksi.
xxvi
BAB V
PENUTUP
5.2 Kesimpulan
Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran
di jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan lebih banyak menghabiskan waktu
di jalan sehingga pengawasan dan komunikasi serta perlindungan dengan keluarga kurang
dan menyebabkan mereka rentan terhadap gangguan kesehatan dan psikologi.
Gaya hidup dan kecenderungan hidup yang tidak terkontrol membuat mereka lebih
rentan terhadap resiko dan masalah kesehatan yang memberikan dampak bagi perilaku
seksual bebas di kalangan anak jalanan. Perilaku seksual tersebut menjadi pemicu awal
munculnya kelompok anak jalanan yang rentan terhadap terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan, hubungan seks sebelum menikah, gangguan kesehatan reproduksi dan seksual,
kekerasan dan pelecehan seksual, infeksi menular seksual (IMS) dan infeksi HIV/AIDS serta
dan penggunaan obat-obat terlarang.
Masalah kesehatan reproduksi yang terjadi pada anak jalanan dapat disebabkan karena
terbatasnya pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi remaja. Maka penting untuk
dilakukan pendidikan kesehatan reproduksi agar mereka mendapatkan informasi dan
pengetahuan yang benar dan akurat mengenai kesehatan reproduksi sehingga dapat melalui
masa pubertas dengan baik dan menghindarkan diri dari perilaku berisiko. Bidan
memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada
aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat
xxvii
bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainya untuk senantiasa siap melayani siapa saja
yang membutuhkanya, kapan dan dimanapun dia berada.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang
Pengesahan Convention on the Right of the Child (Kovensi Hak Anak) dimana hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia berkomitmen terhadap perlindungan anak dengan
mengadopsi kebijakan-kebijakan dan memperkuat kerangka hukum yang menjamin
perlindungan hak-hak anak. Selain itu, pemerintah juga mempunyai program Sebagai Upaya
Pemenuhan Hak Anak Jalanan diantaranya adalah Program Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR), Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Program Rumah Singgah,
Penyediaan Fasilitas Kesehatan, Penyediaan Pendidikan Gratis, Pemberian Identitas Anak
dan adanya Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
xxviii
DAFTAR PUSTAKA
2. Ayu, I. M., Decysitungkir, D., Nitami, M., & Nadiyah. (2020). Program Peningkatan
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Di Smk “X” Tangerang Raya. Jurnal
Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat.
3. Dewi, S. C., Istianah, U., & Hendarsih, S. (2019). Peningkatan Kemampuan Menjalani
Masa Pubertas Melalui Penyuluhan Kesehatan Reproduksipada Remaja Putri Kelas Viii
Di Smp N 2 Gamping Sleman. Jurnal Keperawatan.
5. Kusumawati, P. D., Ragilia, S., Trisnawati, N. W., Larasati, N. C., Laorani, A., & Soares,
S. R. (2018). Edukasi Masa Pubertas Pada Remaja. Journal Of Community Engagement
In Health.
6. Setyadani, A. S. (2013). Perilaku Kesehatan Reproduksi Pada Anak Jalanan Dengan Seks
Aktif Di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
7. Vitriani, E., & Suryani, D. (2019). Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (Phbs) Pada Anak
Jalanan Di Yayasan Rumah Impian Yogyakarta. Jurnal Berkala Kesehatan.
xxix
Dan Kerentanan Berperilaku Menyimpang. Jurnal Aspirasi, 5(2).
10. Darwin, M. (2016). Kesehatan Reproduksi: Ruang Lingkup Dan Kompleksitas Masalah.
Populasi, 7(2). https://doi.org/doi:10.22146/jp.11494
11. Hidayangsih, P. S. (2014). PERILAKU BERISIKO DAN PERMASALAHAN
KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA. 1–10.
12. Laksmana, D. F. S., & Irawan, A. D. (2021). PERLINDUNGAN HAK ANAK
JALANAN SEBAGAI KORBAN PENELANTARAN. Binamulia Hukum, 10(2), 107–
115.
13. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. (2017). PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.
14. Mugianti, S., Winarni, S., & Pangestuti, W. D. (2018). Faktor Penyebab Remaja Menjadi
Anak Jalanan. Jurnal Pendidikan Kesehatan, 7(1), 25.
https://doi.org/10.31290/jpk.v7i1.292
15. Nurbadlina, F. R., Shaluhiyah, Z., & Suryoputro, A. (2021). Kolaborasi Lintas Sektor
Dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi Anak Jalanan. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan
Kebidanan, 12(2), 334. https://doi.org/10.26751/jikk.v12i2.1069
16. Presiden Republik Indonesia. (2002). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.
17. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. (2019). UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG KEBIDANAN (Issue 004078).
18. Priasmoro, D. P., & Aloysia, I. (2019). Peningkatan Kesehatan Jiwa Remaja Berbasis
Group Therapy Pada Anak Jalanan Usia Sekolah (6-12) Tahun Di Kampung Topeng.
19. Rachmawati, F., Friskarini, K., Nova susanty, L., Edison, H., Prasodjo, R., & Manalu, S.
(2020). Studi Eksplorasi Pendidikan Kesehatan Reproduksi Anak Jalanan Di Rumah
Singgah Binaan PKPR Puskesmas Jakarta Timur. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 11(1),
25–36. https://doi.org/10.22435/kespro.v11i1.2819
20. Rahayu, A., Noor, M., Yulidasari, F., Rahman, F., & Putri, A. (2017). Buku Ajar
Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Lansia. 1st ed. Airlangga University Press.
21. Suryadi, Fuad, A., & Badar, S. (2020). Fenomena Anak Jalanan Di Kota Cirebon.
Equalita: Jurnal Studi Gender Dan Anak, 2(1), 19.
xxx
https://doi.org/10.24235/equalita.v2i1.7052
22. unkris. (n.d.). Analisis situasi. P2k.Unkris.Ac.Id. http://p2k.unkris.ac.id/en3/1-3065-
2962/Analisis-Situasi_173740_binamandiri_p2k-unkris.html
23. Wahyuni, & Dwi, E. (2018). Asuhan Kebidanan Komunitas.
24. Zami, A. H., & Rossa, E. M. (2021). Literature Review: Masalah Kesehatan Anak
Jalanan. Jurnal Kesehatan, 12(3), 479. https://doi.org/10.26630/jk.v12i3.1993
xxxi
LAMPIRAN
1. Lembar konsultasi
4. Lembar kuesioner.
xxxii