Anda di halaman 1dari 21

Laboratorium Obstetri & Ginekologi Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Oleh

Abella Verda Dea A 2010017029

Pembimbing:
dr. Marihot, Sp.OG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA

APRIL 2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas
segala rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tutorial klinik yang
berjudul “Hiperemesis Gravidarum”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan tutorial klinik ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terimakasih kepada:
1. dr. I.G.A.A Sri M. Montessori, Sp.OG selaku Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD AWS Samarinda.
2. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG selaku Kepala Laboratorium Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Gusti Hesty Nuraini, Sp. OG sebagai dosen pembimbing klinik selama mengikuti
stase Obstetri dan Ginekologi.
4. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada kami.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD AWS/FK
UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak ketidaksempurnaan dalam penulisan


tutorial klinik ini, penulis sangat mengharapkan kritikdan saran demi kesempurnaan tutorial
klinik ini. Akhir kata, semoga tutorial klinik ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan
para pembaca.

Samarinda, Februari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
PENDAHULUAN 4
1.1.Latar Belakang..................................................................................................4
1.2 Tujuan...............................................................................................................5
1.3 Manfaat.............................................................................................................5
BAB 2 LAPORAN KASUS 6
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 14
3.1 Definisi......................................................................................................14
3.2 Etiologi dan Faktor Risiko.........................................................................14
3.3 Patofisiologi...............................................................................................14
3.4 Manifestasi Klinis......................................................................................21
3.5 Diagnosis...................................................................................................22
3.6 Diagnosis Banding.....................................................................................23
3.7 Penatalaksanaan.........................................................................................24
3.8 Komplikasi.................................................................................................28
3.9 Prognosis.............................................................................................................29
BAB 4 PEMBAHASAN 30
BAB 5 PENUTUP 33
DAFTAR PUSTAKA 34

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan didefinisikan
sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan
nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi,
kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu (Sarwono, 2010)
Emesis gravidarum sendiri didefinisikan sebagai kejadian mual dan muntah
sering terjadi pada pada minggu-pertama kehamilan, dan hal tersebut merupakan hal
memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat
turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuria. Sedangkan
dari literatur lain menyebutkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah muntah yang
cukup parah sehingga menyebabkan kehilangan berat badan, dehidrasi, asidosis dari
kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam hidroklorid saat muntah dan hipokalemia.
Hyperemesis gravidarum terjadi di seluruh dunia dengan angka kejadian yang
beragam, sebanyak 0,3% dari seluruh kehamilan di Swedia, 0,5% di California, 0,8%
di Canada, 0,8% di China, 0,9% di Norwegia, 2,2% di Pakistan dan 1,9% di Turki.
Literatur juga menyebutkan bahwa perbandingan insidensi hiperemesis gravidarum
secara umum adalah 4:1000 kehamilan (Yasa, 2012).
Beberapa faktor risiko penyakit hiperemesis gravidarum antara lain adalah
usia ibu, usia gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan ganda,
kehamilan mola, kondisi psikologis ibu dan adanya infeksi H.pilory. Usia ibu
merupakan faktor risiko dari hiperemesis gravidarum yang berhubungan dengan
kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan bahwa ibu dengan usia kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis
gravidarum. Usia gestasi atau usia kehamilan juga merupakan faktor risiko
hiperemesis gravidarum,
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan
yang baik mengenai hiperemis gravidarum mulai dari definisi hingga terapi yang
seharusnya diberikan, serta patofiologinya sehingga klinisi mampu menegakkan

4
diagnosis hiperemesis gravidarum secara tepat dan memberikan terapi secara akurat
untuk memperbaiki prognosis pasien.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang hiperemis gravidarum, serta perbandingan antara teori
dengan kasus.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui teori tentang hiperemis gravidarum.
2. Mengetahui perbandingan antara teori dengan hiperemis gravidarum di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
3. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam kasus
ini.

1.3 Manfaat
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran terutama
bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya mengenaihiperemis gravidarum.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi,
berimplantasi dan tumbuh tidak ditempat yang normal yakni dalam endometrium
kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin
yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang
normal, misalnya kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kehamilan pada
serviks uteri.
Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada
kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka
para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.

