Anda di halaman 1dari 31

DIKTAT

PENYAKIT RONGGA MULUT DAN FARMASI KEDOKTERAN GIGI

Dr. drg. NILA KASUMA, M. BIOMED.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ANDALAS

GANJIL 2018/2019

1
PRAKATA

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkah dan Rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan diktat ini . Judul diktat: “Penyakit Rongga Mulut Dan Farmasi Kedokteran
Gigi”.Pengembangan diktat ini merupakan bahan ajar untuk mata kuliah Semester Ganjil
2019/2020. Sebagai dosen yang mengajar tentang ilmu biomedik kedokteran gigi tercakup di
dalamnya ilmu oral biologi dan pengalaman penulis sebagai praktisi di kedokteran gigi.

Setelah penulis melakukan beberapa penelitian dengan menggunakan sampel saliva, maka
penulis ingin membagi pengetahuan tentang sekresi kelenjer saliva yang ditemui dilapangan.
Penulis berharap diktat ini dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar mengajar dan
meningkatkan pemahaman dan proses penegakan diagnosa penyakit tentang gangguan sekresi
kelenjer saliva Jika pembaca menemukan kesalahan dan mau memberi masukan dapat diteruskan
kritik dan saran melalui email: nilakasuma@dent.unand.ac.id.

Padang, 10 Agustus 2019


Penulis

Dr. drg. Nila Kasuma, M.Biomed

2
PENYAKIT RONGGA MULUT DAN FARMASI KEDOKTERAN GIGI

Atrofi, Hipertrofi, Disfungsi , dan Gangguan Sekresi Kelenjer Saliva

Struktur Kelenjar Saliva

Kelenjar saliva merupakan organ eksokrin karena memiliki saluran (duktus) penghubung
yang membawa hasil sekresinya ke tempat tujuan.

Kelenjar saliva tersusun oleh jaringan epitel dan jaringan ikat. Dinding kelenjar saliva
tersusun dari jaringan epitel yang dikelilingi jaringan ikat. Jaringan ikat yang mengelilingi seluruh
kelenjar bagian luar disebut dengan kapsul, sedangkan jaringan ikat yang membagi kelenjar
menjadi lobus-lobus di bagian dalam disebut dengan septa. Pada bagian kapsul dan septa terdapat
pembuluh darah dan saraf yang mensuplai kelenjar.

Sel epitel yang memproduksi saliva atau air liur disebut dengan sel sekretori. Ada dua jenis
sel sekretori yaitu sel mukus dan sel serous. Sel mukus berfungsi menghasilkan cairan mukus dan
sel serous berfungsi menghasilkan cairan serosa. Sel sekretori yang ditemukan berkelompok disebut
dengan sel acinus.

Jenis Kelenjar Saliva

Dalam mulut terdapat 4 macam kelenjar saliva atau kelenjar ludah, yaitu:

3
Kelenjar Parotis

Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva terbesar pada manusia, letak kelenjar saliva parotis
ini yaitu di bawah telinga. Kelenjar parotis berjumlah dua buah atau sepasang. Kelenjar parotis
mensekresikan air liur melalui saluran yang disebut duktus Stensen menuju rongga mulut. Kelenjar
parotis ini menghasilkan ludah atau liur berbentuk cair. Dari seluruh air liur yang ada pada mulut
mansia sebanyak 25% berasal dari kelenjar parotis.

Kelenjar Submandibula

Kelenjar submandibula adalah sepasang kelenjar saliva atau kelenjar ludah yang terletak di
rahang bawah. Produksi dari kelenjar submandibula merupakan campuran dari serosa dan mukosa
yang masuk ke rongga mulut melalui saluran yang disebut duktur Wharton. 70% dari air liur di
rongga mulut diproduksi oleh kelenjar ini.

Kelenjar Sublingua

Pengertian kelenjar sublingualis atau kelenjar sublingua adalah sepasang kelenjar saliva
yang lmerupakan kelenjar terkecil dari kelenjar ludah. Letak kelenjar sublingualis ini berada di
bawah lidah di dekat kelenjar sub mandibula. Sekitar 5 % dari seluruh air liur yang masuk ke
rongga mulut berasal dari kelenjar ini.

Kelenjar saliva manusia tidak lepas dari gangguan penyakit. Kelenjar saliva manusia terdiri
dari kelenjar saliva mayor dan minor yang berperan untuk memroduksi saliva. Sekresi kelenjar
saliva merupakan suatu proses yang melibatkan sintesis sel dan transpor aktif. Penyakit kelenjar
saliva juga berhubungan dengan proses sekresi. Sialoendoskopi dapat digunakan sebagai alat
diagnostik maupun terapi pada penyakit kelenjar saliva. Sebagai alat terapi, sialoendoskopi dapat
berperan pada fragmentasi dan ekstraksi batu serta dilatasi stenosis dan striktur.

