Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF

DENGAN MASALAH PENYAKIT PARU


OBSTRUKSI KRONIS : CYSTIC FIBROSIS
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Paliatif

Disusun Oleh :
Kelompok 3

1. Diah Ayu Pertiwi (P2790522007)


2. Gita Wulandari (P2790522013)
3. Iif Hanifah Hasan (P2790522016)
4. Moh. Dhika Ramadhan (P2790522028)
5. Nanda Triocha (P2790522030)
6. Yeni Nurfitriyani ( P2790522047)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Paliatif Dengan Masalah Penyakit Paru Obstruksi Kronis : Cystic Fibrosis”.
Shalawat beriring salam Kami sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah sampai zaman sekarang ini.
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari Mata Kuliah
Keperawatan Paliati, dalam mengembangkan dan meningkatkan nilai pengetahuan tentang
materi yang dipelajari pada Program Studi Profesi Ners Jurusan Keperawatan Tangerang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Banten.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih luas bagi
pembacanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat kelebihan dan
kekurangannya sehingga Kami mengharap kritik dan saran yang dapat memperbaiki untuk
penulisan makalah selanjutnya.

Tangerang, 23 Juli 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
A. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2
C Tujuan ............................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 3
A LAPORAN PENDAHULUAN ........................................................................................ 3
A KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................ 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................................ 18
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 19
A. KESIMPULAN............................................................................................................... 19
B SARAN ........................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh
emfisema dan bronkitis kronis. Masalah utama yang menyebabkan terhambatnya arus udara
tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan (Bronkitis kronik) maupun pada parenkim
paru (Emfisema). Kedua penyakit dapat dimasukkan ke dalam kelompok PPOK jika
keparahan penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif (Darmanto, 2009).
Menurut WHO yang dituangkan dalam Panduan Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease (GOLD), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit dapat
dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus – menerus yang
biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi kronis pada saluran nafas dan
paru-paru terhadap partikel atau gas yang beracun. World Health Organization (WHO)
melaporkan terdapat 600 juta orang menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang
menderita PPOK derajat sedang hingga berat. Pada tahun 2002 PPOK adalah penyebab
utama kematian kelima didunia dan diperkirakan menjadi penyebab utama
Menurut Riset Kesehatan Dasar prevalensi terjadinya PPOK di Indonesia pada tahun
2013 sebanyak 3,7% dan prevalensi di Jawa Tengah sebesar 3,4%. Dilihat dari jenis
kelamin, penderita PPOK berjenis kelamin laki-laki di Indonesia sebanyak 4,2%, sedangkan
penderita berjenis kelamin perempuan sebanyak 3,3%. Adapun faktor yang berperan dalam
peningkatan penyakit tersebut yaitu kebiasaan merokok yang masih tinggi baik perokok
aktif, pasif maupun bekas perokok, polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri,
dan di pertambangan. Terjadi pada lansia, riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
(seperti bronkitis, TB). Sedangkan gejala yang ditimbulkan pada pasien PPOK berupa sesak
nafas, batuk disertai dengan sputum, aktifitas yang terbatas, penurunan berat badan.
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit
multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas
yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi

1
exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi
urogenital.
Cystic fibrosis adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai dengan infeksi
endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan insufisiensi pankreas dengan
gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal. Kelainan ini merupakan kelainan genetik yang
bersifat resesif heterogen dengan gambaran patobiologis yang mencerminkan mutasi pada
gen-gen regulator transmembran fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane conductance
regulator/CFTR).

