Anda di halaman 1dari 26

Okra (Abelmoschus esculentus) Sebagai Saliva Buatan Pada Pasien

Diabetes Mellitus dengan Xerostomia

PROPOSAL STUDI PUSTAKA


Dibuat sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar 
Sarjana Kedokteran Gigi 

Disusun oleh: 
NATANIA ANGELA 
2018-11-104

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI 


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2021
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………………………..………


DAFTAR ISi…………………………………………………………………………………...
DAFAR GAMBAR…………………………………………………………………………….
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………………………
BAB1: PENDAHULUAN……………………………………………………………………..
1.1 Latar Belakang……………………...………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………..
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………….
1.4 Manfaat……………………………………………………………………………...
1.5 Metode………………………………………………………………………………

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………………


2.1 Saliva………………………………………………………………………………
2.1.1 Definisi Saliva……………………………………………………………
2.1.2 Fungsi Saliva……………………………………………………………...
2.1.3 Sifat Saliva………………………………………………………………
2.2 Xerostomia………………………………………………………………………
2.2.1 Definisi Xerostomia………………………………………………………
2.2.2 Gejala dan Dampak Xerostomia…………………………………………
2.2.3 Penatalaksanaan Xerostomia dengan Saliva Buatan……………………...
2.3 Diabetes Mellitus……………………………………………………………………
2.3.1 Definisi dan Tipe Diabetes Mellitus………………………………………
2.3.2 Xerostomia sebagai Manifestasi Oral pada Pasien Diabetes Mellitus……
2.4 Okra (Abelmoschus esculentus) …………………………………………………….
2.4.1 Senyawa Fitokimia dalam Okra…………………………………………..
2.4.2 Fungsi Okra sebagai Antidiabetic………………………………………...
2.4.3 Fungsi Okra Pada Rongga Mulut…………………………………………
2.5 Penelitian Terkait Okra (Abelmoschus esculentus) sebagai Saliva Buatan…………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Contoh produk saliva substitute…………………………………………………


Gambar 2.2. Buah okra dan lender okra………………………………………………………...
DAFTAR SINGKATAN
BAB 1

PENDAHULUAN 

1.1 Latar Belakang 

Saliva adalah cairan kompleks yang dihasilkan oleh 3 pasang kelenjar saliva mayor

dan ratusan dari kelenjar saliva minor. Saliva terdiri dari berbagai macam konstituen dan sifat

fisikokimia, yang penting untuk pemeliharaan kesehatan mulut. 1


Produksi harian normal

saliva rata-rata 0,6 ml (Watanabe & Dawes, 1988). 2 Beberapa penyakit, kondisi medis, dan

obat-obatan dapat memengaruhi fungsi kelenjar saliva yang menyebabkan sensasi mulut

kering (xerostomia), biasanya disebabkan oleh menurunnya aliran saliva dan perubahan

komposisi saliva. 1
Xerostomia dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit autoimun,

obesitas hipertensi, gangguan ginjal kronis, penyakit jantung kronis, dan diabetes mellitus.

Xerostomia juga dapat disebabkan oleh konsumsi obat-obatan. 3


Xerostomia merupakan

komplain subjektif mulut kering, sedangkan hiposalivasi merupakan penurunan aliran saliva

yang objektif. Xerostomia seringkali dikaitkan dengan hiposalivasi, namun tidak selalu. 4

Xerostomia dapat ditemukan pada pasien penyakit diabetes mellitus (DM), yang juga dapat

menyebabkan beberapa gejala pada bagian mulut, antara lain terjadinya gingivitis dan

periodontitis, kehilangan perlekatan gingiva, dan peningkatan derajat kegoyangan gigi. 5

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit endokrin yang ditandai dengan defisit

produksi insulin dengan perubahan proses asimilasi, metabolisme, dan keseimbangan

konsentrasi gula darah. DM sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia.

Dasarnya, ada dua tipe DM. yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. 4


Penyakit DM ini diderita 5-

10% orang dewasa di dunia, dan diprediksi akan meningkat sebanyak 20-60% di antara tahun
2010 dan 2030 pada negara maju dan berkembang. 5
Prevalensi Diabetes Mellitus semua

umur di Indonesia pada Riskesdas 2018 sebesar 1,5%. 6

Kedua tipe DM, tipe 1 dan tipe 2, telah dikaitkan dengan xerostomia. 4
Prevalensi

xerostomia pada pasien DM tipe 1 dilaporkan sebesar 53%, sedangkan pada pasien DM tipe 2

sebesar 14-62%. 5
Adapun juga penelitian yang menunjukan penurunan aliran saliva pada

pasien DM dibandingkan dengan pasien non-DM. Penurunan aliran saliva ini dapat

disebabkan oleh kerusakan pada glandula parenkim, perubahan mikrosirkulasi glandula

saliva, dehidrasi, dan gangguan kontrol glikemik. 5

Perawatan untuk sensasi mulut kering yang permanen dan progresif saat ini terbatas

pada tindakan paliatif. Ketika fungsi glandula saliva rusak secara signifikan, menyebabkan

kurangnya sekresi saliva, maka penggunaan pengganti saliva diindikasikan. Pengganti saliva

meredakan sensasi mulut kering dan gejala terkait dengan lubrikasi struktur oral sementara. 7

