Anda di halaman 1dari 15

Penyakit Glomerulonefritis Akut et causa Streptococcus pada Anak

Gabriel Susilo
10.2012.016
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: gabriel.susilo@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk yang kompleks baik struktur tubuhnya maupun segala
mekanisme dan sistem dari dalam tubuhnya.Tidak dapat kita pungkiri bahwa seluruh hal yang
berkenaan dengan manusia bahkan setiap detail bagian dari manusia merupakan hal yang perlu
kita ketahui.tidah menghenrankan jika suatu mekanisme dan system yang sempurna tersebut
sering terjadi masalah. Salah satu yang akan dibahas ialah masalah pada organ ginjal pada anak
karena radang pada glomerulus diakibatkan karena streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis. Istilah akut (glomerulonefritis akut, GNA) mencerminkan adanya
korelasi kliniko-patologis selain menunjukan adanya gambaran tentang etiologi, patogenesis,
perjalanan penyakit dan prognosis. Telah lama diketahui bahwa beberapa orang anak setelah
menderita scarlet fever,dapat mengalami edema dan hematuria nyata, penyakit ini dikenal
sebagai glomerulonefritis pascastreptokok. Sejak adanya kemajuan di bidang antibioktik dan
kesehatan masyarakat yang makin baik, angka kejadian penyakit ini menurun drastis di Amerika
Serikat. Tetapi di negara-negara berkembang, glomerulonefritis pascactreptokok masih tetap
merupakan penyakit yang banyak menyerang anak. Untungnya penyakit ini merupakan penyakit
yang bersifat self-limiting pada sebagian besar anak dengan kesembuhan yang sempurna,
meskipun pada sebagaian kecil dapat mengakibatkan gagal ginjal akut. Penyakit ini adalah
contoh klasik dari sindrom nefritis akut. Mulainya mendadak dari hematuria makroskopis,
edema, hipertensi dan insuffisiensi ginjal. Dulu, penyakit ini merupakan penyebab tersering
hematuria makroskopis pada anak, tetapi frekuensinya menurun selama beberapa dekade terakhir
dimana nefropati-IgA sekarang merupakan penyebab hematuria makroskopis yang paling

lazim. Sindrom ini ditandai dengan timbulnya edema yang timbul mendadak, hipertensi, hematuri,
oliguri, GFR menurun, insuffisiensi ginjal.

1. Pembahasan
1.1 Anamnesis
Pada anak-anak biasanya menggunakan alloanamnesis dengan bertanya dengan orang yang
membawa anak tersebut ke rumah sakit atau dokter. Pada anamnesis kita akan bertanya keluhan
anak tersebut, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, keluhan yang menyertai,
riwayat penyakit keluarga serta riwayat sosial. Pada scenario kasus di dapatkan anak laki-laki
usia 5 tahun dengan keluhan urin berwarna gelap, bengkak pada kedua mata, dan nafas pendek
adan edema pada wajah dan tungkai, anak terseut sekitar 2 minggu yang lalu ada infeksi bekas
luka gigitan nyamuk dan anak bermain dengan kotor sekali.
1.2 Pemeriksaan fisik
Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran berat dan
tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan kemungkinan
adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti atritis, ruam kulit,
gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat. Selama fase akut terdapat vasokonstriksi
arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini
kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya
berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi
tubulus relative kurang terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis
berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga berkurang. Ureum diresorbsi
kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolic.1
1.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume urin
sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging. Hematuria
makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit khas terdapat
pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus. Proteinuria biasanya
sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas

permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti gambaran
nefrotik.Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam,
menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya
permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar anak yang dirawat
dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum kreatinin.
Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan membaik bila edem
menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit. Kadar
albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan berbanding terbalik dengan
jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus. Bukti yang mendahului adanya
infeksi streptokokus pada anak dengan GNA harus diperhatikan termasuk riwayatnya.
Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit penting untuk isolasi dan identifikasi
streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan uji serologi respon imun terhadap antigen
streptokokus. Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10-14 hari
setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak
mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang meningkat dan
hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti
deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik
pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus.
Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi streptokokus
sebelumnya pada hampir 100% kasus. Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus
dalam 2 minggu pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3
sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar IgG sering
meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93% pasien.11 Pada awal penyakit
kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi yang mengandung IgG atau IgG
bersama-sama IgM atau C3. Hampir sepertiga pasien menunjukkan pembendungan paru.
Penelitian Albar dkk., di Ujung Pandang pada tahun 1980-1990 pada 176 kasus mendapatkan
gambaran radiologis berupa kardiomegali 84,1%, bendungan sirkulasi paru 68,2 % dan edem
paru 48,9% .Gambaran tersebut lebih sering terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis disertai
edem yang berat. Foto abdomen menunjukkan kekaburan yang diduga sebagai asites.2
1.4 Gejala klinis