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Laporan Pendahuluan Pada Penyakit Cystic Fibrosis
2. Bagaimasa Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cystic Fibrosis
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cystic Fibrosis

C Tujuan
1. Untuk Mengetahui Laporan Pendahuluan Cystic Fibrosis
2. Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Dan Cystic Fibrosis
3. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Cystic Fibrosis

2
BAB II
TI NJAUN PUSTAKA

A LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi Cystic Fibrosis
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit
multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran
napas yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis,
insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal,
dan disfungsi urogenital.
Cystic fibrosis adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai dengan
infeksi endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan insufisiensi
pankreas dengan gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal. Kelainan ini merupakan
kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan gambaran patobiologis yang
mencerminkan mutasi pada gen-gen regulator transmembran fibrosis kistik (cystic
fibrosis transmembrane conductance regulator/CFTR).
2. Etiologi
Cystic fibrosis merupakan penyakit yang diwariskan secara resesive autosomal.
Gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya CF telah diidentifikasi pada tahun 1989
sebagai cystic fibrosis transmembrane-conductance regulator glycoprotein (CFTR gene)
yang terletak pada lengan panjang kromosom no 7.
Protein CFTR merupakan rantai polipeptida tunggal, mengandung 1480 asam
amino, yang sepertinya berfungsi untuk cyclic AMP–regulated Cl– channel dan dari
namanya, mengatur channel ion lainnya. Bentuk CFTR yang terproses lengkap
ditemukan pada membran plasma di epithelial normal. Penelitian biokimia
mengindikasikan bahwa mutasi F508 menyebabkan kerusakan proses dan degradasi
intraseluler pada protein CFTR. Sehingga alpanya CFTR pada membrane plasma
merupakan pusat dari patofisiologi molecular akibat mutasi F508 dan mutasi kelompok I-
II lainnya. Namun, mutasi kelompok III-IV menghasilkan protein CFTR yang telah
diproses lengkap namun tidak berfungsi atau hanya sedikit berfungsi pada membrane
plasma.

3
Gen CFTR ini membuat protein yang mengontrol perpindahan garam dan air di
dalam dan di luar sel di dalam tubuh. Orang dengan cystic fibrosis, gen tersebut tidak
bekerja dengan efektif. Hal ini menyebabkan kental dan lengketnya mucus serta sangat
asinya keringat yang dapat menjadi cirri utama dari cystic fibrosis.
Mekanisme terjadinya malfungsi sel pada cystic fibrosis tidak diketahui secara
pasti. Sebuah teori menyebutkan bahwa kekurangan klorida yang terjadi pada protein
CFTR menyebabkan akumulasi secret di paru-paru yang mengandung bakteri yang tidak
terdeteksi oleh system imun. Teori yang lain menyebutkan bahwa kegagalan protein
CFTR menyebabkan peningkatan perlawanan produksi sodium dan klorida yang
menyebabkan pertambahan reabsorbsi air, menyebabkan dehidrasi dan kekentalan mucus.
Teori-teori tersebut mendukung sebagian besar observasi tentang terjadinya kerusakan di
cystic fibrosis yang menghambat jalanya organ yang dibuat dengan secret yang kental.
Hambatan ini menyebabkan perubahan bentuk dan infeksi di paru-paru, kerusakan pada
pancreas karena akumulasi enzim digestive, hambatan di usus halus oleh kerasnay feses.
3. Manifestasi
Manifestasi cystic fibrosis yang umum pada tahun pertama atau kedua kehidupan
pada traktus respiratorius yang paling sering batuk dan/atau infiltrate pulmoner. Sebagian
besar gejala dari cystic fibrosis adalah disebabkan oleh banyaknya mucus. Gejala
umumnya adalah:
1. Batuk persisten yang disertai sputum dan semakin memburuk
2. Batuk dari efek bronkitis dan pneumonia yang dapat menimbulkan inflamasi dan
kerusakan permanen paru
3. peningktan volume sputum
4. Penurunan fungsi pulmoner
5. Obstruksi hidung
6. Dispnea
7. Nasal discharge yang makin memburuk
8. Demam
9. Dehidrasi
10. Diare

4
11. Nafsu makan besar tetapi tidak menambah berat badan dan pertumbuhan
(cenderung menurun). Ini hasil dari malnutisi kronik karena tidak mendapatkan
cukup nutrisi dari makanan
12. Nyeri dan ketidaknyamanan pada perut karena terlalu banyak gas dalam usus. Hal
ini bisa disebabkan oleh disfungsi intestinal.

