Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PEMICU 3

“ BAU MULUT, GUSI BENGKAK, DAN GIGI GOYANG ”

BLOK 10 – SISTEM STOMATOGNASI

DISUSUN OLEH:

FASILITATOR :

drg. Yendriwati, drg., M. Kes. Sp. OF

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara
absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin.Gejala yang dikeluhkan pada penderita
Diabetes Melitus yaitu polidipsia,poliuria,polifagia,penurunan berat badan, kesemutan.

Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap
insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau berada dalam rentang normal. Karena
insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap
sebagai non-insulin dependent diabetes mellitus. Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat
beberapa keadaan yang berperan yaitu : 1. Resistensi insulin 2. Disfungsi sel B pancreas.
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel
sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim
disebut sebagai “resistensi insulin”

1.2. DESKRIPSI TOPIK

Nama Pemicu : Bau mulut, gusi bengkak, dan gigi goyang

Penyusun : Dr. Filia Dana T, drg., M.Kes.; drg.Cek Dara Manja, Sp. RKG (K); Ika
Astrina, drg. MDSc.

Hari/Tanggal : Selasa, 1 November 2022

Jam : 13.30 – 15.30 WIB


Skenario:

Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun penderita DM Tipe II yang sudah dialami sejak 8
tahun yang lalu datang ke praktek dokter gigi. Pasien mengeluhkan gusi sering mengalami
pembengkakan, berdarah, hawa mulutnya yang berbau tidak sedap, gigi goyang, mulutnya
terasa lebih kering, selalu merasa haus, sering buang air kecil. Hasil pemeriksaan intraoral, gigi
31,32, 41,42 mobiliti grade 2, mulutnya terasa kering, dan kebersihan mulutnya buruk, terlihat
adanya plak gigi supra dan subgingiva, gingiva bewarna merah, mudah berdarah, dan sakit.
Hasil pemeriksaan darah rutin didapat gula darah 350 mg/dL.
Berikut gambaran radiografi gigi 31,32,41,42.

1.3. LEARNING ISSUE

• Saliva dan Fungsi saliva


• Patofisiologi saliva pada DM
• Gambaran radiografi pada DM
BAB II

PEMBAHASAN

1. Gambarkan dan jelaskan kelenjar saliva berdasarkan klasifikasi ukuran dan tipe
sekresi dan kontribusinya!

Berdasarkan ukuran dan kontribusi :

• Kelenjar mayor

1) Kelenjar Parotis

Kelenjar parotis merupakan kelenjar terbesar dar kelenjar ludah, kelenjar berpasangan
dan bilobular. Kelenjar ini menghasilkan tipe sekresi serus (cair & encer, kaya akan
protein enzimatik dan non-enzimatik dan mengandung beberapa polisakarida).
Berkontribusi dalam memproduksi 20% dari total saliva.

2) Kelenjar Submandibular

Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar ludah mayor kedua terbesar, berkapsul.


Letaknya pada fossa mandibular, hanya di medial ke bagian bawah ramus mandibular.
Kelenjar submandibular menghasilkan campuran saliva yang dihasilkan oleh dua
sekresi serus dan mukus (seromukus). Berkontribusi dalam memproduksi 60% dari
total saliva.

3) Kelenjar Sublingual

Kelenjar sublingual merupakan kelenjar ludah mayor terkecil. Terletak di depan batas
anterior otot hyoglossus antara otot mylohyoid dan sisi lidah (genioglossus) dan terletak
pada fossa sublingual mandibular. Kelenjar ini menghasilkan tipe sekresi mukus (kental
& lengket, kaya dengan polisakarida dan mengandung beberapa protein non-
enzimatik). Berkontribusi dalam memproduksi 5% dari total saliva.
• Kelenjar minor

Kelenjar ludah minor lebih kecil daripada kelenjar ludah mayor, tetapi memilki jumlah
yang lebih banyak. Kelenjar ludah minor juga merupakan kelenjar eksokrin, tetapi
duktusnya lebih pendek daripada kelenjar ludah mayor. Kelenjar ludah minor tersebar
diseluruh rongga mulut yaitu labial, bukal, palatoglossal, palatinal dan kelenjar lingual.
Berkontribusi dalam memproduksi 10% dari total saliva.