3.2 Epidemiologi KET


Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu sehingga insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan.

3.3 Faktor Resiko


- Riwayat Kehamilan Jelek
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan
ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien pernah
mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10-
25% untuk terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah
mengalami kehamilan ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan menjadi lebih tinggi. Angka kehamilan

6
ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14.6%. Sebagai
konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan kehamilan ektopik
sebelumnya dan mengenal gejala-gejala sekarang yang serupa.
- Riwayat Infeksi Pelvis
Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan
ektopik mempunyai Riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu
menderita infeksi akibat penyakit GO ataupun radang panggul. Hal
inilah yang menyebabkan ibu yang menderita keputihan harus
melakukan pemeriksaan untuk memastikan gejala yang dideritanya
adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang bersifat fisiologis.
- Riwayat Kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan
kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat
kontrasepsi dalam Rahim (AKDR). Rasio kehamilan ektopik
dibandingkan dengan kehamilan intrauterine adalah lebih besar
daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode
kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada akseptor AKDR
dilaporkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pemakai
kondom.
- Riwayat Operasi Tuba
Adanya Riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur
sterilisasi yang gagal maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas
tuba semakin umum sebagai resiko terjadinya kehamilan ektopik.
- Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan insidensi
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan
jumlah dan afinitas reseptor adrenergik dalam tuba.

3.4 Klasifikasi KET


Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan :

7
a. Tuba fallopi.
95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi. Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba
uterine kanan dan 35% kasus pada tuba uterine kiri. Lokasi-
lokasi tuba yang bisa terjadi kehamilan ektopik:
1.Pars interstisialis
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infundibulum
5. Fimbria
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.

3.5 Gambaran Klinik

8
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita
tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita menunjukkan
gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa
agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di samping
gangguan haid, keluhan yang sering ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas,
walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba
tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat
unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau
hanya dibagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan bahwa nyeri perut yang
sangat menyiksa pada suatu rupture kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah
yang keluar kedalam kavum peritoneum.

3.6 Diagnosis Banding


Diagnosis hiperemesis gravidarum merupakan diagnosis pereksklusionam,
sehingga perlu menyingkirkan semua diagnosis banding yang mungkin terlebih
dahulu. Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai
gejala muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan, antara lain:
- Appendiksitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendiksitis akut keluhan nyeri tekan pada
perut sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendiksitis akut
keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan
rebound tenderness juga bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita hamil
dengan appendiksitis akut dan tanpa appendiksitis akut (Cunningham, Leveno, &
Gant, 2010)

9
- Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil
mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi
disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan
pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada urine, pemeriksaan
gula darah, dan pemeriksaan gas darah (Cunningham, Leveno, & Gant, 2010)
- Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien
mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan obat-obat
analgetik non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat
membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena
hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri
epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari karena berisiko
dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan gastroenteritis selain
menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien
hiperemesis gravidarum yang murni karena hormon jarang disertai diare
(Cunningham, Leveno, & Gant, 2010)
- Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat
biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan
SGOT dan SGPT yang nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien
hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-tanda kegagalan hati) yang sebelumnya
tidak menderita hepatitis dengan wanita hamil yang sebelumnya memang sudah
menderita hepatitis. Anamnesa yang cermat dapat membantu menegakkan
diagnosis. (Cunningham, Leveno, & Gant, 2010)
- Kehamilan Mola dan Kehamilan Ganda
Penting untuk mengevaluasi pasien untuk penyakit trofoblas gestasional
dan kehamilan multipel karena mungkin juga termasuk mual dan muntah yang
parah pada trimester pertama kehamilan. Pemeriksaan dapat dimulai dengan
USG,yang akan memastikan diagnosis dalam banyak kasus. Masalah kebidanan
trimester pertama lainnya termasuk kehamilan ektopik, yang gejalanya lebih khas

10
berupa sakit perut, sinkop, atau perdarahan vagina dan dapat dievaluasi lagi
dengan USG kebidanan dan kadar B-hCG (McCarthy, Lutomski, & Greene, 2014)