4. Patofisiologi
Tanda biofisika diagnostic pada CF epitel saluran napas yaitu adanya peningkatan
perbedaan potensi listrik transepitelial (Potential difference/PD). Transepitelial PD
menunjukkan jumlah transport ion aktif dan resistensi epithelial terhadap aliran ion. CF
saluran napas memperlihatkan ketidaknormalan pada absorbsi Na+ dan Sekresi Cl- aktif
(Gambar II). Defek sekresi Cl memperlihatkan alpanya cyclic AMP–dependent kinase
dan protein kinase C–regulated Cl– transport yang dimediasi oleh CFTR. Suatu
pemeriksaan yang penting mengatakan bahwa adanya perbedaan molekul pada Ca2+-
activated Cl– channel (CaCC) yang terlihat pada membrane apical. Channel ini dapat
menggantikan CFTR dengan imbas pada sekresi Cl- dan dapat menjadi target terapeutik
berpotensial.
Regulasi abnormal dari absorbsi Na+ merupakan gambaran inti pada CF di epitel
saluran napas. Abnormalitas ini menunjukkan fungsi kedua dari CFTR, yaitu sebagai
tonic inhibitor pada channel Na+. Mekanisme molekuler yang memediasi CFTR belum
diketahui.
Klirens mucus merupakan pertahanan innate primer saluran napas terhadap
infeksi bakteri yang terhisap. Saluran napas mengatur jumlah absorbsi aktif Na+ dan
sekresi Cl- untuk mengatur jumlah cairan (air), misal “hidrasi”, pada permukaan saluran
napas untuk klirens mucus yang efisien. Hipotesis utama tentang patofisiologi CF saluran
napas adalah adanya regulasi yang salah terhadap absorbsi Na+ dan ketidakmampuan
untuk mengsekresi Cl- melalui CFTR, mengurangi volume cairan pada permukaan
saluran napas, baik penebalan mucus, maupun deplesi cairan perisiliar mengakibatkan
adhesi mucus pada permukaan saluran napas. Adhesi (tarik-menarik benda yang sejenis)
mucus menyebabkan kegagalan untuk membersihkan mucus dari saluran napas baik
melalui mekanisme siliar dan batuk. Tidak ditemukannya keterkaitan yang tegas antara

5
mutasi genetic dan keparahan penyakit paru-paru menyimpulkan adanya peran penting
dari gen pemodifikasi dan interaksi antara gen dan lingkungan.
Infeksi yang terdapat pada CF saluran napas cenderung melibatkan lapisan
mukosa dibandingkan invasi epitel atau dinding saluran napas. Predisposisi dari CF
saluran napas terhadap infeksi kronis Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa selaras dengan kegagalan membersihkan mucus. Sekarang ini, telah
didemonstrasikan bahwa tekanan O2 sangat rendah pada mucus CF, dan adaptasi
terhadap hypoxia merupakan penentu penting fisiologi bakteri pada paru-paru CF.
Ditekankan bahwa, baik stasis mucus dan hypoxia mucus dapat berkontribusi terhadap
kecenderungan Pseudomonas untuk dapat tumbuh pada koloni biofilm didalam plak
mucus disekitar permukaan saluran napas dengan CF (Haririson, 2013).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis CF
antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Test kandungan chlorida keringat (sweat chloride test) :
 Dilakukan pengumpulan dan analisis komposisi keringkat dengan
metoda iontophoresis pilocarpine.
 Konsentrasi ion klorida sekitar 60 mEq/L keatas merupakan
khas diagnostik. Nilai normal rata-rata konsentrasi klorida dibawah
30 mEq/L.
 Nilai antara 30 – 60 mEq/L mungkin kondisis heterozygous carriers,
dan tidak dapat diidentifikasi secara akurat menggunakan test ini
(SCT).
2) Test Prenatal :
 Pada masa kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan melalui test villi
korionik (chronic villous testing) pada usia kehamilan sekitar 10-12
minggu.
 Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk mendiagnosis CF yang akan
diterminasi kehamilannya. Pemeriksaan prenatal ini sudah jarang

