UNIVERSITAS ANDALAS
GANJIL 2018/2019
1
PRAKATA
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkah dan Rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan diktat ini . Judul diktat: “Penyakit Rongga Mulut Dan Farmasi Kedokteran
Gigi”.Pengembangan diktat ini merupakan bahan ajar untuk mata kuliah Semester Ganjil
2019/2020. Sebagai dosen yang mengajar tentang ilmu biomedik kedokteran gigi tercakup di
dalamnya ilmu oral biologi dan pengalaman penulis sebagai praktisi di kedokteran gigi.
Setelah penulis melakukan beberapa penelitian dengan menggunakan sampel saliva, maka
penulis ingin membagi pengetahuan tentang sekresi kelenjer saliva yang ditemui dilapangan.
Penulis berharap diktat ini dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar mengajar dan
meningkatkan pemahaman dan proses penegakan diagnosa penyakit tentang gangguan sekresi
kelenjer saliva Jika pembaca menemukan kesalahan dan mau memberi masukan dapat diteruskan
kritik dan saran melalui email: nilakasuma@dent.unand.ac.id.
2
PENYAKIT RONGGA MULUT DAN FARMASI KEDOKTERAN GIGI
Kelenjar saliva merupakan organ eksokrin karena memiliki saluran (duktus) penghubung
yang membawa hasil sekresinya ke tempat tujuan.
Kelenjar saliva tersusun oleh jaringan epitel dan jaringan ikat. Dinding kelenjar saliva
tersusun dari jaringan epitel yang dikelilingi jaringan ikat. Jaringan ikat yang mengelilingi seluruh
kelenjar bagian luar disebut dengan kapsul, sedangkan jaringan ikat yang membagi kelenjar
menjadi lobus-lobus di bagian dalam disebut dengan septa. Pada bagian kapsul dan septa terdapat
pembuluh darah dan saraf yang mensuplai kelenjar.
Sel epitel yang memproduksi saliva atau air liur disebut dengan sel sekretori. Ada dua jenis
sel sekretori yaitu sel mukus dan sel serous. Sel mukus berfungsi menghasilkan cairan mukus dan
sel serous berfungsi menghasilkan cairan serosa. Sel sekretori yang ditemukan berkelompok disebut
dengan sel acinus.
Dalam mulut terdapat 4 macam kelenjar saliva atau kelenjar ludah, yaitu:
3
Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva terbesar pada manusia, letak kelenjar saliva parotis
ini yaitu di bawah telinga. Kelenjar parotis berjumlah dua buah atau sepasang. Kelenjar parotis
mensekresikan air liur melalui saluran yang disebut duktus Stensen menuju rongga mulut. Kelenjar
parotis ini menghasilkan ludah atau liur berbentuk cair. Dari seluruh air liur yang ada pada mulut
mansia sebanyak 25% berasal dari kelenjar parotis.
Kelenjar Submandibula
Kelenjar submandibula adalah sepasang kelenjar saliva atau kelenjar ludah yang terletak di
rahang bawah. Produksi dari kelenjar submandibula merupakan campuran dari serosa dan mukosa
yang masuk ke rongga mulut melalui saluran yang disebut duktur Wharton. 70% dari air liur di
rongga mulut diproduksi oleh kelenjar ini.
Kelenjar Sublingua
Pengertian kelenjar sublingualis atau kelenjar sublingua adalah sepasang kelenjar saliva
yang lmerupakan kelenjar terkecil dari kelenjar ludah. Letak kelenjar sublingualis ini berada di
bawah lidah di dekat kelenjar sub mandibula. Sekitar 5 % dari seluruh air liur yang masuk ke
rongga mulut berasal dari kelenjar ini.