Beberapa alat telah ditemukan untuk diagnosis penyakit ini dan dengan semakin
berkembangnya teknologi, sangat diharapkan berkembang pula alat diagnosis yang lebih baik

4
Atropi, hipertropi merupakan keadaan yang menggambarkan disfungsi yang terjadi pada
kelenjer saliva. Kelainan yang terjadi pada kelenjar saliva dapat disebabkan Karena beberapa hal,
yaitu:

1. Developmental aplasia

Berasal dari kata developmental danaplasia , developmental berarti perkembangan sedangka


n kata aplasia memiliki arti kegagalan untuk berkembang. Kegagalan ini dapat diartikan sebagai
sama sekali tidak ada, tidak sempurna, atau gangguan regenerasi yang normal. Adapun contoh
kelainan kelenjar ludah yang disebabkan karena developmental aplasia adalah:
a. Aplasia
Merupakan penyakit yang jarang terjadi. Penderita aplasia memliki perkembangan sel yang sama
sekali tidak terjadi atau hanya sebagian sel terkait yang berkembang. Aplasia dapat terjadi karena
factor genetic, infeksi dan atau karena pemakaian obat tertentu.
b. Atresia
Merupakan keadaan cacat lahir yang biasanya terjadinya ketika usia kehamilan mencapai 5-7
minggu.
c.Aberansi
Merupakan keadaan menyimpang dari normal yang disebabkan karena berbagai faktor misalnya
mutasi gen yang menyebabkan perubahan kode Gen pada saat proses penerjemahan.
d. Atrofi
Terjadinya pengecilan sel suatu jaringan .biasanya disebabkan karena berkurangnya beban kerja,
hilangnya persyarafan , berkurangnya pembekalan darah atau vaskulerisasi disorder nutrisi yang
tidakmemadai, hilangnya rangsangan hormonal (hormonal atrophy), Tekanan yang lama tumor
Organ lama tidak dipakai (disuse atrophy), Usia tua kejadian yang fisiologis (senile atrophy), Sel
mengandung sedikit mitokondria dan miofilamen, serta pengurangan retikulum endoplasma.
e. Hipertrofi,
Merupakan kelainan progresif berupa bertambahnya isi atau volume suatu jaringan yang terjadi
pada sel-sel yang tidak dapat memperbanyak diri sehingga sel-sel yang menyusun jaringan tersebut
membesar. Pada kondisi tersebut membesarnya jaringa disebabkan sel-sel yang menyusunnya
membesar, bukan karena bertambahnya jumlah sel. Hipertrofi biasanya ditandai dengan; Bertambah

5
besar ukuran sel karena bertambahnya jumlah ultrastruktur dalam sel bukan disebabkan karena
bertambahnya cairan didalam sel

2. Funtional disorder

Bentuk kelainan kelenjar ludah yang disebabkan karena kegagalan fungsi adalah:
a. Xerostomia
Gejala mulut kering yang dirasakan pasien secara subjektif (hanya perasaaan). Bukan disebabkan
karena kelenjer ludah sedikit memproduksi saliva. Kelainan yang disebabkan karena produksi
kelenjer saliva yang sedikit disebut dengan hiposalivasi.
Menurut Scully dan Felix (2005), penyebab dry mouth yaitu :

1. Iatrogenic akibat dari terapi medis dan prosedur diagnostic:

- obat-obatan
Obat yang mengurangi sekresi saliva adalah golongan anticholinergic
atau sympathomimetic atau diuretic.

- iradiasi

- Graft versus host disease

2. Penyakit berupa dehidrasi, psikogenik, penyakit kelenjar saliva ,Sjogren


Syndrome, sarcoidosis, salivary aplasia

Tanda- tanda klinis hiposalivasi pasien akan mengalami keluhan saat :

1. Menelan ,terutama menelan makanan yang kering

2. Menggunakan gigi tiruan

3. Berbicara, lidah mudah menempel di langit-langit, terdengar


“clicking” saat berbicara

4. Pasien juga mengeluhkan kehilangan pengecapan dan halitosis.

6
Lidah berfisura akibat rendahnya produksi saliva

Diagnosis hiposalivasi ditegakkan setelah memeriksa laju aliran saliva (sialometry) .