6
dilakukan karena harapan hidup pasien-pasien dengan KF sekarang
telah meningkat.
3) Test genetika
 Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi kondisi karier
dengan keakuratan sampai 95%.
 Biaya yang diperlukan berkisar $US 50-150.
 Testing in direkomendasikan untuk individu-individu yang
mempunyai riwaya keluarga dengan CF dan untuk pasangan-
pasangan yang merencanakan kehamilan, namun tidak diindikasikan
untuk keperluan skrining secara umum (NIH Consensus Stetment,
1999).
 Skrining bayi baru lahir dapat dilakukan melalui pengukuran kadar
tripsin immunoreaktive pada blood spot test Guthrie.
4) Diagnosis CF secara laboratoris ditegakkan jika ada salah satu marker seperti
test genetik atau test kadar klorida keringat positif ditambah salah satu dari
gejala klinis dibawah ini :
 Penyakit paru obstruksi kronik khas
 Insufisiensi eksokrin kelenjar pancreas
 Riwayat keluarga positif CF
b. Pemeriksaan radiologis CT scan
Pemeriksaan CT scan pada paranasal dilakukan melalui potongan aksial dan
koronal tanpa kontras. Umumnya pasien dengan CF memberiksan hasil:
 Lebih dari 90% menunjukkan bukti adanya sinusitis kronik yang ditandai
dengan opaksifikasi, pergeseran ke medial dinding lateral kavum nasi pada
daerah meatus media, serta demineralisasi prosesus unsinatus.
 Kelainan berupa buging ke arah medial dari kedua dinding lateral hidung
disertai gambaran mukus viskus di sinus maksila terdapat hampir pada 12%
pasien dan merupakan stadium mucucelelike yang harus segera ditangani
dengan pembedahan.
 Sinusitis kronik sering menyebabkan gangguan peneumatisasi dan hipoplasia
dari sinus maksila dan etmoid, juga menyebabkan terganggunya pembentukan

7
sinus frontalis. Pasien-pasien adolesen dengan CF sering didapatkan tidak
terbentuknya sinus frontalis pada gambaran CT scannya.
c. Pemeriksaan Kultur
Aspirasi sinus penting dilakukan untuk pemeriksaan kultur pada pasien-
pasien CF untuk mendeteksi adanya keterlibatan infeksi kuman pseudomonas.
 Pengambilan kultur sebaiknya dilakukan aspirasi transantral sinus maksila
dan tak ada gunanya mengambil di daerah nasofaring, tenggorok atau septum.
Dari penelitian organisme yang sering ditemukan dari hasil kultur pasien-
pasien dengan CF adalah pseudomonas (65%), haemophilus influenzae
(50%), Alpha-haemolticstreptococci (25%) dan kuman-kuman anaerob
seperti peptostreptococcus serta Bactroides (25%). Sensitivitas terapi
organisme-organisme dengan antibiotika sama sensitivnya pada pasien-pasien
CF dibanding dengan yang nonCF, kecuali pada kuman pseudomonas.
 Pasien-pasien dengan sinusitis akut tanpa CF kuman penyebabnya umumnya
terdiri dari Pneumococcus, H Influenza dan Moraxella catarrhalis, sedang jika
sinusitis kronik selain kuman diatas ditambah dengan organisme
Staphylococcus aureus dan kuman anaerob seperti Bacteroides, Veillonella
dan Fusobacterium. Tes carrier cystic fibrosis.
1) Untuk menentukan adanya carrier CF, jika:
2) Memiliki keluarga dengan riwayat CF
3) Memiliki hubungan dengan seseorang yang menderita CF.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksaan cystic fibrosis meliputi dua hal yaitu medikamentosa dan pembedahan.
a. Medikamentosa
Pasien cystic fibrosis mungkin mengeluhkan gejala kronik dari obstruksi
hidungnya berupa discharge purulen atau batuknya sehingga dibutuhkan terapi
antibiotik efektif terhadap kuman pseudomonas dan staphylococci serta digabung
dengan irigasi rongga hidung rutin (aggresive nasal toilet) dengan terapi mukolitik
misalnya dengan menggunakan espekteoran yang mungkin dapat meredakan gejala
klinis yang ada.

