Anda di halaman 1dari 32

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSU Anutapura Palu –


Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako

REFERAT PSIKIATRI
INSOMNIA DAN HIPERSOMNIA

DISUSUN OLEH :
Maya Riska
N 111 15 002

PEMBIMBING KLINIK
dr. Andi Soraya T.U M.Kes., Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSU ANUTAPURA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Maya Riska

No. Stambuk : N 101 15 002

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Referat : Insomnia dan Hipersomnia

Bagian : Ilmu Kedokteran Jiwa

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSD Madani

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Tadulako

Palu, 05 Februari 2016

Pembimbing Klinik Mahasiswa

(dr. Andi Soraya, T. U, M.Kes, Sp.KJ) (Maya Riska)

2
BAB I
PENDAHULUAN

Tidur merupakan bagian hidup manusia yang memiliki porsi banyak,


rata-rata hampir seperempat hingga sepertiga waktu digunakan untuk tidur.Tidur
merupakan kebutuhan bukan suatu keadaan yang tidak bermanfaat, untuk
beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi
tubuh. Setelah seseorang menjalankan aktivitas sehari-harinyatidur merupakan
proses yang diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh yang
rusak (natural healing mechanism), memberi waktu organ tubuh, dibutuhkan
tidur yang cukup untuk memulihkan kondisi tubuh menjadi segar guna
menghadapi aktivitas kembali esok hari. Apabila seseorang tidak bisa melakukan
proses tidur, maka orang tersebut dicurigai mengalami gangguan tidur. [1,2]
Kebutuhan tidur tiap-tiap orang berbeda-beda. Banyak orang adalah
penidur panjang (long-sleeper) yang memerlukan tidur 9 hingga 10 jam tidur di
malam hari dan yang lainnya adalah penidur pendek (short sleeper), tetapi lama
tidur, tidak selalu berhubungan dengan gangguan tidur. Meskipun demikian,
yang menarik adalah studi tahun 2002 pada lebih dari 1 juta laki-laki dan
perempuan yang menunjukkan bahwa orang yang tidur lrbih dari 8,5 jam
setiapmalam atau kurang dari 3,5 jam memiliki angka mortalitas 15% lebih besar
daripada mereka yang rata-rata tidur 7 jam setiap malam. Tidak ada alasan yang
diberikan untuk menjelaskan temuan statistik ini. Dikesankan bahwa penidur
pendek memiliki komorbid, tetapi penjelasannya tetap tidak diketahui. Empat
gejala utama menandai sebagian besar gangguan tidur; insomnia, hipersomnia,
parasomnia dan gangguan jadwal tidur bangun. Gejala ini sering bertumpang
tindih dan insomnia dan hipersomnia akan dijelaskan lebih lanjut dalam tulisan
ini.[3]

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Elektrofisiologi Tidur
Siklus bangun tidur adalah suatu variasi siklik normal dalam kesadaran
akan lingkungan. Berbeda dari keadaan terjaga, orang yang tidur tidak secara
sadar mengetahui dunia eksternal, tetapi mereka memiliki pengalaman
keseadaran dunia internal misalnya mimpi. Selain itu, mereka dapat
dibangunkan dengan rangsangan luar, misalnya bunyi alarm. Tidur adalah
suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat aktivitas
otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur. Selama tahap-tahap tertentu
tidur, penyerapan O2 oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat normal
sewaktu terjaga.[4]
Terdapat dua jenis tidur yang berlainan ; tidur non rapid eye movement
(NREM) dan tidur rapid eye movement (REM). Tidur NREM dibagi menjadi
4 stadium. Seorang yang baru tertidur stadium 1, yang ditandai oleh aktivitas
EEG frekuensi tinggi dengan amplitudo yang rendah. Stadium 2 ditandai oleh
munculnya kumparan tidur (sleep spindle). Disini terjadi letupan gelombang
mirip alfa, gelombang 10-14 Hz, 50 µV. Pada stadium 3, pola yang timbul
adalah gelombang EEG dengan frekuensi yang lebih rendah dan amplitudo
meningkat. Perlambatan maksimum dengan gelombang besar dijumpai pada
stadium 4.[5]
Pada permulaan tidur, berpindah dari tidur ringan (tidur ayam) stadium 1
menjadi tidur dalam stadium 4 dalam waktu 30 sampai 45 menit; kemudian
berbalik melalui stadium-stadium yang sama dalam periode waktu yang sama.
Pada akhir masing-masing siklus tidur gelombang lambat terdapat episode
tidur paradoksal 10 sampai 15 menit. Secara paradoks, pola EEG selama
periode ini mendadak berubah seperti dalam keadaan terjaga, meskipun masih
dalam keadaan tidur lelap (karena itu dinamai tidur paradoksal).[4]
Selama tidur paradoksal, terjadi gerakan mata yang cepat dan acak, dan
karena hal inilah tidur tersebut dinamakan tidur REM. Tidur gelombang

4
lambat tidak memperlihatkan gerakan semacam itu sehingga dinamakan tidur
NREM. Ciri lain tidur tidur REM adalah adanya potensial fasik besar, dalam
kelompok-kelompok yang terdiri dari 3-5 gelombang, yang berasal dari pons
dan cepat berpindah ke corpus geniculatum laterale dan dari sini ke korteks
oksipitalis. Oleh karena itu, potensial ini disebut ponto-geniculo-occipital-
spike, PGO. Tonus otot rangka di leher sangat menurun selama tidur REM.
Otot lain tetap mempertahankan tonusnya, tetapi terdapat paralisis relative
pada aktivitas volunter yang tergantung lokus serelus. [5]
Siklus bangun tidur serta berbagai tahapan tidur disebabkan oleh
hubungan timbal-balik antara tiga sistem saraf : (1) sistem keterjagaan, yaitu
bagian dari reticular activating system yang berasal dari batang otak, (2)
pusat tidur gelombang lambat di hipotalamus yang mengandung neuron tidur
yang menginduksi tidur, dan (3) pusat tidur paradoksal di batang otak yang
mengandung neuron tidur REM, yang menjadi sangat aktif sewaktu tidur
REM. Pola interaksi di antara ketiga region saraf ini, yang menghasilkan
rangkaian siklis yang dapat diperkirakan antara keadaan terjaga dan kedua
jenis tidur, kini menjadi bahan penelitian intensif. Para ilmuwan saraf baru-
baru ini mempeljari bahwa neuron yang membuat anda terjaga melepaskan
muatan secara otonom dan terus-menerus. Neuron-neuron ini harus dihambat
agar kita dapat tidur, mungkin oleh PPI yang dihasilkan oleh masukan dari
neuoron tidur atau oleh masukan inhibitorik lain. Neuron tidur REM
dipercayai berfungsi sebagai tombol antara tidur gelombang lambat dan tidur
REM.[4]
Siklus tidur normal dapat mudah diinterupsi, dengan sistem yang
membuat kita terjaga lebih mudah mengalahkan sistem tidur daripada
kebalikannya; yaitu lebih mudah terjaga ketika mengantuk daripada jatuh
tertidur ketika terjaga penuh. Sistem keterjagaan dapat diaktifkan oleh
masukan sensorik aferen (sebagai contoh, seseorang mengalami kesulitan
untuk tidur jika lingkungan berisik) atau oleh masukan yang turun ke batang
otak dari daerah-daerah emosi yang lebih tinggi. Konsentrasi penuh atau
keadaan emosi yang kuat, misalnya rasa cemas atau kegembiraan, dapat