Pengumpulan whole saliva merupakan teknik rutin

Pemeriksaan penunjang

-Pemeriksaan darah ( untuk ekslusi diabetes, Sjogren syndrome, sarcoidosis, hepatitis, dan
infeksi lain )

-Test mata ( Schirmer test untuk eksklusi Sjogren syndrome)

-Biopsi kelenjar saliva

-Imaging ( Sjögren’s syndrome, sarcoidosis atau neoplasia).

b. Sialorhea (Hypersalivation)
Kelainan berupa menetesnya air liur dan tidak adanya kontrol oral sekresi saliva.
Hipersekresi saliva (Sialorrhoea) biasanya disebabkan oleh (Felix dan Schully, 2005):

1. Faktor fisiologis seperti menstruasi dan kehamilan


2. Faktor lokal berupa erupsi gigi , inflamasi

7
3. Makanan dan obat-obatan dengan aktivitas cholinergic, pilocarpine, tetrabenazine, clozapine
4. Pemasangan nasogatric intubation
5. obstruksi faringeal dan esofageal seperti neoplasmadisfungsi neromuskular contohnya pada
penyakit Parkinson’s disease, cerebral palsy, atau learning disability,

Botulinum Neurotox akkibat sialorrhea

3. Inflammatory

a. Acute and chronic bacterial infection; Sialadenitis,

Biasanya terjadi pada orang dewasa, penyakit ini menyerang salah satu kelenjer air
liurutama, yaitu kelenjer submandibular dapat bersifat akut maupun chronic.

8
Sialadenitis adalah infeksi yang menyerang salah satu kelenjar air liur utama, yaitu kelenjar
submandibular. Penyakit ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sialadenitis akut (jangka
pendek) dan sialadenitis kronis (jangka panjang) yang sering terjadi pada orang dewasa.

Sialadenitis akut, terjadi akibat adanya bakteri Staphylococcus aureus dan berbagai bakteri
Strain streptococcus. Sedangkan pada sialadentitis kronis lebih mungkin disebabkan oleh
penyumbatan dibandingkan dengan infeksi.

Gejala sialadentitis akut dapat meliputi:

-Nyeri dan pembengkakan pada kelenjar yang terkena, biasanya di bawah dagu
-Terdapat benjolan lembut di atas kelenjar yang terkena dan terlihat kemerahan
-Jika area kelenjar tersebut digosok dapat mengeluarkan nanah (abses)
-Demam atau menggigil

Gejala sialadentitis kronis dapat meliputi:

-Nyeri pada bagian kelenjar yang dikenai saat makan


-Bisa terjadi pembengkakan namun bisa mengempis
-Nyeri saat ditekan.

b. Viral infection; Mumps,HIV associated salivary gland disorder

1. Penyakit menular yang disebabkan karena virus Paramyxovirus yang


menyerang kelenjer ludah parotis. Mumps biasa juga disebut dengan
gondongan atau parotitis. Inkubasi 14 -25 hari.

Tandaklinis

1. Pembengkakan unilateral / bilateral

2. Demam

3. Sakit di bawah telinga

4. Kelenjar parotis bengkak dan lunak saat di palpasi

9
b. Chronic sclerosing Sialadenitis, cheilitis glandularis

Cheilitis glandularis (CG) adalah diagnosis deskriptif klinis yang mengacu pada gangguan
inflamasi yang jarang terjadi pada bibir bawah. Etiologinya tetap tidak jelas. [Cheilitis glandularis
ditandai dengan pembesaran dan eversi progresif dari mukosa labial bawah yang menyebabkan
obliterasi antarmuka mukosa-vermilion.

Dengan eksternalisasi dan eksposur kronis, membrane mukosa labial bawah yang lebih
rendah secara sekunder diubah oleh pengaruh lingkungan, yang menyebabkanerosi, ulserasi,
pengerasan kulit, dan, kadang-kadang, infeksi. Paling signifikan, kerentanan terhadap kerusakan
aktinik meningkat.

Oleh karena itu, cheilitis glandularis dapat dianggap sebagai faktor predisposisi potensial untuk
pengembangan actinic cheilitis dan karsinoma sel skuamosa.

10
3. Traumatic/ Obstructive

Kelainan kelenjer ludah yang disebabkan karena traumatic atau obstruksi seperti:

a. Mucocele

Mucocelesa dalah kelainan kelenjar ludah umum yang dapat terjad di rongga mulut, usus
buntu, kandung empedu, sinus paranasal atau kantung lakrimal. Lokasi umum untuk lesi ini di
rongga mulut biasanya pada bibir bawah, namun juga dapat terjadi di lokasi lain seperti lidah,
mukosa bukal, langit-langit lunak, retromolar pad dan mukosa labial yang lebih rendah.

Trauma dan kebiasaan menggigit bibir adalah penyebab utama untuk jenis lesi ini. Ini
adalah lesi tanpa rasa sakit yang dapat didiagnosis secara klinis.Pembengkakan juga dapat terjadi ak
ibat retensi saliva padakelenjar saliva yang mengalami kerusakan / luka.