Gejala klinis glomerulonefritis akut pasca streptokok sangat bervariasi, dari keluhan-keluhan
ringan atau tanpa keluhan sampai timbul gejala-gejala berat dengan bendungan paru akut, gagal
ginjal akut, atau ensefalopati hipertensi. Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari
glomerulonefritis akut dikenal dengan sindrom nefritik akut. Bendungan paru akut dapat
merupakan gambaran klinis dari glomerulonefritis akut pada orang dewasa atau anak yang besar.
Sebaliknya pada pasien anak-anak, ensefalopati akut hipertensif sering merupakan gambaran
klinis pertama.1,2
Infeksi Streptokok riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi
kulit (impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa prevalensi glomerulonefritis
meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi saluran nafas. Insiden glomerulonefritis
akut pasca impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%. Glomerulonefritis akut pasca streptokok tidak
memberikan keluhan dan ciri khusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak
jarang disertai panas badan, dapat ditemukan pada setiap penyakit infeksi.3
Keluhan saluran kemih, hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari
semua pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran kemih
bawah walaupun tidak terbukti secara bakteriologis. Oligouria atau anuria merupakan tanda
prognosis buruk pada pasien dewasa.1-3
Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien. Hipertensi
biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat diuresis tanpa pemberian
obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa ensefalopati hanya dijumpai pada
kira-kira 5-10% dari semua pasien.1-3
Edema dan bendungan paru akut, hampir semua pasien dengan riwayat edema pada kelopak
mata atau pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan
penyakit berat dan progresif, edema ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai dengan
asites dan efusi rongga pleura.1-3
1.5 Diagnosis kerja dan diagnosis banding
Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel penyerang ginjal
(sel glomerulus). Glomerulonefritis menahun adalah penyakit paling sering menimbulkan gagal
ginjal dikemudian hari. Kelainan ini terjadi akibat gangguan utama pada ginjal (primer) atau
sebagai komplikasi penyakit lain (sekunder), misalnya komplikasi penyakit diabetes mellitus,

keracunan obat, penyakit infeksi dan lain-lain. Pada penyakit ini terjadi kebocoran protein atau
kebocoran eritrosit. Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar
glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampak
bersifat imunologis.Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus,
bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial
maupun sistem vaskulernya. Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7
tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan
antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3
tahun. Hasil penelitian multisenter di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien
yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang
(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8
tahun (40,6%). Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat
berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau

hipertensi. Gejala umum berupa sembab

kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini
umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis
merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang
mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi
klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis.4
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Menurut Ngastiyah (2005),
umumnya etiologi dibagi menjadi : Sindrom nefrotik bawaan, diturunkan sebagai resesif
autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis
buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. Gejala : Edema
pada masa neonatus. Sindrom nefrotik sekunder disebabkan oleh : Malaria kuartana (malaria

kuartana yang disebabkan plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada
penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40
hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari)atau parasit
lainnya, penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid,
glumerulonefritis akut atau kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia seperti trimetadion,
paradion, penisilamin, garam emas, air raksa, amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia,
nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik. Sindrom nefrotik idiopatik idak diketahui
sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada
biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk
membaginya menjadi : kelainan minimal, pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus
sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat imunoglublin G
(IgG)pada dinding kapiler glomerulus. Nefropati membranosa, semua glomerulus menunjukan
penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
Glomerulonefritis proliferatif: Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi
sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang
menyebabkan kapiler tersumbat. Dengan penebalan batang lobular terdapat prolefirasi sel
mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular. Dengan bulan sabit ( crescent) didapatkan
proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif, proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang
menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah.
Prognosis buruk. Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas. Glomerulosklerosis fokal
segmental, pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus.
Prognosis buruk. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi
dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah
genitalia dan ekstermitas bawah. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, pucat, hematuria
secara mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan
petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik, anoreksia dan diare disebabkan
karena edema mukosa usus, sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan
keletihan umumnya terjadi, gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).4