5
mencegah orang tidur, demikian juga aktivitas motorik, misalnya bangkit dan
berjalan-jalan dapat membangunkan orang yang mengantuk.[4]

B. Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Tidur


Faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur diantaranya
adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stres emosional, stimulan
dan alkohol, diet, merokok, dan motivasi.[6]
1) Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat
menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan waktu
tidur yang lebih banyak dari pada biasanya. Siklus bangun-tidur selama
sakit juga dapat mengalami gangguan.
2) Lingkungan
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur.
Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat
menghambat upaya tidur. Contoh, temperatur yang tidak nyaman atau
ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Seiring waktu
individu bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi
tersebut.
3) Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang.
Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus tidur REM yang
dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali
memanjang.
4) Gaya hidup
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar
bisa tidur pada waktu yang tepat.
5) Stres emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi
ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi

6
sistem saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur
NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.
6) Stimulan dan alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP
sehingga dapat mengganggu pola tidur. Konsumsi alkohol yang berlebihan
dapat mengganggu siklus tidur REM. Pengaruh alkohol yang telah hilang
dapat menyebabkan individu sering kali mengalami mimpi buruk.
7) Diet
Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan
seringnya terjaga di malam hari. Penambahan berat badan dikaitkan
dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya periode terjaga di malam
hari.
8) Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh.
Perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di malam
hari.
9) Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang.
Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, betablocker
dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik
(misalnya: meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan
tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
10) Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah
seseorang. Perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering
kali dapat mendatangkan kantuk.

C. Etiologi Gangguan tidur


Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering
ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktik. Gangguan tidur dapat
dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan

7
tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan
pada usia lanjut. Oleh karena itu, perlu diketahui beberapa macam penyebab
terjadinya gangguan tidur. Tiga penyebab utama yang paling berpengaruh
menyebabkan gangguan tidur yaitu kondisi medis, kondisi psikiatri, dan
kondisi lingkungan sekitar seseorang.[7]
1) Kondisi medis
Berbagai kondisi medis yang buruk dari seseorang dapat menyebabkan
seseorang mengalami gangguan tidur. Misalnya gangguan pada paru yang
menyebabkan gangguan nafas seperti asma dan penyakit paru obstruktif
kronis. Akibat gangguan pernafasan yang dialami, maka seseorang
tentunya saja akan mengalami gangguan tidur. Kondisi jantung yang juga
berpengaruh meyebabkan gangguan tidur pada seseorang seperti iskemia
dan gagal jantung kongestif. Berbagai penyakit neurologis seperti stroke,
kerusakan saraf perifer, apnea tidur tipe sentral dan gangguan
endokrinologis seperti pada kehamilan, gangguan siklus menstruasi,
hipertiroid juga dapat menyebabkan gangguan tidur. Selain itu, kondisi
gastrointestinal yang sangat mengganggu tidur yaitu gastroesophageal
reflux disease (GERD) karena asam lambung yang naik ke esophagus akan
menyebabkan rasa yang mengganggu.
2) Kondisi psikiatri
Kondisi psikiatri seperti depresi dapat menyebabkan gangguan tidur tipr
REM. Gangguan stres post trauma sering menyebabkan gangguan tidur
teror pada malam hari. Selain itu, gangguan anxietas, panic disorder paling
sering menyebabkan insomnia atau sulit tidur pada banyak pasien. Selain
itu, juga perlu diketahui bahwa, penggunaan obat-obatan pada kondisi
psikiatri seperti anti depresan dapat mengganggu tidur pola tidur REM.
Obat-obat benzodiazepin yang terlalu sering digunakan dan dalam dosis
yang tinggi dapat menyebabkan rebound insomnia (gangguan untuk tertidur
akibat pemakaian obat sehingga apabila obat dihentikan, pasien menjadi
merasa sulit tertidur).

8
3) Kondisi lingkungan
Gangguan tidur sering disebabkan lingkungan yang bising atau oleh karena
suhu lingkungan yang tidak nyaman. Pertukaran jam kerja yang tidak
teratur sering menyebabkan gangguan siklus tidur, seperti halnya yang juga
terjadi pada jetlag akibat bepergian ke tempat yang mempunyai waktu yang
tidak cocok dengan daerah asal. Pergantian ketinggian yang signifikan juga
dapat menyebabkan gangguan tidur.