Kelenjar saliva manusia tidak lepas dari gangguan penyakit. Kelenjar saliva manusia terdiri
dari kelenjar saliva mayor dan minor yang berperan untuk memroduksi saliva. Sekresi kelenjar
saliva merupakan suatu proses yang melibatkan sintesis sel dan transpor aktif. Penyakit kelenjar
saliva juga berhubungan dengan proses sekresi. Sialoendoskopi dapat digunakan sebagai alat
diagnostik maupun terapi pada penyakit kelenjar saliva. Sebagai alat terapi, sialoendoskopi dapat
berperan pada fragmentasi dan ekstraksi batu serta dilatasi stenosis dan striktur.
Beberapa alat telah ditemukan untuk diagnosis penyakit ini dan dengan semakin
berkembangnya teknologi, sangat diharapkan berkembang pula alat diagnosis yang lebih baik
4
Atropi, hipertropi merupakan keadaan yang menggambarkan disfungsi yang terjadi pada
kelenjer saliva. Kelainan yang terjadi pada kelenjar saliva dapat disebabkan Karena beberapa hal,
yaitu:
1. Developmental aplasia
5
besar ukuran sel karena bertambahnya jumlah ultrastruktur dalam sel bukan disebabkan karena
bertambahnya cairan didalam sel
2. Funtional disorder
Bentuk kelainan kelenjar ludah yang disebabkan karena kegagalan fungsi adalah:
a. Xerostomia
Gejala mulut kering yang dirasakan pasien secara subjektif (hanya perasaaan). Bukan disebabkan
karena kelenjer ludah sedikit memproduksi saliva. Kelainan yang disebabkan karena produksi
kelenjer saliva yang sedikit disebut dengan hiposalivasi.
Menurut Scully dan Felix (2005), penyebab dry mouth yaitu :
- obat-obatan
Obat yang mengurangi sekresi saliva adalah golongan anticholinergic
atau sympathomimetic atau diuretic.
- iradiasi
6
Lidah berfisura akibat rendahnya produksi saliva
Pemeriksaan penunjang
-Pemeriksaan darah ( untuk ekslusi diabetes, Sjogren syndrome, sarcoidosis, hepatitis, dan
infeksi lain )
b. Sialorhea (Hypersalivation)
Kelainan berupa menetesnya air liur dan tidak adanya kontrol oral sekresi saliva.
Hipersekresi saliva (Sialorrhoea) biasanya disebabkan oleh (Felix dan Schully, 2005):
7
3. Makanan dan obat-obatan dengan aktivitas cholinergic, pilocarpine, tetrabenazine, clozapine
4. Pemasangan nasogatric intubation
5. obstruksi faringeal dan esofageal seperti neoplasmadisfungsi neromuskular contohnya pada
penyakit Parkinson’s disease, cerebral palsy, atau learning disability,
3. Inflammatory
Biasanya terjadi pada orang dewasa, penyakit ini menyerang salah satu kelenjer air
liurutama, yaitu kelenjer submandibular dapat bersifat akut maupun chronic.
8
Sialadenitis adalah infeksi yang menyerang salah satu kelenjar air liur utama, yaitu kelenjar
submandibular. Penyakit ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sialadenitis akut (jangka
pendek) dan sialadenitis kronis (jangka panjang) yang sering terjadi pada orang dewasa.
Sialadenitis akut, terjadi akibat adanya bakteri Staphylococcus aureus dan berbagai bakteri
Strain streptococcus. Sedangkan pada sialadentitis kronis lebih mungkin disebabkan oleh
penyumbatan dibandingkan dengan infeksi.
-Nyeri dan pembengkakan pada kelenjar yang terkena, biasanya di bawah dagu
-Terdapat benjolan lembut di atas kelenjar yang terkena dan terlihat kemerahan
-Jika area kelenjar tersebut digosok dapat mengeluarkan nanah (abses)
-Demam atau menggigil
Tandaklinis
2. Demam
9
b. Chronic sclerosing Sialadenitis, cheilitis glandularis
Cheilitis glandularis (CG) adalah diagnosis deskriptif klinis yang mengacu pada gangguan
inflamasi yang jarang terjadi pada bibir bawah. Etiologinya tetap tidak jelas. [Cheilitis glandularis
ditandai dengan pembesaran dan eversi progresif dari mukosa labial bawah yang menyebabkan
obliterasi antarmuka mukosa-vermilion.