8
Irigasi rongga hidung memegang peranan penting yang sebaiknya dilakukan rutin
pada pasien yang mulai timbul keluhan. Keluhan ini terjadi karena gangguan
mucociliary clearance secara kronik. Irigasi menggunakan saline bertujuan
menurunkan kolonisasi bakteri, mencuci keluar sekresi lendir yang menyebabkan
obstruksi, dan secara berkala membantu vaskonstriksi pembuluh darah konka. Irigasi
juga diperlukan terhadap semua intervensi pembedahan karena walau tujuan
pembedahan membesarkan ostium sinus namun tidak ditujukan terhadap kerusakan
mucociliary clearance yang ditimbulkan akibat pembedahan.
Beberapa ahli menggunakan antibiotik untuk mengatasi infeksi paru-paru, dan
penggunaannya mengacu pada hasil kultur sputum. Sebaiknya diketahui,
bagaimanapun juga, karena kultur mikrobiologis rutin pada rumah sakit dilakukan
tanpa mengikuti keadaan sebenarnya pada paru-paru dengan CF (misal, adanya
hypoxia), efektivitas klinis biasanya tidak berhubungan dengan pemeriksaan
sensitivitas. Karena peningkatan klirens tubuh total dan luasnya volume distribusi
antibiotic pada pasien CF sehingga dosis yang dibutuhkan lebih besar pada pasien
CF. Selain itu, dengan peningkatan batuk dan produksi mucus diatasi dengan
pemberian antibiotic tambahan agen oral yang digunakan untuk menangani
Staphylococcus yaitu penisilin semisintetik atau sephalosporin.
b. Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, dan
dilakukan pada area saluran napas yang terdapat kelainan yang bagaimanapun juga
pertimbangan pembedahan harus benar-benar matang pada pasien CF karena bahaya-
bahaya kemungkinan terbentuknya mucus kental yang banyak selama operasi dengan
anastesi umum yang resikonya semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.
1) Indikasi pembedahan pada pasien CF menurut Nishioka :
 Obstruksi nasi persistent yang disebabkan polip nasi dengan atau tanpa
penonjolan ke medial dinding lateral hidung. Pembedahan yang dilakukan
pada polip meliputi polip ekstraksi, dan BSEF ( bedah sinus endoskopi
fungsional ).

9
 Medialisasi dinding lateal hidung yang dibuktikan melalui CT scan walau
tanpa disertai gejala subjektif obstruksi nasi, pembedahan perlu dilakukan
karena tingginya prevalensi mucocelelike formations.
 Timbulnya eksaserbasi penyakit paru yang berkorelasi dengan eksaserbasi
penyakit sinonasalnya, memburuknya status penyakit parunya atau
penurunan aktifitas fisik serta kegagalan terapi medikamentosa.
 Nyeri wajah atau nyeri kepala yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya
selain adanya FK yang dapat menggangu kualitas hidup penderita.
 Tidak ada perbaikan dari gejala klinis sinonasal setelah terapi
medikamentosa adekuat.
2) Kontraindikasi dilakukan pembedahan :
 Penyakit paru obstruktif kronik berat yang beresiko saat dilakukan anastesi.
 Pasien dengan CF sangat beresiko terhadap defisiensi vitamin K
akibat insufisiensi pankreas, penyakit hepatobilier atau keduanya dan jika
tidak disuplement akan beresiko perdarahan, yang ditandai dengan
pemanjangan masa prothrombin time (PT) dan harus dikoreksi terlebih
dahulu sebelum dilakukan pembedahan.
 Sinusitis kronik dapat menyebabkan terganggunya/terlambatnya
pneumatisasi dan perkembangan dari sinus maksila, etmoid dan frontal pada
pasien CF khususnya anak-anak sehingga ini terkadang kurang
diperhitungkan. Dalam hal diatas perlu dilakukan CT scan coronal dan axial
preoperatif untuk kenfirmasi sebelumnya.
7. Komplikasi
Komplikais yang dapat terjadi pada cystic fibrosis adalah :
a. Sinusitis. Disebabkan oleh produksi nucus yang berlebihan sehingga menutupi dan
menginfeksi sinus
b. Bronchiectasis. Bronkus akan teregang dan membentuk kantong- kantong ketika
terkumpul mucus. Mucus ini adalah tempat berkembangnya bakteri yang sangat
berpotensi menyebabkan infeksi paru. Infeksi ini akan lebih merusak bronkus dan
jika tidak diobati bronkiektasis dapat berkembang menjadi penyakit parah termasuk
gagal pernapasan.