Perawatan xerostomia meliputi pengobatan sistemik dengan pilokarpin dan cevimeline, dan

perawatan simtomatik seperti pengganti saliva atau saliva buatan dalam bentuk gel, spray,

pasta ataupun tablet hisap. 8


Pengganti saliva yang ada di pasaran umumnya mengandung

carboxymethylcellulose (CMC), sodium carboxymethylcellulose (SCMC), dan

hydroxyethylcellulose sebagai bahan pengental dan pelumas. 9

Sejak berabad-abad yang lalu, obat herbal telah digunakan oleh masyarakat untuk

mengobati berbagai macam penyakit namun baru beberapa dekade terakhir ini mulai

ditelusuri pemanfaatannya secara ilmiah untuk pengobatan alternatif. Obat-obatan herbal

memiliki efek samping yang minimal dan lebih aman untuk digunakan dibanding obat

konvensional jika digunakan secara tepat. 10


Lendir tanaman dapat digunakan sebagai agen

pengental, pelembap, dan lubrikasi dalam formulasi saliva buatan, salah satunya adalah lendir
dari okra (Abelmoschus esculentus). 9
Selain itu, okra juga dapat menurunkan kadar

hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus. 11

Manosroi et al pada tahun 2015 melakukan suatu penelitian mengenai potensi lendir

Abelmoschus esculentus (okra) sebagai saliva buatan, menunjukan bahwa lendir buah okra

memiliki sifat fisikokimia, aktivitas biologis, dan sitotoksisitas yang menyerupai saliva alami

atau bahkan lebih menguntungkan. Namun, penelitian tahun 2018 yang dilakukan oleh Yuan

et al menemukan bahwa penggabungan lendir okra ke dalam saliva mengganggu

pembentukan lendir saliva. Lalu, pada tahun 2020, Yuan, et al kembali melakukan suatu

penelitian yang menginidikasikan potensi lendir buah okra meningkatkan kualitas formulasi

saliva buatan.

Berdasarkan uraian diatas, oleh karena itu penulis ingin membahas topik mengenai

“Okra (Abelmoschus esculentus) sebagai saliva buatan pada pasien diabetes mellitus dengan

xerostomia”.

1.2 Rumusan Masalah 

Xerostomia merupakan suatu keluhan subjektif yang dialami pasien diabetes mellitus

(DM), yang ditandai kondisi mulut kering sering dengan penurunan laju alir saliva.

Penurunan produksi saliva akan memicu berbagai masalah seperti insidensi karies semakin

tinggi, pasien lebih rentan terhadap infeksi oral, kebersihan rongga mulut akan memburuk,

serta dapat memicu fissure tongue. 5


Selain itu, xerostomia dapat memiliki efek yang

merugikan terhadap kualitas hidup seseorang yang dapat menyebabkan stres  dan ansietas. 12

Oleh karena itu, kondisi xerostomia harus diberikan perhatian yang seharusnya. Penggunaan

lendir tanaman seperti lendir dari okra (Abelmoschus esculentus) dapat bermanfaat dalam

formulasi saliva buatan. Namun, masih terdapat kekurangan pengetahuan dan penelitian

mengenai alternatif herbal untuk pengganti saliva ini di Indonesia. Pada saat ini, terapi
dengan saliva pengganti masih sangat jarang di Indonesia, dikarenakan produk saliva

pengganti harus diimpor, yang membuat terapi ini mahal. Oleh karena itu, permasalahan dari

penulisan ini adalah belum jelasnya efektifitas lendir okra (Abelmoschus esculentus) sebagai

saliva buatan pasien diabetes mellitus dengan xerostomia. 

1.3 Tujuan 

Menganalisis okra (Abelmoschus esculentus) sebagai saliva buatan pada pasien DM

dengan xerostomia. 

1.4 Manfaat 

Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi

dokter gigi tentang bagaimana okra dapat menjadi saliva buatan yang efektif terhadap

xerostomia pada pasien diabetes mellitus, sehingga penggunaannya dapat diterapkan kepada

masyarakat.

  1.5   Metode

           Metode studi kepustakaan ini berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan judul

penulisan. Sumber acuan dari penulisan ini diperoleh dari database; Ebsco, PubMed,

ScienceDirect; buku teks, e-book dan website jurnal internasional lainnya dengan kata kunci

(keywords: xerostomia, plant mucilage, artificial saliva, saliva substitute, Abelmoschus

esculentus, diabetes mellitus) yang relevan dengan judul atau topik yang dikaji dalam skripsi

ini dan merupakan terbitan 10 tahun terakhir, yaitu tahun 2010-2020. Referensi-referensi

tersebut diseleksi berdasarkan analisis referensi yang relevan dengan topik yang dikaji.

