id 1
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah gangguan bernafas yang dialami pada
saat tidur dengan penyebab yang masih tidak jelas. Sebagian besar pasien
daerah ini tidak ada bagian yang keras, seperti kartilago atau tulang, sehingga otot-
ototlah yang menjaga agar saluran ini tetap terbuka. Pada saat penderita OSA
tertidur, otot-otot daerah ini mengalami relaksasi ke tingkat saluran nafas ini
OSA merupakan salah satu tipe gangguan pernafasan saat tidur yang paling
sering dan ditandai dengan episode kolapsnya saluran napas atas saat tidur yang
berulang. Gejala pada OSA umumnya tidak disadari tetapi dapat menjadi parah
secara spontan dan biasanya sudah ada dalam jangka waktu yang lama sebelum
pasien disarankan untuk dievaluasi. Gejala pada OSA dapat dibagi menjadi dua
garis besar, yaitu gejala yang timbul pada saat tidur dan gejala yang timbul pada
siang hari. Gejala yang timbul pada saat tidur berupa mendengkur, apnea, tidur
tidak nyenyak, dan lain-lain. Sedangkan gejala yang timbul pada siang hari dapat
berupa rasa lelah saat bangun tidur, sakit kepala di pagi hari, rasa kantuk yang
berlebihan pada siang hari atau disebut juga Excessive Daytime Sleepiness (EDS),
library.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
menurunnya tingkat kewaspadaan, dan lain-lain. OSA yang disertai dengan gejala
seperti retrognathia dan mikronagthia, polip hidung, palatum dan uvula yang
mengonsumsi alkohol atau obat sedatif, merokok, posisi tidur terlentang, dan lain-
Salah satu faktor nonstruktural dari OSA, yaitu obesitas sebagai suatu faktor
risiko yang dapat dikontrol karena dipengaruhi oleh lingkungan, kebiasaan makan,
dan kurangnya kegiatan fisik serta merupakan faktor risiko yang paling sering
50% pada tahun 2025 di negara-negara maju (Sidartawan, 2006). Selain itu,
Serikat, 20% pria dan 25% wanita memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 30
kg/m2. Suatu penelitian menunjukan bahwa jumlah orang dengan IMT ≥ 40 kg/ m2
meningkat tiga kali lipat jumlahnya sejak tahun 1990-2000. Hal ini akan sangat
al., 2002). Diperkirakan hampir 30% pasien dengan IMT ≥ 30 kg/ m2 dan 50%
dengan kejadian OSA. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian mengenai
adakah hubungan antara obesitas dengan risiko menderita OSA. Karena hal terbaik
untuk mencegah terjadinya OSA adalah dengan cara mengetahui apakah seseorang
dapat berisiko menderita OSA atau tidak (Netzer et al., 1999). Selain itu, peneliti
dokter yang menyadari kondisi pasien yang memiliki faktor risiko menderita OSA
ini dan pada akhirnya menyebabkan banyaknya pasien yang tidak terdiagnosis dan
seperti mengurangi kualitas hidup, mengganggu aktivitas pada siang hari, dan
B. Rumusan Masalah
apakah terdapat hubungan antara obesitas dengan risiko menderita Obstructive Sleep
Apnea (OSA)?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
saja dari OSA dan gejala dari OSA sehingga pasien yang menderita gejala ini
2. Bagi Masyarakat
merupakan faktor risiko dari OSA yang dapat dikontrol agar tidak menyebabkan
OSA, dan mengenal gejala-gejala dari OSA sehingga pasien bisa dievaluasi dan
3. Bagi Peneliti
kemampuan meneliti.