Infeksi Saluran Kemih adalah adanya bakteri pada urin yang disertai dengan gejala
infeksi. Adapula yang mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi yang disertai adanya
mikroorganisme patogenik (patogenik : yang menyebabkan penyakit) pada urine, uretra (uretra :
saluran yang menghubungkan kandung kemih dengan dunia luar), kandung kemih, atau ginjal.
ISK sering terjadi pada bayi dan anak-anak kecil dan merupakan suatu keadaan yang perlu
dicermati karena 5% dari penderitanya hanya menunjukkan gejala yang amat samar dengan
risiko kerusakan ginjal yang lebih besar dibandingkan anak-anak yang sudah lebih besar.
Pengenalan awal, pengobatan yang tepat dan mengetahui faktor dasar yang mempermudah
infeksi lebih jauh penting untuk mencegah perjalanan penyakit untuk menjadi pyelonefritis atau
urosepsis dan menghindari sekuele akhir seperti jaringan parut pada ginjal dan gagal ginjal. ISK
dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki.2 Kejadian ISK pada bayi baru
lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar dibanding bayi dengan berat
lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki.
Sedangkan setelahnya, sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Rasio ini terus
meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30 kali lebih besar
dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang disunat, risiko ISK menurun hingga
menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat. Karena tingginya angka kejadian ISK
pada anak-anak dengan gejala klinis yang tak terlalu jelas serta tingginya resiko komplikasi yang
lebih berat, maka dalam referat kali ini penulis akan membahas tentang ISK. Escherichia
coli adalah penyebab paling umum pada anak-anak, hingga 80%. Pada bayi baru lahir (0-28
hari), infeksi diperantarai oleh aliran darah. Sedangkan setelah usia itu, ISK umumnya terjadi
dengan naiknya bakteri ke saluran kemih. Staphylococcus saprophyticus, Proteus mirabilis
(Selain menyebabkan infeksi, bakteri ini mengeluarkan zat yang dapat memfasilitasi
pembentukan batu di saluran kemih), mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan ISK adalah
beberapa bakteri yang umumnya menginfeksi saluran cerna dan Candida albicans, jamur yang
umumnya menginfeksi pasien dengan kateter (kateter : semacam selang) pada saluran kemihnya,
kekebalan tubuh yang rendah, diabetes mellitus, atau pasien dalam terapi antibiotik. Sebagian
besar ISK tidak dihubungkan dengan faktor risiko tertentu. Namun pada ISK berulang, perlu
dipikirkan kemungkinan faktor risiko seperti : Kelainan fungsi atau kelainan anatomi saluran
kemih, gangguan pengosongan kandung kemih (incomplete bladder emptying), konstipasi,
operasi saluran kemih, kekebalan tubuh yang rendah.3,4