Dengan eksternalisasi dan eksposur kronis, membrane mukosa labial bawah yang lebih
rendah secara sekunder diubah oleh pengaruh lingkungan, yang menyebabkanerosi, ulserasi,
pengerasan kulit, dan, kadang-kadang, infeksi. Paling signifikan, kerentanan terhadap kerusakan
aktinik meningkat.
Oleh karena itu, cheilitis glandularis dapat dianggap sebagai faktor predisposisi potensial untuk
pengembangan actinic cheilitis dan karsinoma sel skuamosa.
10
3. Traumatic/ Obstructive
Kelainan kelenjer ludah yang disebabkan karena traumatic atau obstruksi seperti:
a. Mucocele
Mucocelesa dalah kelainan kelenjar ludah umum yang dapat terjad di rongga mulut, usus
buntu, kandung empedu, sinus paranasal atau kantung lakrimal. Lokasi umum untuk lesi ini di
rongga mulut biasanya pada bibir bawah, namun juga dapat terjadi di lokasi lain seperti lidah,
mukosa bukal, langit-langit lunak, retromolar pad dan mukosa labial yang lebih rendah.
Trauma dan kebiasaan menggigit bibir adalah penyebab utama untuk jenis lesi ini. Ini
adalah lesi tanpa rasa sakit yang dapat didiagnosis secara klinis.Pembengkakan juga dapat terjadi ak
ibat retensi saliva padakelenjar saliva yang mengalami kerusakan / luka.
Ranula (froglike) adalah varian klinis mococele yang muncul sebagai pembengkakan
besar di dasar mulut. Jika dibandingkan dengan mukokeles, ranulas merupakan fenomena
lendir ekstravasasi asal kelenjar liur utama. Terjadi terutama dari kelenjar sublingual, ranula
muncul dari gangguan saluran ekskretoris.
11
Sebagian kecil lesi dapat meluas melalui otot geniohyoglossus (mylohyoid) dan
jaringan lunak yang lebih dalam untuk menghasilkan pembengkakan leher submental atau
lateral yang ranula serviks
Klasifikasi Ranula
Merupakan kista retensi yang sesungguhnya. Besarnya terbatas pada dataran oral musculus
mylohyoideus (Aswin Rahardja). Tampak sebagai suatu pembengkakan lunak, dapat ditekan,
timbul dari dasar mulut. Kista ini dindingnya dilapisi epitel dan terjadi karena obstruksi ductus
glandula saliva (Robert P. Langlais & Craig S. Miller).
12
Gambaran Klinis Ranula
•Benjolan oleh karena suatu sebab dapat pecah sendiri, cairan keluar, mengempes kemudian timbul
atau kambuh kembali.
•Pada simple ranula benjolan terletak superficial sedangkan plunging ranula benjolan terletak lebih
dalam, bisa menyebar ke dasar otot mylohyoid, daerah submandibular, ke leher bahkan ke
mediastinum(drg. Iskandar Atmadja).
Diagnosis Ranula
•Secara visual
13
3. Melakukan pemeriksaan penunjang
•Pemeriksaan radiologis dengan kontras media, tanpa kontras media tidak berguna
Simple Ranula gambaran kliniknya relatif lebih khas sehingga diagnosa mudah ditegakkan.
Tampak sebagai suatu tonjolan berdinding tipis, licin, kebiruan dan transparan. Pada palpasi terasa
lunak dan fluktuasi . Kista ini terletak dibawah lidah, pada bagian depan mulut (Aswin Rahardja).