3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama hiperemesis gravidarum adalah rehidrasi dan
penghentian makanan peroral. Pemberian antiemetik dan vitamin secara intravena
dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Penatalaksanaan farmakologi
emesis gravidarum dapat juga diterapkan pada kasus hiperemesis gravidarum
(Gunawan, Menengkei, & Ocviyanti, 2011)

Tata Laksana Awal


Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap di rumah sakit dan
dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian
pemberian makanan per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetik jika
dibutuhkan. Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, atau
tiamin perlu dipertimbangkan.Cairan dekstrosa dapat menghentikan pemecahan
lemak. Untuk pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum
pemberian cairan dekstrosa. Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien dapat
mentoleransi cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium
(Gunawan, Menengkei, & Ocviyanti, 2011)
Tata Laksana Famarkologis
Pada emesis gravidarum, obat-obatan diberikan apabila perubahan pola
makan tidak mengurangi gejala, sedangkan pada hiperemesis gravidarum, obat-
obatan diberikan setelah rehidrasi dan kondisi hemodinamik stabil. Pemberian
obat secara intravena dipertimbangkan jika toleransi oral pasien buruk. Obat-
obatan yang digunakan antara lain adalah vita- min B6 (piridoksin), antihistamin
dan agen-agen prokinetik. American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah 12,5 mg doxylamine per
oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi lini pertama yang aman dan efektif.
Kombinasi piridoksin dan doxylamine terbukti menurunkan 70% mual dan
muntah dalam kehamilan. Suplementasi dengan tiamin dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi berat hiperemesis, yaitu Wernicke’s

11
encephalopathy. Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi perlu diwaspadai jika
terdapat muntah berat yang disertai dengan gejala okular, seperti perdarahan retina
atau hambatan gerakan ekstraokular (Gunawan, Menengkei, & Ocviyanti, 2011).
Fenotiazin atau metoklopramid diberikan jika pengobatan dengan
antihistamin gagal. Prochlorperazine juga tersedia dalam sediaan tablet bukal
dengan efek samping sedasi yang lebih kecil (Gunawan, Menengkei, & Ocviyanti,
2011)
Antagonis reseptor 5-hydroxytryptamine3 (5HT3) seperti ondansetron

mulai sering digunakan, tetapi informasi mengenai penggunaannya dalam


kehamilan masih terbatas. Seperti metoklopramid, ondansetron memiliki
efektivitas yang sama dengan prometazin, tetapi efek samping sedasi ondansetron
lebih kecil. Untuk kasus-kasus refrakter, metilprednisolon dapat menjadi obat
pilihan. Metilprednisolon lebih efektif daripada promethazine untuk
penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan (Gunawan, Menengkei, &
Ocviyanti, 2011)
Antiemetik konvensional, seperti fenotiazin dan benzamin, terbukti efektif
dan aman bagi ibu. Antiemetik seperti proklorperazin, prometazin, klorpromazin
menyembuhkan mual dan muntah dengan cara menghambat postsynaptic
mesolimbic dopamine receptors melalui efek anti-kolinergik. Obat-obatan tersebut
dikontraindikasikan terhadap pasien dengan hipersensitivitas terhadap golongan
fenotiazin, penyakit kardiovaskuler berat, penurunan kesadaran berat, depresi
sistem saraf pusat, kejang yang tidak terkendali, dan glaukoma sudut tertutup.
Namun, hanya didapatkan sedikit informasi mengenai efek terapi antiemetik
terhadap janin (Gunawan, Menengkei, & Ocviyanti, 2011)

Tabel 1. Obat-obatan untuk Tata Laksana Mual dan Muntah dalam


Kehamilan (Gunawan, Menengkei, & Ocviyanti, 2011)