D. Gangguan Tidur

Gangguan Tidur

Dyssomnia (gangguan jumlah,


kualitas, atau waktu tidur yang Parasomnia ( peristiwa
disebabkan karena hal episodik abnormal yang
emosional) terjadi selama tidur)

HIPERSOMNI TEROR MIMPI


INSOMNIA SOMNABU
A GANGGUA TIDUR BURUK
LISME
N JADWAL
TIDUR-
TERJAGA

a. Disomnia
1. Insomnia
Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur.
Gangguan ini merupakan keluhan tidur yang paling lazim ditemui dan
dapat bersifat sementara atau menetap.[3]
Suatu periode singkat insomnia paling sering disebabkan ansietas,
baik sebagai gejala sisa suatu pengalaman yang mencemaskan atau

9
antisipasi pengalaman yang mencetuskan ansietas (contoh, ujian atau
wawancara pekerjaan yang akan berlangsung). Pada beebrapa orang,
insomnia sementara ini dapat disebabkan berkabung, kehilangan atau
nyaris semua perubahan kehidupan maupun stres. Keadaan ini cenderung
tidak berat, meskipun episode psikotik atau depresi berat kadang-kadang
dimulai dengan insomnia akut. Terapi spesifik untuk keadaan ini biaanya
tidak diperlukan. Jika diindikasikan obat hipnotik, dokterdan pasien harus
sama-sama memahami bahwa terapi ini berdurasi singkat dan beberapa
gejala seperti kekambuhan singkat insomnia dapat terjadi jika obat
dihentikan.[3]
Insomnia menetap adalah kelompok keadaan yang cukup lazim
ditemukan dengan masalah yang paling sering adalah kesulitan untuk jatuh
tertidur bukannya untuk tetap mempertahankan tidur. Insomnia ini
melibatkan dua masalaah yang kadang-kadang dapat dipisahkan , tetapi
sering saling berkaitan, yaitu: tegangan somatisasi serta ansietas dan
respons asosiatif yang dipelajari. Pasien sering tidak memiliki keluhan
yang jelas selain insomnia. Mereka mungkin tidak mengalami ansietas itu
sendiri tetapi melepaskan ansietasnya melalui saluran fisiologis; mereka
terutama dapat mengeluhakan perasaan gelisah atau pikiran yang
mendalam dan tampaknya membuat mereka tetap terjaga. Kadang-kadang,
seorang pasien menjelaskan perburukan gejala terjadi saat stres di tempat
kerja atau di rumah dan perbaikan terjadi saat sedang berlibur.[3]

Kriteria Diagnostik
- Insomnia Primer
Insomnia primer didiagnosis jika keluhan utama adalah tidur yang tidak
bersifat menyegarkan atau kesulitan memulai atau memperthankan
tidur, dan keluhan ini terus menerus berlangsung sedikitnya satu bulan.
Istilah primer menunjukkan bahwa insomnia bebas dari adanya
gangguan fisik atau psikologis. Bangun psikologis atauu fisiologis di
malam hari yang makin sering serta pembelajaran negatif untuk tidur

10
sering tampak. Pasien dengan insomnia primer secara umum memiliki
preokupasi mengenai tidur cukup. Semakin mereka mencoba tidur,
semakin besar rasa frustasidan penderitaan serta makin sulit terjadinya
tidur.[3]

Tabel 2.Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Insomnia Primer


A. Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau
mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak bersifat menyegarkan,
selama sedikitnya 1 bulan.
B. Gangguan tidur (atau kelelahan di siang hari yang terkait)
menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya
fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
C. Gangguan tidur tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan
narkolepsi, gangguan tidur terkait dengan pernapasan, gangguan tidur
irama sirkardian, atau parasomnia
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa
lain (cth.gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh,
delirium)
E. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(cth, penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum
Pedoman diagnostic Insomnia Non Organik (F 51.0)[8]
 Hal tersebut dibawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti :
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau
kualitas tidur yang buruk;
b. Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal satu
bulan;
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan peduli
yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang
siang hari;
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial

11
dan pekerjaan.
 Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi, anxietas, atau
obsesi tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
Semua ko-morbiditas harus dicantumkan karena membutuhkan terapi
tersendiri
 Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak digunakan untuk
menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi
individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria diatas
(seperti pada “transient insomnia”) tidak di-diagnosis disini,
dapat dimasukkan dalam Reaksi Stress Akut (F43.0) atau
Gangguan Penyesuaian (F43.2)(8)

Terapi
Terapi insomnia primer merupakan salah satu terapi yang paling sulit pada
gangguan tidur. Ketika komponen yang dipelajari jelas, teknik
deconditioning mungkin berguna. Pasien diminta menggunakan
menggunakan tempat tidurnya hanya untuk tidur dan bukan untuk hal lain;
jika mereka tidak tertidur dalam 5 menit berada di tempat tidur, mereka
diminta segera bangun dan melakuakan hal lain. Kadang-kadang, berganti
tempat tidur atau ruangan lain berguna bagi pasien ini. Ketika ketegangan
somatisasi dan ketegangan otak tampak jelas, kaset relaksasi, meditasi
transdental, dan mempraktikkan respon relaksasi serta biofeedback
terkadang dapat membantu. Psikoterapibelum terlalu berguna dalam terapi
insomnia primer. Pengalaman seksual yang memuaskan lebih
meningkatkan tidur pada laki-laki daripada perempuan.[3]

Terapi obat
Insomnia primer biasanya diterapi dengna benzodiazepine, zolpidem,
zaleplon, serta hipnotik lainnya. Obat hipnotik harus digunakan dengan
hati-hati. Bantuan tidur yang dijual bebas memiliki efektivitas terbatas.
Obat tidur yang bekerja lama (flurazepam, quazepam) paling baik

12
menangani insomnia malam hari; obat yang bekerja singkat (zolpidem,
triazolam) berguna untuk pasien yang kesulitan untuk jatuh tidur. Pda
umumnya, obat tidur sebaiknya tidak diresepkan untuk lebih dari 2 minggu
karena toleransi dan putus obat dapat terjadi.[3]

Obat Anti-Insomnia
Penggolongan obat anti insomnia[9]
1. Benzodiazepine : Nitrazepam, Flurazepam, Eztazolam
2. Non benzodiazepine : zolpidem
No Nama Generik Sediaan Dosis Anjuran
1 Nitrazepam Tab 5 mg 5 – 10 mg/malam
2 Zolpidem Tab 10 mg 10 – 20 mg/malam
3 Eztazolam Tab 1 mg, 2 mg 1 – 2 mg/malam
4 Flurazepam Tab 15 mg 15 – 10 mg/malam

Pengaturan Dosis[9]
- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 – 30 menit sebelum pergi tidur
- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan 1
– 2 minggu, kemudian secepatnya tappering off untuk mencegah timbulnya
rebound dan toleransi obat.
- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan doss perlahan-lahan,
untuk menghindari oversedation dan intoksikasi.
Ada laporan menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2 – 3 kali
seminggu untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut.