Gejala yang dapat timbul pada ISK pada anak sangat tidak spesifik, dan seperti telah
diungkapkan sebelumnya, banyak yang hanya disertai demam sebagai gejala.Dua kategori klinis
dari ISK adalah pyelonefritis akut atau ISK atas dan sistitis akut atau ISK bawah. Gejala
bervariasi sesuai usia. Anak baru lahir-2 bulan : sering tak ada gejala di saluran kemih. ISK
ditemukan dengan adanya sepsis neonatus, kuning berkepanjangan, gagal tumbuh, tak mau
menyusu. Anak 2 bulan - 2 tahun : Bayi dan anak-anak pada usia ini memiliki gejala demam
yang tidak diketahui sebabnya ( >38oC), usia ini memiliki resiko tinggi luka pada ginjal
dibanding usia yang lebih tua, karena tanda yang kurang menyebabkan keterlambatan
pengobatan dengan antibiotik. Aturan 3 hari dapat membantu untuk mencegah hal tersebut
terjadi. Contohnya jangan hanya mengawasi bayi atau anak-anak dengan febris 3 hari yang tak
diketahui sebabnya tanpa pemeriksaan urine untuk evaluasi infeksi, bayi sering mendapat demam
dan gejala lainnya, seperti rewel, tak mau menyusu, nyeri perut, muntah dan diare. Anak dengan
usia 1-2 tahun datang dengan gejala sugestif sistitis akut. Gejala biasanya menangis saat
berkemih atau kencing yang berbau busuk tanpa adanya demam (suhu <38oc). Anak usia 2-6
tahun: pada kelompok dengan demam ISK sering memiliki gejala sistemik yaitu tak nafsu
makan; rewel dan nyeri pada perut, panggul dan punggung dengan atau tanpa kelainan berkemih.
Pasien dengan sistitis akut memiliki gejala berkemih dengan sedikit atau tanpa peningkatan suhu.
Disfungsi berkemih termasuk urgensi, frekuensi, hesistensi, disuria dan inkontinensia urine.
Nyeri suprapubis atau perut dapat ditemukan dan adanya bau busuk pada urine. Anak usia lebih
tua dan adolesen, sering mengenai saluran bagian bawah, tetapi pyelonefritis akut masih
mungkin. Gejalanya mirip pada anak usia 2-6 tahun. Anak perempuan dengan pyelonefritis akut,
dapat ada refluks vesikoureter persisten (VUR), biasanya memiliki sistitis akut dengan ISK bila
mereka bertambah tua. Penyebab: Proliferasi kuman dalam saluran kemih menyebabkan ISK.
Infeksi hampir selalu asenden dan disebabkan kehadiran bakteri di distal uretra. E coliumumnya
menyebabkan infeksi awal, tapi basil gram negatif lain dan enterococcidapat juga menyebabkan
infeksi. Staphylococcal saprophyticus sering menjadi penyebab infeksi pada perempuan
adolesen, masuknya bakteri ke kandung kemih merupakan hasil dari aliran turbulen pada saat
berkemih normal, gangguan berkemih, atau kateterisasi.3,4
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya ISK sebagai berikut : pasien yang mendapat
antibiotik spektrum luas (cth. Amoxicillin, cephalexin), yang dapat menggangu flora usus dan
saluran kemih, dan meningkatkan resiko karena gangguan pada pertahanan alami terhadap

kolonisasi oleh bakteri pathogen. Inkubasi bakteri yang diperlama dalam kandung kemih akibat
pengosongan kandung kemih yang tak sempurna atau jarang berkemih dapat melemahkan
pertahanan kandung kemih terhadap infeksi bakteri. Gejala dari gangguan berkemih seperti
urgensi, frekuensi, hesistensi, dribbling, atau inkontinensia dapat terjadi tanpa adanya infeksi
atau iritasi lokal karena kontraksi detrusor yang tak terhalangi. Ketika inkontinensia dicegah oleh
obstruksi uretra, urine yang mengandung bakteri dari distal uretra akan kembali ke kandung
kemih. Hal tersebut yang umum menyebabkan ISK pada anak-anak. Khitan pada neonatus
menurunkan resiko ISK kurang lebih 90% pada bayi laki-laki dalam tahun pertama kehidupan.
Resiko ISK pada anak yang di khitan pada tahun pertama kehidupan adalah 1 dalam 1000,
sedangkan yang tidak di khitan 1 dalam 100 anak.4
1.6 Etiologi
Glomerulonefritis

pasca

streptokokus

didahului

oleh

infeksi Streptococcus

hemolyticus grup A jarang oleh streptokokus dari tipe yang lain. Hanya sedikit Streptococcus hemolyticus grup

bersifat

nefritogenik

yang

mampu

mengakibatkan

timbulnya

glomerulonefritis pasca streptokokus. Beberapa tipe yang sering menyerang saluran napas adalah
dari tipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 dan yang menyerang kulit adalah tipe M49, 55, 57, 60.
Glomerulonefritis

akut

pascastreptokokus

menyertai

infeksi

tenggorokan

atau

kulit

oleh strain nefritogenik dari streptococcus -hemolyticus grup A tertentu. Faktor-faktor yang
memungkinkan bahwa hanya strain streptokokus tertentu saja yang menjadi nefritogenik tetap
belum jelas. Selama cuaca dingin glomerulonefritis streptokokus biasanya menyertai
tonsilofaringitis streptokokus, sedangkan selama cuaca panas glomerulonefritis biasanya
menyertai infeksi kulit atau pioderma streptokokus. Epidemi nefritis telah diuraikan bersama
dengan infeksi tenggorokan (serotipe 12) maupun infeksi kulit (serotipe 49), tetapi penyakit ini
sekarang paling lazim terjadi secara sporadic. Penyakit infeksi lain yang juga dapat berhubungan
ialah skarlatina, otitis media, mastoiditis, abses peritonsiler dan bahkan infeksi kulit. Jasad
reniknya hampir selalu streptokok beta hemolitik golongan A, dan paling sering ialah tipe 12.
Strain nefritogenik lain yang dapat ditemukan pula ialah tipe 4, 47, 1, 6, 25 dan Red Lake(49).
Periode antara infeksi saluran nafas atau kulit dengan gambaran klinis dari kerusakan glomerulus
dinamakan periode laten. Periode laten ini biasanya antara 1-2 minggu, merupakan ciri khusus