Sebagian besar sumber acuan yang dipakai berupa jurnal penelitian, artikel, buku teks dan e-

book.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saliva 

2.1.1 Definisi Saliva

Saliva adalah salah satu cairan tubuh yang paling kompleks tetapi serbaguna dan

penting. Ini berisi sejumlah sistem yang melayani spektrum kebutuhan fisiologis yang luas. 9

Saliva diproduksi oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor, yaitu kelenjar parotis,

submandibular dan sublingual, yang bersama-sama memproduksi sekitar 90% dari cairan,

dan sekitar 600 sampai 1.000 kelenjar saliva minor, terutama terletak di labial, bukal, palatal,

lingual, retromolar daerah submukosa oral (Edgar, 1992; Hand, 2008). Saliva seluruh mulut

juga mengandung cairan sulkus gingiva, mikroorganisme, dan sisa makanan. 2

2.1.2 Fungsi Saliva

Di rongga mulut, saliva,  yang diproduksi oleh kelenjar saliva, membantu

pengunyahan dengan cara membantu transportasi makanan, sementara itu memberikan

pelumasan yang diperlukan antara jaringan keras dan lunak gigi. 13


Saliva diperlukan untuk

menelan makanan, berbicara, dan melindungi mukosa mulut dan gigi dari infeksi. Cairan ini

mengandung berbagai elektrolit, peptida, glikoprotein, dan lipid. 9

2.1.3 Sifat Saliva

PH saliva dapat berkisar dari 5,3 hingga 7,8, dengan aliran harian pada individu yang

sehat antara sekitar 1 dan 1,5 L. Meskipun terdiri dari sekitar 99,5% air dan 0,5% padatan,
komponen utamanya adalah musin. Komposisi kimia saliva alami sangat kompleks dan

dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti usia, status kesehatan, atau pola makan. 13

Efisiensi saliva sebagai pelumas tergantung pada viskositas dan perubahan laju aliran

saliva. Apabila viskositas saliva meningkat, komposisi air dalam saliva menurun dan ini akan

menyebabkan saliva menjadi kental. Viskositas saliva dapat diukur dengan meggunakan

viscometer jenis Brookfield. Pengukuran viskositas saliva dapat dilakukan secara visual yaitu

dengan kriteria: 14

a) Encer, apabila saliva terlihat bening, cair, tidak berbusa, dan bila gelas dimiringkan,

saliva langsung mengalir cepat seperti air.

b) Normal, apabila saliva terlihat putih, berbusa, dan bila gelas dimiringkan, saliva

mengalir perlahan.

c) Kental, apabila lengket, putih, berbusa, bila gelas dimiringkan hampir tidak mengalir.
15

2.2 Xerostomia 

2.2.1 Definisi Xerostomia

Xerostomia adalah keluhan subjektif mulut kering, sedangkan hiposalivasi adalah

penurunan objektif aliran saliva. Xerostomia sering dikaitkan dengan hiposalivasi, tetapi

tidak selalu. 4
Narhi melaporkan bahwa sensasi mulut kering tidak selalu berhubungan

dengan penurunan aliran saliva dan dapat dilihat pada orang dengan aliran saliva normal.

Penurunan sekresi saliva, atau perubahan komposisinya, menghambat pembentukan biofilm,

yang menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai 'sensasi mulut kering' atau xerostomia. 7

Aliran Saliva normal yang tidak distimulasi berkisar antara 0,25 hingga 0,35 mL/menit.
Aliran <0,1 mL/menit dianggap sebagai hiposalivasi. Namun, nilainya tergantung pada

variasi biologis. 16

Sreebny (1988) telah mendefinisikan xerostomia sebagai '' perasaan subjektif dari

kekeringan mulut '', akibat dari hipofungsi kelenjar ludah. 9 Xerostomia adalah suatu kondisi

yang ditandai dengan berkurangnya atau hilangnya aliran saliva, dan dapat menyebabkan

kekeringan rongga mulut yang parah. 13

Xerostomia dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit autoimun, obesitas

hipertensi, gangguan ginjal kronis, penyakit jantung kronis, dan diabetes mellitus.

Xerostomia juga dapat disebabkan oleh konsumsi obat-obatan. 3


Lebih dari 500 obat yang

biasa digunakan dapat menyebabkan xerostomia seperti antidepresan, antihipertensi, opiat,

bronkodilator, penghambat pompa proton, antipsikotik, antihistamin, diuretik, dan

antineoplastik. 16

2.2.2 Gejala dan Dampak Xerostomia

Pasien dengan xerostomia mungkin mengalami kesulitan dalam berbicara, makan, dan

menelan. 13
Kehilangan atau pengurangan saliva dapat mengakibatkan masalah yang

signifikan seperti karies, penyakit periodontal, kesulitan memakai gigi tiruan, makan,

berbicara, sensasi rasa yang berubah, serta risiko kandidiasis dan mucositis yang lebih tinggi

yang mengakibatkan penurunan kualitas hidup secara keseluruhan. 9

Penurunan aliran saliva yang mengakibatkan xerostomia menyebabkan masalah

berbicara dan mengunyah, inflamasi mukosa, infeksi candida dan perubahan atrofi mukosa