Plunging ranula lebih sulit menegakkan diagnosanya, karena gambarannya mirip dengan
banyak struktur kistik atau pembengkakan glandula yang lain pada leher. Tidak ada tes diagnostik
khusus untuk membedakan lesi-lesi tersebut. Maka diagnosa plunging ranula hanya tergantung
pada adanya hubungan anatomi kista dengan glandula saliva dan gambaran histopatologis dinding
kista sesudah eksisi (Quick & Lowell, 1977).
Gambaran histopatologis simple ranula yaitu dinding kista dilapisi epitel, sedangkan
plunging ranula dinding kista tanpa dilapisi epitel.
c. Nicotinic stomatitis,
Stomatitis nikotinik), lesi mukosa palatal, telah dijelaskan dalam literatur sejak
1926. disebabkan karena aliran panas terkonsentrasi dari produk tembakau. Umumnya, itu
asimptomatik atau sedikit menjengkelkan.
Pasien biasanya melaporkan bahwa mereka tidak menyadari lesi atau telah
mengalaminya selama bertahun-tahun tanpa perubahan. Perhatikan penampilan berbintik-
bintik putih dan merah dari hyperkeratosis dan pembukaan kelenjar ludah kecil.
14
d. Sialolithiasis
-stagnansi saliva
-trauma.
Diagnosis
d. infeksi sistemik
15
Pemeriksaan
3. Sialograf
Sialografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada bagian kelenjar ludah beserta
salurannya dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan
diagnosa. Kelenjar ludah terdiri dari 3 bagian :
1. Kelenjar parotis dengan salurannya, disebut saluran stensen
2. Kelenjar sub mandibula / sub maksila, disebut saluran Wharton
3. Saluran sub lingual, disebut saluran bartholin
INDIKASI
• Calculi
• Fistel pada saluran
• Divertikel
• Cyst
• Peradangan
• Stenosis
KONTRA INDIKASI
Inflamasi ductus dan alergi media kontras.
PERSIAPAN ALAT
• Spuit 2-5 cc
• Kateter dan canule sialografi ( bila tidak ada dapat menggunakan abocath )
• Alkohol
• Bengkok
16
• Media kontras ( Water Soluble )
• Kortison
• Pastiles / permen asam
• Antihistamin dan cortisone
• Plaster
PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Pasien tidur supine dan dibuat foto plain AP dan lateral.
2. Pasien diberi pastiles untuk merangsang air liur keluar.
3. Melalui keluarnya air liur dimasukkan jarum sialo dan dihubungkan dengan kateter dan diplester
ke kulit.
4. Ujung kateter dihubungkan dengann spuit yang berisi kontras.
5. Kontras disuntikkan dan difoto.
6. Setelah selesai pemotretan pasien diberi minum asam supaya semua kontras terangsang keluar.
POSISI PEMOTRETAN
Posisi Obyek
• Kelenjar parotid ditempelkan pada tengah kaset.
• Kepala ditempatkan pada posisi AP.
• Kepala dimiringkan pada sisi yang diperiksa.
• Kelenjar parotid tegak lurus pada pertengahan film.
• Ramus mandibula sejajar film dan occipital rapat pada film.
• Kaset 18 x 24 cm.
Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset
17
Central Point
Pada ramus bagian luar
FFD
90-100 cm
Kriteria Radiograf
• Terlihat jaringan lunak.
• Kelenjar parotid terlihat pada posisi lateral.
• Terlihat ductus stensen’s.
• Mastoid overlapping dengan batas atas dari kelenjar parotid.
18
Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset
Central Point
Pada angulus sebelah luar
FFD
90-100 cm
Kriteria Radiograf
• Tampak kelenjar parotid superposisi di atas ramus mandibula.
• Ramus mandibula terlihat tidak overlapping dengan vertebrae cervicalis.
19
Posisi Obyek (Untuk kelenjar sub maksilaris)
• Kepala true lateral di atas kaset.
• Margo inferior dari angulus mandibula pada pertengahan kaset.