Lama pemberian[8]
- Pemakaian obat anti insomnia sebaiknya sekitar 1 – 2 minggu sakja tidak lebih
dari 2 minggu, agar risiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2
minggu dapat menimbulkan perubahan sleep EEG yang menetap sekitar 6
bulan lamanya.

13
- Kesulitan pemberhentian obat sering kali oleh karena “psychological
dependence” sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat
ditanggulangi.

Prognosis
Pengobatan insomnia dapat meningkatkan taraf kesehatan,fungsi, dan
kualitas hidup pasien. Konsekuensi insomnia tidak diobati dapat meliputi:
[10]

o Gangguan kemampuan berkonsentrasi, miskin memori, kesulitan


coping dengan iritasi ringan, dan penurunan kemampuan untuk
berhubungan keluarga dan sosial
o Berkurangnya kualitas hidup, sering sebelumnya atau berhubungan
dengan depresi dan / atau kecemasan
o Lebih dari peningkatan 2 kali lipatberisiko memiliki kecelakaan
kendaraan bermotor-kelelahan terkait
o Peningkatan jelas dalam kematian untuk orang yang tidur kurang dari 5
jam setiap malam.
Sebuah studi kohort prospektif di etnis Cina di Taiwan
menunjukkan bahwa durasi tidur dan keparahan insomnia yang
berhubungan dengan semua penyebab kematian dan kejadian penyakit
kardiovaskular. Penelitian lain telah menghasilkan hasil yang bertentangan
mengenai konsekuensi kardiovaskular insomnia. Sebuah studi prospektif
kohort selama 6 tahun tidak menemukan hubungan antara perkembangan
hipertensi dan insomnia. Penelitian lain, bagaimanapun, menunjukkan
hubungan antara tidur singkat atau pembatasan tidur dan hipertensi. [10]
Sebuah studi dari orang dengan insomnia dan tidur durasi singkat
menunjukkan peningkatan risiko hipertensi pada tingkat yang sebanding
dengan yang terlihat dengan gangguan napas saat tidur. Knutson dkk
menemukan bahwa kuantitas dan kualitas tidur berkorelasi dengan tekanan
darah masa depan. Dalam sebuah studi tambahan untuk Pembangunan
Risiko Arteri Koroner di Dewasa Muda (CARDIA) studi kohort,

14
pengukuran tidur selama 3 hari berturut-turut di 578 subyek menunjukkan
bahwa durasi tidur yang lebih singkat dan pemeliharaan tidur lebih rendah
diprediksi keduanya mengakibatkan tekanan darah secara signifikan lebih
tinggi dan perubahan negatif dalam darah tekanan selama 5 tahun ke
depan. [10]
Pasien dengan insomnia dilaporkan memiliki penurunan kualitas
hidup dibandingkan dengan kontrol orang normal dalam semua dimensi
36-item SHORT Form Health Survey (SF-36). Pasien dengan insomnia
dilaporkan memiliki kelelahan berlebih yang diukur dengan Fatigue
Severity Scale dan Profiles of Mood Status (POMS).[10]

2. Hipersomnia
Hipersomnia tampak sebagai tidur yang berlebihan, rasa mengantuk
(somnolen) di siang hari ayng berlebihan, atau kadang-kadang keduanya.
Istilah somnolen harus diberikan kepada pasien yang mengeluhkan
keadaan mengantuk dan memiliki kecenderungna yang tampak jelas untuk
jatuh tertidur tiba-tiba pada keadaan terjaga, yang mengalami serangan
tidur, dan yang tidak dapat tetap terjaga; istilah ini sebaiknya tidak
digunakan untuk orang yang secara fisik lelah atau letih. Meskipun
demikian, perbedaannya tidak terlalu jelas. Keluhan hipersomnia jauh
lebih jarang dibandingkan dengan keluhan insomnia, namun keluhan
hipersomnia akan sebenarnya tidak jarang jika klinisi menyadari keluhan
tersebut. Narkolepsi hanyalah suatu keadaan yang dikenal menimbulkan
hipersomnia. Diperkirakan lebih dari 100.000 penderita narkolepsi tinggal
di Amerika Serikat. Jika keadaan terkait zat dimasukkan, hipersomnia
menjadi gejala yang lazim ditemukan. Menurut survei terkini, keadaan
yang paling lazim menyebabkan hipersomnia yang cukup berat untuk
dapat dievaluasi oleh perekaman sepanjang malam pada sentra gangguan
tidur adalah apnea tidur dan narkolepsi.[3]
Hipersomnia sementara dan situasional merupakan gangguan pola
tidur-bangun normal; gangguan ini ditandai dengan kesulitan yang

15
berlebihan untuk tetap terjaga serta kecenderungan untuk tetap berada di
tempat tidur dalam periode waktu yang sangat lama atau sering kembali ke
tempat tidur untuk tidur di siang hari. Pola ini dialami tiba-tiba sebagai
respons terhadap perubahan kehidupan, konflik atau kehilangan saat ini
yang dapat diketahui. Gangguan ini jarang ditandai dengan serangan tidur
yang pasti atau tidur yang tidak dapat dihindari, tetapi lebih ditandai oleh
kelelahan atau jatuh tertidur lebih awal daripada biasanya dan kesulitan
bangun di pagi hari.[3]
Hipersomnia Primer
Hipersomnia primer didiagnosis jika tida ada penyebab lain yang
ditemukan untuk somnolen berlebihan yang terjadi dalam waktu
sedikitnya 1 bulan. Beberapa orang merupakan penidur panjang yang,
seperti penidur pendek, menunjukkan variasi normal. Meskipun panjang,
struktur dan fisiologi tidur mereka normal. Efisiensi tidur dan jadwal tidur-
bangun normal. Pasien ini tidak mengeluhkan kualitas tidur, rasa
mengatuk di siang hari, atua kesulitan dengan moods saat bangun,
motivasi dan kinerja.[3]
Beberapa orang memiliki keluhan subjektif berupa kantuk tetapi
tanpa temuan objektif. Mereka tidak memiliki kecenderungan jatuh
tertidur lebih sering daripada normal dan tidak meiliki tanda objektif.
Klinisi harus mencoba menyingkirkan penyebab jelas somnolen yang
berlebihan. Menurut DSM-IV-TR, gangguan ini harus diberi kode sebagai
berulang jika pasien memiliki periode rasa mengantuk berlebihan yang
berlangsung selama 3 hari dan terjadi beberapa kali dalam satu tahun
selama sedikitnya 2 tahun.[3]
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Hipersomnia Primer
A. Keluhan yang dominan adalah rasa kantuk berlebihan untuk waktu
sedikitnya 1 bulan (atau kurang jika berulang) yang tampak baik
dengan episode tidur lama atau episode tidur siang hari yang terjadi
hampir setiap hari.
B. Rasa mengangtuk yang berlebihan menyebabkan penderitaan yang

16
secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau area
fungsi penting lain.
C. Rasa mengantuk sebaiknya tidak disebabkan insomnia dan tidak
hanya terjadi selama perjalnan gangguan tidur lain (cth narkolepsi,
gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan, gangguan tidur irama
sirkardian, atau parasomnia) dan tidak dapat disebabkan karena
kurangnya tidur.
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selam perjalanan gangguan jiwa lain
(gangguan depresi berat, gangguan ansietas menyeluruh, delirium).
E. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.