12
Pengaturan Diet
Untuk pasien hiperemesis gravidarum tingkat III, diberikan diet
hiperemesis I. Makanan yang diberikan berupa roti kering dan buah-buahan.
Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam setelah makan. Diet
hiperemesis kurang mengandung zat gizi, kecuali vitamin C, sehingga diberikan
hanya selama beberapa hari (Gunawan, Menengkei, & Ocviyanti, 2011)
Jika rasa mual dan muntah berkurang, pasien diberikan diet hiperemesis II.
Pemberian dilakukan secara bertahap untuk makanan yang bernilai gizi tinggi.
Minuman tidak diberikan bersama makanan. Diet hiperemesis II rendah dalam
semua zat gizi, kecuali vitamin A dan D (Gunawan, Menengkei, & Ocviyanti,
2011)
Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis
ringan. Pemberian minuman dapat diberikan bersama makanan. Diet ini cukup
dalam semua zat gizi, kecuali kalsium (Gunawan, Menengkei, & Ocviyanti, 2011)
Terapi Alternatif
Terapi alternatif seperti akupunktur dan jahe telah diteliti untuk
penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan. Akar jahe (Zingiber
officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek yang

13
cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat menghambat pertumbuhan seluruh
galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene (Cag) A+ yang sering
menyebabkan infeksi. Empat random- ized trials menunjukkan bahwa ekstrak
jahe lebih efektif daripada plasebo dan efektivitasnya sama dengan vitamin B6.
Efek samping berupa refluks gastroesofageal dilaporkan pada beberapa penelitian,
tetapi tidak ditemukan efek samping signifikan terhadap keluaran kehamilan.
Dosisnya adalah 250 mg kapsul akar jahe bubuk per oral, empat kali sehari.
(Gunawan, Menengkei, & Ocviyanti, 2011)
Terapi akupunktur untuk meredakan gejala mual dan muntah masih
menjadi kontroversi. Penggunaan acupressure pada titik akupuntur Neiguan P6 di
pergelangan lengan menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan penelitiannya
masih terbatas (Gunawan, Menengkei, & Ocviyanti, 2011).

14
Gambar 1. Guideline Penanganan Mual Muntah Pada Kehamilan (ACOG, 2018)

3.8 Komplikasi
Pada kasus hiperemesis yang parah, komplikasi termasuk defisiensi
vitamin, dehidrasi, dan malnutrisi, jika tidak ditangani dengan tepat. Ensefalopati
Wernicke, yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B1, dapat menyebabkan
kematian dan cacat permanen jika tidak ditangani. Selain itu, juga bisa terjadi
cedera sekunder akibat muntah yang kuat dan sering, termasuk ruptur esofagus
dan pneumotoraks. Kelainan elektrolit seperti hipokalemia juga dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Selain itu, pasien dengan

15
hiperemesis mungkin memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang lebih tinggi
selama kehamilan (Jennings LK, 2014).
3.9 Prognosis
Mual dan muntah saat hamil sering terjadi. Gejala biasanya mulai sebelum
usia kehamilan 9 minggu dan sebagian besar kasus diselesaikan pada minggu ke
20 kehamilan. Sebagian kecil pasien, sekitar 3%, akan terus mengalami muntah
selama trimester ketiga. Sekitar 10% pasien dengan hiperemesis gravidarum akan
terpengaruh selama kehamilan (Jennings LK, 2014).
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirinya pada
usia kehamilan 20-22 minggu. Namun demikian pada tingkatan yang berat
penyakit ini dapat membahayakan nyawa ibu dan janin.
Kriteria keberhasilan pengobatan dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Rehidrasi berhasil dan turgor kulit kembali normal
2. Diuresis bertambah
3. Kesadaran komposmentis
4. Hasil pemeriksaan laboratorium (ketonuria negatif) (Jennings LK,
2014).

16
BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien Ny. MNLS usia 25 tahun masuk RS pada tanggal 17 Febuari 2021
dengan keluhan utama mual dan muntah lebih dari 6 kali per hari sejak 4 hari terakhir
ini. Selama 1 hari terakhir, pasien selalu muntah jika diberikan makanan atau
minumanSelain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hatinya Pasien
mengatakan sedang hamil muda.. BAB dan BAK dalam batas normal.