• Kaset 18 x 24 cm
Central Ray
Tegak lurus pada kaset
Central Point
Pada angulus mandibula sebelah luar
FFD
90-100 cm
Kriteria Radiograf
• Tampak kedua ramus dan angulus mandibula superposisi.
• Kelenjar submaksilaris berada pada ramus dan angulus yang superposisi tersebut.
20
Poisi Pasien
Supine/submentovertikel
Posisi Obyek
• Kepala ekstensi penuh dan vertex rapat pada kaset.
• Film diberi marker L/R dan diplester.
• Kaset dipasang melintang.
• Ujung film pada mulut rapat pada margo anterior dari ramus mandibula.
• Kaset 18 x 24 cm
Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset
Central Point
Menuju langsung ke perpotongan MSP dengan coronal plain melalui molar
Kriteria Radiograf
• Terlihat soft tissue dari dasar mulut.
• Terlihat kelenjar sublingual dan duktusnya.
• Terlihat kelenjar submaksilaris pada bagian anteromedial.
Posisi Obyek
• Kepala ditempatkan pada kaset, daerah corpus mandibula berada ditengah kaset.
• Kepala ditengadahkan supaya kelenjar parotis rapat pada film.
21
• Kaset 18 x 24 cm
Central Ray
250 cephalad
Central Point
Di bawah angulus mandibula sebelah luar/pada sisi yang dekat
Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset
Central Point
Menuju langsung ke perpotongan MSP dengan coronal plain melalui molar
Kriteria Radiograf
• Terlihat soft tissue dari dasar mulut.
• Terlihat kelenjar sublingual dan duktusnya.
• Terlihat kelenjar submaksilaris pada bagian anteromedial.
22
Posisi Obyek
• Kepala ditempatkan pada kaset, daerah corpus mandibula berada ditengah kaset.
• Kepala ditengadahkan supaya kelenjar parotis rapat pada film.
• Kaset 18 x 24 cm
Central Ray
250 cephalad
Central Point
Di bawah angulus mandibula sebelah luar/pada sisi yang dekat
FFD
90-100 cm
Kriteria Radiograf
Tampak duktus dan kelenjar parotis overlapping dengan ramus mandibula dan columna vertebrae
cervical.
FFD
90-100 cm
Kriteria Radiograf
Tampak duktus dan kelenjar parotis overlapping dengan ramus mandibula dan columna vertebrae
cervical.
5. Autoimmun
a. Sarcoidosis
23
Sarcoidosis adalah penyakit radang yang mempengaruhi banyak organ di tubuh,
tetapi kebanyakan paru-paru dan kelenjar getah bening. Pada orang dengan sarkoidosis,
massa abnormal ataunodul (disebut granuloma) yang terdiri dari jaringan yang meradang
terbentuk di organ-organ tertentu dari tubuh.
Granuloma ini dapat mengubah struktur normal dan mungkin fungsi organ yang
terkena.
24
b. Sjogren Syndrome
Sjogren syndrome (SS) adalah penyakit autoimun sistemik yang berkaitan dengan
inflamasi jaringan epithelial, xerostomia, dan disfungsi saliva (Pillemer et al, 2001).
ETIOLOGI
Penyebab sindrom Sjogren adalah gangguan autoimun. Hal ini mempunyai arti bahwa terjadi
kesalahan pada sistem kekebalan tubuh, yang menyerang sel-sel dan jaringan tubuh sendiri.
Para ilmuwan tidak yakin mengapa beberapa orang menderita sindrom Sjogren sedangkan yang
lainnya tidak. Gen tertentu menempatkan orang pada risiko tinggi untuk mengalami gangguan
autoimun yang menyebabkan sindrom ini. Tetapi mekanisme tertentu dapat memicu terjadinya
sindrom ini, seperti infeksi oleh virus atau bakteri tertentu.