Terapi
Terapi hipersomnia primer terutama terdiri atas obat stimulan, seperti
amfetamin, yang diberikan pagi atau sore hari. Obat antidepresan
nonsedasi seperti buprpprion dan stimulan baru seperti modafinil juga
mungkin berguna pada beebrapa pasien.[3]

Hipersomnia Non-Organik
Pedoman Diagnostik[8]
 Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk
diagnosis pasti:
a. Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan
tidur (tidak disebabkna oleh tidur yang kurang), dan atau transisi
yang memanjang dari saat mulai bagun tidur sampai sadar
sepenuhnya.
b. Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 1 bulan atau
berulang dalam kurn waktu yang lebih pendek, menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dalam mempengaruhi fungsi dalam
sosial dan pekerjaan.
c. Tidak ada gejala tambahan narcolepsy atau bukti klinis sleep

17
apnoe
d. Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala
rasa kantuk pada siang hari.
 Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari
gangguanjiwa lain, misalnya gangguan afektif, maka
diagnosis harus sesuai dengan gangguan yang
mendasarinya. Diagnosis hipersomnia psikogenik harus
ditambahkan bila hipersomnia merupakan keluhan yang
dominan dari penderita gangguan jiwa lainnya.

3. Narkolepsi
Narkolepsi terdiri atas rasa mengantuk yang belebihan di siang hari
serta menifestasi abnormal tidur Rapid eye movement (REM) yang terjadi
setiap hari selama sedikitnya 3 bulan. Serangan tidur ini khasnya terjadi
dua sampai enam kali sehari dan berlangsung 10 hingga 20 menit.
Serangan ini dapat terjadi pada saat yang tidak tepat (contoh, saat makan,
berbicara, atau menyetir dan saat berhubungan seksual). Tidur REM
mencakup halusinasi hipnagogik dan hipnopompoik, katapleksi dan
paralisis tidur. Adanya tidur REM dalam 10 menit sejak onset tidur
(periode REM onset tidur) juga dianggap bukti narkolepsi. Gangguan ini
dapat berbahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan mobil dan
industri.[3]

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Narkolepsi

A. Serangan tidur yang menyegarkan dan tidak dapat ditahan yang tejadi setiap hari
selama sedikitnya 3 bulan.
B. Adanya satu atau kedua hal berikut:
1) Katapleksi, episode singkat hilangnya tonus otot bilateral tiba-tiba, paling
sering berkaitan dengan emosi yang intens.
2) Gangguan unsure tidur REM berulang ke dalam transisi antara tidur dan

18
bangun, seperti yang ditunjukkan dengan halusinasi hipnagogik dan
hipnopompik atau paralisis tidur di awal atau akhir episode tidur.
C. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisologis langsung suatu zat atau keadaan
medis umum.

4. Gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan

Gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan ditandai dengan


penghentian tidur yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan atau
insomnia yang disebabkan gangguan ernapasan tekait tidur. Gangguan
pernapasan yang dapat terjadi selama tidur dapat berupa apnea, hipopnea,
dan desaturasi oksigen. Gangguan ini selalu menyebabkna hipersomnia.
Dua gangguan sistem pernapasan yang dapat menimbulkan hipersomnia
adalah apnea tidur dan hipoventilasi alveolar sentral. Kedua gangguan juga
dapat menyebabkna insomnia tetapi lebih seing menyebabkan
hipersomnia.[3]

Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Gangguan Tidur yang terkait dengan


Pernapasan

A. Penghentian tidur, yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan atua


insomnia yang dinilai disebabkan oleh keadaan pernapasan terkait
tidur (cth, sindrom apnea tidur sentral atau obstruktif maupun sindrom
hipoventilasi alveolar sentral).
B. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan gangguan jiwa lain dan tidak
disebabkan efek fisiologis langsung zat atau keadaan medis umum lain
(selain gangguan terkait pernapasan).

5. Gangguan Tidur Irama Sirkadian

19
Gangguan tidur irama sirkadian mecakup suatu kisaran luas
keadaan yang melibatkan ketidaksejajaran antara periode tidur yang
sebenarnya dengan periode tidur yang diinginkan. DSM-IV-TR
mendafarkan empat jenis ganggguan tidur irama sirkadian: tipe fase tidur
tertnda, tipe jet lag, tipe kerja bergiliran, dan tidak tergolongkan.[3]

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Tidur Irama Sirkadian

A. Pola Gangguan tidur berulang atau menetap yang menyebabkan rasa


kantuk yang berlebihan atau insomnia akibat ketidaksesuaian antara
jadwal tidur-bangun yang dibutuhkan oleh lingkungan seseorang dan
pola tidur-bangun sirkadiannya.
B. Gangguan tidur yang menyebabkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial pekerjaan atau area fungsi
penting lain.
C. Gangguan ini tidak hanya terjadi selam perjalanan ganguan tidur lain
atau agangguan jiwa lain.
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama efek fisologis langsung zat
atau keadaan medis umum.

