Anda di halaman 1dari 4

library.uns.ac.

id 1
digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah gangguan bernafas yang dialami pada

saat tidur dengan penyebab yang masih tidak jelas. Sebagian besar pasien

mengalami obstruksi di bagian palatum molle dan meluas ke pangkal lidah. Di

daerah ini tidak ada bagian yang keras, seperti kartilago atau tulang, sehingga otot-

ototlah yang menjaga agar saluran ini tetap terbuka. Pada saat penderita OSA

tertidur, otot-otot daerah ini mengalami relaksasi ke tingkat saluran nafas ini

menjadi kolaps dan terjadi obstruksi (Chung F., et al., 2008).

OSA merupakan salah satu tipe gangguan pernafasan saat tidur yang paling

sering dan ditandai dengan episode kolapsnya saluran napas atas saat tidur yang

berulang. Gejala pada OSA umumnya tidak disadari tetapi dapat menjadi parah

secara spontan dan biasanya sudah ada dalam jangka waktu yang lama sebelum

pasien disarankan untuk dievaluasi. Gejala pada OSA dapat dibagi menjadi dua

garis besar, yaitu gejala yang timbul pada saat tidur dan gejala yang timbul pada

siang hari. Gejala yang timbul pada saat tidur berupa mendengkur, apnea, tidur

tidak nyenyak, dan lain-lain. Sedangkan gejala yang timbul pada siang hari dapat

berupa rasa lelah saat bangun tidur, sakit kepala di pagi hari, rasa kantuk yang

berlebihan pada siang hari atau disebut juga Excessive Daytime Sleepiness (EDS),
library.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

menurunnya tingkat kewaspadaan, dan lain-lain. OSA yang disertai dengan gejala

EDS disebut dengan Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).

Faktor-faktor risiko OSA terdiri dari faktor struktural, faktor nonstruktural,

dan faktor genetik. Faktor struktural berhubungan dengan anatomi tulang

kraniofasial, obstruksi nasal, obstruksi retroplatal, dan obstruksi retroglossal

seperti retrognathia dan mikronagthia, polip hidung, palatum dan uvula yang

memanjang dan letaknya lebih ke posterior, hipertropi tonsil dan adenoid,

makroglassia, dan lain-lain. Sedangkan faktor nonstruktural dapat berupa obesitas,

mengonsumsi alkohol atau obat sedatif, merokok, posisi tidur terlentang, dan lain-

lain (Downey, 2012).

Salah satu faktor nonstruktural dari OSA, yaitu obesitas sebagai suatu faktor

risiko yang dapat dikontrol karena dipengaruhi oleh lingkungan, kebiasaan makan,

dan kurangnya kegiatan fisik serta merupakan faktor risiko yang paling sering

menyebabkan OSA. Diduga bahwa peningkatan prevalensi obesitas akan mencapai

50% pada tahun 2025 di negara-negara maju (Sidartawan, 2006). Selain itu,

obesitas sudah menjadi suatu epidemik di negara-negara industri. Di Amerika

Serikat, 20% pria dan 25% wanita memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 30

kg/m2. Suatu penelitian menunjukan bahwa jumlah orang dengan IMT ≥ 40 kg/ m2

meningkat tiga kali lipat jumlahnya sejak tahun 1990-2000. Hal ini akan sangat

meningkatkan risiko seseorang menderita berbagai macam penyakit (Freedman et


library.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

al., 2002). Diperkirakan hampir 30% pasien dengan IMT ≥ 30 kg/ m2 dan 50%

pasien dengan IMT ≥ 40 kg/ m2 menderita OSA (Downey, 2012).

Berdasarkan keterangan di atas, terlihat adanya hubungan erat antara obesitas

dengan kejadian OSA. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian mengenai

adakah hubungan antara obesitas dengan risiko menderita OSA. Karena hal terbaik

untuk mencegah terjadinya OSA adalah dengan cara mengetahui apakah seseorang

dapat berisiko menderita OSA atau tidak (Netzer et al., 1999). Selain itu, peneliti

juga melakukan penelitian dikarenakan banyaknya petugas kesehatan termasuk

dokter yang menyadari kondisi pasien yang memiliki faktor risiko menderita OSA

ini dan pada akhirnya menyebabkan banyaknya pasien yang tidak terdiagnosis dan

tidak mendapatkan terapi, sehingga akan menimbulkan masalah-masalah sosial

seperti mengurangi kualitas hidup, mengganggu aktivitas pada siang hari, dan

mengakibatkan defisit pada neurokognitif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah penelitian

apakah terdapat hubungan antara obesitas dengan risiko menderita Obstructive Sleep

Apnea (OSA)?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara obesitas dengan risiko

menderita Obstructive Sleep Apnea (OSA).


library.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan gejala mendengkur.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Bagi tenaga kesehatan

Memberikan informasi untuk tenaga kesehatan mengenai faktor risiko apa

saja dari OSA dan gejala dari OSA sehingga pasien yang menderita gejala ini

dapat segera di evaluasi dan diberikan terapi se segera mungkin.

2. Bagi Masyarakat

Sebagai tambahan ilmu untuk masyarakat umum tentang obesitas mana

merupakan faktor risiko dari OSA yang dapat dikontrol agar tidak menyebabkan

OSA, dan mengenal gejala-gejala dari OSA sehingga pasien bisa dievaluasi dan

diterapi lebih dini.

3. Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan

kemampuan meneliti.

Anda mungkin juga menyukai