Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obstructive sleep apnea mungkin masih terdengar asing di


kehidupan sehari-hari. Gangguan tidur Obstructive sleep apnea terjadi
saat pernapasan seseorang terganggu dengan adanya peroide henti
napas secara berulang pada saat tidur. Kondisi ini menyebabkan otak
dan bagian tubuh lain tidak mendapatkan asupan oksigen yang cukup.
Pada seseorang yang mengalami sleep apnea, sistem pernapasan
mereka akan terganggu secara berulang kali selama mereka tidur.
Gangguan tidur ini akan mempengaruhi kualitas tidur dan membuat
tubuh merasa lelah keesokan harinya. Kata apnea mengacu pada jeda
pernapasan yang berlangsung setidaknya 10 detik. Kondisi ini bisa
terjadi pada individu yang mendengkur saat tidur, mengalami
kelelahan, atau memiliki kualitas tidur yang buruk secara konsisten.

Obstructive sleep apnea (OSA) pertama kali dilaporkan oleh


Guillenimault dkk, yang merupakan seorang dokter dan peneliti Prancis
dibidang kedokteran tidur pada tahun 1976.1 Obstructive sleep apnea
mempengaruhi sekitar 5% di penduduk negara bagian barat, akan tetapi
80% kasus tidak terdiagnosis. Prevalensi obstructive sleep apnea
meningakat sejalan dengan usia dan puncaknya terjadi pada usia 60
tahun. Meskipun 1 dari 5 orang dewasa memiliki OSA derajat ringan,
hanya 1 dari 15 orang dewasa yang memiliki OSA derajat sedang
sampai berat. Obesitas merupakan faktor risiko signifikan dari OSA.
Peningkatan berat badan 10% saja akan meningkatkan risiko OSA

1 Guilleminault C, et all, 1976.

1
sebesar enam kali. Dilaporkan insidens OSA meningkat di Amerika
yang diakibatkan oleh obesitas. 2

Data prevalensi OSA di Indonesia saat ini masih belum tersedia,


namun suatu penelitian pada populasi normal di Jakarta menunjukkan
bahwa prevalensi OSA di wilayah tersebut sebesar 49,5%. 3 Penelitian
yang dilakukan Wiadnyana dkk pada pengemudi taksi X di Jakarta
dengan indeks massa tubuh ≥25, riwayat mendengkur dalam keluarga,
lingkar leher ≥40cm, usia ≥36 tahun serta jadwal kerja yang padat
sebanyak 25% memiliki kecenderungan untuk mengalami OSA.
Obstructive sleep apnea di definisikan salah satu bentuk
sleepdisordered breathing (SDB). Sekitar 40juta orang di Amerika
menderita OSA dengan kecenderungan khusus 3%-7% pada laki-laki
dan 2%-5% pada perempuan.4

Penderita OSA yang tidak ditangani dapat terjadi berbagai kondisi


antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus gagal
jantung, stroke, dan gangguan fungsi. Meskipun penurunan fungsi
kognitif pada OSA belum dapat di pahami seutuhnya, akan tetapi
beberapa penelitian menyebutkan terdapat penurunan fungsi kognitif
pada penderita OSA.

Obstructive sleep apnea seringkali dikaitkan degan gangguan


kognitif ringan. Penatalaksaan yang tepat terhadap risiko gangguan
fungsi kognitif pada penderita OSA diharapkan dapat ditangani dengan
lebih dini. Derajat keparahan sleep apnea dinilai dengan menggunakan
apnoea/hipopnea yang terjadi perjam selama tidur. Berdasarkan

2
Kaffah, Silmi. Pengaruh Obstructive Sleep Apnea Terhadap Fungsi Kognitif, 2015.
3 Silmi Kaffah and Agus Dwi Susanto, ‘Pengaruh Obstructive Sleep Apnea ( OSA ) Terhadap Fungsi
Kognitif’, Jurnal Respirologi Indonesia, 35.4 (2015), 248.
4 Silmi Kaffah and Agus Dwi Susanto, ‘Pengaruh Obstructive Sleep Apnea ( OSA ) Terhadap Fungsi

Kognitif’, Jurnal Respirologi Indonesia, 35.4 (2015), 248.

2
American Academy of Sleep Medicine (AASM), OSA didefinisikan
apabila nilai AHI ≥5. Klafikasi OSA dibagi atas OSA ringan apabila
AHI 5-15, OSA sedang apabila nilai AHI 15-30 dan OSA berat apabila
AHI >30.5

Prevalensi OSA diperkirakan 4% pada laki-laki dan 2% pada


perempuan. Pada orang dewasa didapatkan perbandingan laki-laki
dengan perempuan yakni 2:1. Obstructive sleep apnea sangat kompleks
dan bervariasi masing-masing individu. Saat tidur, refleks otot faringeal
memegang peranan dalam mengurangi atau hilangnya kompensasi
neuromoskular sehingga terjadi penyempitan faring dan kolapsnya
faring secara komplit yang bersifat intermiten.

1.2 Tujuan umum


Mengetahui tentang pengaruh gangguan tidur Obstrctive Sleep Apnea
yang dapat memicu penurunan fungsi kognitif.

1.3 Tujuan Khusus


1. Menunjukkan faktor-faktor pendorong Obstructive Sleep Apnea.
2. Mengetahui bahayanya Obstructive Sleep Apnea terhadap
kesehatan.

1.4 Rumusan Masalah


Mengapa Obstructive sleep apnea memicu penurunan fungsi kognitif ?

5Silmi Kaffah and Agus Dwi Susanto, ‘Pengaruh Obstructive Sleep Apnea ( OSA ) Terhadap Fungsi
Kognitif’, Jurnal Respirologi Indonesia, 35.4 (2015), 248.

Anda mungkin juga menyukai