1. Ekstravasasi mucus di dalam kantung (kista)

2. Tidak sakit , recurrent mungkin terjadi

3. Fluktuan , tidak ada ulserasi

b. Salivary duct cyst (mucose retention cyst, Ranula)

Ranula (froglike) adalah varian klinis mococele yang muncul sebagai pembengkakan
besar di dasar mulut. Jika dibandingkan dengan mukokeles, ranulas merupakan fenomena
lendir ekstravasasi asal kelenjar liur utama. Terjadi terutama dari kelenjar sublingual, ranula
muncul dari gangguan saluran ekskretoris.

11
Sebagian kecil lesi dapat meluas melalui otot geniohyoglossus (mylohyoid) dan
jaringan lunak yang lebih dalam untuk menghasilkan pembengkakan leher submental atau
lateral yang ranula serviks

Klasifikasi Ranula

Ranula diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu:

1. Ranula superficial atau simple ranula

Merupakan kista retensi yang sesungguhnya. Besarnya terbatas pada dataran oral musculus
mylohyoideus (Aswin Rahardja). Tampak sebagai suatu pembengkakan lunak, dapat ditekan,
timbul dari dasar mulut. Kista ini dindingnya dilapisi epitel dan terjadi karena obstruksi ductus
glandula saliva (Robert P. Langlais & Craig S. Miller).

2. Ranula dissecting atau plunging ranula atau ranula profunda

Merupakan pseudokista, terjadinya karena ekstravasasi (kebocoran) saliva pada jaringan,


pada sepanjang otot dan lapisan fasia dasar mulut dan leher. Ekstravasasi (kebocoran) tersebut
disebabkan karena trauma yang kecil, dimana tidak pernah diingat oleh penderita (Aswin
Rahardja). Kista ini menerobos di bawah musculus mylohyoideus dan menimbulkan
pembengkakan submental . Kista jenis ini dindingnya tidak dilapisi epitel (Robert P. Langlais &
Craig S. Miller).

12
Gambaran Klinis Ranula

Tanda dan Gambaran Klinis ranula adalah sebagai berikut:

• Adanya benjolan simple pada dasar mulut, mendorong lidah ke atas.

• Umumnya unilateral, jarang bilateral .

•Benjolan berdinding tipis transparan, berwarna biru kemerah-merahan.

•Benjolan tumbuh lambat, gambaran seperti perut katak.

•Pembengkakan selain intra oral dapat juga extra oral.

•Tidak ada rasa sakit kecuali meradang atau infeksi.

•Bila benjolan membesar dapat mengganggu bicara, makan maupun menelan.

•Benjolan oleh karena suatu sebab dapat pecah sendiri, cairan keluar, mengempes kemudian timbul
atau kambuh kembali.

•Pada simple ranula benjolan terletak superficial sedangkan plunging ranula benjolan terletak lebih
dalam, bisa menyebar ke dasar otot mylohyoid, daerah submandibular, ke leher bahkan ke
mediastinum(drg. Iskandar Atmadja).

Diagnosis Ranula

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis ranula:

1.Melakukan anamnesa lengkap dan cermat

•Secara visual

• Bimanual palpasi intra dan extra oral

•Punksi dan aspirasi

13
3. Melakukan pemeriksaan penunjang

•Pemeriksaan radiologis dengan kontras media, tanpa kontras media tidak berguna

•Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan biopsi (drg. Iskandar Atmadja)

Simple Ranula gambaran kliniknya relatif lebih khas sehingga diagnosa mudah ditegakkan.
Tampak sebagai suatu tonjolan berdinding tipis, licin, kebiruan dan transparan. Pada palpasi terasa
lunak dan fluktuasi . Kista ini terletak dibawah lidah, pada bagian depan mulut (Aswin Rahardja).

Plunging ranula lebih sulit menegakkan diagnosanya, karena gambarannya mirip dengan
banyak struktur kistik atau pembengkakan glandula yang lain pada leher. Tidak ada tes diagnostik
khusus untuk membedakan lesi-lesi tersebut. Maka diagnosa plunging ranula hanya tergantung
pada adanya hubungan anatomi kista dengan glandula saliva dan gambaran histopatologis dinding
kista sesudah eksisi (Quick & Lowell, 1977).

Gambaran histopatologis simple ranula yaitu dinding kista dilapisi epitel, sedangkan
plunging ranula dinding kista tanpa dilapisi epitel.

c. Nicotinic stomatitis,

Stomatitis nikotinik), lesi mukosa palatal, telah dijelaskan dalam literatur sejak
1926. disebabkan karena aliran panas terkonsentrasi dari produk tembakau. Umumnya, itu
asimptomatik atau sedikit menjengkelkan.

Pasien biasanya melaporkan bahwa mereka tidak menyadari lesi atau telah
mengalaminya selama bertahun-tahun tanpa perubahan. Perhatikan penampilan berbintik-
bintik putih dan merah dari hyperkeratosis dan pembukaan kelenjar ludah kecil.