4.1. Anamnesis
Teori Kasus
Pasien mengeluhkan mual dan muntah  Pasien G1P0A0 gravid 15-16 minggu
terus menerus, semua yang dimakan datang dengan keluhan utama mual
maupun diminum dimuntahkan, merasa muntah lebih dari 6 kali sehari sejak.
lemah, nafsu makan tidak ada, dan nyeri Keluhan ini muncul setiap hendak
ulu hati. Dapat di temui tanda-tanda makan dan minum serta muntahan
dehidrasi. Apabila dalam keadaan berat, berupa cairan.
dapat terjadi gangguan kesadaran.  Nyeri ulu hati sejak 4 hari terakhir
 BAK dan BAB tidak ada keluhan
 Tidak ada riwayat penggunaan obat

4.2 Pemeriksaan Fisik


Teori Kasus
Pemeriksaan yang harus dilakukan Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
adalah status generalisata dan tanda
Tanda vital
vital. Pada pemeriksaan akan
 Tekanan darah : 120/65 mmHg
didapatkan keadaan pasien lemah,
 Frekuensi nadi : 95 kali/menit
apatis sampai koma, peningkatan
 Frekuensi nafas : 21 kali/menit
frekuensi nadi, suhu meningkat,
 Suhu : 36,8 ºc
tekanan darah menurun, atau ada
tanda dehidrasi.
 Kepala/leher: Normochepali, konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

17
 Thorax
- Pulmo : dalam batas normal
- Cor : dalam batas normal
 Abdomen: Membesar sesuai usia
kehamilan, linea nigra (-), Striae
gravidarum (-), bekas operasi (-)
 Ekstremitas: edema (-/-), akral hangat (+/
+)

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Teori Kasus
Dapat ditemukan ketone pada urine dan Urinanalisa
kadar natrium, klorida, dan kalium Badan Keton +3
menurun
Elektrolit
Natrium :133 mmol/L
Kalium : 3.0 mmol/L
Klorida : 107 mmol/L

4.4 Penatalaksanaan
Teori Kasus
Stop makanan peroral. Rehidrasi dan - IVFD RL:DS (2:2) 20 tpm
penggantian mineral dan vitamin dengan - Neurobion drip 1 ampul/IV/24
kombinasi vitamin B. jam
Pemberian metoclopramide / ondansentron - Inj ranitidine 50mg 2x1
/ promethazine apabila terdapat dehidrasi ampul/IV
dan metoklopramide / - Inj ondansentron 4mg 3x1
trimethobenzamide /ondansetron apabila amp/IV
tanpa dehidrasi.. - Inj drip KCl 25meq dalam
NaCl 0,9% 1fl 12tpm, 1 kali
pemberian.
- Rawat inap di VK

18
BAB 5
PENUTUP

Telah dilaporkan kasus pasien atas nama Ny. MNLS berusia 25 tahun yang
dapat ke IGD Abdul Wahab Sjahrannie Samarinda dengan keluhan mual dan

19
muntah sejak 4 hari SMRS, bertambah parah sejak 1 hari yang halu. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sakit ringan. Pemeriksaan laboratorium darah didapatkan
adanya hipokalemia dan badan keton positif. Pemeriksaan urinalisa didapatkan
adanya ketone dalam urin. Pasien didiagnosis G1P0A0 dengan Hiperemesis
gravidarum derajat 1. Pada pasien ini diberikan tatalaksana berupa cairan sehidrasi
serta anti mual dan muntah. Penegakan diagnosis maupun tatalaksana pada pasien
ini sudah sesuai dengan teori.

20
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F., Leveno, K., & Gant, N. (2010). Williams Obstetrics 23rd
Edition. New York: McGraw Hill.
Gde Manuaba, I.B. Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana.
Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232
Gunawan, K., Menengkei, P. S., & Ocviyanti, D. (2011). Diagnosis dan
Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum. Journal Indonesia Medical
Association.
Jennings LK, K. D. (2014). Hyperemesis Gravidarum. Treasure Island: StatPearl
McCarthy, F., Lutomski, J., & Greene, R. (2014). Hyperemesis Gravidarum:
Current Perspectives. International Journal of Women's Healt.
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Siddik, D. (2014). Persalinan Lama. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (pp.


814-816). Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Soewarto, S. 2009. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan Rachimhadhi T.
(Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal. 677-680.
.

21

Anda mungkin juga menyukai