mulut, peningkatan akumulasi plak, penurunan kapasitas buffer saliva dan peningkatan karies

gigi. Banyak penelitian telah meneliti prevalensi lesi oral dan xerostomia pada pasien dengan

diabetes. 17
Saliva adalah zat yang dibutuhkan untuk fungsi yang memadai dari sistem

stomatognatik. Ini mendukung integritas struktur keras dan lunak rongga mulut, memberikan

kontribusi komponen antimikroba dan sistem perlindungan lainnya. 7

2.2.3 Penatalaksanaan Xerostomia dengan Saliva Buatan

Tujuan utama perawatan adalah untuk meredakan gejala klinis dan meningkatkan

kualitas hidup pasien karena tidak ada pengobatan kuratif yang tersedia untuk xerostomia.

Terapi yang tersedia untuk manajemen xerostomia termasuk sialagog dan pengganti saliva,

serta tindakan umum seperti meminum air atau mengunyah permen karet. Manajemen gejala

xerostomia diperlukan ketika produksi saliva tidak dapat dirangsang secara efektif. Dalam

kasus tersebut, pengganti saliva telah dianggap sebagai alternatif pengobatan. Sediaan saliva

buatan tersedia dalam berbagai bentuk seperti semprotan dan gel dan digunakan sebagai

pengganti saliva alami dan untuk meniru fungsinya. 16

Agen yang lebih umum digunakan untuk mulut kering dikategorikan menjadi permen

karet, stimulan saliva, dan pengganti saliva. Permen karet harus bebas gula untuk mencegah

karies gigi. Stimulan saliva merangsang produksi saliva, yang membantu menghilangkan

sensasi terbakar. Pengganti saliva yang umumnya mengandung karboksimetilselulosa,

xanthan gum, musin, hidroksietilselulosa, polietilen oksida, atau minyak biji rami dapat

membantu meningkatkan viskositas saliva dengan menyerupai saliva alami. Pengganti saliva

atau saliva buatan tidak menstimulasi produksi saliva. 18

Perawatan untuk sensasi mulut kering permanen dan progresif saat ini terbatas pada

tindakan paliatif. Ketika fungsi kelenjar ludah rusak secara signifikan, menyebabkan
kurangnya sekresi saliva, saliva substitues diindikasikan. Pengganti saliva meringankan

sensasi mulut kering dan gejala yang terkait dengan melumasi sementara struktur mulut. 7

Orang xerostomia biasanya menggunakan pengganti saliva (pelumas oral). Di antara

pengganti saliva, larutan kumur yang mengandung karboksimetilselulosa (CMC) atau musin

hewan telah banyak digunakan. 13


Pengobatan pasien dengan hiposalivasi bisa dengan

menggunakan saliva buatan. Biasanya, formulasi saliva buatan yang tersedia secara komersial

terdiri dari carboxymethylcellulose (CMC), sodium carboxymethylcellulose (SCMC), dan

hydroxyethylcellulose sebagai bahan pengental dan pelumas. 9 Adapun untuk perawatan

simtomatik mulut kering, empat agen utama termasuk agen pelumas, pengental, adhesif, dan

agen pelembab telah diidentifikasi meliputi keseluruhan pengganti saliva komersial. 19

Saliva pengganti, dalam bentuk cai 1r, gel, atau semprot, diterapkan beberapa kali

per hari di atas mukosa mulut. Pengganti saliva berbeda dalam komposisi, viskositas dan

presentasi. Komponen pelumas yang digabungkan meliputi berikut ini: musin, karboksimetil

selulosa, hidroksietil selulosa, getah xanthan, biji rami atau polietilen glikol. 7

Gambar 2.1. Contoh produk saliva substitute. Aloe vera liquid (Nature’s best) dan Aqwet

Saliva supplement. 20

2.3 Diabetes Mellitus 


2.3.1 Definisi dan Tipe Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit endokrin yang ditandai dengan defisit

produksi insulin yang mengakibatkan perubahan proses asimilasi, metabolisme, dan

keseimbangan konsentrasi glukosa darah. DM telah menjadi masalah kesehatan masyarakat

di seluruh dunia. 4

Prevalensi Diabetes Mellitus semua umur di Indonesia pada Riskesdas 2018 sedikit

lebih rendah dibandingkan prevalensi DM pada usia ≥15 tahun, yaitu sebesar 1,5%. Namun,

jika dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada

penduduk umur ≥ 15 tahun hasil Riskesdas 2018 meningkat menjadi 2% (Kemenkes, 2018).