14
d. Sialolithiasis

Tanda klinisi sialolithiasis:

1. Adanya batu yang menyumbat ductus kelenjar saliva

2. Pembentukan batu kelenjar berasal dari penumpukan saliva yang


mengandung banyak kalsium.

3. Etiologibelum diketahui; predisposisi :

-stagnansi saliva

-pH saliva yang meningkat

-infeksi dan inflamasi kelenjar saliva

-trauma.

Diagnosis

a. Anamnesa & pemeriksaan klinis

b. Rasa sakit dan pembengkakan kelenjar pada saat makan

c. rasa sakit dan pembengkakan yang menetap , terkadang dapat ditemukan


pus mengalir dari duktus

d. infeksi sistemik

15
Pemeriksaan

1. Palpasi bimanual adamassa yang keraspadaductus Gd. Saliva

2. Rontgen fotooklusalmassa radiopaque bulat / elipspadaGd saliva

3. Sialograf

Teknik Radiografi Sialografi

Sialografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada bagian kelenjar ludah beserta
salurannya dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan
diagnosa. Kelenjar ludah terdiri dari 3 bagian :
1. Kelenjar parotis dengan salurannya, disebut saluran stensen
2. Kelenjar sub mandibula / sub maksila, disebut saluran Wharton
3. Saluran sub lingual, disebut saluran bartholin

INDIKASI
• Calculi
• Fistel pada saluran
• Divertikel
• Cyst
• Peradangan
• Stenosis

KONTRA INDIKASI
Inflamasi ductus dan alergi media kontras.

PERSIAPAN ALAT
• Spuit 2-5 cc
• Kateter dan canule sialografi ( bila tidak ada dapat menggunakan abocath )
• Alkohol
• Bengkok

16
• Media kontras ( Water Soluble )
• Kortison
• Pastiles / permen asam
• Antihistamin dan cortisone
• Plaster

PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Pasien tidur supine dan dibuat foto plain AP dan lateral.
2. Pasien diberi pastiles untuk merangsang air liur keluar.
3. Melalui keluarnya air liur dimasukkan jarum sialo dan dihubungkan dengan kateter dan diplester
ke kulit.
4. Ujung kateter dihubungkan dengann spuit yang berisi kontras.
5. Kontras disuntikkan dan difoto.
6. Setelah selesai pemotretan pasien diberi minum asam supaya semua kontras terangsang keluar.

POSISI PEMOTRETAN

1. AP Tangensial (Untuk melihat kelenjar parotid)


Posisi Pasien
Supine/duduk

Posisi Obyek
• Kelenjar parotid ditempelkan pada tengah kaset.
• Kepala ditempatkan pada posisi AP.
• Kepala dimiringkan pada sisi yang diperiksa.
• Kelenjar parotid tegak lurus pada pertengahan film.
• Ramus mandibula sejajar film dan occipital rapat pada film.
• Kaset 18 x 24 cm.

Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset

17
Central Point
Pada ramus bagian luar

FFD
90-100 cm

Kriteria Radiograf
• Terlihat jaringan lunak.
• Kelenjar parotid terlihat pada posisi lateral.
• Terlihat ductus stensen’s.
• Mastoid overlapping dengan batas atas dari kelenjar parotid.

2. Lateral Eisler (Untuk melihat kelenjar parotid dan submaxilaris)


Posisi Pasien
Semiprone/berdiri

Posisi Obyek (Untuk melihat kelenjar parotid)


• Kepala berada pada posisi lateral.
• Pertengahan film 1 inchi di atas angulus mandibula.
• MSP dirotasikan kedepan 150 dari posisi lateral.
• Kaset 18 x 24 cm

18
Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset

Central Point
Pada angulus sebelah luar

FFD
90-100 cm

Kriteria Radiograf
• Tampak kelenjar parotid superposisi di atas ramus mandibula.
• Ramus mandibula terlihat tidak overlapping dengan vertebrae cervicalis.

19
Posisi Obyek (Untuk kelenjar sub maksilaris)
• Kepala true lateral di atas kaset.
• Margo inferior dari angulus mandibula pada pertengahan kaset.
• Kaset 18 x 24 cm

Central Ray
Tegak lurus pada kaset

Central Point
Pada angulus mandibula sebelah luar

FFD
90-100 cm

Kriteria Radiograf
• Tampak kedua ramus dan angulus mandibula superposisi.
• Kelenjar submaksilaris berada pada ramus dan angulus yang superposisi tersebut.