Berdasarkan tipe sekresi :

Perbedaan terdapat diantara kelenjar yang menghasilkan sekresi serus (cair & encer, kaya
akan protein enzimatik dan non-enzimatik dan mengandung beberapa polisakarida) dengan
sekresi mucus (kental & tebal, kaya dengan polisakarida, mengandung beberapa protein
non-enzimatik) dan kelenjar yang memproduksi cairan campuran (seromukus).

2. Jelaskan patofisiologi terjadinya xerostomia pada kasus tersebut!

Pada DMT1 dan DMT2 terjadi penurunan produksi saliva yang disebabkan kerusakan pada
glandula parenkim, perubahan mikrosirkulasi glandula saliva, kondisi dehidrasi, dan
tingginya glikemik indeks. Xerostomia merupakan keluhan yang ditandai kondisi mulut
yang kering dan seringkali ditandai dengan penurunan laju alir saliva atau hiposalivasi.
Xerostomia seringkali dikaitkan dengan adanya disfungsi pada glandula saliva. Sekresi
saliva diatur oleh sistem saraf otonom baik saraf simpatis dan parasimpatis. Xerostomia
pada DM tipe 2 terjadi karena gangguan neuropati atau karena adanya kerusakan pada
nervus kranial VII (nervus fasialis) dan nervus kranialis IX (nervus glosofaringeal) yaitu
nervus yang menginervasi kelenjar parotis sumber penghasil saliva yang dapat
mempengaruhi kinerja saraf otonom simpatis maupun parasimpatis. Perubahan pada saraf
otonom akan memicu perubahan pada fungsi dari glandula saliva dan menyebabkan
xerostomia.

3. Jelaskan interpretasi dari kasus sesuai radiograf periapikal di atas.

Radiografi menunjukkan bahwa pasien mengalami kehilangan tulang yang signifikan di


sekitar gigi, yang kemungkinan disebabkan oleh penyakit periodontal. Pasien juga
memiliki kebersihan mulut yang buruk, yang dapat berkontribusi pada perkembangan
penyakit periodontal. Pasien menderita diabetes mellitus, yaitu kondisi kronis yang ditandai
dengan tingginya kadar gula dalam darah. Diabetes dapat merusak saraf dan pembuluh
darah, dan juga dapat menyebabkan masalah pada gusi dan gigi. Gejala pasien konsisten
dengan diabetes, dan radiografi menunjukkan bukti kerusakan gigi dan penyakit gusi.
Perawatan untuk pasien harus fokus pada pengelolaan diabetes dan mencegah kerusakan
lebih lanjut pada gigi dan gusi.

4. Jelaskan interpretasi saliva pemeriksaan laboratorium pada kasus di atas


berdasarkan volume, laju alir, dan konsistensi!

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada kasus diatas adalah metode TLA
(Trafic Light Assesment) dan pengukuran salivary flow rates.

Interpretasi untuk dengan metode TLA :

• Kemampuan kelenjar saliva minor dalam memproduksi saliva


Merah : menandakan dengan jelas disfungsi kelenjar saliva minor yang dapat
disebabkan dehidrasi berat, kerusakan kelenjar saliva, ketidakseimbangan hormon, dan
efek samping pengobatan.
Kuning : menandakan penundaan produksi saliva yang disebabkan oleh level ringan
dari dehidrasi dan efek samping pengobatan
Hijau : menandakan kelenjar saliva mayor berfungsi dengan normal

• Konsistensi saliva yang tidak terstimulus


Merah : tebal,kental,berbusa.
Kuning : tidak terlihat penyatuan saliva, sedikit tebal
Hijau : encer dengan penyatuan saliva

• Laju aliran saliva


Merah: <3,5 ml/5 menit.
Kuning: 3,5-5 ml/5 menit
Hijau:>5 ml/5 menit
• pH saliva
Merah : <5,8
Kuning : 5,8-6,8
Hijau : > 6,8

Flow rates ini biasanya diukur minimal 5 menit yaitu 2 jam setelah makan. Penurunan
salivary flow rates (hiposalivasi) biasanya berkolerasi dengan xerostomia, tetapi tidak
selalu.

5. Jelaskan radiodiagnosis dari kasus diatas.


• Radiodiagnosis dari kasus di atas menunjukkan bahwa pasien memiliki penyakit
periodontal lanjut.
• Ada keropos tulang yang signifikan di sekitar gigi, yang merupakan indikasi
periodontitis parah.
• Selain itu, pasien memiliki kebersihan mulut yang buruk, yang berkontribusi pada
perkembangan penyakit.