Berdasarkan kategori usia, penderita DM terbesar berada pada rentangusia 55-64 tahun dan

65-74 tahun. Selain itu, penderita DM di Indonesia lebih banyak berjenis kelamin perempuan

(1,8%) daripada laki-laki (1,2%). Kemudian untuk daerah domisili lebih banyak penderita

diabetes melitus yang berada di perkotaan (1,9%)dibandingkan dengan di perdesaan (1,0%)

(Kemenkes RI, 2018). 6

Pada dasarnya, ada dua jenis DM: DM tipe 1 (T1DM) dan DM tipe 2 (T2DM). 4 Jenis

DM lain dapat terjadi akibat kelainan genetik, penyakit, infeksi dan/atau cedera pada

pankreas, dan penyakit endokrin lainnya. Terapi obat dengan agen tertentu, khususnya

kortikosteroid, juga dapat menginduksi DM. DM gestasional terjadi selama kehamilan dan

biasanya menghilang setelah melahirkan. 21


Pasien dengan DM tipe 1 benar-benar

tergantung pada terapi insulin, sedangkan pasien tipe 2 mungkin mendapat manfaat dari

terapi insulin, tetapi tidak bergantung kepada insulin untuk bertahan hidup. 21

DM tipe 1 ditandai dengan destruksi autoimun idiopatik sel beta pankreas, biasanya

menyebabkan defisiensi insulin absolut. Risiko dari DM Tipe 1 meningkat dengan riwayat

keluarga dengan DM tipe 1, menderita enteropati gluten (penyakit celiac), atau penyakit
endokrin lainnya. DM tipe 2 adalah tipe DM yang paling umum, terdiri dari 90 sampai 95%

kasus. DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin di jaringan perifer dan/atau defek sekresi

insulin oleh sel beta pancreas. Etiologi DM tipe 2 adalah multifaktorial, termasuk predileksi

genetik, usia lanjut, obesitas, dan kurang olahraga. 21

2.3.2 Xerostomia sebagai Manifestasi Oral pada Pasien Diabetes Mellitus

Baik Diabetes Mellitus tipe 1 (DM1) dan diabetes tipe 2 (DM2) dapat menyebabkan

banyak kemungkinan komplikasi jangka panjang. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa

tingkat keparahan komplikasi diabetes umumnya proporsional dengan derajat dan durasi

hiperglikemia. Di antara manifestasi oral yang berhubungan dengan DM yang dijelaskan

adalah: mulut kering, kerusakan gigi, penyakit periodontal dan gingivitis, kandidiasis oral,

sindrom mulut terbakar (Burning Mouth Syndrome), gangguan rasa, zigomikosis rinoserebral

(mukormikosis), aspergillosis, lichen planus oral, lidah geografis dan lidah pecah-pecah,

penyembuhan luka yang tertunda, dan meningkatnya kejadian infeksi, disfungsi saliva,

perubahan rasa dan gangguan neurosensori lainnya, gangguan erupsi gigi, dan hipertrofi

parotis jinak. 22

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik menahun yang dapat menimbulkan

efek fisik pada pasien. Xerostomia (sensasi mulut kering) adalah salah satu komplikasi ini. 17

Dalam sebuah penelitian, prevalensi mulut kering pada pasien diabetes dilaporkan 76,4%. 22

Kedua jenis DM, T1DM dan T2DM, sebelumnya telah dikaitkan dengan xerostomia.

Ada juga penelitian yang menunjukkan penurunan aliran saliva pada pasien DM

dibandingkan dengan pasien non-DM. Alasan untuk masalah ini bisa karena kerusakan
kelenjar parenkim, perubahan mikrosirkulasi pada kelenjar saliva, dehidrasi, dan gangguan

pada kontrol glikemik. 4

Banyak pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol melaporkan xerostomia dan

mengalami hipofungsi saliva. Tampaknya gangguan saliva mungkin terkait dengan

keberhasilan pengendalian diabetes, dengan pasien yang tidak terkontrol mengalami lebih

banyak disfungsi kelenjar saliva daripada yang terkontrol. Etiologi disfungsi kelenjar saliva

diabetik mungkin berhubungan dengan beberapa masalah, termasuk poliuria, hidrasi, atau

patologi kelenjar ludah yang mendasarinya, termasuk perubahan pada membran basal

kelenjar ludah. Kontrol glikemik yang buruk, disfungsi sistem saraf otonom, dan obat-obatan

bersamaan juga dapat menjelaskan disfungsi saliva. Keluhan xerostomia pada mereka dengan

diabetes juga bisa dikaitkan dengan rasa haus, manifestasi umum dari diabetes. 21

Pada pasien DM, xerostomia dapat dipicu oleh hiperglikemia berkepanjangan dan

poliuria yang menyebabkan dehidrasi pada pasien. Pasien DM mungkin akan mengalami

berbagai komplikasi kesehatan seperti neuropati dan angiopati yang dapat mempengaruhi

kinerja saraf otonom simpatis maupun parasimpatis. Perubahan pada saraf otonom akan

memicu perubahan pada fungsi dari glandula saliva dan menyebabkan xerostomia. 5

Penurunan laju alir saliva diduga dapat terjadi akibat efek samping penggunaan obat-

obatan. Akumulasi senyawa kimia dari obat-obatan yang berlebih dapat terakumulasi pada

kelenjar saliva dan menyebabkan toksisitas jaringan dan gangguan fungsi kelenjar saliva. 23