dari penyakit ini sehingga dapat dibedakan dengan sindrom nefritik akut karena sebab lainnya.
Periode laten dari infeksi kulit (impetigo) biasanya antara 8-21 hari.3
1.7 Patofisiologi
Glomerulonefritis pascastreptokok dapat terjadi setelah radang tenggorok dan jarang
dilaporkan bersamaan dengan demam reumatik akut. Berdasarkan hubungannya dengan infeksi
streptokokus, gejala klinis, dan pemeriksaan imunofluoresensi ginjal, jelaslah kiranya bahwa
glomerulonefritis pascastreptokokus adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan proses
imunologis. Meskipun secara umum patogenesis glomerulonefritis telah dimengerti, namun
mekanisme yang tepat bagaimana terjadinya lesi glomerulus, terjadinya proteinuria dan
hematuria pada glomerulonefritis pascastreptokokus belumlah jelas benar. Pembentukan
kompleks-imun bersirkulasi dan pembentukan kompleks-imun in situ, telah ditetapkan sebagai
mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokok. Hipotesis lain yang sering disebutsebut adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus yang mengubah IgG
endogen sehingga menjadi autoantigenik. Akibatnya terbentuklah autoantibodyterhadap IgG
yang telah berubah tersebut, yang mengakibatkan pembentukan kompleks imun bersirkulasi,
yang kemudian mengendap dalam ginjal. Adanya periode laten antara infeksi streptokok dengan
gambaran klinis dari kerusakan glomerulus menunjukan bahwa proses imunologis memegang
peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut pasca streptokok
merupakan salah satu contoh dari penyakit kompleks-imun. Pada penyakit kompleks-imun,
antibodi tubuh (host) akan bereaksi dengancirculating antigen dan komplemen yang beredar
dalam darah untuk membentukcirculating immunne complexes. Pembentukkan circulating
immunne complexes ini memerlukan antigen dan antibodi dengan perbandingan 20 : 1. Jadi
antigen harus lebih banyak atau antibodi lebih sedikit. Antigen yang bersirkulasi dalam darah
bersifat heterolog baik eksogen maupun endogen. Kompleks-imun yang beredar dalam darah
dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat akan menempel/melekat pada kapiler-kapiler
glomeruli dan terjadi proses kerusakan mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi
peradangan dan mikrokoagulasi.5

Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut, kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria,
kerusakan dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeable dan porotis terhadap

protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi proteinuria dan hematuria, mekanisme retensi natrium
dan edema pada glomerulonefritis tanpa penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda
dengan mekanisme edema pada sindrom nefrotik. Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi
glomerulus (LGF) tidak diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan histopatologis
(pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli.
Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na + (natriuresis),
akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan
garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan
volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema. Hipertensi,
gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis) dan gangguan keseimbangan natrium ini
memegang peranan dalam genesis hipertensi ringan dan sedang. Peranan sistem reninangiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan
obat-obatan yang dapat menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan nefrektomi. Substansi renal
medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Penurunan konsentrasi dari zat ini
menyebabkan hipertensi. Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom
nefritik akut, walaupun mekanismenya masih belum jelas. Beberapa hipotesis yang berhubungan
telah dikemukakan dalam kepustakaan-kepustakaan antara lain: Vaskulitis umum merupakan
gangguan pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda kelainan patologis dari
glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan pembuluh darah ini menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisial dan menjadi edema. Penyakit jantung hipertensif, bendungan sirkulasi paru
akut diduga berhubungan dengan hipertensi yang dapat terjadi pada glomerulonefritis akut.
Miokarditis, pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan perubahanperubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada semua lead baik standar maupun
precardial. Perubahan-perubahan gelombang T yang tidak spesifik ini mungkin berhubungan
dengan miokarditis. Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung, hipotesis ini dapat
menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikancardiac output, ekspansi volume cairan
tubuh. Semua perubahan patofisiologi ini akibat retensi natrium dan air.5
1.8 Epidemologi
Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis menempati urutan pertama sebagai penyebab
penyakit ginjal tahap akhir dan meliputi 55% penderita yang mengalami hemodialisis . Insidens