Tentukan tipenya:
- Tipe fase tidur tertunda (delayed): pola onset tidur dan waktu bangun
tertunda yang menetap, dengan ketidakmampuan untuk jatuh tertidur
dan terbangun pada waktu lebih awal yang diinginkan.
- Tipe jet lag : rasa mengantuk dans sadar yang terjadi pada saat yang
tidak tepat dibandingkan dengan waktu setempat, terjadi setelah
perjalanan berulang melintasi lebih dari satu zona waktu.
- Tipe kerja giliran : insomnia selama periode tidur utama atau rasa
mengantuk yang berlebihan selama periode bangun yang utama karena
pekerjaan dengan giliran malam atau sering berubahnya jadwal
bergiliran.
- Tipe tidak tergolongkan

20
6. Disomnia yang tidak tergolongkan

- Mioklonus nocturnal. Mioklonus nocturnal terdiri atas kontraksi


mendadak yang sangat stereotipik pada otot-otot tungkai saat tidur.
Pasien secara subjektif tidak menyadari kedutan tungkai tersebut.
Keadaan ini dapar terjadi pada kira-kira 40 persen orang yang berusia
di atas 65 tahun.[3]

- Restless leg syndrome. Pada sindrom ini, penderita merasakan sensasi


dalam berupa adanya rasa merayap di dalam betis baik saat duduk atau
tidur dan jarang menimbulkan rasa nyeri, tetapi merupakan
penderitaan berat da menyebabkan dorongan yang hampir tidak apat
ditahan untuk menggerakkan tungkai, sehingga sindrom ini
mengganggu tidur dan jatuh tertidur. Sindrom ini memuncak pada usia
pertengahan dan terdapat pada 5 persen populasi.[3]

- Sindrom Kleine-levin. Merupakan keadaan yang relatif jarang dan


terdiri atas episode berulang tidur yang lama (pasien dapat
dibangunkan) dengan menyelingi periode tidur normal dan bangun.
Selama periode hipersomnia, periode bangun biasanya ditandai dengan
penarikan diri dari kontak sosial dan berusaha kembali ke tempat tidur
secepat mungkin; pasien juga dapat menunjukkan apati, iritabilitas,
kebingungan, makan dengan rakus, kehilangan inhibisi seksual,
waham, halusinasi, disorientasi yang jelas, hendaya daya ingat,
pembicaraan inkoheren, eksitasi atau depresi, dan sikap galak. Demam
yang tidak dapat dijelaskan terjadi pada sejumlah kecil pasien.[3]

- Sindrom yang terkait menstruasi. Sejumlah perempuan mengalami


hipersomnia nyata yang intermitten., perubahan pola prilaku, dan
makan dengan rakus pada saat atau segera sebelum onset mentruasi.
Faktor endokrin mungkin terlibat, tetapi kelainan spesifik di dalam

21
pengukuran endokrin laboratorium belum dilaporkan. Kadar serotonin
di dalam cairan serebrospinal telah teridentifikasi pada satu pasien.[3]

- Gangguan tidur saat hamil. Gangguan tidur lazim terjadi pada


perempuan yang sedang hamil. Terdapat beberapa faktor hormonal
yang turut berperan di dalam gangguan ini, termasuk perubahan kadar
estrogen, progesteron, kortisol, dan melatonin dari kadar dasarnya.[3]

- Tidur yang tidak cukup. Didefinisikan sebagai keluhan yang sunggu-


sungguh akan adanya rasa mengantuk disiang hari disertai gejala
terbangun pada seseorang yang terus menerus gagal memperoleh tidur
setiap hari yang cukup menyokong keadaan terjaga yang penuh siaga.
[3]

- Sleep Drunkenness. Keadaan ini merupakan bentuk abnormal bangun


berupa tidak adanya kesadaran jernih pada transisi tidur menjadi benar-
benarbangun, yang berleihan dan lama.[3]

b. Parasomnia

1. Gangguan mimpi buruk


Mimpi buruk adalah mimpi yang lama dan menakutkan yang
membuat orang terbangun dengan rasa ketakutan. Seperti mimpi lain,
mimpi buruk hampir selalu terjadi selama tidur REM dan biasanya
setelah periode REM yang panjang di akhir malam. Beberapa orang
sering mengalami mimpi buruk sebagai keadan yang berlangsung
seumur hidup, yang lainnya mengalami mimpi buruk terutama saat stres
dan sakit. Biasanya tidak ada terapi spesifik yang diperlukan untuk
gangguan mimpi buruk. Agen yang menekan tidur REM, seperti obat
trisiklik, dapat mengurangi frekuensi mimpi buruk, dan benzodiazepine
juga telah digunakan. Berlawanan dengan keyakinan popular, tidak ada
akibat yang membahayakan dari membangunkan orang yang sedang
mengalami mimpi buruk.[3]

22
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Mimpi Buruk

A. Bangun berulang dari periode tidur utama atau tidur siang dengan ingatan
yang rinci mengenai mimpi yang lama dan sangat menakutkan, biasanya
melibatkan ancaman terhadap kelangsungan hidup, keamanan atau harga diri.
Bangun biasanya terjadi selama paru kedua periode tidur.
B. Saat bangun dari mimpi yang menakutkan, orang tersebut dengan cepat
memiliki orientasi dan kesiagaan (berlawanan dengan kebingungan dan
disorientasi yang ditemukan pad terot tidur dan beberapa bentuk epilepsi).
C. Pengalaman mimpi atau gangguan tidur terjadi akibat bangun, menyebabkan
penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi soial, pekerjaan
atau area sungsi penting lain.
D. Mimpi buruk tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain (cth.,
delirium, gangguan stres pascatrauma) dan tidak disebabkan efek fisiologis
langsung suatu zat atau keadaan medis umum.

2. Gangguan teror tidur

Gangguan teror tidur adalah terbangun pada sepertiga awal malam


selama tidur non-REM yang dalam (tahap 3 dan 4). Gangguan ini
hampir selalu diawali dengan jeritan atau tangisan pilu dan disertai
manifestasi prilaku ansietas hebat yang hampir mendekati panik.
Khasnya, pasien bangun tidur dengan ekspresi ketakutan, berteriak
keras dan kadang-kadang bangun secepatnya dengan perasaan terteror
yang intens.[3]

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Teror Tidur

A. Episode berulang bangun tidur secara tiba-tiba, biasanya terjadii pada


sepertiga pertama episode tidur utama dan dimulai degan teriakan panik.
B. Rasa takut yang hebat serta tanda adanya bangkitan otonom, seperti
takikardia, pernapasan cepat, dan berkeringan selama episode ini.
C. Relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk menenagkan pasien

23
selama episode ini.
D. Tidak ingat mimpi dengan rinci dan terdapat amnestik untuk episode ini.
E. Episode ini menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya fungsi soial, pekerjaan atau area sungsi penting lain.
F. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung suatu zat atau
keadaan medis umum.