Pada pasien DM, xerostomia diduga terjadi akibat efek samping pengobatan yang dikonsumsi

oleh pasien seperti obat Metformin. 24


Obat Metformin merupakan golongan biguanid yang

berperan sebagai antidiabetes dengan aksi menekan glukoneogenesis hati dan meningkatkan

sensitivitas insulin. Obat Metformin dapat terakumulasi pada beberapa organ dan jaringan

tubuh salah satunya adalah kelenjar saliva. Penggun aan Metformin dalam jangka waktu lama
dapat memicu inflamasi dan nekrosis pada kelenjar saliva sehingga mampu menyebabkan

penurunan produksi saliva dan xerostomia. 23

2.4 Okra (Abelmoschus esculentus)

Abelmoschus esculentus L. (okra) adalah tanaman dari keluarga Malvacae. Ini adalah

bagian integral dalam makanan Afrika, India, sebagian Eropa dan Amerika, dan negara-

negara lain. 13 Meskipun tanaman ini memiliki sejarah penggunaan dari ribuan tahun sebagai

makanan dan aplikasi obat tradisional, studi efek tanaman ini relatif baru dalam literatur

ilmiah. Dalam dua dekade terakhir, , minat pada okra telah tumbuh secara signifikan dan

manfaat kimia dan farmakologi dari buah-buahan ini telah diterbitkan. 25

Gambar 2.2. Buah okra dan lender okra. 26

Salah satu tanaman yang cocok sebagai pengobatan alternatif adalah ekstrak buah

okra (Abelmoschus esculentus) karena berbagai khasiatnya yang bermanfaat antara lain:

antidiabetes, antioksidan, antibakteri dan antiinflamasi. Ekstrak buah okra menunjukkan

aktivitas antiinflamasi dan, oleh karena itu, merupakan agen yang efektif dalam proses

penyembuhan luka pencabutan gigi tikus diabetes mellitus. 27

2.4.1 Senyawa Fitokimia dalam Okra


Bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak okra antara lain: saponin, tanin, flavonoid

dan alkaloid. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sathish et al., flavonoid

terbukti menghasilkan efek antiinflamasi dengan menghambat enzim siklooksigenase dan

lipooksigenase dalam metabolisme asam arakidonat. Flavonoid mempercepat penyembuhan

luka. Saponin, tanin, alkaloid, triterpenoid, flavonoid, fenolat, steroid, dan glikosida dari

tanaman herbal berpotensi efektif sebagai agen penyembuhan luka yang merangsang

proliferasi sel fibroblas. 27

Buah okra (Abelmoschus esculentus) juga mengandung senyawa metabolit sekunder

diantaranya triterpenoid, fenolik, dan flavonoid. 28

2.4.2 Fungsi Okra sebagai Antidiabetic 

Tanaman okra (Abelmoschus esculentus) merupakan tanaman herbal yang tinggi akan

serat dan kandungan flavonoid sebagai antioksidan. Selain itu, tanaman okra juga

mengandung  selulosa dan hemiselulosa yang termasuk ke dalam golongan serat atau dietary

fiber yang memiliki efek antidiabetes (Uraku et al, 2011). Biji okra dapat menstabilkan kadar

gula darah, hiperlipidemia, memperbaiki kadar serum insulin dan morfologi hati, dan juga

bisa menurunkan berat badan hewan uji coba dengan kondisi diabetes melitus atau sindrom

metabolic (Mulyati dan Diah, 2008). 28

Buah okra (Abelmoschus esculentus) juga mengandung senyawa metabolit sekunder

diantaranya triterpenoid, fenolik, dan flavonoid. Flavonoid yang terkandung pada buah okra

(Abelmoschus esculentus) merupakan kuersetin yang berfungsi sebagai agen hipoglikemik.

Aktivitas enzim dari alfaglukosidase inhibitor dan alfa-amilase inhibitor yang ditemukan

pada ekstrak air buah okra berperan dalam proses penghambatan pemecahan karbohidrat

menjadi monosakarida di usus. Hal inilah yang turut berperan untuk mengontrol kadar gula

darah (Sabitha et al, 2011). 28


Biji buah okra mengandung total polifenol dan total polisakarida masing – masing

sejumlah 29.5% dan 14.8%. Pada penelitian eksperimental yang dilakukan oleh Zaenab

(2017) mengenai hubungan berbagai dosis infus buah okra dalam menurunkan kadar glukosa

darah juga membuktikan bahwa semakin besar dosis yang diberikan maka akan semakin

besar pula penurunan kadar gula darah (Zaenab, 2017). Menurut Gasendo et al, infus (lendir)

pada buah okra juga mengandung kedua zat hidrofilik dan hidrofobik yang memiliki potensi

untuk mengikat lemak yang terdapat di dalam usus, sehingga dapat menurunkan kadar

kolesterol total darah yang juga berhubungan dengan kadar glukosa darah (Gasendoet al,

2012). 28

Ekstrak buah okra menghambat enzim alfa-glukosidase yang menghambat

penyerapan glukosa di usus dan menurunkan kadar glukosa darah. 27

2.4.3 Fungsi Okra Pada Rongga Mulut

Selain dapat mempercepat penyembuhan luka, okra juga memiliki efek anti-

periodontitis yang dikarenakan efek antibakteri yang dimiliki okra. 27


Lendir yang didapat

dari buah okra juga merupakan pilihan herbal saliva buatan untuk mengurangi gejala mulut

kering. 9

Mayoritas patogen periodontal adalah anaerob Gram-negatif dan Aggregatibacter

actinomycetemcomitans (Aa), yang sering dikaitkan dengan periodontitis agresif.