3. Submentovertex (Untuk melihat kelenjar submaksilaris dan sublingual)

20
Poisi Pasien
Supine/submentovertikel

Posisi Obyek
• Kepala ekstensi penuh dan vertex rapat pada kaset.
• Film diberi marker L/R dan diplester.
• Kaset dipasang melintang.
• Ujung film pada mulut rapat pada margo anterior dari ramus mandibula.
• Kaset 18 x 24 cm

Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset

Central Point
Menuju langsung ke perpotongan MSP dengan coronal plain melalui molar

Kriteria Radiograf
• Terlihat soft tissue dari dasar mulut.
• Terlihat kelenjar sublingual dan duktusnya.
• Terlihat kelenjar submaksilaris pada bagian anteromedial.

4. Proyeksi Lateral Oblique


Posisi Pasien
Semiprone/oblique

Posisi Obyek
• Kepala ditempatkan pada kaset, daerah corpus mandibula berada ditengah kaset.
• Kepala ditengadahkan supaya kelenjar parotis rapat pada film.

21
• Kaset 18 x 24 cm

Central Ray
250 cephalad

Central Point
Di bawah angulus mandibula sebelah luar/pada sisi yang dekat

Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset

Central Point
Menuju langsung ke perpotongan MSP dengan coronal plain melalui molar

Kriteria Radiograf
• Terlihat soft tissue dari dasar mulut.
• Terlihat kelenjar sublingual dan duktusnya.
• Terlihat kelenjar submaksilaris pada bagian anteromedial.

4. Proyeksi Lateral Oblique


Posisi Pasien
Semiprone/oblique

22
Posisi Obyek
• Kepala ditempatkan pada kaset, daerah corpus mandibula berada ditengah kaset.
• Kepala ditengadahkan supaya kelenjar parotis rapat pada film.
• Kaset 18 x 24 cm

Central Ray
250 cephalad

Central Point
Di bawah angulus mandibula sebelah luar/pada sisi yang dekat

FFD
90-100 cm

Kriteria Radiograf
Tampak duktus dan kelenjar parotis overlapping dengan ramus mandibula dan columna vertebrae
cervical.
FFD
90-100 cm

Kriteria Radiograf
Tampak duktus dan kelenjar parotis overlapping dengan ramus mandibula dan columna vertebrae
cervical.

5. Autoimmun

Adapun kelainan kelenjer saliva yang disebabkan karena autoimmune adalah:

a. Sarcoidosis

23
Sarcoidosis adalah penyakit radang yang mempengaruhi banyak organ di tubuh,
tetapi kebanyakan paru-paru dan kelenjar getah bening. Pada orang dengan sarkoidosis,
massa abnormal ataunodul (disebut granuloma) yang terdiri dari jaringan yang meradang
terbentuk di organ-organ tertentu dari tubuh.

Granuloma ini dapat mengubah struktur normal dan mungkin fungsi organ yang
terkena.

Apasajakah gejala sarkoidosis? Gejala sarkoidosis dapat sangat bervariasi,


tergantung pada organ yang terlibat.Sebagian besar pasien awalnya mengeluhkan batuk
kering yang terus-menerus, kelelahan, dan sesak napas.

Gejala lain mungkin termasuk:     

1) bercak kemerahan pada kulit. Dan gangguan sekresi saliva 


2) Mata merah dan berair atau penglihatan kabur.    
3) Sendi yang bengkak dan menyakitkan.     
4) .Kelenjar getah bening membesar dan lunak di leher, ketiak, dan selangkangan.     
5) Pembesaran kelenjar getah bening di dada dan di sekitar paru-paru
6) Suara serak.    
7) Nyeri di tangan, kaki, atau area tulang lainnya karena pembentukan kista
(pertumbuhan seperti kantung yang abnormal) di tulang.    

24
b. Sjogren Syndrome

Sjogren syndrome (SS) adalah penyakit autoimun sistemik yang berkaitan dengan
inflamasi jaringan epithelial, xerostomia, dan disfungsi saliva (Pillemer et al, 2001).

SS terbagi dua macam yaitu

1. primary: meliputi kelenjar saliva dan lakrimal , ditandai dengan


berkurangnya produksi saliva dan air mata

2. Secondary : terjadi karena pengaruh penyakit autoimmune lainnya .


berupa manifestasi penyakit rheumatoid arthritis, primary biliary
cirrhosis, systemic lupus erythematosus, ankylosing spondylitis, dan
juvenile idiophatic arthritis

ETIOLOGI

Penyebab sindrom Sjogren adalah gangguan autoimun. Hal ini mempunyai arti bahwa terjadi
kesalahan pada sistem kekebalan tubuh, yang menyerang sel-sel dan jaringan tubuh sendiri.

Para ilmuwan tidak yakin mengapa beberapa orang menderita sindrom Sjogren sedangkan yang
lainnya tidak. Gen tertentu menempatkan orang pada risiko tinggi untuk mengalami gangguan
autoimun yang menyebabkan sindrom ini. Tetapi mekanisme tertentu dapat memicu terjadinya
sindrom ini, seperti infeksi oleh virus atau bakteri tertentu.