3. Gangguan berjalan sambil tidur

Gangguan ini yang juga disebut somnambulisme, terdiri atas


rangkaian prilaku kompleks yang diawali pada sepertiga pertama
malam selama tidur NREM yang dalam (tahap 3 dan 4) dan sering,
meskipun tidak selalu, dilanjutkan- tanpa kesadaran penuh atau ingatan
mengenai episode tersebut- untuk meninggalkan tempat tidur dan
berjalan berkeliling.[3]

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Berjalan di dalam tidur

A. Episode berulang bangkitdari tempat tidur saat sedang tidur dan


bejalanan berkeliling, biasanya terjadi pada sepertiga pertama
episode tidur utama.
B. Selama berjalan dalam tidur, orang tersebut memiliki wajah yang
kosong, dan menetap, relatif tidak responsif terhadap upaya orang
lain untuk berbicara dengan mereka dan sangat sulit dibangunkan.
C. Saat bangun (baik dari episode berjalan di dalam tidur atau
keesokan paginya) orang ini mengalami amnesia akan episode
tersebut.
D. Dalam beberapa menit setelah bnagun dari episode berjalan di
dalam tidur, tidak ada aktivitas atau prilaku mental yang terganggu
meskipun awalnya bisa terdapat periode singkat binging dan
disorientasi).
E. Berjalan di dalam tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis

24
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan dan area fungsi
oenting lain..
F. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung suatu
zat atau keadaan medis umum.

4. Parasomnia yang tidak tergolongkan

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Parasomnia yang Tidak Tergolongkan

Kategori parasomnia yang tidak tergolongkan digunakan untuk


gangguan yang ditandai dengan perilaku atau peristiwa psikologis
abnormal selama tidur atau transisi dari tidur ke bangun, tetap;i yang
tidak memenuhi kriteria parasomnia yang lebih spesifik. Contoh-
contohnya mencakup:
1. Gangguan prilaku tidur REM : aaktivitas motorik, sering dengan
ciri kekerasan, yang timbul saat tidur REM. Tidak seperti
berjalan sambil tidur, episode ini cenderung terjadi di akhir
malam dan disertai dengan daya ingat yang jelas terhadap
mimpi.
2. Paralisis tidur: ketidakmampuan melakukan gerakan volunter
selama transisi antara keadaan terjaga dan tidur. Episode ini
dapat terjadi saat onset tidur (hipnagonik) atau saat bangun
(hipnopompik). Episode ini biasanya disertai ansietas berat, dan
pada beberapa kasus, rasa takut akan kematian yang mengancam.
Paralisis tidur terjadi lebih lazim sebagai gejala tambahan dari
narkolepsi dan pada kasus-kasus tersebut, sebaiknya tidak diberi
kode terpisah.
3. Situasi ketika klinisi telah menyimpulakn adanya pasaomnia
tetapi tidak dapat menentukan apakah hal ini merupakan
kelianan primer, akibat kelinan klinis atau dicetuskan oleh zat.

25
- Bruksisme terkait tidur. Bruksisme atau menggeretakkan gigi, terjadi
sepanjang malam, paling menonjol pada tidur tahap 2.[3]

- Gangguan prilaku tidur REM. Gangguan prilaku tidur REM adalah


keadaan kronis dan progresif yang terutama ditemukan pada laki-laki.
Gangguan ini ditandai dengan hialngnya atonia saat tidur
REMdilanjutkan munculnya prilaku kekerasan dan kompleks. Intinya,
pasien dengan gangguan ini melakukan apa yang ada dalam mimpinya.
Gangguan ini dapat diterapi dengan Clonazepam 0,5 – 2,0 mg per hari.
Carbamazepine, 100 mg tiga kali sehari, juga efektif untuk
mengendalikan gangguan ini.[3]

- Berbicara sambil tertidur (Somniloquy). Berbicara sambil tidur


lazim pada anak dan dewasa. Gangguan ini telah dipelajari secara luas
di laboratorium tidur dan terjadi pada semua tahap tidur.[3]

- Membenturkan kepala terkait tidur. Merupakan istilah untuk


prilaku tidur terutama terdiri atas membenturkan kepala ke depan dan
belakang dengan ritmik, biasanya jarang, membenturkan seluruh
tubuh, terjadi tepat sebelum atau selama tidur. Perilaku ini jarang
bertahan atau terjadi pada tidur NREM dalam.[3]

- Paralisis tidur. Paralisis tidur familial ditandai dengan


ketidakmampuan mendadak untuk melakukan gerakan volunter, baik
tepat pada onset tidur atau saat terbangun di malam atau pagi hari.[3]

Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain

Insomnia Akibat Gangguan jiwa lain

Insomnia yang terjadi selama sedikitnya satu bulan dan jelas


disebabkan gejala prilaku dan psikologis gangguan gangguan jiwa yang
dikenal baik secara klinis, digolongkan dalam golonan ini. Kategori ini
mencakup suatu kelompok keadaan yang heterogen. Masalah tidur
biasanya, tapi tidak selalu, merupakan kesulitan untuk jatuh tertidur dan

26
aibat ansietas yang merupakan bagian dari berbagai gangguan jiwa
yang masuk dalam daftar. Insomnia lebih lazim pada perempuan
dibanding laki-laki. Pada kasus yang sangat jelas, yang ansietasnya
memiliki akar psikologis, terapi psikiatrik ansietas (contoh, psikoterapi
individual, psikotrapi kelompok, atau terapi keluarga) sering meredakan
insomnia. [3]
Insomnia yang terkait dengan gangguan depresif berat melibatkan onset
tidur yang relatif normal tetapi disertai bangun berulang pada paruh
kedua malam dan bangun sangat dini di pagi hari, biasanya dengan
mood yang tidak nyaman di pagi hari (pagi hari merupakan waktu
terrburuk pada sebagian pasien dengan depresi berat). Polisomnografi
menunjukkan berkurangnya tahap tidur 3 dan 4, sering disertai latensi
REM singkat, dan periode REM yang pertama lama. Penggunaan
pengurangan tidur parsialatau total dapat mempercepat respons
terhadap obat anti-depresan.[3]

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Insomnia akibat Gangguan Jiwa Lain


A. Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau
mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, untuk
sedikitnya 1 bulan yang disertai kelelahan pada siang hari atau
gangguan fungsi di siang hari.
B. Gangguan tidur (atau gejala sisa di siang hari) menyebbakan
penderita secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial,
pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
C. Insomnia dianggap terkait dengan gangguan Aksis I atau II lain
(cth, gangguan depresi berat, gangguan cemas mewnyeluruh,
gangguab penyesuaian dengan ansietas) tetapi cuku berat sehingga
memerlukan perhatian klinis tersendiri.
D. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain
(cth, narkolepsi, ganggguan tidur terkait pernapasan, parasomnia).
E. Gangguan tidur ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung atau

27
zar (cth, penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis
umum.