6. Jelaskan peran TLA (Traffic Light Assassment) pada kasus di atas!

Traffic Light Matrix membangun model penilaian risiko yang meliputi penilaian motivasi
dan aktivitas gaya hidup pasien. Metode ini bukan untuk memprediksi karies, namun lebih
kepada tindakan peringatan dini yang memperingatkan kepada operator medis (dokter gigi)
tentang kehadiran faktor risiko yang dapat mengubah keadaan lingkungan mulut.
Interpretasi pemeriksaan :

a) Merah : Adanya disfungsi kelenjar saliva minor yang dapat disebabkan


• Dehidrasi berat
• Kerusakan kelanjar saliva akibat radioterapi atau patologi
• Ketidakseimbangan hormone
• Efek samping pengobatan
b) Kuning : Menandakan ada penundaan produksi saliva level ringan dari
• Dehidrasi
• Efek samping pengobatan
c) Hijau : Menandakan fungsi normal.
Traffic Light Matrix memeriksa 19 kriteria penilaian pada 5 kategori yang berbeda. Lima
kategori tersebut meliputi saliva (6 kriteria), plak (3 kriteria), diet (2 kriteria), fluoride (3
kriteria) dan faktor modifikasi (5 kriteria). Peran TLM pada kasus diatas adalah untuk
memeriksa saliva :

• Kemampuan kelenjar saliva minor dalam memproduksi saliva (hidration)


• Konsistensi saliva
• pH saliva
• Volume dan laju aliran saliva
• Kemampuan buffer saliva

7. Jelaskan peran saliva pada penderita DM terhadap terjadinya kelainan kasus di atas!

Saliva berperan dalam proses perlindungan pada permukaan mulut, pengaturan kandungan
air, pengeluaran virus-virus, produk metabolisme organisme dan mikroorganisme,
pencernaan makanan dan pengecapan, dan glikoprotein menjadi pelumas bagi makanan
dan membantu proses menelan. Pada kasus diatas pasien menderita penyakit DM tipe 2
sehingga mempengaruhi fungsi aliran saliva dikarenakan kehilangan cairan dari tubuh
dalam jumlah yang banyak, sehingga produksi saliva berkurang. Penurunan produksi saliva
menyebabkan kelainan mulut kering (xerostomia) disebabkan terjadinya atropi pada
kelenjar saliva. Selain Xerostomia pada pasien DM juga mengalami berbagai komplikasi
lain akibat dari kurangnya saliva seperti penyakit periodontal, kalkulus, gigi goyah,
gingivitis dengan perdarahan, candidiasis, dan resiko karies.

8. Jelaskan patogenesis terjadinya keadaan patologis kasus di atas berupa gigi goyang
dan periodontitis!

Diabetes mellitus meningkatkan kerentanan infeksi periodontal disebabkan adanya


perubahan mikroflora subgingiva, respon host, perubahan vaskuler, dan metabolisme
kalogen. DM dapat meningkatkan jumlah bakteri di dalam mulut sehingga menyebabkan
adanya kelainan pada jaringan periodontal, dan bila berlanjut dapat menyebabkan gigi
menjadi goyah. Periodontitis merupakan infeksi perluasan radang ke dalam struktur yang
lebih dalam pada jaringan periodontal. Keadaan tersebut disertai pembentukan poket,
resorbsi tulang, dan kegoyahan gigi. Pasien dengan diabetes melitus menunjukkan adanya
penurunan tulang alveolar secara horizontal. Pada kasus ini, secara klinis periodontitis yang
parah akibat destruksi jaringan periodontal yang berlebihan. Hal ini terjadi karena
hiperglikemi pada pasien diabetes melitus menghambat proliferasi osteoblas sehingga
menurunkan fungsi pembentukan tulang. Kondisi hiperglikemi juga menyebabkan protein
dan molekul matriks mengalami non-enzymatic glicosylation. Kondisi ini menghasilkan
advanced glycation end products (AGEs) pada jaringan. Akumulasi AGEs meningkatkan
produksi sitokin proinflamasi dan TNFα, serta membuat kolagen mudah terdegradasi.
Berkembangnya penyakit periodontal dengan diabetes mellitus mengakibatkan kerusakan
pada jaringan periodontal lebih parah sehingga gigi menjadi goyah dan akhirnya lepas.
Kegoyahan gigi pada penderita diabetes mellitus disebabkan oleh periodontitis yang
merupakan manifestasi dari kerusakan jaringan periodontal akibat perubahan vaskuler dan
juga perubahan metabolisme kalogen gingiva, yaitu menurunya sintesa kalogen dan
bertambahnya aktivitas kolagenase.