Abelmoschus esculentus (okra) memiliki banyak manfaat. Hal ini karena okra mengandung

komponen metabolit sekunder, seperti alkaloid, terpenoid, dan flavonoid. Flavonoid yang

terdapat pada tumbuhan dikenal memiliki efek antibakteri karena kemampuannya dalam

menurunkan permeabilitas dinding sel bakteri. 27


Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak okra alami (A. esculentus) efektif dalam menghambat atau membunuh

bakteri Aa yang merupakan bakteri dominan penyebab periodontitis agresif. 27

Quercetin memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram positif dan gram

negatif. Efektivitas ekstrak buah okra (A. esculentus) disebabkan oleh kandungannya berupa

komponen metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan quercetin. Quercetin

memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. 27

Ekstrak buah okra memiliki kemampuan untuk mengeliminasi P.gingivalis yang

merupakan bakteri penyebab periodontitis kronis yang ditunjukkan dengan adanya minimal

inhibitory concentration (MIC) sebesar 3,125% dan minimizing bactericidal concentration

(MBC) sebesar 6,25%. 29

Interaksi aksi fenol dibagi menjadi 5, yang pertama adalah aksi pada membran luar

dinding bakteri. Yang kedua adalah aksi pada dinding bakteri. Yang ketiga adalah aksi pada

membran sitoplasma. Interaksi keempat terjadi pada sitoplasma dan nukleus. Kelima adalah

interaksi antara tindakan dalam spora bakteri. 29

Flavonoid sebagai agen antimikroba yang merupakan salah satu bahan aktif ekstrak

buah okra memiliki tiga mekanisme kerja untuk mengeliminasi mikroorganisme, yaitu 1)

menghambat sintesis asam nukleat, 2) menghambat fungsi membran sel, dan 3) menghambat

metabolisme energi. Flavonoid menyebabkan kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri,

mikrosom, dan lisosom sebagai akibat interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri. 29

2.5 Penelitian Terkait Okra (Abelmoschus esculentus) sebagai Saliva Buatan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Manosroi et al mengenai potensi lendir

Abelmoschus esculentus (okra) sebagai saliva buatan, menunjukan bahwa lendir buah okra

memiliki sifat fisikokimia, aktivitas biologis, dan sitotoksisitas yang menyerupai saliva alami
atau bahkan lebih menguntungkan. Lendir tumbuhan dapat ditemukan di berbagai bagian

beberapa tumbuhan, yang dapat digunakan sebagai bahan pengental, pelembab, dan pelumas

dalam formulasi saliva buatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedersen AML, Sørensen CE, Proctor GB, Carpenter GH, Ekström J. Salivary

secretion in health and disease. J Oral Rehabil. 2018;45(9):730-746.

doi:10.1111/joor.12664

2. Pedersen AML, Sørensen CE, Proctor GB, Carpenter GH. Salivary functions in

mastication, taste and textural perception, swallowing and initial digestion. Oral Dis.

2018;24(8):1399-1416. doi:10.1111/odi.12867

3. Tulek A, Mulic A, Hogset M, Utheim TP, Sehic A. Therapeutic Strategies for Dry

Mouth Management with Emphasis on Electrostimulation as a Treatment Option. Int J

Dent. 2021;2021:1-21.

4. López-Pintor RM, Casañas E, González-Serrano J, et al. Xerostomia, Hyposalivation,

and Salivary Flow in Diabetes Patients. J Diabetes Res. 2016;2016.

doi:10.1155/2016/4372852

5. Kurniawan AA, Wedhawati MW, Triani M, Iman DNA, Laksitasari A. Laporan


Kasus: Xerostomia pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Stomatognatic (JKG

Unej). 2020;17(1):33-36.

6. Rw DI, Benda K, Kota B. EDUKASI KESEHATAN DIABETES MELLITUS

SELATAN DIABETES MELLITUS HEALTH EDUCATION IN RW 004 BENDA. J

Pengabduan dan Pemberdaya Kesehat Masy. 2020;1(1):23-27.

7. Morales-Bozo I, Ortega-Pinto A, Rojas Alcayaga G, et al. Evaluation of the

effectiveness of a chamomile (Matricaria chamomilla) and linseed (Linum

usitatissimum) saliva substitute in the relief of xerostomia in elders. Gerodontology.

2017;34(1):42-48. doi:10.1111/ger.12220

8. Donaldson M, Goodchild JH. A Systematic Approach to Xerostomia Diagnosis and

Management. Compend Contin Educ Dent. 2018;39(10):1-12.