Dalam sindrom Sjogren, sistem kekebalan tubuh terlebih dahulu menyebabkan mata dan mulut
kering.
Tetapi sindrom ini juga dapat merusak bagian tubuh yang lain, antara lain:
1. Sendi
2. Tiroid
3. Ginjal
4. Hati
5. Paru-paru
6. Kulit
25
7. Saraf
Pathogenesis SS :
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi produksi kelenjer air mata. Tes dilakukan dengan
menggunakan kertas filter dengan panjang 30 mm, caranya kertas ditaruh dikelopak mata
bagian bawah dibiarkan selama 5 menit. Setelah 5 menit kemudian dilihat berapa panjang
pembasahan air mata pada kertas filter, bila pembasahan kurang dari 5 mm dalam 5 menit maka
tes positif.
26
b. ROSE BENGAL STAINING
Keratokonjungtivitis merupakan sequele pada kornea dan konjungtiva karena menurunnya air
mata. Dengan pengecatan Rose bengal yang menggunakan anilin, yang dapat mewarnai epitel
kornea maupun konjungtiva. Dengan pengecatan ini keratokonjungtivitis sicca tampak sebagai
keratitis puntata, bila dilihat dengan slit lamp. Tear film break up : tes ini dilakukan untuk
melihat kecepatan pengisian flouresin pada kertas film.
c. SIALOMETRI
Sialometri adalah pengukuran kecepatan produksi kelenjer liur tanpa adanya rangsangan, baik
untuk mengukur kelenjer parotis, submandibula, sublingual ataupun total produksi kelenjer liur.
Pada Sindrom Sjogren menunjukan penurunan kecepatan sekresi.
Suatu penelitian di Spanyol untuk memeriksa fungsi kelenjer ludah pasien Sindrom Sjogren
dengan menggunakan pilokarpin 5mg sublingual apakah terjadi peningkatan produksi kelenjer
saliva setelah pemberian pilokarpin 5 mg, dari 60 pasien pSS diukur Basal Saliva Flow (BSF)
pada semua pasien dimana BSF < 1,5 ml/15 menit berarti abnormal. Dari 60 pasien terdapat 46
pasien dengan BSF < 1,5 ml , kemudian diberi pilokarpin 5 mg (SSF = Stimulated salivary
Flow ). Hasil didapatkan setelah pemberian pilokarpin terdapat peningkatan produksi saliva.
d. SIALOGRAFI
Pemeriksaan secara radiologi untuk menetapkan kelainan anatomi pada saluran kelenjer
eksokrin. Pada pemeriksaan ini tampak gambaran teleektasis.
e. SKINTIGAFI
Untuk mengevaluasi kelenjer dengan mengunakan 99m Tc, dengan pemeriksaan ini dilihat
ambilan 99m Tc dimulut selama 60 menit setelah injeksi intravena.
f. BIOPSI
Biopsi kelenjer eksokrin minor memberikan gambaran yang sangat spesifik yaitu tampak
gambaran infiltrasi limfosit yang dominan. Biopsi kelenjer saliva minor merupakan gold standar
untuk diagnosis Sindrom Sjogren.
27
g. Tes darah
dapat dilakukan untuk menetukan apabila pasien memiliki kadar antibodi yang tinggi yang
dapat mengindikasikan keadaannya seperti Anti-Nuclear Antibody (ANA) dan faktor
Rheumatoid (karena Sindrom Sjogren sering terjadi setelah terjadiReumatoid Arthritis), dimana
berkaitan dengan penyakit imun.
h. Tes Slit-lamp
dapat mengukur kekeringan pada permukaan mata. Fungsi kelenjar saliva dapat diuji dengan
mengumpulkan saliva dan menentukan jumlah yang diproduksi selama 5 menit.
Biopsi bibir dapat dapat dilakukan apakah terdapat pengumpulan limfosit pada kelenjar liur dan
merusak kelenjar karena reaksi radang.