9. Jelaskan faktor pendukung keparahan pada kasus di atas (berdasarkan jenis


kelamin)!

Wanita mungkin lebih berisiko mengalami masalah gusi dan mulut karena perubahan
hormon semasa hidupnya. Perubahan hormon yang terjadi selama kehamilan, masa puber,
menstruasi bulanan, dan menopause dapat memengaruhi respons tubuh melawan racun
yang dihasilkan plak. Perubahan hormon pada masa-masa itu juga dapat memengaruhi
sirkulasi darah ke jaringan di sekitar gusi, membuat gusi lebih sensitif.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh
kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan
fungsi insulin yang terjadi melalui 3 cara yaitu rusaknya sel-sel B pancreas karena pengaruh
dari luar (virus,zat kimia,dll), penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas, atau
kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer. Penderita diabetes melitus biasanya
mengeluhkan gejala khas seperti poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum),
poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari) nafsu makan bertambah namun berat
badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) mudah lelah, dan kesemutan.
Kejadian DM Tipe 2 lebih banyak terjadi pada wanita sebab wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
pada tahun 2008 prevalensi DM di Indonesia membesar hingga 57%. Peningkatan Kejadian
Diabetes Melitus tipe 2 di timbulkan oleh faktor faktor seperti riwayat diabetes melitus dalam
keluarga, umur, Obesitas, tekanan darah tinggi, dyslipidemia, toleransi glukosa terganggu,
kurang aktivitas, riwayat DM pada kehamilan. Untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus
Tipe 2 yaitu ditemukan keluhan dan gejala yang khas dengan hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl. Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat
dilakukan dengan pemilihan obat oral hiperglikemik dan insulin serta modifikasi gaya hidup
seperti diet , dan olahraga teratur untuk menghindari komplikasi seperti ketoasidosis diabetik,
koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis, penyakit jantung
koroner,gagal jantung kongetif, stroke, nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan
ulkus diabetikum.
DAFTAR PUSTAKA

1. Primasari A, Unita L, Lindawati Y, Angelia V. Kelenjar ludah dan cairan rongga mulut.
Medan:USU Press. 2019: 1-91.
2. Kurniawan AA, Wedhawati MW, Triani M, dkk. Laporan kasus: xerostomia pada
penderitadiabetes mellitus tipe 2. J.K.G Unej. 2020; 17(1): 33-6.
3. Sihombing NA. Gamabaran penilaian traffic light matrix kriteria saliva terstimulasi dan
diet padaanak-anak di sekolah galilea hosanna medan [skripsi]. Medan: Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara; 2020.
4. Rahayu YC, Kurniawati A. Cairan rongga mulut. Ed. 2. Yogyakarta: Pustaka Panasea.
2018: 1-81.
5. Kartika AT, Rahayu C, Triyanto R, Miko H. Penyakit sistemik diabetes melitus dengan
penurunan produksi saliva (xerostomia). ARSA. 2018; 3(1): 6-12.
6. Zuliani P, Nur BM, Azzam R. Pengaruh pemberian permen karet xylitol terhadap
kesehatanmulut (xerostomia) pada pasien chronic kidney disease (CKD). JKS. 2019; 3(1):
302-11.
7. Ernawati T. Periodontitis dan diabetes mellitus. J. K. G Unej. 2012; 9(3): 152-4.
8. Putri WM. Penyebab bau mulut pada penderita diabetes. https://www.klikdokter.com/info-
sehat/read/3634779/penyebab-bau-mulut-pada-penderita-diabetes (30-10-2022).
9. Hörmanseder E, Tischer T, Mayera TU. Modulation of cell cycle control during oocyte-to-
embryo transitions. The Embo Journal. 2013 Aug 14; 32(16): 2191–2203.
10. Gupta, A., Devi, P., Srivastava, R., & Jyoti, B. (2014). Intra oral periapical radiography-
basics yet intrigue: A review. Bangladesh Journal of Dental Research & Education, 4(2),
83-87.

Anda mungkin juga menyukai