Dalam sindrom Sjogren, sistem kekebalan tubuh terlebih dahulu menyebabkan mata dan mulut
kering.

Tetapi sindrom ini juga dapat merusak bagian tubuh yang lain, antara lain:

1.      Sendi
2.      Tiroid
3.      Ginjal
4.      Hati
5.      Paru-paru
6.      Kulit

25
7.      Saraf

Pathogenesis SS :

-Masih tidak diketahui. Banyak teori tentang etiopatogenesis SS.

-Virus dapat memicu host yang rentan terhadap SS secara genetik

-Berkurangnya fungsi hypothalamic-pituitary-adrenal axis dapat menyebabkan SS

-Ditemukan pada penyakit autoimmune rheumatic disease.

Faktor hormonal dapat mempengaruhi patogenesis , wanita lebih banyak mengalami


SS daripada pria dengan rasio 9:1 (Wong, 2008) .

1. SS memiliki komponen genetik yaitu ditandai dengan keberadaan


autoantibodi (anti Ro/ SSA).

2. SS ditandai oleh meningkatnya laju endap darah (ESR) dan beberapa


autoantibodi ( antinuclear factor (ANF) dan rheumatoid factor (RF) dan
antinuclear antibodi yaitu AA-A (Ro) dan SS-B (La) (Schully and Felix,
2005) .

  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a.       TES SCHIMERS

Tes ini digunakan  untuk mengevaluasi produksi kelenjer air mata. Tes dilakukan  dengan
menggunakan kertas filter dengan panjang 30 mm, caranya kertas ditaruh dikelopak mata
bagian bawah dibiarkan selama 5 menit. Setelah 5 menit kemudian dilihat berapa panjang
pembasahan air mata pada kertas filter, bila pembasahan kurang dari 5 mm dalam 5 menit maka
tes positif.

Suatu penelitian di Spanyol yang menggunakan Pilokarpin 5 mg sublingual pada 60 pasien


Sindrom sjogren primer, 46 pasien  yang rendah produksi salivanya, 22 orang diantaranya
terdapat peningkatan  produksi saliva setelah menggunakan 5 mg Pilokarpin.

26
b.       ROSE BENGAL STAINING

Keratokonjungtivitis merupakan sequele pada kornea dan konjungtiva karena menurunnya air
mata. Dengan pengecatan Rose bengal yang menggunakan anilin, yang dapat mewarnai epitel
kornea maupun konjungtiva. Dengan pengecatan ini keratokonjungtivitis sicca tampak sebagai
keratitis puntata, bila dilihat dengan slit lamp. Tear film break up : tes ini dilakukan untuk
melihat kecepatan pengisian flouresin pada kertas film.

c.        SIALOMETRI

Sialometri adalah pengukuran kecepatan produksi kelenjer liur tanpa adanya rangsangan, baik
untuk mengukur kelenjer parotis, submandibula, sublingual ataupun total produksi kelenjer liur.
Pada Sindrom  Sjogren menunjukan penurunan kecepatan sekresi.

Suatu penelitian di Spanyol untuk memeriksa fungsi kelenjer ludah pasien  Sindrom Sjogren
dengan menggunakan pilokarpin 5mg  sublingual  apakah terjadi peningkatan produksi kelenjer
saliva setelah pemberian pilokarpin 5 mg, dari 60 pasien pSS diukur Basal Saliva Flow (BSF)
pada semua pasien dimana BSF < 1,5 ml/15 menit berarti abnormal. Dari 60 pasien terdapat 46
pasien dengan BSF < 1,5 ml , kemudian diberi pilokarpin 5 mg (SSF = Stimulated salivary
Flow ). Hasil didapatkan setelah pemberian pilokarpin terdapat peningkatan produksi saliva.

d.       SIALOGRAFI

Pemeriksaan secara radiologi untuk menetapkan kelainan anatomi pada saluran kelenjer
eksokrin. Pada pemeriksaan ini tampak gambaran teleektasis.

e.        SKINTIGAFI

Untuk mengevaluasi kelenjer dengan mengunakan 99m Tc, dengan pemeriksaan ini dilihat
ambilan 99m Tc dimulut selama 60 menit setelah injeksi intravena.

f.        BIOPSI

Biopsi kelenjer eksokrin minor memberikan gambaran yang sangat spesifik yaitu tampak
gambaran infiltrasi limfosit yang dominan. Biopsi kelenjer saliva minor merupakan gold standar
untuk diagnosis Sindrom Sjogren.