10
c. Pancreatitis.
d. Polip hidung
e. Clubbing. Ini terjadi karena tidak adanya perpindahan oksigen dari paru- paru ke
aliran darah.
f. Kolaps paru
g. Prolaps rektal. Batuk persisten atau penekanan mungkin dapat menyebabkan jaringan
rektum timbul keluar.
h. Penyakit liver
i. Diabetes
j. Pneumothorax sering terjadi (>10% pasien)
k. Komplikasi paling buruk dari cystic fibrosis adalah kegagalan pernapasan dan cor
pulmonale.

8. Pencegahan
Tetap masih belum ada penyembuhan untuk cystic fibrosis (CF), namun perawatan-
perawatan telah menjadi lebih baik pada tahun-tahun baru-baru ini. Tujuan-tujuan dari
perawatan CF adalah untuk:
 Mencegah dan mengontrol infeksi-infeksi pada paru-paru anda.
 Melonggarkan dan mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari paru-paru anda.
 Mencegah halangan-halangan pada usus-usus anda.
 Menyediakan nutrisi yang cukup.
a. Perawatan Untuk Persoalan-Persoalan Paru
Perawatan-perawatan utama untuk persoalan-persoalan paru pada orang-orang
dengan CF adalah:
1) Antibiotik-antibiotik untuk infeksi-infeksi saluran-saluran udara
 Terapi Fisik Dada.
 Olahraga.
 Obat-obat lain.
2) Antibiotik-Antibiotik
Kebanyakan orang-orang dengan CF mempunyai infeksi-infeksi paru derajat
rendah yang terus menerus. Adakalanya, infeksi-infeksi ini menjadi begitu serius

11
sehingga anda mungkin memerlukan dirawat dirumah sakit. Antibioti-antibiotik
adalah perawatan utama.
Anda mungkin diberikan beberapa tipe-tipe yang berbeda dari antibiotik-
antibiotik. Pilihan dari antibiotik-antibiotik tergantung pada:
 Strain-strain dari bakteri-bakteri yang terlibat.
 Berapa serius kondisi anda.
 Sejarah penggunaan antibiotik anda sebelumnya.
Tipe-tipe yang berbeda dari antibioti-antibiotik termasuk:
 Antibiotik-antibiotik oral untuk infeksi-infeksi saluran udara yang relatif
ringan.
 Antibiotik-antibiotik yang dihirup, seperti tobramycin (to-bra-MI-sin).
Mereka mungkin digunakan sendirian atau dengan antibiotik-antibiotik oral.
 Antibiotik-antibiotik intrvena untuk infeksi-infeksi yang berat/parah atau
ketika tidak ada satupun dari antibiotik-antibiotik oral yang bekerja.
 Antibiotik-antibiotik, seperti azithromycin (az-ith-roe-MYE-sin), yang juga
mengurangi peradangan.
3) Terapi Fisik Dada
Terapi fisik dada atau chest physical therapy (CPT) juga disebut menepuk
dada atau perkusi dada. Ia melibatkan pemukulan dada dan punggung anda
berkali-kali untuk mengeluarkan lendir dari paru-paru anda sehingga anda dapat
membatukan lendir keatas. CPT untuk cystic fibrosis harus dilakukan tiga sampai
empat kali setiap hari. CPT juga sering dirujuk sebagai pengaliran postural. Ini
melibatkan duduk anda atau berbaring pada perut anda dengan kepala anda
kebawah ketika anda melakukan CPT. Ini mengizinkan gaya berat untuk
membantu mengalirkan lendir dari paru-paru anda. Karena CPT adalah berat atau
tidak nyaman untuk beberapa orang-orang, beberapa alat-alat telah dikembangkan
baru-baru ini yang mungkin membantu dengan CPT. Alat-alat termasuk:
 ada elektrik, dikenal sebagai mechanical percussor.
 Vest (rompi) terapi yang dapat dikembangkan yang menggunakan
gelombang-gelombang udara frekwensi tinggi untuk memaksa lendir keluar
dari paru-paru anda.