tidak dapat diketahui dengan tepat, diperkirakan jauh lebih tinggi dari data statistik yang
dilaporkan oleh karena banyaknya pasien yang tidak menunjukkan gejala sehingga tidak
terdeteksi. Kaplan memperkirakan separuh pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok pada
suatu epidemi tidak terdeteksi. Glomerulonefritis akut pascastreptokok terutama menyerang anak
pada masa awal usia sekolah dan jarang menyerang anak di bawah usia 3 tahun. Perbandingan
antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Hasil penelitian multicentre di Indonesia pada
tahun 1988, melaporkan terdapat 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12
bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut
di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%) dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan
berbanding 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak pada usia antara 6-8 tahun (40,6%). Penyakit
ini lebih sering terjadi pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi.1-3
1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Medika mentosa
Pengobatan terpenting adalah suportif, hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan
vasodilator perifer (hidralasin, nifedipin). Diuretik diperlukan untuk mengatasi retensi cairan dan
hipertensi. Sebagian pasien hanya memerlukan terapi anti hipertensi jangka pendek (beberapa
hari sampai beberapa minggu). Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative untuk
menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pasien dengan gejala encelopati
hipertensif memerlukan terapi anti hipertensi yang agresif, diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgBB secara intramuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian maka selanjutnya
reserpin diberikan per oral dengan dosis 0,03 mg/kgBB/hari. Bila anuria berlangsung lama (5-7
hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialysis
peritoneum atau hemodialisis. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomeruloefritis akut tetapi
akhir-akhir ini pemberian furosemid (lasix) 1mg/kgBB/kali secara intra vena dalam 5-10 menit
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus. Pemberian penicillin pada
fase akut akan mengurangi menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada.
Pemberian antibiotika ini dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pasien glomerulonefritis akut dengan
gagal ginjal akut memerlukan terapi yang tepat, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kortikosteroid dan imunosupresan tidak diberikan oleh karena tidak terbukti berguna untuk
pengobatan. Pada Fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah garam

(1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila
suhu telah normal. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan
kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oliguria
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.6
1.9.2

Non-Medika mentosa

Anak dianjurkan untuk istirahat mutlak selama 3-4 minggu, makanan yang rendah protein
dan rendah garam, makanan yang lunak jika demam tinggi, karena ada edema cairan dibatasi.6
1.10

Komplikasi

Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yang tidak mendapat
pengobatan secara tuntas. Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang
dapat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufiiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada
anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialysis (bila perlu). Enselopati hipertensi
merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan,
pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah local
dengan anoksia dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya
ronkhi basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang buka saja disebabkan
spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung
dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium. Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritropoetik
yang menurun.2,4,6
1.11

Prognosis dan pencegahan

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur saat
serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau
epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus. Anak kecil
mempunyai prognosis lebih baik disbanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh
karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus. Perbaikan klinis yang
sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik. Inside gangguan fungsi

ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus
menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa minggu atau
bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal.18 Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7
%. Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus dicegah karena
berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan
lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit.26 Pencegahan GNAPS
berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari.3,4
Kesimpulan
Jadi

keseimpulannya

anak

tersebut

mengalami

gangguan

ginjal

yang

berupa

glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus yang ditandai oleh adanya kelainan klinis
akibat proliferasi dan inflamasi glomerulus yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus beta
hemolyticus grup A tipe nefritogenik. Adanya periode laten antara infeksi dan kelainan-kelainan
glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme
terjadinya penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisis, bakteriologis, serologis, imunologis, dan histopatologis. Pengobatan hanya bersifat suportif
dan simtomatik. Prognosis umumnya baik, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus.
Observasi jangka panjang diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit menjadi
kronik.

Daftar Pustaka
1. Husein A. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta : Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006.
h 345-53.
2. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 17.Philadelphia; 2004. h
1510-24.
3. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatric.Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2008.h.309-21.
4. Herry G, Heda M. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ketiga
.Bandung : Penerbut Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD; 2005 h 530-46.
5. Richard N, Mitchell, et all. Buku saku dasar patologis penyakit Robbins & Cotran. Edisi 7.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.467-80.

6. Meadow R, Newel S. Pediatrika. Edisi 7. Jakarta :Penerbit Buku Erlangga; 2005.h.111-27.

Anda mungkin juga menyukai