27
g.      Tes darah 

dapat dilakukan untuk menetukan apabila pasien memiliki kadar antibodi yang tinggi yang
dapat mengindikasikan keadaannya seperti Anti-Nuclear Antibody (ANA) dan faktor
Rheumatoid (karena Sindrom Sjogren sering terjadi setelah terjadiReumatoid Arthritis), dimana
berkaitan dengan penyakit imun.
h.      Tes Slit-lamp

dapat  mengukur kekeringan pada permukaan mata. Fungsi kelenjar saliva dapat diuji dengan
mengumpulkan saliva dan menentukan jumlah yang diproduksi selama 5 menit.

Biopsi bibir dapat dapat dilakukan apakah terdapat pengumpulan limfosit pada kelenjar liur dan
merusak kelenjar karena reaksi radang.
Diagnosis :

1. Anamnesa dan tanda-tanda klinis

2. Studi autoantibodi

3. Pemeriksaan penunjang yang lain seperti sialometry dan biopsi


kelenjar saliva labial.

28
Algoritma diagnosis pembengkakan kronis kelenjar saliva

29
DAFTAR PUSTAKA

Akande, O. O., Alada, A.R.A., Aderinokun, G.A., & Ige, A.O. 2004. Efficacy of Different Brands
of Mouth Rinses On Oral Bacterial Load Count In Healthy Adults. African Journal of
Biomedical Reasearch, 7, 125-8.
Aldi, Y., Ellyza N., Dian H.,Yanwirasti, Amri B. 2012. Effect of scopoletin from mengkudu fruit to
the amount of IgE on white male mice with type I hypersensitivity. Jurnal Bahan Alam
Indonesia, 8(2), 77-83.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset kesehatan dasar
2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.
Bellanti, J.A. & Kadlec, J.V. 1985. Introduction to immunology. Dalam Immunology III (Bellanti
J.A. ed.). Philadelphia: Saunders.
Carranza, F.A & Newman, M.G. 2006. Clinical Periodontology. London: WB Saunders Company.
citrifolia) 100% terhadap Keradangan Gingiva. (Disertasi) Jakarta: Universitas Indonesia.
Dennison, D.K. & Dylee, T.E. 1997. The Acute Inflammatory Response and the Role of Phagocytic
cells in Periodontal health and Disease. Periodontology 2000, 14, 54-78.8–115.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Gu, H., D. Fan, J. Gao, W. Zou, Z. Peng, dkk. 2011. Effect of ZnCl 2 on Plaque Growth and Biofilm
Vitality. Archieves of Oral Biology 57(4): 369-375.
International Centre for Science and High Technology. 2008. Extraction Technologies for Medical
and Aromatic Plant. Italy : International Centre for Science and High Technology
Jeffrey, A.D., Avery D.R., McDonald, & Ralph E. 2011. Dentistry for the Child - Adolescent Ninth
Edition. India: Mosby.
Jin, L, J., Lamster, I, B., Greenspan, J, S., Pitts, N,B., Scully, C., Warnakulasuriya, S., 2016. Global
Burden of Oral Diseases : Emerging Concepts, management and Interplay with Systemic
Health. Oral Diseases 22 (7), 609 – 619.
Kasuma N et al: Correlation Between Matrix Metalloproteinase 8 in Gingival Crevicular Fluid and
Zinc Consumption. Pakistan Journal of Nutrition 15(1):2016

Kasuma N et al: Gingival Crevicular Fluid Sebagai Alternatif Cairan Fisiologis di Rongga Mulut.
Forum Komunikasi Ilmiah (Forkomil-III) Seminar and Dental Expo: (Proceeding)

Kasuma N et al: Morinda Citrifolia Extract Moutwash as Antigingivitis. Dentika Dental Journal
19(2):2016

Kasuma N et al: Relation of Neutrophil Elastase Level with Tissue Destruction in Gingivitis and
Periodontitis. Dentika Dental Journal 20(2):2017

Kasuma N et al: The Analysis of Matrix Metalloproteinase-8 in Gingival Crevicular Fluid and
Periodontal Disease. Indian Journal of Dental Research 29(4):2018

Kasuma N et al:Interleukin-1β in Gingival Crevicular Fluid as Diagnosis Marker in Periodontal


Disease. ADRI IC 12 Bogor 2017: (Proceeding)

30
Kasuma N. 2015. Fisiologi dan Patologi Saliva. Padang:Andalas University Press. ISBN: 978-602-
8821-69-8.

Kasuma, N.,2018. Relation of neutrophil elastase level with tissue destruction in gingivitis and
periodontitis. Dentika Journal.

Newman M.G., Takei H.H., Klokkevold P.R., & Carranza F.A. 2006. Carranza’s clinical
periodontology 10th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company.
Pari, A., Paavai I., Venkat S., Vineela K., & Harinath P. 2014. Gingival diseases in childhood : A
Review. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 8(10)
Potter, N.N. & J. H. Hotchkiss. 1996. Food Science the 5th Eddition. New Delhi : CBS Publisher &
Distributors.

31

Anda mungkin juga menyukai