12
 Alat "flutter", alat kecil yang dipegang tangan yang anda napas keluar
melaluinya. Ia menyebabkan getaran-getaran yang mengeluarkan lendir.
 Positive expiratory pressure (PEP) mask yang menciptakan getaran-
getaran yang membantu melepaskan lendir dari dinding-dinding saluran
udara.
Beberapa teknik-teknik pernapasan mungkin juga membantu mengeluarkan
lendir. Teknik-teknik ini termasuk:
 Forced expiration technique (FET) - memaksa keluar sepasang pernapasan-
pernapasan atau tiupan-tiupan dan kemudian melakukan pengenduran
pernapasan.
 Active cycle breathing (ACB) - FET dengan latihan-latihan pernapasan yang
dalam yang dapat mengendurkan lendir pada paru-paru anda dan membantu
membuka salu ran-saluran udara anda.
4) Olahraga
Latihan aerobic membantu:
 Mengendurkan lendir.
 Mendorong batuk untuk membersihkan lendir.
 Memperbaiki kondisi fisik keseluruhan anda.
Jika anda olahraga secara teratur, anda mungkin mampu untuk memperpendek
terapi dada anda. Check dengan dokter anda sebelum melakukan ini.
5) Obat-Obat Lain
Obat-obat anti-peradangan mungkin membantu mengurangi peradangan pada
paru-paru anda yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang terus menerus. Obat-
obat ini termasuk:
 Steroid-steroid yang dihirup atau, adakalanya oral. Steroid-steroid adalah
obat-obat anti-peradangan yang paling efektif.
 Ibuprofen, tipe dari obat anti-peradangan nonsteroid. Ia mungkin juga
memperlambat kemajuan dari CF pada anak-anak muda dengan gejala-gejala
ringan.
 Bronchodilators, yang adalah obat-obat yang dihirup yang mengendurkan
otot-otot sekitar saluran-saluran udara sehingga saluran-saluran udara dapat

13
terbuka. Mereka harus dipakai tepat sebelum CPT untuk membantu
membersihkan lendir.
Obat-obat pengencer lendir yang mengurangi kelengketan dari lendir pada
saluran-saluran udara anda. Mereka termasuk:
 Human DNase (Dornase Alfa), obat yang mengendurkan lendir pada paru-
paru anda. Ia mungkin menjurus pada rawat inap yang lebih pendek.
 Acetylcysteine dan saline.
 Hypertonic saline, larutan dari air yang steril dan sangat asin yang dipakai
dengan nebulizer dua kali sehari, dapat membantu membersihkan lendir dan
memperbaiki fungsi paru. Beberapa dokter-dokter sekarang memberikannya
pada pasien-pasien yang terpilih diatas umur 6 tahun.
6) Oksigen
Jika tingkat oksigen dalam darah anda terlalu rendah, anda mungkin
memerlukan terapi oksigen. Oksigen biasanya diberikan melalui selang plastik
hidung yang bercabang atau masker.
7) Paru
Operasi untuk menggantikan satu atau keduanya paru-paru anda dengan
paru yang sehat dari donor manusia mungkin membantu anda. Beberapa faktor-
faktor yang menentukan apakah anda dapat menjalani transplantasi paru
termasuk:
 Tipe bakteri dalam paru-paru anda.
 Umur dan berat badan anda.
 Obat-obat yang sedang anda minum.
 Apakah anda mempunyai kondisi-kondisi medis lain, termasuk osteoporosis.
 Berapa baiknya fungsi paru anda.
A KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
Data yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untutk
membuat rencana asuahan keperawatan klien. Proses pengkajian keperawatan harus
dilakukan dengan sangat individual (sesuai masalah dan kebutuhan klien saat ini).