Diagnosis :
2. Studi autoantibodi
28
Algoritma diagnosis pembengkakan kronis kelenjar saliva
29
DAFTAR PUSTAKA
Akande, O. O., Alada, A.R.A., Aderinokun, G.A., & Ige, A.O. 2004. Efficacy of Different Brands
of Mouth Rinses On Oral Bacterial Load Count In Healthy Adults. African Journal of
Biomedical Reasearch, 7, 125-8.
Aldi, Y., Ellyza N., Dian H.,Yanwirasti, Amri B. 2012. Effect of scopoletin from mengkudu fruit to
the amount of IgE on white male mice with type I hypersensitivity. Jurnal Bahan Alam
Indonesia, 8(2), 77-83.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset kesehatan dasar
2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.
Bellanti, J.A. & Kadlec, J.V. 1985. Introduction to immunology. Dalam Immunology III (Bellanti
J.A. ed.). Philadelphia: Saunders.
Carranza, F.A & Newman, M.G. 2006. Clinical Periodontology. London: WB Saunders Company.
citrifolia) 100% terhadap Keradangan Gingiva. (Disertasi) Jakarta: Universitas Indonesia.
Dennison, D.K. & Dylee, T.E. 1997. The Acute Inflammatory Response and the Role of Phagocytic
cells in Periodontal health and Disease. Periodontology 2000, 14, 54-78.8–115.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Gu, H., D. Fan, J. Gao, W. Zou, Z. Peng, dkk. 2011. Effect of ZnCl 2 on Plaque Growth and Biofilm
Vitality. Archieves of Oral Biology 57(4): 369-375.
International Centre for Science and High Technology. 2008. Extraction Technologies for Medical
and Aromatic Plant. Italy : International Centre for Science and High Technology
Jeffrey, A.D., Avery D.R., McDonald, & Ralph E. 2011. Dentistry for the Child - Adolescent Ninth
Edition. India: Mosby.
Jin, L, J., Lamster, I, B., Greenspan, J, S., Pitts, N,B., Scully, C., Warnakulasuriya, S., 2016. Global
Burden of Oral Diseases : Emerging Concepts, management and Interplay with Systemic
Health. Oral Diseases 22 (7), 609 – 619.
Kasuma N et al: Correlation Between Matrix Metalloproteinase 8 in Gingival Crevicular Fluid and
Zinc Consumption. Pakistan Journal of Nutrition 15(1):2016
Kasuma N et al: Gingival Crevicular Fluid Sebagai Alternatif Cairan Fisiologis di Rongga Mulut.
Forum Komunikasi Ilmiah (Forkomil-III) Seminar and Dental Expo: (Proceeding)
Kasuma N et al: Morinda Citrifolia Extract Moutwash as Antigingivitis. Dentika Dental Journal
19(2):2016
Kasuma N et al: Relation of Neutrophil Elastase Level with Tissue Destruction in Gingivitis and
Periodontitis. Dentika Dental Journal 20(2):2017
Kasuma N et al: The Analysis of Matrix Metalloproteinase-8 in Gingival Crevicular Fluid and
Periodontal Disease. Indian Journal of Dental Research 29(4):2018
30
Kasuma N. 2015. Fisiologi dan Patologi Saliva. Padang:Andalas University Press. ISBN: 978-602-
8821-69-8.
Kasuma, N.,2018. Relation of neutrophil elastase level with tissue destruction in gingivitis and
periodontitis. Dentika Journal.
Newman M.G., Takei H.H., Klokkevold P.R., & Carranza F.A. 2006. Carranza’s clinical
periodontology 10th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company.
Pari, A., Paavai I., Venkat S., Vineela K., & Harinath P. 2014. Gingival diseases in childhood : A
Review. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 8(10)
Potter, N.N. & J. H. Hotchkiss. 1996. Food Science the 5th Eddition. New Delhi : CBS Publisher &
Distributors.
31