9. Manosroi A, Pattamapun K, Khositsuntiwong N, et al. Physicochemical properties and

biological activities of Thai plant mucilages for artificial saliva preparation. Pharm

Biol. 2015;53(11):1653-1660. doi:10.3109/13880209.2014.1001402

10. Putri AM. Pemanfaatan obat herbal topikal pada recurrent aphthous stomatitis dengan

pertimbangan manfaat dan keamanannya ( Utilization of topical herbal medicine on

recurrent aphthous stomatitis : their benefits and security considerations ). Makassar

Dent J. 2015;4(5):158-167.

11. Elkhalifa AEO, Eyad A, Adnan M, et al. Okra ( Abelmoschus Esculentus ) as a

Potential Dietary Medicine with Nutraceutical Importance for Sustainable. Molecules.

2021;26(696):1-21.

12. Martínez-Acitores LR, de Azcárate FHR, Casañas E, Serrano J, Hernández G, López-

Pintor RM. Xerostomia and aalivary flow in patients taking antihypertensive drugs. Int
J Environ Res Public Health. 2020;17(7):1-16. doi:10.3390/ijerph17072478

13. Yuan B, Ritzoulis C, Chen J. Extensional and shear rheology of okra polysaccharides

in the presence of artificial saliva. npj Sci Food. 2018;2(1):3-12. doi:10.1038/s41538-

018-0029-1

14. Prakas K. PENGARUH VISKOSITAS DAN BUFFER SALIVA PADA PASIEN

DIABETES MELITUS TERHADAP. Published online 2019.

15. Senawa IMW, Wowor VN, Juliatri. PENILAIAN RISIKO KARIES MELALUI

PEMERIKSAAN ALIRAN DAN KEKENTALAN SALIVA PADA PENGGUNA

KONTRASEPSI SUNTIK DI KELURAHAN BANJER KECAMATAN TIKALA. J

e-GiGi. 2015;3(1):162-169.

16. Assery MK. Efficacy of Artificial Salivary Substitutes in Treatment of Xerostomia: A

Systematic Review. J Pharm Bioallied Sci. 2019;11(1).

doi:10.4103/jpbs.JPBS_220_18

17. Molania T, Alimohammadi M, Akha O, et al. The effect of xerostomia and

hyposalivation on the quality of life of patients with type II diabetes mellitus. Electron

Physician. 2017;9(11):5814-5819.

18. Noor TNEBTA. Burning mouth syndrome caused by xerostomia secondary to

amlodipine. Dent J (Majalah Kedokt Gigi). 2020;53(4):187.

doi:10.20473/j.djmkg.v53.i4.p187-190

19. Hu J, Andablo-Reyes E, Mighell A, Pavitt S, Sarkar A. Dry mouth diagnosis and

saliva substitutes—A review from a textural perspective. J Texture Stud.

2021;52(2):141-156.
20. Mohsin AH Bin, Reddy SV, Kumar MP, Samee S. Aloe vera for Dry Mouth Denture

Patients – Palliative Therapy. J Clin Diagnostic Res. 2017;11(6):ZC20-ZC23.

21. Glick M. Burket’s Oral Medicine. 12th editi. People’s Medical Publishing Housr;

2015.

22. Mauri-obradors E, Estrugo-devesa A, Jané-salas E, Viñas M, López-lópez J. Oral

manifestations of Diabetes Mellitus . A systematic review. 2017;22(5):586-594.

doi:10.4317/medoral.21655

23. Sung E, Hernawan I. Tatalaksana serostomia akibat penggunaan metformin: laporan

kasus (Management of metformin-induced xerostomia: case report). MDJ (Makassar

Dent Journal). 2018;7(1):14-20.

http://pdgimakassar.org/jurnal/index.php/MDJ/article/view/10

24. Babu K, Adiga K, Dsouza L, et al. Oral manifestations in diabetes. Dent.

2019;1(8):28-30. doi:10.1007/978-3-319-20797-1_54-1

25. Habtemariam S. Medicinal Foods as Potential Therapies for Type-2 Diabetes and

Associated Diseases: The Chemical and Pharmacological Basis of Their Action.;

2019. doi:10.1016/b978-0-08-102922-0.00010-9

26. Kale P. Extraction and Characterization of Okra Mucilage as a Pharmaceutical Aid. Int

J Sci Dev Ressearch. 2020;5(4):189-193.

27. Luthfi M, Tuti K, Agung S, Hasna S. Anti-Inflammatory Effect of Okra (Abelmoschus

esculentus) Fruit Extract during Wound Healing Process after Tooth Extraction of

Diabetic Wistar Rat. J Int Dent Med Res. 2020;13(2):497-502.

28. Cahaya BC, Intanri K. EFEK ANTIDIABETES TANAMAN OKRA (Abelmoschus


esculentus). J Ilmu Kedokt Dan Kesehat. 2019;6(4):304-308.

29. Yuliati, Luthfi M, Rachmadi P, Cida BP, Wijayanti EH. Potency of Okra Fruit Extract

(Abelmoschus esculentus) Against Porphyromonas Gingivalis as the Cause of Chronic

Periodontitis. J Int Dent Med Res. 2020;13(2):519-524.

Anda mungkin juga menyukai