Hipersomnia akibat Ganguan Jiwa lain


Hipersomnia yang terjadi untuk selama sedikitnya 1 bulan dan terkait
dengan ganguan jiwa ditemukan di dalam berbagai keadaan termasuk
gangguan nood. Rasa mengantuk di siang hari yang berlebihan
mungkin dilaporkan pada tahap awal banyak gangguan depresif ringan
dan secara khas pada fase depresi gangguan bipolar I. Untuk waktu
yang singkat, hipersomnia kadang-kadang disebabkan berkabung tanpa
penyulit. Gangguan jiwa lain seperti ganguan kepribadian, gangguan
disosiatif, gangguan somatoform, dan gangguan amnestik, dapat
menyebabkan hipersomnia. Terapi gangguan primer harus memberikan
perbaikan pada hipersomnia.[3]
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Hipersomnia Akibat Gangguan Jiwa
Lain
A. Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk yang berlebihan
setidaknya 1 bulan seperti adanya episode tidur lama atau episode
tidur siang yang terjadi hampir setiap hari.
B. Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderitaan yang
secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau area
fungsi penting lain.
C. Hipersomnia dianggap terkait degan gangguan Aksis I atau II lain
(ganguan depresi berat) tetapi cukup berat sehingga memerlukan
perhatian klinis tersendiri.
D. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oelh gangguan tidur lain
( narkolepsi, gangguan tidur terkait pernapasan, parasomnia) atau
kurang tidur.
E. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.

28
BAB III
KESIMPULAN

1. Tidur merupakan kebutuhan bukan suatu keadaan yang tidak bermanfaat,


tidur merupakan proses yang diperlukan oleh manusia untuk pembentukan
sel-sel tubuh yang rusak (natural healing mechanism), memberi waktu organ
tubuh untuk berisitirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme
dan biokimiawi tubuh.

29
2. Apabila seseorang tidak bisa melakukan proses tidur, maka orang tersebut
dicurigai mengalami gangguan tidur.
3. Empat gejala utama menandai sebagian besar gangguan tidur; insomnia,
hipersomnia, parasomnia dan gangguan jadwal tidur bangun.
4. Gangguan tidur diklasifikasikan sebagai berikut
1) Disomnia
- Insomnia
- Hipersomnia
- Narkolepsi
- Gangguan tidur yang terkait dengan Pernapasan
- Gangguan tidur irama sirkadian
- Disomnia yang tidak tergolongkan
 Mioklonus nocturnal
 Restless leg syndrome
 Sindrom Kleine-levin
 Sindrom yang terkait menstruasi
 Gangguan tidur saat hamil
 Tidur yang tidak cukup
 Sleep Drunkenness
2) Parasomnia
- Gangguan mimpi buruk
- Gangguan terror tidur
- Gangguan berjalan sambil tidur
- Parasomnia yang tidak tergolongkan
 Bruksisme terkait tidur
 Gangguan prilaku tidur REM
 Berbicara sambil tertidur (Somniloquy)
 Membenturkan kepala terkait tidur
 Paralisis tidur
3) Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain

30
- Insomnia akibat gangguan jiwa lain
- Hipersomnia akibat gangguan jiwa lain
5. Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Gangguan ini
merupakan keluhan tidur yang paling lazim ditemui dan dapat bersifat
sementara atau menetap.
6. Hipersomnia tampak sebagai tidur yang berlebihan, rasa mengantuk
(somnolen) di siang hari ayng berlebihan, atau kadang-kadang keduanya.
7. Klasifikasi menurut DSM-IV-TR :
- Insomnia
Insomnia Primer
Insomnia Akibat Gangguan Jiwa lain
- Hipersomnia
Hipersomnia Primer
Hipersomnia Akibat Gangguan Jiwa Lain
8. Terapi farmakologi untuk insomnia dengan obat anti insomnia, yaitu
golongan benzodiazepine (nitrazepam, flurazepam, eztazolam) dan golongan
nonbenzodiazepine (zolpidem)
9. Terapi hipersomnia primer terutama terdiri atas obat stimulan, seperti
amfetamin, yang diberikan pagi atau sore hari. Obat antidepresan nonsedasi
seperti buprpprion dan stimulan baru seperti modafinil juga mungkin berguna
pada beebrapa pasien

DAFTAR PUSTAKA

1. Purwanto S., Mengatasi Insomnia dengan Terapi Relaksasi Fakultas Psikologi


Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jurnal Kesehatan Vol.1(2) ,
2008.Hal : 141-148

31
2. Permana M.G.C., Insomnia dan Hubungannya Terhadap Faktor Psikososial
Pada Pelayanan Kesehatan Primer, Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas
Kedokteran Udayana, 2010.
3. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, 2010, Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi kedua, EGC,
Jakarta
4. Sherwood L., Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. 2011 : EGC.Hal
183
5. Ganong W.F., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. 2008 : EGC. Hal
205
6. Hidayat., Tinjauan Pustaka : Gangguan Tidur. Univrsitas Diponegoro. 2012.
Diakses 03 Februari 2016. Dari < http://eprints.undip.ac.id/33160/2/BAB2.
pdf>.
7. Ardinata, D., Tinjauan Pustaka: Gangguan Tidur. Universitas Sumatera
Utara. 2013. Diakses 03 Februari 2016. Dari < http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/38690/4/Chapter%20II.pdf>.
8. Maslim R, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.
9. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya, Jakarta.
10. Chawla, Insomnia Treatment & Management, Loyola University Medical
Center, America, Page 1 – 20.

32

Anda mungkin juga menyukai