14
Dalam menelaah status pernapasan klien, perawat melakukan wawancara dan
pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus
menambah distres pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih
komponen pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami
klien.
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1) Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang: nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
2) Keluhan Utama
Pasien dengan cystic fibrosis didapatkan keluhan berupa infeksi saluran napas
kronis berupa batuk kronis berdahak sering berulang, batuk dapat disertai darah
(hemoptysis), sesak napas, selera makan menurun, demam, insufisiensi kelenjar
eksokrin pankreas dan abnomalitas kelenjar keringat
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang pada pasien cystic fibrosis menunjukkan adanya
mutasi genetic yang membentuk protein CF transmembrane conductance
regulator (CFTR) yang terletak pada kromosom 7.
4) Riwayat penyakit dahulu
Kedua orang tua merupakan carrier dari gen resesif CFTR atau salah satu dari
orang tua ada yang menderita cystic fibrosis. Selain itu perlu ditanyakan juga
apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumonia, gagal
jantung, tauma dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor preisposis
5) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab cystic fibfosis.
6) Riwayat psikososial

15
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
b. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath)
Meliputi sesak napas, paru kekurangan oksigen sehingga jaringan rusak dan kulit
berwarna kebiruan (sianosis) dan batuk yang semakin hari semakin buruk
2) B2 (Blood)
Memungkinkan terjadinya hiperglikemi akibat pankreas tidak dapat menghasilkan
insulin dengan baik akibat mukus yang berlebihan hingga merusak pankreas.
3) B3 (Brain) : -
4) B4 (Bladder) : -
5) B5 (Bowel)
Pada bowel kelainanya meliputi diare, dehidrasi, nyeri dan ketidaknyamanan pad
perut karena terlalu banyak gas dalam usus sebgai akibat disfungsi enzim
digestine. Selain itu, dapat ditemui kelainan berupa nafsu makan besr tetapi tidak
menambah berat badan dan pertumbuhan (cenderung menurun).
6) B6 (Bone) : -
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus yang kental dan
banyak serta upaya batuk buruk.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial
3. Intervensi
a. Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus yang
kental dan banyak serta upaya batuk buruk.
Tujuan : Klien tidak mengalami aspirasi
Kriteria Hasil : Menunjukan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara
dalam paru-paru.
b. Dx : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
Tujuan : Mempertahankan oksigenasi atau ventilasi adekuat

16
Kriteria hasil :
1) Pasien memperlihatkan frekuensi napas efektif
2) Bebas dari distress pernapasan
3) GDA dalam rentang normal.
c. Dx : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial.
Tujuan :
1) Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal
2) Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal
Kriteria hasil :
1) Pasien menunjukan frekuensi pernapasan yang efektif dengan frekuensi dan
kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/bersih
2) Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

18
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit
multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas
yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi
exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi
urogenital. (http://cetrione.blogspot.com). Cystic fibrosis bisa terjadi akibat adanya mutasi
genetic yang membentuk protein CF transmembrane conductance regulator (CFTR) yang
terletak pada kromosom 7. Manifestasi cystic fibrosis yang umum pada tahun pertama atau
kedua kehidupan pada traktus respiratorius yang paling sering batuk dan/atau infiltrate
pulmoner. Sebagian besar gejala dari cystic fibrosis adalah disebabkan oleh banyaknya
mucus. Gejala umumnya seperti batuk persisten yang disertai sputum, batuk dari efek
bronkitis dan pneumonia. Pemeriksaan diagnosyik pada kasus cystic fibrosis meliputi
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis CT scan, dan pemeriksaan kultur.
Sedangkan penatalaksanaan untuk mengatasi cystic fibrosihan yaitu medikamentosa dan
pembedahan. Asuhan keperawatan untuk kasus ini meliputi tahap asuhan keperawatan pada
umumnya. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada kasus cystic fibrosis
salah satunya adalah bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus
yang kental dan banyak serta upaya batuk buruk.

B SARAN
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga makalah ini bermanfaatbagi pembaca.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kelancaran dan kesempurnaan
penyusun makalah berikutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC :
Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik edisi 6. Jakarta : EGC Doenges,
Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta Soemantri. 2009.
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan, edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Hal : 127

20

Anda mungkin juga menyukai